31 Agustus 2013
TNI AD akan membagi skuadron helikopter serang kedalam dua tipe yaitu helikopter tipe sedang dan ringan. Helikopter serang ringan potensial untuk dibuat di PT DI. (photo : EADS)
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertahanan akan mendorong PT Dirgantara Indonesia (DI) untuk mengembangkan helikopter serang, menyusul rencana pemerintah Indonesia membeli delapan unit helikopter serang Apache AH-64 dari Amerika Serikat untuk TNI Angkatan Darat.
"Yang dibutuhkan satu skuadron helikopter serang atau sebanyak 16 unit," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, yang ditemui sesaat setelah peluncuran buku yang ditulis anggota Komisi I DPR Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati berjudul "Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan" di Jakarta, Jumat (30/8) malam.
Ia lantas menjelaskan,"Kalau kita beli delapan unit helikopter Apache, berarti baru setengah skuadron. Mungkin ada kombinasi, seperti halnya pesawat tanpa awak (UAV), setengah skuadronnya merupakan buatan dalam negeri."
Pengembangan helikopter serang yang dibangun oleh PT DI, kata dia, diharapkan spesifikasi dan kemampuannya tak jauh berbeda dengan helikopter Apache.
"Mungkin spesifikasinya masih di bawah Apache, tetapi kemampuannya tak begitu jauh," kata Menhan.
Purnomo mengatakan bahwa pihaknya telah mengutus Sekjen Kemhan Budiman, yang saat ini telah dilantik menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), ke Amerika Serikat untuk mengetahui secara pasti detail spesifikasi helikopter serang Apache itu.
"Spesifikasi teknologinya harus jelas betul, yang dibeli seperti apa. Terakhir yang berangkat ke AS adalah Sekjen Kemhan yang saat ini menjadi KSAD," katanya.
Menurut Purnomo, sistem persenjataan sebuah alat tempur sangat memengaruhi harga. Suatu peralatan tempur yang dilengkapi dengan sistem deteksi radar tentu lebih mahal daripada yang tidak ada.
Ia menegaskan bahwa pembelian helikopter Apache merupakan rencana pertahanan jangka panjang. Oleh sebab itu, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar diharapkan tidak akan berpengaruh banyak terhadap rencana pembelian itu.
(Antara)
31 Agustus 2013
TNI AU Laksanakan Test Flight Pertama Pesawat Grob G120TP
31 Agustus 2013
Pesawat Grob G120 TP pesanan pemerintah Indonesia merupakan pesawat latih dasar dengan performa tinggi yang akan mengantikan generasi pendahulunya AS 202 Bravo dan T-34 Charlie (photo : TNI AU)
Test flight pesawat Grob G120TP pertama, di Angkasa Maguwo
Pen Adi - Selama dua hari sejak kemarin Rabu (28/8) pesawat Grob 120TP buatan pabrik Grob Aircraft di Tussenhausen Mattsies Federasi Jerman di ujicobakan di Lanud Adisutjipto setelah proses assembly yang berlangsung sejak bulan Juli kemarin. Ke empat pesawat generasi terbaru penganti AS 202 Bravo berturut-turut diujicobakan pertama pesawat LD-1201 dan LD-1202 dan Kamis,(29/8) pesawat LD-1203 dan LD-1204.
Sesuai rencana untuk tahun 2013 TNI AU/Lanud Adisutjipto akan kedatangan empat Grob G120TP langsung dari negeri Jerman. Dan pada tahun berikutnya akan berturut-turut menyusul tahun 2014 hingga total 16 pesawat. Pesawat Grob 120TP ini memiliki kecepatan maksimum 439 Km/jam (237 knot). Dan telah bermesin turbo prop mengunakan mesin Roll Roys tipe 250-B17F dengan lima bilah baling baling. Dengan model sayap rendah (low wing) dan cantilever meningkatkan kelincahan pesawat berpadu dengan daya mesin putar mesin yang tinggi.
Sejak kemarin Komandan Komando pendidikan TNI AU Marsda TNI Nurullah didampingi Komandan Lanud Adisutjipto Marsma TNI Agus Munandar, SE, Dirops Kodikau, Danwingdik terbang, Danskadik 101, Danskatek 043, Kadisops Lanud Adisutjipto, Kadislog Lanud Adisutjipto, dan Komandan Skadron Teknik 043 serta Crew dari Pabrikan Grop, menyaksikan test flight baik hari pertama maupun hari kedua. Secara keseluruhan test flight dinyatakan berhasil dan sesuai rencana.
Menurut rencana Menhan Purnomo Yusgiantoro pada bulan September 2013 akan memimpin langsung penyerahan pesawat Grob G120 TP dari pihak Grob Aircraft kepada pemerintah Indonesia bertempat di Lanud Adisutjipto.
(TNI AU)
Pesawat Grob G120 TP pesanan pemerintah Indonesia merupakan pesawat latih dasar dengan performa tinggi yang akan mengantikan generasi pendahulunya AS 202 Bravo dan T-34 Charlie (photo : TNI AU)
Test flight pesawat Grob G120TP pertama, di Angkasa Maguwo
Pen Adi - Selama dua hari sejak kemarin Rabu (28/8) pesawat Grob 120TP buatan pabrik Grob Aircraft di Tussenhausen Mattsies Federasi Jerman di ujicobakan di Lanud Adisutjipto setelah proses assembly yang berlangsung sejak bulan Juli kemarin. Ke empat pesawat generasi terbaru penganti AS 202 Bravo berturut-turut diujicobakan pertama pesawat LD-1201 dan LD-1202 dan Kamis,(29/8) pesawat LD-1203 dan LD-1204.
Sesuai rencana untuk tahun 2013 TNI AU/Lanud Adisutjipto akan kedatangan empat Grob G120TP langsung dari negeri Jerman. Dan pada tahun berikutnya akan berturut-turut menyusul tahun 2014 hingga total 16 pesawat. Pesawat Grob 120TP ini memiliki kecepatan maksimum 439 Km/jam (237 knot). Dan telah bermesin turbo prop mengunakan mesin Roll Roys tipe 250-B17F dengan lima bilah baling baling. Dengan model sayap rendah (low wing) dan cantilever meningkatkan kelincahan pesawat berpadu dengan daya mesin putar mesin yang tinggi.
Sejak kemarin Komandan Komando pendidikan TNI AU Marsda TNI Nurullah didampingi Komandan Lanud Adisutjipto Marsma TNI Agus Munandar, SE, Dirops Kodikau, Danwingdik terbang, Danskadik 101, Danskatek 043, Kadisops Lanud Adisutjipto, Kadislog Lanud Adisutjipto, dan Komandan Skadron Teknik 043 serta Crew dari Pabrikan Grop, menyaksikan test flight baik hari pertama maupun hari kedua. Secara keseluruhan test flight dinyatakan berhasil dan sesuai rencana.
Menurut rencana Menhan Purnomo Yusgiantoro pada bulan September 2013 akan memimpin langsung penyerahan pesawat Grob G120 TP dari pihak Grob Aircraft kepada pemerintah Indonesia bertempat di Lanud Adisutjipto.
(TNI AU)
30 Agustus 2013
Missile First for Navy
30 Agustus 2013
An Evolved Sea Sparrow Missile (ESSM) is fired from HMAS Perth at the Pacific Missile Range Facility in Hawaii as part of the final Operational Acceptance Trial for the Australian designed Phased Array Radar and Combat Management System upgrades to the ANZAC Class Frigate Anti-Ship Missile Defence (ASMD) system. (photo : Aus DoD)
The Royal Australian Navy (RAN) and the Defence Materiel Organisation (DMO) have recently completed the final Operational Acceptance Trial for the Australian-designed Phased Array Radar and Combat Management System upgrades to the ANZAC Class frigate Anti-Ship Missile Defence (ASMD) system.
The trial included a number of successful Evolved Sea Sparrow Missile (ESSM) firings from HMAS Perth at the Pacific Missile Range Facility (PMRF) in Hawaii. During the trials, the ASMD system was challenged by a number of demanding firing scenarios. These included successful missile engagements against multiple sea-skimming targets including, for the first time in the RAN, an engagement by an ESSM against one of the world’s most advanced supersonic targets.
Perth’s Commanding Officer, Captain Lee Goddard, said the firing clearly demonstrated the effectiveness of the upgraded ASMD system.
“The targets were detected by the Australian designed and built CEA Phased Array Radar and the missiles were successfully launched and controlled in flight by the ship’s ASMD systems, resulting in the destruction of the targets,” Captain Goddard said.
“This proves the accuracy and precision of the upgraded systems to guide the weapon in a complex warfighting scenario.”
Perth is the first of eight ANZAC Frigates to enter the ASMD upgrade to improve her weapons systems and sensor arrays.
The Chief of Navy, Vice Admiral Ray Griggs, said “The ASMD upgrade provides the ANZAC class with a significantly enhanced level of self and local area defence against modern anti-ship missiles. The complexity of the firing scenarios is unsurpassed in the RAN’s history, particularly the successful firings against supersonic targets. The results from this activity are a ringing endorsement of the capability flowing from the ASMD program.”
The RAN and DMO acknowledge that the success of the program has largely been due to the outstanding efforts and collaboration by Navy, the DMO, Canberra-based CEA Technologies, SAAB Systems and the Defence Science and Technology Organisation.
(Aus DoD)
An Evolved Sea Sparrow Missile (ESSM) is fired from HMAS Perth at the Pacific Missile Range Facility in Hawaii as part of the final Operational Acceptance Trial for the Australian designed Phased Array Radar and Combat Management System upgrades to the ANZAC Class Frigate Anti-Ship Missile Defence (ASMD) system. (photo : Aus DoD)
The Royal Australian Navy (RAN) and the Defence Materiel Organisation (DMO) have recently completed the final Operational Acceptance Trial for the Australian-designed Phased Array Radar and Combat Management System upgrades to the ANZAC Class frigate Anti-Ship Missile Defence (ASMD) system.
The trial included a number of successful Evolved Sea Sparrow Missile (ESSM) firings from HMAS Perth at the Pacific Missile Range Facility (PMRF) in Hawaii. During the trials, the ASMD system was challenged by a number of demanding firing scenarios. These included successful missile engagements against multiple sea-skimming targets including, for the first time in the RAN, an engagement by an ESSM against one of the world’s most advanced supersonic targets.
Perth’s Commanding Officer, Captain Lee Goddard, said the firing clearly demonstrated the effectiveness of the upgraded ASMD system.
“The targets were detected by the Australian designed and built CEA Phased Array Radar and the missiles were successfully launched and controlled in flight by the ship’s ASMD systems, resulting in the destruction of the targets,” Captain Goddard said.
“This proves the accuracy and precision of the upgraded systems to guide the weapon in a complex warfighting scenario.”
Perth is the first of eight ANZAC Frigates to enter the ASMD upgrade to improve her weapons systems and sensor arrays.
The Chief of Navy, Vice Admiral Ray Griggs, said “The ASMD upgrade provides the ANZAC class with a significantly enhanced level of self and local area defence against modern anti-ship missiles. The complexity of the firing scenarios is unsurpassed in the RAN’s history, particularly the successful firings against supersonic targets. The results from this activity are a ringing endorsement of the capability flowing from the ASMD program.”
The RAN and DMO acknowledge that the success of the program has largely been due to the outstanding efforts and collaboration by Navy, the DMO, Canberra-based CEA Technologies, SAAB Systems and the Defence Science and Technology Organisation.
(Aus DoD)
Indonesian Firm Bags P4-b Navy Supply Deal
30 Agustus 2013
PT PAL's Strategic Sealift Vessel for Philippines navy (photo : Defense Studies)
The Department of National Defense on Thursday declared an Indonesia company as winner of a P4-billion contract to build two multi-role vessels for the Philippine Navy.
The Bids and Awards Committee chaired by Efren Fernandez, Assistant Secretary for Personnel, said that PT PAL Indonesia (Persero) was the “lone eligible bidder” with a bid price offer of P3,863,999,520.
The ship is designed to transport a battalion or 500 soldiers as well as logistics. It must be equipped with a helipad and medical facility for disaster response, according to documents obtained by the Manila Standard Today.
Other firms that bought bid documents include a joint venture between Astartez Defense and Rescue Solution Co. and Coastal Industries PTE. LTD.; PROPMECH Corporation; Daewoo International Corp. (Daesun – Republic of Korea); Larsen and Toubro (India); Stone of David Tactical Equipment Co.; STX Off-Shore Shipbuilding Co. (Korea); Keppel Philippines Marine, Inc.; and PT Citra Shipyard.
Except for STX and Citra, all the rest were present during the opening of bidding documents but did not submit their bid envelop, giving only PT PAL and Daesun the chance to vie for the bidding.
The BAC did not say why the other bidders withdrew.
(Manila Standard Today)
PT PAL's Strategic Sealift Vessel for Philippines navy (photo : Defense Studies)
The Department of National Defense on Thursday declared an Indonesia company as winner of a P4-billion contract to build two multi-role vessels for the Philippine Navy.
The Bids and Awards Committee chaired by Efren Fernandez, Assistant Secretary for Personnel, said that PT PAL Indonesia (Persero) was the “lone eligible bidder” with a bid price offer of P3,863,999,520.
The ship is designed to transport a battalion or 500 soldiers as well as logistics. It must be equipped with a helipad and medical facility for disaster response, according to documents obtained by the Manila Standard Today.
Other firms that bought bid documents include a joint venture between Astartez Defense and Rescue Solution Co. and Coastal Industries PTE. LTD.; PROPMECH Corporation; Daewoo International Corp. (Daesun – Republic of Korea); Larsen and Toubro (India); Stone of David Tactical Equipment Co.; STX Off-Shore Shipbuilding Co. (Korea); Keppel Philippines Marine, Inc.; and PT Citra Shipyard.
Except for STX and Citra, all the rest were present during the opening of bidding documents but did not submit their bid envelop, giving only PT PAL and Daesun the chance to vie for the bidding.
The BAC did not say why the other bidders withdrew.
(Manila Standard Today)
29 Agustus 2013
Australian Army MRH90 Full-Flight and Mission Simulator Accepted for Training
29 Agustus 2013
Australian Army MRH90 full-flight and mission simulator (photo : CAE)
Sydney, Australia - (NYSE: CAE; TSX: CAE) - CAE today announced that the Commonwealth of Australia has accepted into service the first MRH90 full-flight and mission simulator (FFMS) located at the Army Aviation Training Centre Oakey in Queensland.
CAE also announced the MRH90 FFMS has been certified by the Australian Defence Force Airworthiness Authority to Level D under the Australian Civil Aviation Safety Authority (CASA) and Joint Aviation Requirements (JAR) standards based on an evaluation conducted by an independent authority. This certification is equivalent to the U.S. Federal Aviation Administration's Level D, the highest qualification for flight simulators.
This is the world's first NH90 helicopter simulator to be formally certified to Level D by a defence force and an independent aviation regulatory agency, and is considered the highest fidelity NH90 simulator in operation today.
Commandant of the Australian Army's Aviation Training Centre, Colonel David Burke, said the MRH90 simulator is the best he has ever flown.
"This simulator allows instructors to present pilots with a wide range of operational training scenarios such as flying in to remote bush landing sites, flying in formation with other aircraft, and being safely exposed to complex emergency situations," Colonel Burke said.
"The majority of basic training will now be conducted in the simulator before pilots get to the real aircraft. The aim of the training is to immerse the pilots in the simulation, so they feel as though they are flying the real aircraft, completing real missions and dealing with real emergencies," he said.
As the prime contractor for the ADF's MRH90 training program, CAE has overall responsibility for providing two MRH90 FFMSs, training facilities, and comprehensive engineering and support services. The second MRH90 FFMS will be delivered to Royal Australian Air Force (RAAF) Base Townsville and is expected to be certified to Level D early next year.
CAE is supported on the ADF's MRH90 training program and the development of the two MRH90 FFMSs and facilities by Thales, Rheinmetall Defence Electronics (RDE), and Eurocopter.
"The Australian Defence Forces fully understand how simulation-based training has proven to be one of the best approaches for improving safety, operational efficiency and mission readiness," said Peter Redman, Managing Director of CAE Australia. "The ADF has always been committed to providing its forces with the highest fidelity training systems possible, and are continuing to do so as part of the MRH90 training program."
(CAE)
Australian Army MRH90 full-flight and mission simulator (photo : CAE)
Sydney, Australia - (NYSE: CAE; TSX: CAE) - CAE today announced that the Commonwealth of Australia has accepted into service the first MRH90 full-flight and mission simulator (FFMS) located at the Army Aviation Training Centre Oakey in Queensland.
CAE also announced the MRH90 FFMS has been certified by the Australian Defence Force Airworthiness Authority to Level D under the Australian Civil Aviation Safety Authority (CASA) and Joint Aviation Requirements (JAR) standards based on an evaluation conducted by an independent authority. This certification is equivalent to the U.S. Federal Aviation Administration's Level D, the highest qualification for flight simulators.
This is the world's first NH90 helicopter simulator to be formally certified to Level D by a defence force and an independent aviation regulatory agency, and is considered the highest fidelity NH90 simulator in operation today.
Commandant of the Australian Army's Aviation Training Centre, Colonel David Burke, said the MRH90 simulator is the best he has ever flown.
"This simulator allows instructors to present pilots with a wide range of operational training scenarios such as flying in to remote bush landing sites, flying in formation with other aircraft, and being safely exposed to complex emergency situations," Colonel Burke said.
"The majority of basic training will now be conducted in the simulator before pilots get to the real aircraft. The aim of the training is to immerse the pilots in the simulation, so they feel as though they are flying the real aircraft, completing real missions and dealing with real emergencies," he said.
As the prime contractor for the ADF's MRH90 training program, CAE has overall responsibility for providing two MRH90 FFMSs, training facilities, and comprehensive engineering and support services. The second MRH90 FFMS will be delivered to Royal Australian Air Force (RAAF) Base Townsville and is expected to be certified to Level D early next year.
CAE is supported on the ADF's MRH90 training program and the development of the two MRH90 FFMSs and facilities by Thales, Rheinmetall Defence Electronics (RDE), and Eurocopter.
"The Australian Defence Forces fully understand how simulation-based training has proven to be one of the best approaches for improving safety, operational efficiency and mission readiness," said Peter Redman, Managing Director of CAE Australia. "The ADF has always been committed to providing its forces with the highest fidelity training systems possible, and are continuing to do so as part of the MRH90 training program."
(CAE)
28 Agustus 2013
TNI AL Dan Royal Australia Navy Gelar CASSOEX 2013
28 Agustus 2013
KRI Kakap dan KRI Hiu (photo : liputan6)
Darwin - Dua kapal perang jajaran Koarmatim yaitu KRI Hiu-634 dari Satuan Kapal Cepat dan KRI Kakap-811 dari Satuan Kapal Patroli Koarmatim melaksanakan Latihan Bersama (Latma) Cassowary Exercie (Cassoex) tahun 2013 di Darwin, Australia.
Cassoex merupakan program kerja sama latihan antara TNI Angkatan Laut dengan Royal Australian Navy, yang diselenggarakan rutin setiap dua tahun sekali dengan melibatkan unsur-unsur dari kedua negara. Kerja sama tersebut untuk menciptakan kawasan perairan yang terkendali serta membina kerja sama yang positif antara Indonesia dan Australia, kususnya TNI AL dan RAN.
Angkatan Laut kedua negara sama-sama memliki tugas untuk memelihara stabilitas keamanan perairan wilayah teritorial masing-masing. Sebagai tindak lanjut kerja sama dalam memelihara kawasan laut yang terkendali di perairan Indonesia dan Australia tersebut, unsur-unsur TNI AL dan RAN tahun ini menggelar kegiatan latihan bersama dengan sandi “CASSOEX 2013”.
HMAS Wollongong, HMAS Huon, KRI Kakap dan KRI Hiu (photo : Aus DoD)
Komandan KRI Hiu-634 Mayor Laut (P) Iwan Ridhwan, S.E. selaku Komandan Satgas Cassoex 2013 menghadiri pembukaan latihan bersama yang dibuka oleh Captain Stepehen Bowater, Director Maritime Operations Royal Australian Navy di pangkalan angkatan laut Australia HMAS Coonawarra Darwin, Senin (26/8). Acara dihadiri oleh anggota masing masing unsur yang mengikuti latihan dan turut hadir Konsul RI di Darwin Bapak Ade Padmo Sarwono serta Comander of Sea Traning Comander John Navin.
Dalam latihan ini, TNI-AL menerjunkan dua kapal perang yaitu KRI Hiu-634 dengan Komandan Mayor Laut (P) Iwan Ridhwan, S.E. dan KRI Kakap-811 dengan Komandan Mayor Laut (P) Nurul Muclis. Sedangkan Australia mengeluarkan dua kapal perang jenis patroli dan penyapu ranjau yaitu HMAS Wollongong dengan Komandan LCDR Michael Miller dan HMAS Huon dengan Komandan LCDR Jayce Hutchinson.
Latihan dimulai pada hari Senin tanggal 26 Agustus 2013 dan berakhir pada Minggu tanggal 1 September 2013 di perairan perbatasan kedua negara. Adapun latihan meliputi pemeriksaan kapal di laut, latihan formasi, pencarian orang jatuh di laut, penembakan senjata ringan, RAS, dan latihan manuver dan plot posisi.
(Armada Timur)
KRI Kakap dan KRI Hiu (photo : liputan6)
Darwin - Dua kapal perang jajaran Koarmatim yaitu KRI Hiu-634 dari Satuan Kapal Cepat dan KRI Kakap-811 dari Satuan Kapal Patroli Koarmatim melaksanakan Latihan Bersama (Latma) Cassowary Exercie (Cassoex) tahun 2013 di Darwin, Australia.
Cassoex merupakan program kerja sama latihan antara TNI Angkatan Laut dengan Royal Australian Navy, yang diselenggarakan rutin setiap dua tahun sekali dengan melibatkan unsur-unsur dari kedua negara. Kerja sama tersebut untuk menciptakan kawasan perairan yang terkendali serta membina kerja sama yang positif antara Indonesia dan Australia, kususnya TNI AL dan RAN.
Angkatan Laut kedua negara sama-sama memliki tugas untuk memelihara stabilitas keamanan perairan wilayah teritorial masing-masing. Sebagai tindak lanjut kerja sama dalam memelihara kawasan laut yang terkendali di perairan Indonesia dan Australia tersebut, unsur-unsur TNI AL dan RAN tahun ini menggelar kegiatan latihan bersama dengan sandi “CASSOEX 2013”.
HMAS Wollongong, HMAS Huon, KRI Kakap dan KRI Hiu (photo : Aus DoD)
Komandan KRI Hiu-634 Mayor Laut (P) Iwan Ridhwan, S.E. selaku Komandan Satgas Cassoex 2013 menghadiri pembukaan latihan bersama yang dibuka oleh Captain Stepehen Bowater, Director Maritime Operations Royal Australian Navy di pangkalan angkatan laut Australia HMAS Coonawarra Darwin, Senin (26/8). Acara dihadiri oleh anggota masing masing unsur yang mengikuti latihan dan turut hadir Konsul RI di Darwin Bapak Ade Padmo Sarwono serta Comander of Sea Traning Comander John Navin.
Dalam latihan ini, TNI-AL menerjunkan dua kapal perang yaitu KRI Hiu-634 dengan Komandan Mayor Laut (P) Iwan Ridhwan, S.E. dan KRI Kakap-811 dengan Komandan Mayor Laut (P) Nurul Muclis. Sedangkan Australia mengeluarkan dua kapal perang jenis patroli dan penyapu ranjau yaitu HMAS Wollongong dengan Komandan LCDR Michael Miller dan HMAS Huon dengan Komandan LCDR Jayce Hutchinson.
Latihan dimulai pada hari Senin tanggal 26 Agustus 2013 dan berakhir pada Minggu tanggal 1 September 2013 di perairan perbatasan kedua negara. Adapun latihan meliputi pemeriksaan kapal di laut, latihan formasi, pencarian orang jatuh di laut, penembakan senjata ringan, RAS, dan latihan manuver dan plot posisi.
(Armada Timur)
27 Agustus 2013
TNI AU Akan Menambah CN-295 Hingga Mencapai 16 Unit
27 Agustus 2013
Pesawat CB-295 TNI AU (photo : Detik)
TNI AU akan terima dua pesawat CN-295 bulan depan
Kupang (ANTARA News) - Kolonel dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan Gita Amperiawan mengatakan TNI Angkatan Udara akan kembali menerima pesawat transportasi teknis jenis CN-295 pada bulan depan.
"Dari sembilan pesawat CN-295 yang kita pesan untuk skuadron dua TNI AU tahun ini, sebanyak dua pesawat kan sudah datang, sudah dipakai. Dua lagi akan datang 35 hari mendatang, atau kira-kira bulan depan lah," kata Kolonel dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan Gita Amperiawan, kepada wartawan di sela-sela perjalanan dari Jakarta menuju Kupang menumpang pesawat CN-295, bersama rombongan Kementerian BUMN, Jumat (23/8) malam.
Pesawat CN-295 merupakan pesawat yang dibuat oleh PT Dirgantara Indonesia, namun saat ini masih dirakit di Spanyol.
Gita mengatakan meskipun dirakit di Spanyol, namun dua pesawat CN-295 yang telah datang, dilakukan pengecatan dan penyelesaian di Indonesia. Pesawat ketiga dan keempat yang diperkirakan tiba September, juga akan dicat dan diselesaikan di Indonesia.
Kemudian pesawat kelima, keenam dan ketujuh yang datang selanjutnya, akan mulai dikustomisasi di Indonesia. Sedangkan pesawat kedelapan dan kesembilan sepenuhnya akan dirakit oleh PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Indonesia.
"Dan mulai tahun depan, mudah-mudahan PT Dirgantara Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri di Indonesia," kata dia.
Dia mengatakan TNI AU akan terus menambah pesawat jenis CN-295 hingga berjumlah 16 buah untuk memenuhi kebutuhan skuadron dua TNI AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Dia menjelaskan, pesawat jenis CN-295 berkapasitas penumpang 79 orang (jika dimodifikasi dengan bangku model memanjang). Pesawat tipe medium itu memiliki kekuatan mesin dan kecepatan lebih besar dibandingkan tipe sebelumnya yakni CN-235.
"Kemampuan terbangnya sembilan jam jika bahan bakar penuh," ujar dia.
Menurut dia, CN-295 merupakan pesawat khusus transportasi baik untuk prajurit maupun logistik. Dalam kondisi perang, pesawat jenis tersebut harus dikawal oleh pesawat tempur, karena CN-295 tidak dirancang untuk bertempur.
"Pesawat ini tidak dipersenjatai dan memang tidak bisa dipasangkan senjata, hanya khusus untuk `dropping` pasukan dan logistik. Jadi dalam kondisi perang harus ada pesawat `escort` atau pendamping," kata dia.
(Antara)
Pesawat CB-295 TNI AU (photo : Detik)
TNI AU akan terima dua pesawat CN-295 bulan depan
Kupang (ANTARA News) - Kolonel dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan Gita Amperiawan mengatakan TNI Angkatan Udara akan kembali menerima pesawat transportasi teknis jenis CN-295 pada bulan depan.
"Dari sembilan pesawat CN-295 yang kita pesan untuk skuadron dua TNI AU tahun ini, sebanyak dua pesawat kan sudah datang, sudah dipakai. Dua lagi akan datang 35 hari mendatang, atau kira-kira bulan depan lah," kata Kolonel dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan Gita Amperiawan, kepada wartawan di sela-sela perjalanan dari Jakarta menuju Kupang menumpang pesawat CN-295, bersama rombongan Kementerian BUMN, Jumat (23/8) malam.
Pesawat CN-295 merupakan pesawat yang dibuat oleh PT Dirgantara Indonesia, namun saat ini masih dirakit di Spanyol.
Gita mengatakan meskipun dirakit di Spanyol, namun dua pesawat CN-295 yang telah datang, dilakukan pengecatan dan penyelesaian di Indonesia. Pesawat ketiga dan keempat yang diperkirakan tiba September, juga akan dicat dan diselesaikan di Indonesia.
Kemudian pesawat kelima, keenam dan ketujuh yang datang selanjutnya, akan mulai dikustomisasi di Indonesia. Sedangkan pesawat kedelapan dan kesembilan sepenuhnya akan dirakit oleh PT Dirgantara Indonesia di Bandung, Indonesia.
"Dan mulai tahun depan, mudah-mudahan PT Dirgantara Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri di Indonesia," kata dia.
Dia mengatakan TNI AU akan terus menambah pesawat jenis CN-295 hingga berjumlah 16 buah untuk memenuhi kebutuhan skuadron dua TNI AU di Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Dia menjelaskan, pesawat jenis CN-295 berkapasitas penumpang 79 orang (jika dimodifikasi dengan bangku model memanjang). Pesawat tipe medium itu memiliki kekuatan mesin dan kecepatan lebih besar dibandingkan tipe sebelumnya yakni CN-235.
"Kemampuan terbangnya sembilan jam jika bahan bakar penuh," ujar dia.
Menurut dia, CN-295 merupakan pesawat khusus transportasi baik untuk prajurit maupun logistik. Dalam kondisi perang, pesawat jenis tersebut harus dikawal oleh pesawat tempur, karena CN-295 tidak dirancang untuk bertempur.
"Pesawat ini tidak dipersenjatai dan memang tidak bisa dipasangkan senjata, hanya khusus untuk `dropping` pasukan dan logistik. Jadi dalam kondisi perang harus ada pesawat `escort` atau pendamping," kata dia.
(Antara)
26 Agustus 2013
US Firm to Build Phl $18-M Coast Watch System
26 Agustus 2013
Coast watch center will boost the Philippines’ maritime border security (image : newsbytes)
MANILA, Philippines - An American firm has bagged a contract to build a coast watch center aimed at boosting the Philippines’ maritime border security.
Massachusetts-based company Raytheon said it had been awarded a contract to design and construct a National Coast Watch Center by the Philippine government last July.
The project costs $18 million or about P795 million. It covers support integration of data from various agencies in the coast watch center, installation, training and radio communications.
The construction of the National Coast Watch Center is Raytheon’s first border security-related contract in Southeast Asia. The contract will end on July 31, 2015.
“With this contract, Raytheon continues its role in providing critical services and solutions to help other countries deter, detect and interdict illicit weapons and materials that could harm their citizens,” said David Appel, Raytheon director of surveillance, range and infrastructure solutions.
In its website, Raytheon described itself as a company specializing in defense, security and civil markets. The company offers services related to electronics, mission systems integration, communications, sensing capabilities, intelligence systems and mission support.
In 2011, President Aquino signed Executive Order 57, which created the national coast watch system. The order aims to expand the country’s naval security operations and to protect its natural resources. The order expanded the scope of Coast Watch South, which handles maritime security in Southern Philippines, to cover the entire country.
The order also formed the National Coast Watch Council, which serves as the central interagency mechanism for coordinated maritime security operations. The body will be in charge of formulating strategic direction and policy guidance for the national coast watch system, including multinational and cross-border cooperation.
The council is led by the executive secretary and composed of the heads of the defense, transportation, foreign affairs, interior, justice, energy, finance, environment and agriculture departments.
(PhilStar)
Coast watch center will boost the Philippines’ maritime border security (image : newsbytes)
MANILA, Philippines - An American firm has bagged a contract to build a coast watch center aimed at boosting the Philippines’ maritime border security.
Massachusetts-based company Raytheon said it had been awarded a contract to design and construct a National Coast Watch Center by the Philippine government last July.
The project costs $18 million or about P795 million. It covers support integration of data from various agencies in the coast watch center, installation, training and radio communications.
The construction of the National Coast Watch Center is Raytheon’s first border security-related contract in Southeast Asia. The contract will end on July 31, 2015.
“With this contract, Raytheon continues its role in providing critical services and solutions to help other countries deter, detect and interdict illicit weapons and materials that could harm their citizens,” said David Appel, Raytheon director of surveillance, range and infrastructure solutions.
In its website, Raytheon described itself as a company specializing in defense, security and civil markets. The company offers services related to electronics, mission systems integration, communications, sensing capabilities, intelligence systems and mission support.
In 2011, President Aquino signed Executive Order 57, which created the national coast watch system. The order aims to expand the country’s naval security operations and to protect its natural resources. The order expanded the scope of Coast Watch South, which handles maritime security in Southern Philippines, to cover the entire country.
The order also formed the National Coast Watch Council, which serves as the central interagency mechanism for coordinated maritime security operations. The body will be in charge of formulating strategic direction and policy guidance for the national coast watch system, including multinational and cross-border cooperation.
The council is led by the executive secretary and composed of the heads of the defense, transportation, foreign affairs, interior, justice, energy, finance, environment and agriculture departments.
(PhilStar)
Kontrak Pembelian 8 Helikopter Apache Ditanda-tangani
26 Agustus 2013
Boeing AH-64E Apache Guardian (photo : Army Technology)
Skuadron helikopter serang AH-64E Apache akan tiba
Jakarta (ANTARA News) - Satu skuadron helikopter serang AH-64E Apache buatan Boeing, Amerika Serikat, akan tiba memperkuat TNI AD, sejalan penandatanganan pemesanan helikopter serang itu, antara Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, dan koleganya, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Chuck Hagel, di Jakarta, Senin.
Hagel ke Jakarta dalam rangkaian kunjungan ke Malaysia dan Brunei Darussalam; di negara terakhir ini, Hagel akan menghadiri Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN Plus, yang juga melingkupi Jepang, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Selandia Baru, India, dan Korea Selatan.
Disepakati tipe Apache yang dibeli Indonesia dari Amerika Serikat adalah AH-64E Block III sebanyak delapan unit. Apache tipe ini merupakan tipe terbaru walau bukan tercanggih (AH-64D Longbow sebagaimana dimiliki Angkatan Darat Singapura).
AH-64E Apache telah dikirimkan ke Taiwan (30 unit), 22 unit untuk India, dan 24 unit ke Qatar. Khusus India, Boeing "terpaksa" memproduksi bersama AH-64E Apache dengan industri kedirgantaraan negara India.
Korea Selatan, sekutu Amerika Serikat di Pasifik Barat, sebagaimana halnya dengan Jepang, juga membeli puluhan helikopter serang berpeluru kendali ini.
"Nilai kontrak sekitar 600 juta dolar Amerika Serikat, mulai dari helikopternya, persenjataan, pelatihan awak darat dan pilot, dan lain-lain," kata Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, yang turut menyaksikan penandatanganan itu.
Hagel juga membawa sejumlah besar petinggi militer dan sipil di lingkungan Departemen Pertahanan negaranya.
Selain kontrak pembelian, kedua menteri pertahanan juga membahas peningkatan kerja sama pertahanan diperluas dan pelatihan bersama internasional antiteror ASEAN Plus di Pusat Pelatihan Pasukan Pemeliharan Perdamaian TNI, di Sentul, pada pertengahan September nanti.
Juga program Inisiatif Reformasi Lembaga Pertahanan, yang akan menjadi pola bagi Kementerian Pertahanan meningkatkan kualitas sistem perencanaan strategis, pengadaan barang, dan aspek manajerial lain.
(Tempo)
Boeing AH-64E Apache Guardian (photo : Army Technology)
Skuadron helikopter serang AH-64E Apache akan tiba
Jakarta (ANTARA News) - Satu skuadron helikopter serang AH-64E Apache buatan Boeing, Amerika Serikat, akan tiba memperkuat TNI AD, sejalan penandatanganan pemesanan helikopter serang itu, antara Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro, dan koleganya, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Chuck Hagel, di Jakarta, Senin.
Hagel ke Jakarta dalam rangkaian kunjungan ke Malaysia dan Brunei Darussalam; di negara terakhir ini, Hagel akan menghadiri Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN Plus, yang juga melingkupi Jepang, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Selandia Baru, India, dan Korea Selatan.
Disepakati tipe Apache yang dibeli Indonesia dari Amerika Serikat adalah AH-64E Block III sebanyak delapan unit. Apache tipe ini merupakan tipe terbaru walau bukan tercanggih (AH-64D Longbow sebagaimana dimiliki Angkatan Darat Singapura).
AH-64E Apache telah dikirimkan ke Taiwan (30 unit), 22 unit untuk India, dan 24 unit ke Qatar. Khusus India, Boeing "terpaksa" memproduksi bersama AH-64E Apache dengan industri kedirgantaraan negara India.
Korea Selatan, sekutu Amerika Serikat di Pasifik Barat, sebagaimana halnya dengan Jepang, juga membeli puluhan helikopter serang berpeluru kendali ini.
"Nilai kontrak sekitar 600 juta dolar Amerika Serikat, mulai dari helikopternya, persenjataan, pelatihan awak darat dan pilot, dan lain-lain," kata Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, yang turut menyaksikan penandatanganan itu.
Hagel juga membawa sejumlah besar petinggi militer dan sipil di lingkungan Departemen Pertahanan negaranya.
Selain kontrak pembelian, kedua menteri pertahanan juga membahas peningkatan kerja sama pertahanan diperluas dan pelatihan bersama internasional antiteror ASEAN Plus di Pusat Pelatihan Pasukan Pemeliharan Perdamaian TNI, di Sentul, pada pertengahan September nanti.
Juga program Inisiatif Reformasi Lembaga Pertahanan, yang akan menjadi pola bagi Kementerian Pertahanan meningkatkan kualitas sistem perencanaan strategis, pengadaan barang, dan aspek manajerial lain.
(Tempo)
25 Agustus 2013
Anggota Parlemen Dukung Pengadaan Satelit untuk Pertahanan Negara
25 Agustus 2013
Untuk kepentingan militer diusulkan agar Indonesia memiliki satelit sendiri (photo : spacenews)
SELAMA ini, satelit yang digunakan untuk kebutuhan pertahanan negara, masih menyewa, sehingga rentan dari segi keamanan dan rawan pencurian data oleh pihak lain.
Senayan - Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) Agus Gumiwang Kartasasmita mendukung rencana pengadaan satelit untuk keperluan militer. Selama ini, satelit yang digunakan untuk kebutuhan pertahanan negara, masih menyewa, sehingga rentan dari segi keamanan dan rawan pencurian data oleh pihak lain.
"Kami akan mendukung pengadaan satelit untuk militer itu, guna mengakhiri ketergantungan dari pihak lain. Karena selama ini satelit untuk sistem pengamanan negara masih sewa," ujar Agus Gumiwang Kartasasmita kepada JurnalParlemen, Kamis (22/8).
Agus pun berharap, pengadaan satelit untuk kepentingan militer itu menggunakan buatan dalam negeri sendiri. Sebab, jika ditinjau dari keamanannya, akan lebih aman daripada membeli satelit dari negara lain.
"Kami dengar putra-putri dalam negeri sudah mampu membuat satelit sendiri, yang kualitas dan speknya tidak kalah dengan satelit buatan negara lain. Karena itu, kami akan mendukung pengadaan satelit untuk militer itu, jika menggunakan bauatan dalam negeri sendiri. Karena dari segi keamanannya juga terjamin."
Agus pun optimistis rencana pengadaan dan pembelian satelit untuk militer itu dapat segera terwujud, seiring dengan anggaran Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2014, yang mencapai lebih dari 83 triliun, di luar dana tambahan dan dana on top. "Saya kira soal anggaran tidak masalah. Dapat menggunakan anggaran di RAPBN 2014, di luar anggaran rutin yang bersifat operasional. Karena kita juga dukung adanya penambahan anggaran di luar pagu yang ada," katanya.
(Jurnal Parlemen)
Untuk kepentingan militer diusulkan agar Indonesia memiliki satelit sendiri (photo : spacenews)
SELAMA ini, satelit yang digunakan untuk kebutuhan pertahanan negara, masih menyewa, sehingga rentan dari segi keamanan dan rawan pencurian data oleh pihak lain.
Senayan - Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (F-PG) Agus Gumiwang Kartasasmita mendukung rencana pengadaan satelit untuk keperluan militer. Selama ini, satelit yang digunakan untuk kebutuhan pertahanan negara, masih menyewa, sehingga rentan dari segi keamanan dan rawan pencurian data oleh pihak lain.
"Kami akan mendukung pengadaan satelit untuk militer itu, guna mengakhiri ketergantungan dari pihak lain. Karena selama ini satelit untuk sistem pengamanan negara masih sewa," ujar Agus Gumiwang Kartasasmita kepada JurnalParlemen, Kamis (22/8).
Agus pun berharap, pengadaan satelit untuk kepentingan militer itu menggunakan buatan dalam negeri sendiri. Sebab, jika ditinjau dari keamanannya, akan lebih aman daripada membeli satelit dari negara lain.
"Kami dengar putra-putri dalam negeri sudah mampu membuat satelit sendiri, yang kualitas dan speknya tidak kalah dengan satelit buatan negara lain. Karena itu, kami akan mendukung pengadaan satelit untuk militer itu, jika menggunakan bauatan dalam negeri sendiri. Karena dari segi keamanannya juga terjamin."
Agus pun optimistis rencana pengadaan dan pembelian satelit untuk militer itu dapat segera terwujud, seiring dengan anggaran Kementerian Pertahanan pada RAPBN 2014, yang mencapai lebih dari 83 triliun, di luar dana tambahan dan dana on top. "Saya kira soal anggaran tidak masalah. Dapat menggunakan anggaran di RAPBN 2014, di luar anggaran rutin yang bersifat operasional. Karena kita juga dukung adanya penambahan anggaran di luar pagu yang ada," katanya.
(Jurnal Parlemen)
24 Agustus 2013
Kasad Resmikan Tiga Batalyon Raider Baru
24 Agustus 2013
Batalyon Raider akan dibentuk di setiap Kodam dan juga di Kostrad (photo : Kaskus Militer)
AntaraJawabarat - Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal TNI Moeldoko meresmikan tiga batalyon raider bari di lingkungan TNI AD yang dilaksanakan di kompleks Lapangan Tembak Gunung Bohong, Kota Cimahi, Kamis.
Tiga batalyon raider baru itu adalah Batalyon 111 Kodam Iskandar Muda sebelumnya Yon 111/Karma Bhakti, Batalyon 411 Kostrad sebelumnya Yon 411 Beruang Hitam dan Batalyon 641 Kodam XII Tanjungpura sebelumnya Batalyon 641 Pendawa.
Hadir pada acara tersebut Komandan Kodiklat TNI AD, Pangkostrad, Pangdam III Siliwangi, Danjen Kopassus, sejumlah pangdam, Kapolda Jabar serta sejumlah direktur di jajaran TNI AD.
Sebelum meresmikan batalyon raider, Kasad menerima penyematan brefet Penerbang Angkatan Darat (Penerbad) di Lapangan Brigif 15 Kujang II Siliwangi. Penyematan brefet Penerbad disematkan oleh Komandan Pusat Penerbad Brigjen TNI Apipudin.
Peresmian batalyon raider baru itu ditandai dengan pembukaan selubung panji kesatuan ketiga batalyon yang baru serta penutupan selubung panji batalyon lama.
Pada kesempatan itu, Kasad juga meresmikan pelatihan raider yang akan dipusatkan di sejumlah titik di wilayah Bandung Raya.
Pelatihan akan dilakukan selama tiga bulan di Bandung dengan instruktur dari Korps Pasukan Khusus. Khusus untuk Batalyon Raider 111 Iskandar Muda akan tetap berada dan menjalani latihan di Aceh dengan mendatangkan instruktur dari Kopassus.
"Pembentukan batalyon raider yang baru hari ini bukan yang terakhir, ke depan akan dibentuk batalyon raider baru lainnya, sehingga satuan-satuan yang ada agar mempersiapkan diri," katanya.
Ia menegaskan, latihan raider ini bukan peragaan untuk keindahan peragaan, tapi membentuk prajurit yang tangguh dalam bertempur. Berlatih keras dan keras, menantang dan realistis sesuai metode, manajemen, skenario dan rencana operasional.
Ia menyebutkan, pelatihan yang terus digelar untuk menghadirkan semangat, profesionalisme, handal dan tangguh.
Kasad menyebutkan, batalyon raider merupakan pasukan pemukul dengan tugas pokok melaksanakan operasi khusus antara lain penanggulangan teror, pertempuran berlarut dengan keterampilan operasi raider, mobilitas udara dan pertempuran jarak dekat.
Pasukan raider juga merupakan satuan yang memiliki karakter operasi cepat, bergerak rahasia dan kena dengan bekal taktik bertempur dalam kelompok besar maupun kelompok kecil.
"Dengan kemampuan raider, pasukan ini diharapkan bisa menjawab tantangan dan kebutuhan di lapangan dalam menjaga kesatuan NKRI," kata Kasad menambahkan.
Peresmian batalyon baru itu diisi dengan pementasan aktraksi keterampilan prajurit yakni bela diri militer Merpati Putih, terjun payung serta peragaan taktik tempur maupun pasukan helikopeter yang menurunkan dua unit Bell 205, dua unit Bell 412 serta Heli Serbu M-17.
Batalyon Raider akan dibentuk di setiap Kodam dan juga di Kostrad (photo : Kaskus Militer)
AntaraJawabarat - Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal TNI Moeldoko meresmikan tiga batalyon raider bari di lingkungan TNI AD yang dilaksanakan di kompleks Lapangan Tembak Gunung Bohong, Kota Cimahi, Kamis.
Tiga batalyon raider baru itu adalah Batalyon 111 Kodam Iskandar Muda sebelumnya Yon 111/Karma Bhakti, Batalyon 411 Kostrad sebelumnya Yon 411 Beruang Hitam dan Batalyon 641 Kodam XII Tanjungpura sebelumnya Batalyon 641 Pendawa.
Hadir pada acara tersebut Komandan Kodiklat TNI AD, Pangkostrad, Pangdam III Siliwangi, Danjen Kopassus, sejumlah pangdam, Kapolda Jabar serta sejumlah direktur di jajaran TNI AD.
Sebelum meresmikan batalyon raider, Kasad menerima penyematan brefet Penerbang Angkatan Darat (Penerbad) di Lapangan Brigif 15 Kujang II Siliwangi. Penyematan brefet Penerbad disematkan oleh Komandan Pusat Penerbad Brigjen TNI Apipudin.
Peresmian batalyon raider baru itu ditandai dengan pembukaan selubung panji kesatuan ketiga batalyon yang baru serta penutupan selubung panji batalyon lama.
Pada kesempatan itu, Kasad juga meresmikan pelatihan raider yang akan dipusatkan di sejumlah titik di wilayah Bandung Raya.
Pelatihan akan dilakukan selama tiga bulan di Bandung dengan instruktur dari Korps Pasukan Khusus. Khusus untuk Batalyon Raider 111 Iskandar Muda akan tetap berada dan menjalani latihan di Aceh dengan mendatangkan instruktur dari Kopassus.
"Pembentukan batalyon raider yang baru hari ini bukan yang terakhir, ke depan akan dibentuk batalyon raider baru lainnya, sehingga satuan-satuan yang ada agar mempersiapkan diri," katanya.
Ia menegaskan, latihan raider ini bukan peragaan untuk keindahan peragaan, tapi membentuk prajurit yang tangguh dalam bertempur. Berlatih keras dan keras, menantang dan realistis sesuai metode, manajemen, skenario dan rencana operasional.
Ia menyebutkan, pelatihan yang terus digelar untuk menghadirkan semangat, profesionalisme, handal dan tangguh.
Kasad menyebutkan, batalyon raider merupakan pasukan pemukul dengan tugas pokok melaksanakan operasi khusus antara lain penanggulangan teror, pertempuran berlarut dengan keterampilan operasi raider, mobilitas udara dan pertempuran jarak dekat.
Pasukan raider juga merupakan satuan yang memiliki karakter operasi cepat, bergerak rahasia dan kena dengan bekal taktik bertempur dalam kelompok besar maupun kelompok kecil.
"Dengan kemampuan raider, pasukan ini diharapkan bisa menjawab tantangan dan kebutuhan di lapangan dalam menjaga kesatuan NKRI," kata Kasad menambahkan.
Peresmian batalyon baru itu diisi dengan pementasan aktraksi keterampilan prajurit yakni bela diri militer Merpati Putih, terjun payung serta peragaan taktik tempur maupun pasukan helikopeter yang menurunkan dua unit Bell 205, dua unit Bell 412 serta Heli Serbu M-17.
(Antara)
23 Agustus 2013
Yonarmed I/105 Tarik Malang Siap Terima Astros II dari Brasil
23 Agustus 2013
Peluncur roket MLRS Astros II (photo : Defense Studies)
Merdeka.com - Demi meningkatkan kekuatan TNI Angkatan Darat (AD), pengadaan alat tempur berat yang lebih canggih terus didatangkan ke Tanah Air. Selain Tank Leopard dari Jerman, TNI Angakatan Darat juga membeli MLRS Astros II dari Brasil.
Salah satu tempat menampungnya Astros II adalah Yonarmed I/105 Tarik Ajusta Yudha, Singosari, Malang, Jawa Timur.
MLRS Astros II merupakan mobil tempur yang mampu meluncurkan 2 roket, 4 roket dan 16 roket. Jika dalam posisi laras peluncuran 2 roket, jangkauan yang dicapai hingga 300 km.
Rencananya, pengiriman pertama pada Desember 2014. Berbagai kesiapan juga telah dibenahi untuk mengandangkan alutsista berharga miliaran rupiah, itu.
"Garasi yang telah kami siapkan untuk 18 unit," ujar Komandan Batalyon Armed I/105 Tarik Ajusta Yudha, Letkol Arm Arya Yudha di markasnya, Kamis (22/8).
Selain itu, Yudha menambahkan, prajurit yang ada juga telah dipersiapkan mulai dari pelatihan bahasa inggris, teknisi dan lain-lainnya. "Karena alat canggih menggunakan sistem komputering, makanya kita terus mempersiapkan personel yang ada," katanya.
Menurut dia alat tempur berat yang digunakan saat ini adalah Meriam 105 mm dengan jarak jangkauan 10 km. Nanti, jika Astros II tiba dari Brasil, Meriam 105 mm tersebut akan ditarik ke markas Armed pusat yang berada di Cimahi. "Diletakkan di mana itu urusan dari pusat," katanya.
Selain itu, alasan TNI AD memilih Astros II lantaran alat perang tersebut canggih dan pantas untuk menjaga kedaulatan Bangsa Indonesia. Jadi, jika terjadi pertempuran jarak jauh, Indonesia mampu menahan gempuran musuh.
"Tetapi untuk tempat latihan penggunaan Astros II masih dicari, karena membutuhkan tempat luas, bebas penduduk dan aman," tuturnya.
(Merdeka)
Peluncur roket MLRS Astros II (photo : Defense Studies)
Merdeka.com - Demi meningkatkan kekuatan TNI Angkatan Darat (AD), pengadaan alat tempur berat yang lebih canggih terus didatangkan ke Tanah Air. Selain Tank Leopard dari Jerman, TNI Angakatan Darat juga membeli MLRS Astros II dari Brasil.
Salah satu tempat menampungnya Astros II adalah Yonarmed I/105 Tarik Ajusta Yudha, Singosari, Malang, Jawa Timur.
MLRS Astros II merupakan mobil tempur yang mampu meluncurkan 2 roket, 4 roket dan 16 roket. Jika dalam posisi laras peluncuran 2 roket, jangkauan yang dicapai hingga 300 km.
Rencananya, pengiriman pertama pada Desember 2014. Berbagai kesiapan juga telah dibenahi untuk mengandangkan alutsista berharga miliaran rupiah, itu.
"Garasi yang telah kami siapkan untuk 18 unit," ujar Komandan Batalyon Armed I/105 Tarik Ajusta Yudha, Letkol Arm Arya Yudha di markasnya, Kamis (22/8).
Selain itu, Yudha menambahkan, prajurit yang ada juga telah dipersiapkan mulai dari pelatihan bahasa inggris, teknisi dan lain-lainnya. "Karena alat canggih menggunakan sistem komputering, makanya kita terus mempersiapkan personel yang ada," katanya.
Menurut dia alat tempur berat yang digunakan saat ini adalah Meriam 105 mm dengan jarak jangkauan 10 km. Nanti, jika Astros II tiba dari Brasil, Meriam 105 mm tersebut akan ditarik ke markas Armed pusat yang berada di Cimahi. "Diletakkan di mana itu urusan dari pusat," katanya.
Selain itu, alasan TNI AD memilih Astros II lantaran alat perang tersebut canggih dan pantas untuk menjaga kedaulatan Bangsa Indonesia. Jadi, jika terjadi pertempuran jarak jauh, Indonesia mampu menahan gempuran musuh.
"Tetapi untuk tempat latihan penggunaan Astros II masih dicari, karena membutuhkan tempat luas, bebas penduduk dan aman," tuturnya.
(Merdeka)
Vietnam to Order Dutch Corvettes
Agustus 2013
Vietnam is to order two type 9814 Sigma-class from Damen Schelde, the company has confirmed to IHS Jane's. Moroccan type 9813 Sigma corvette Allal Ben Abdellah pictured. (photo : DCNS)
Vietnam is to buy two corvettes from the Netherlands, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) confirmed to IHS Jane's on 22 August.
DSNS has "reached an agreement in the negotiations for the delivery of two Sigma-class corvettes, Type 9814, to the Vietnamese Navy," the company stated.
Other sources say an official signing-ceremony is expected "sometime later this year". The value of the deal reportedly could reach EUR500 million (USD668 million), with the Dutch authorities partly responsible for funding the deal. No details have been officially divulged on the building programme, or its timeline, but it seems logical that one of the vessels will be built by DSNS in the Netherlands and the other in Vietnam, where Damen owns five commercial shipyards and is developing a sixth in Haiphong.
(Jane's)
Vietnam is to order two type 9814 Sigma-class from Damen Schelde, the company has confirmed to IHS Jane's. Moroccan type 9813 Sigma corvette Allal Ben Abdellah pictured. (photo : DCNS)
Vietnam is to buy two corvettes from the Netherlands, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) confirmed to IHS Jane's on 22 August.
DSNS has "reached an agreement in the negotiations for the delivery of two Sigma-class corvettes, Type 9814, to the Vietnamese Navy," the company stated.
Other sources say an official signing-ceremony is expected "sometime later this year". The value of the deal reportedly could reach EUR500 million (USD668 million), with the Dutch authorities partly responsible for funding the deal. No details have been officially divulged on the building programme, or its timeline, but it seems logical that one of the vessels will be built by DSNS in the Netherlands and the other in Vietnam, where Damen owns five commercial shipyards and is developing a sixth in Haiphong.
(Jane's)
22 Agustus 2013
KDB Daruttaqwa Diluncurkan di Luerssen
22 Agustus 2013
KDB Daruttaqwa adalah kapal patroli keempat dari Darussalam class (photo : Brunei Mindef)
Berkenaan Berangkat ke Majlis Pelancaran dan Penamaan Kapal Daruttaqwa TLDB
BERNE, JERMAN - Dalam menjana keselamatan perairan negara dan teluk rantau, kemampuan untuk terus memantau dan bertindak bagi sebarang ancaman ke atas laluan dan aset ekonomi di perairan bukan sahaja memerlukan perkapalan dan sistem persenjataan yang canggih, malahan kewibawaan dan semangat waja anggota-anggota yang diberikan amanah.
Sehubungan itu, Yang Teramat Mulia Paduka Seri Duli Leftenan Pengiran Muda ’Abdul Mateen ibni Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah berkenan berangkat ke Majlis Pelancaran dan Penamaan Kapal Terbaru Tentera Laut Diraja Brunei (TLDB), Kapal Peronda DARUTTAQWA, di limbungan Syarikat Pembinaan Kapal Luerssen, Berne, Niedersachsen, Republik Persekutuan Jerman di sini, hari ini.
Keberangkatan tiba Yang Teramat Mulia Paduka Seri Duli Leftenan Pengiran Muda ’Abdul Mateen di limbungan kapal dijunjung oleh Timbalan Menteri Pertahanan, Dato Paduka Haji Mustappa bin Haji Sirat, Duta Besar Negara Brunei Darussalam ke Republik Persekutuan Jerman, Tuan Yang Terutama Pehin Datu Panglima Kolonel (Bersara) Dato Paduka Haji Abdul Jalil bin Haji Ahmad, Pemerintah Tentera Laut Diraja Brunei, Laksamana Pertama Dato Seri Pahlawan Haji Abdul Halim bin Haji Mohd. Hanifah, dan Pengarah Urusan Syarikat Pembina Kapal Luerssen, Tuan Peter Luerssen.
Sejurus keberangkatan tiba, YTM dijunjung melawat ke atas kapal Peronda DARUTTAQWA untuk meninjau perkembangan pembinaan kapal tersebut dan seterusnya bergambar ramai di kawasan geladak pelantar kapal tersebut.
Majlis kemudiannya diteruskan dengan Majlis Pelancaran dan Penamaan Kapal Peronda DARUTTAQWA yang dimulakan dengan bacaan Surah Al-Faatihah dipimpin oleh Penolong Ketua Jabatan Agama, Angkatan Bersenjata Diraja Brunei (ABDB), Kapten Ariffin bin Amit dan diikuti dengan sembah alu-aluan oleh Pengarah Urusan Syarikat Pembina Kapal Luerssen, Tuan Peter Luerssen.
Pada majlis tersebut, YTM berkenan mengurniakan sabda pelancaran dan penamaan Kapal Peronda DARUTTAQWA diikuti dengan laungan azan.
Sejurus kapal Peronda DARUTTAQWA diturunkan hingga ke paras air buat pertama kalinya, doa selamat dibacakan oleh Penolong Ketua Jabatan Agama ABDB bagi memohon keberkatan dan perlindungan Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebelum berangkat meninggalkan majlis, YTM berkenan menerima Pesambah dan menandatangani Lembaran Kenangan.
Kapal Peronda DARUTTAQWA akan ditauliahkan ke dalam Tentera Laut Diraja Brunei sebagai kapal peronda luar pantai dan juga berfungsi sebagai kapal logistik dan latihan bagi anggota TLDB. Kapal ini mula dibina pada bulan Mei 2012 dan dijangka siap pada bulan Mei 2014 dan merupakan kapal peronda Kelas Darussalam yang berukuran 80 meter dengan berat 1,600 tan dan dilengkapi dengan landasan pendaratan helikopter.
DARUTTAQWA bermakna bahtera yang sentiasa dalam naungan perlindungan kesejahteraan daripada sebarang ancaman dengan benteng dan pemeliharaan dari Allah Subhanahu Wata’ala di mana anak kapal dan penumpangnya sentiasa menjunjung dan melaksanakan segala suruhan dan meninggalkan larangan agama dengan penuh ketaqwaan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.
Dengan adanya lagi Kapal Peronda DARUTTAQWA terbaru ini, Tentera Laut Diraja Brunei (TLDB) kini menambah lagi bilangan kapal peronda barunya selain memiliki Kapal Peronda Luar Pantai daripada Kelas Darussalam yang dinamakan KDB Darussalam, KDB Darulehsan dan KDB Darulaman yang merupakan pengganti kepada kapal-kapal peluru berpandu lama daripada Kelas Waspada yang sudah berkhidmat lebih dari 30 tahun.
Selain daripada kapal peronda yang dimiliki, TLDB juga turut memiliki empat buah Kapal Peronda Laju dari Kelas Ijtihad sepanjang 41 meter iaitu KDB Ijtihad, KDB Berkat, KDB Syafaat dan KDB Afiat yang menggantikan Kapal Peronda Laju dari Kelas Perwira.
Dengan adanya penambahan kapal-kapal baru ini diharap anggota-anggota TLDB akan dapat mempertingkatkan lagi keupayaan mereka dengan ilmu pengetahuan dan aset moden serta canggih di samping sentiasa berusaha untuk berkembang maju selaras dengan perkembangan Kertas Putih Pertahanan.
Maka anggota TLDB perlu terus memanfaatkan kelebihan dan cabaran peranan yang bakal dan seterusnya akan sentiasa dipikul.
Dengan perolehan peningkatan permodenan kapal yang selaras dengan kehendak dan keperluan membanteras gejala-gejala dan aktiviti menjurus ke arah ancaman ke atas kepentingan negara ini, aset-aset baru tersebut diharapkan dapat menjadi pemangkin serta penghalang dan benteng pertahanan yang kukuh seterusnya peningkatan perkhidmatan dan kerjasama dengan agensi-agensi penguatkuasa maritim dan agensi yang lainnya.
Dengan adanya aset-aset ini, TLDB akan terus bersiapsiaga menabur baktinya kepada raja, bangsa, agama dan Negara Brunei Darussalam yang tercinta.
(Brunei Mindef)
KDB Daruttaqwa adalah kapal patroli keempat dari Darussalam class (photo : Brunei Mindef)
Berkenaan Berangkat ke Majlis Pelancaran dan Penamaan Kapal Daruttaqwa TLDB
BERNE, JERMAN - Dalam menjana keselamatan perairan negara dan teluk rantau, kemampuan untuk terus memantau dan bertindak bagi sebarang ancaman ke atas laluan dan aset ekonomi di perairan bukan sahaja memerlukan perkapalan dan sistem persenjataan yang canggih, malahan kewibawaan dan semangat waja anggota-anggota yang diberikan amanah.
Sehubungan itu, Yang Teramat Mulia Paduka Seri Duli Leftenan Pengiran Muda ’Abdul Mateen ibni Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah berkenan berangkat ke Majlis Pelancaran dan Penamaan Kapal Terbaru Tentera Laut Diraja Brunei (TLDB), Kapal Peronda DARUTTAQWA, di limbungan Syarikat Pembinaan Kapal Luerssen, Berne, Niedersachsen, Republik Persekutuan Jerman di sini, hari ini.
Keberangkatan tiba Yang Teramat Mulia Paduka Seri Duli Leftenan Pengiran Muda ’Abdul Mateen di limbungan kapal dijunjung oleh Timbalan Menteri Pertahanan, Dato Paduka Haji Mustappa bin Haji Sirat, Duta Besar Negara Brunei Darussalam ke Republik Persekutuan Jerman, Tuan Yang Terutama Pehin Datu Panglima Kolonel (Bersara) Dato Paduka Haji Abdul Jalil bin Haji Ahmad, Pemerintah Tentera Laut Diraja Brunei, Laksamana Pertama Dato Seri Pahlawan Haji Abdul Halim bin Haji Mohd. Hanifah, dan Pengarah Urusan Syarikat Pembina Kapal Luerssen, Tuan Peter Luerssen.
Sejurus keberangkatan tiba, YTM dijunjung melawat ke atas kapal Peronda DARUTTAQWA untuk meninjau perkembangan pembinaan kapal tersebut dan seterusnya bergambar ramai di kawasan geladak pelantar kapal tersebut.
Majlis kemudiannya diteruskan dengan Majlis Pelancaran dan Penamaan Kapal Peronda DARUTTAQWA yang dimulakan dengan bacaan Surah Al-Faatihah dipimpin oleh Penolong Ketua Jabatan Agama, Angkatan Bersenjata Diraja Brunei (ABDB), Kapten Ariffin bin Amit dan diikuti dengan sembah alu-aluan oleh Pengarah Urusan Syarikat Pembina Kapal Luerssen, Tuan Peter Luerssen.
Pada majlis tersebut, YTM berkenan mengurniakan sabda pelancaran dan penamaan Kapal Peronda DARUTTAQWA diikuti dengan laungan azan.
Sejurus kapal Peronda DARUTTAQWA diturunkan hingga ke paras air buat pertama kalinya, doa selamat dibacakan oleh Penolong Ketua Jabatan Agama ABDB bagi memohon keberkatan dan perlindungan Allah Subhanahu Wata’ala.
Sebelum berangkat meninggalkan majlis, YTM berkenan menerima Pesambah dan menandatangani Lembaran Kenangan.
Kapal Peronda DARUTTAQWA akan ditauliahkan ke dalam Tentera Laut Diraja Brunei sebagai kapal peronda luar pantai dan juga berfungsi sebagai kapal logistik dan latihan bagi anggota TLDB. Kapal ini mula dibina pada bulan Mei 2012 dan dijangka siap pada bulan Mei 2014 dan merupakan kapal peronda Kelas Darussalam yang berukuran 80 meter dengan berat 1,600 tan dan dilengkapi dengan landasan pendaratan helikopter.
DARUTTAQWA bermakna bahtera yang sentiasa dalam naungan perlindungan kesejahteraan daripada sebarang ancaman dengan benteng dan pemeliharaan dari Allah Subhanahu Wata’ala di mana anak kapal dan penumpangnya sentiasa menjunjung dan melaksanakan segala suruhan dan meninggalkan larangan agama dengan penuh ketaqwaan kepada Allah ‘Azza Wa Jalla.
Dengan adanya lagi Kapal Peronda DARUTTAQWA terbaru ini, Tentera Laut Diraja Brunei (TLDB) kini menambah lagi bilangan kapal peronda barunya selain memiliki Kapal Peronda Luar Pantai daripada Kelas Darussalam yang dinamakan KDB Darussalam, KDB Darulehsan dan KDB Darulaman yang merupakan pengganti kepada kapal-kapal peluru berpandu lama daripada Kelas Waspada yang sudah berkhidmat lebih dari 30 tahun.
Selain daripada kapal peronda yang dimiliki, TLDB juga turut memiliki empat buah Kapal Peronda Laju dari Kelas Ijtihad sepanjang 41 meter iaitu KDB Ijtihad, KDB Berkat, KDB Syafaat dan KDB Afiat yang menggantikan Kapal Peronda Laju dari Kelas Perwira.
Dengan adanya penambahan kapal-kapal baru ini diharap anggota-anggota TLDB akan dapat mempertingkatkan lagi keupayaan mereka dengan ilmu pengetahuan dan aset moden serta canggih di samping sentiasa berusaha untuk berkembang maju selaras dengan perkembangan Kertas Putih Pertahanan.
Maka anggota TLDB perlu terus memanfaatkan kelebihan dan cabaran peranan yang bakal dan seterusnya akan sentiasa dipikul.
Dengan perolehan peningkatan permodenan kapal yang selaras dengan kehendak dan keperluan membanteras gejala-gejala dan aktiviti menjurus ke arah ancaman ke atas kepentingan negara ini, aset-aset baru tersebut diharapkan dapat menjadi pemangkin serta penghalang dan benteng pertahanan yang kukuh seterusnya peningkatan perkhidmatan dan kerjasama dengan agensi-agensi penguatkuasa maritim dan agensi yang lainnya.
Dengan adanya aset-aset ini, TLDB akan terus bersiapsiaga menabur baktinya kepada raja, bangsa, agama dan Negara Brunei Darussalam yang tercinta.
(Brunei Mindef)
Murni Pangkalan Militer, Lanud Suwondo Selevel Iswahyudi
22 Agustus 2013
Lanud Suwondo akan dioperasikan menjadi pangkalan militer selevel Lanud Iswahjudi Madiun (photo : mesmdn)
JAKARTA - Pangkalan Udara (Lanud) Suwondo, Medan, statusnya sudah menjadi pangkalan militer, sejak pengelolaannya resmi diserahkan ke TNI AU. Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menjelaskan, saat ini Lanud Suwondo selevel dengan pangkalan militer Iswahyudi di Madiun.
Lanud Iswahyudi juga berada di tengah kota. Nah, terkait dengan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Lanud Suwondo, pihak otoritas sipil tidak boleh ikut campur.
"Karena sudah murni menjadi pangkalan militer, sipil jangan ikut campur. Karena Lanud Suwondo itu merupakan area militer," ujar Dudi JPNN kemarin (20/8).
Meski ketentuan KKOP lanud berbeda dengan KKOP bandara penerbangan sipil, menurut Dudi, tetap saja KKOP di Lanud Suwondo tidak boleh diperlonggar.
"Kalau masalah ketinggian bangunan di sekitar lanud, ya sama saja, tak boleh ada bangunan tinggi yang bisa mengganggu penerbangan pesawat militer, baik saat mendarat maupun lepas landas," terangnya.
Apa tidak bisa Pemko Medan mengusulkan agar KKOP Lanud Suwondo diperlonggar guna memberi peluang pengembangan kota Medan yang selama ini terhalang ketentuan KKOP? Dudi mempertegas lagi bahwa Lanud Suwondo sudah mutlak menjadi kewenangan TNI AU.
"Itu kewenangan pihak militer. Misal akan ada pesawat sipil yang mendarat di Lanud Suwondo, itu juga harus izin TNI AU, karena itu sudah menjadi area militer," ulasnya.
Sebelumnya, tokoh senior TNI AU, yang juga Ketua Komite Nasional Keamanan Transportasi (KNKT) Marsma TNI (Purn) Tatang Kurniadi, mengatakan, memang KKOP untuk bandara sipil berbeda dengan KKOP bandara militer.
Namun Tatang mengingatkan, untuk Lanud Sowondo KKOP-nya jangan diubah, biarkan saja tetap sama dengan KKOP yang lama, sewaktu Polonia masih menjadi bandara sipil.
(JPNN)
Baca Juga
Ketua KNKT: KKOP Polonia Harus Aman untuk F-16
16 Agustus 2013
JAKARTA - Polemik mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di bandara Polonia, yang sekarang berubah nama menjadi Pangkalan Udara (Lanud) Suwondo, masih terus berlanjut.
Sebagai sebuah pangkalan militer, penentuan KKOP Lanud Suwondo ditentukan oleh TNI AU, bukan oleh Kementerian Perhubungan.
Tokoh senior TNI AU, yang juga Ketua Komite Nasional Keamanan Transportasi (KNKT) Marsma TNI (Purn) Tatang Kurniadi, mengatakan, memang KKOP untuk bandara sipil berbeda dengan KKOP bandara militer. Bandara sipil ketentuan KKOP mengacu standar internasional yang ditetapkan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni International Civil Aviation Organization (ICAO).
"Sedang bandara militer KKOP-nya ditetapkan masing-masing negara, yakni pihak militernya, tergantung jenis pesawat yang keluar-masuk di bandara itu," ujar Tatang Kurniadi kepada JPNN kemarin (14/8).
Dia mengingatkan, untuk Lanud Sowondo KKOP-nya jangan diubah, biarkan saja tetap sama dengan KKOP yang lama, sewaktu Polonia masih menjadi bandara sipil. Sejumlah alasan dia kemukakan.
Pertama, Lanud Sowondo merupakan lanud yang strategis di kawasan Sumatera. Strategis dari aspek pertahanan keamanan negara, maupun dalam situasi darurat seperti ketika terjadi bencana.
"Jadi KKOP-nya jangan diotak-atik. Bayangkan, pesawat militer itu membawa roket, bom, dan sejenisnya, yang bisa membahayakan masyarakat sekitar," pesan Tatang mengingatkan.
Pria yang selalu sibuk tatkala terjadi kecelakaan pesawat itu memberi contoh. Untuk pesawat tempur jenis F-16, kata dia, perlu ancang-ancang jauh untuk bisa melesat.
"Idealnya, sepanjang 15 ribu meter dari ujung landasan tak boleh ada bangunan tinggi. Pesawat F-16 itu melesat dengan kecepatan 200 kilometer per jam. Lima belas ribu meter itu hanya ditempuh lima menit," kata pria kelahiran 1946 itu.
Berapa ketinggian yang dilarang di sepanjang 150 ribu meter itu? Tatang menyebut, idealnya 150 meter. "Tak boleh lebih tinggi 150 meter karena bisa mengganggu penglihatan pilot," cetusnya.
Kedua, jika situasi darurat perang, maka Lanud Sowondo juga akan dimasuki pesawat-pesawat sipil. "Itu terjadi jika militer membutuhkan bantuan pesawat-pesawat sipil berbadan lebar, yang besar-besar, untuk mengangkut pasukan misalnya," ujar Tatang.
Jika ketentuan KKOP diubah, misal aturan ketinggian bangunan di sekitar Lanud Suwondo diperpendek, maka otomatis hanya jenis pesawat-pesawat kecil saja yang bisa masuk ke sana. "Hanya Cassa atau Heli saja," imbuhnya.
Ketiga, Lanud Sowondo itu selevel dengan Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Selain menjadi pangkalan militer, Lanud Halim juga menjadi semacam bandara cadangan bagi penerbangan sipil. Karenanya, KKOP Lanud Halim juga sangat ketat, yang memungkinkan penerbangan pesawat-pesawat sipil berbadan lebar, aman keluar-masuk.
"Ketika suatu saat bandara Kualanamu ada masalah, maka mau tak mau penerbangan sipil juga dialihkan sementara ke Lanud (Suwondo, red). Ini seperti hubungan Halim dengan Soekarno-Hatta," terang dia.
Keempat, jika terjadi situasi darurat bencana di wilayah Sumut dan sekitarnya, maka pesawat-pesawat yang membawa logistik bantuan tetap harus mendarat ke Lanud Sowondo. "Karena kalau ke Kualanamu, bisa mengganggu jadwal penerbangan sipil, yang memang sudah padat," imbuhnya.
Terkait dengan keinginan Pemko Medan yang ingin melakukan pengembangan kota, tapi terbentur ketentuan KKOP bekas bandara Polonia itu, Tatang mengatakan, pengembangan kota memang penting tapi keselamatan penerbangan jauh lebih penting.
Malah, Tatang mengingatkan Pemko Medan agar tetap ikut menjaga 'kebesaran' bandara yang sudah beken dengan nama bandara Polonia itu. "Karena kebesaran sebuah kota akan hilang jika bandaranya mengecil," kata Tatang.
(JPNN)
Lanud Suwondo akan dioperasikan menjadi pangkalan militer selevel Lanud Iswahjudi Madiun (photo : mesmdn)
JAKARTA - Pangkalan Udara (Lanud) Suwondo, Medan, statusnya sudah menjadi pangkalan militer, sejak pengelolaannya resmi diserahkan ke TNI AU. Pengamat penerbangan Dudi Sudibyo menjelaskan, saat ini Lanud Suwondo selevel dengan pangkalan militer Iswahyudi di Madiun.
Lanud Iswahyudi juga berada di tengah kota. Nah, terkait dengan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di Lanud Suwondo, pihak otoritas sipil tidak boleh ikut campur.
"Karena sudah murni menjadi pangkalan militer, sipil jangan ikut campur. Karena Lanud Suwondo itu merupakan area militer," ujar Dudi JPNN kemarin (20/8).
Meski ketentuan KKOP lanud berbeda dengan KKOP bandara penerbangan sipil, menurut Dudi, tetap saja KKOP di Lanud Suwondo tidak boleh diperlonggar.
"Kalau masalah ketinggian bangunan di sekitar lanud, ya sama saja, tak boleh ada bangunan tinggi yang bisa mengganggu penerbangan pesawat militer, baik saat mendarat maupun lepas landas," terangnya.
Apa tidak bisa Pemko Medan mengusulkan agar KKOP Lanud Suwondo diperlonggar guna memberi peluang pengembangan kota Medan yang selama ini terhalang ketentuan KKOP? Dudi mempertegas lagi bahwa Lanud Suwondo sudah mutlak menjadi kewenangan TNI AU.
"Itu kewenangan pihak militer. Misal akan ada pesawat sipil yang mendarat di Lanud Suwondo, itu juga harus izin TNI AU, karena itu sudah menjadi area militer," ulasnya.
Sebelumnya, tokoh senior TNI AU, yang juga Ketua Komite Nasional Keamanan Transportasi (KNKT) Marsma TNI (Purn) Tatang Kurniadi, mengatakan, memang KKOP untuk bandara sipil berbeda dengan KKOP bandara militer.
Namun Tatang mengingatkan, untuk Lanud Sowondo KKOP-nya jangan diubah, biarkan saja tetap sama dengan KKOP yang lama, sewaktu Polonia masih menjadi bandara sipil.
(JPNN)
Baca Juga
Ketua KNKT: KKOP Polonia Harus Aman untuk F-16
16 Agustus 2013
JAKARTA - Polemik mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di bandara Polonia, yang sekarang berubah nama menjadi Pangkalan Udara (Lanud) Suwondo, masih terus berlanjut.
Sebagai sebuah pangkalan militer, penentuan KKOP Lanud Suwondo ditentukan oleh TNI AU, bukan oleh Kementerian Perhubungan.
Tokoh senior TNI AU, yang juga Ketua Komite Nasional Keamanan Transportasi (KNKT) Marsma TNI (Purn) Tatang Kurniadi, mengatakan, memang KKOP untuk bandara sipil berbeda dengan KKOP bandara militer. Bandara sipil ketentuan KKOP mengacu standar internasional yang ditetapkan lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni International Civil Aviation Organization (ICAO).
"Sedang bandara militer KKOP-nya ditetapkan masing-masing negara, yakni pihak militernya, tergantung jenis pesawat yang keluar-masuk di bandara itu," ujar Tatang Kurniadi kepada JPNN kemarin (14/8).
Dia mengingatkan, untuk Lanud Sowondo KKOP-nya jangan diubah, biarkan saja tetap sama dengan KKOP yang lama, sewaktu Polonia masih menjadi bandara sipil. Sejumlah alasan dia kemukakan.
Pertama, Lanud Sowondo merupakan lanud yang strategis di kawasan Sumatera. Strategis dari aspek pertahanan keamanan negara, maupun dalam situasi darurat seperti ketika terjadi bencana.
"Jadi KKOP-nya jangan diotak-atik. Bayangkan, pesawat militer itu membawa roket, bom, dan sejenisnya, yang bisa membahayakan masyarakat sekitar," pesan Tatang mengingatkan.
Pria yang selalu sibuk tatkala terjadi kecelakaan pesawat itu memberi contoh. Untuk pesawat tempur jenis F-16, kata dia, perlu ancang-ancang jauh untuk bisa melesat.
"Idealnya, sepanjang 15 ribu meter dari ujung landasan tak boleh ada bangunan tinggi. Pesawat F-16 itu melesat dengan kecepatan 200 kilometer per jam. Lima belas ribu meter itu hanya ditempuh lima menit," kata pria kelahiran 1946 itu.
Berapa ketinggian yang dilarang di sepanjang 150 ribu meter itu? Tatang menyebut, idealnya 150 meter. "Tak boleh lebih tinggi 150 meter karena bisa mengganggu penglihatan pilot," cetusnya.
Kedua, jika situasi darurat perang, maka Lanud Sowondo juga akan dimasuki pesawat-pesawat sipil. "Itu terjadi jika militer membutuhkan bantuan pesawat-pesawat sipil berbadan lebar, yang besar-besar, untuk mengangkut pasukan misalnya," ujar Tatang.
Jika ketentuan KKOP diubah, misal aturan ketinggian bangunan di sekitar Lanud Suwondo diperpendek, maka otomatis hanya jenis pesawat-pesawat kecil saja yang bisa masuk ke sana. "Hanya Cassa atau Heli saja," imbuhnya.
Ketiga, Lanud Sowondo itu selevel dengan Lanud Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Selain menjadi pangkalan militer, Lanud Halim juga menjadi semacam bandara cadangan bagi penerbangan sipil. Karenanya, KKOP Lanud Halim juga sangat ketat, yang memungkinkan penerbangan pesawat-pesawat sipil berbadan lebar, aman keluar-masuk.
"Ketika suatu saat bandara Kualanamu ada masalah, maka mau tak mau penerbangan sipil juga dialihkan sementara ke Lanud (Suwondo, red). Ini seperti hubungan Halim dengan Soekarno-Hatta," terang dia.
Keempat, jika terjadi situasi darurat bencana di wilayah Sumut dan sekitarnya, maka pesawat-pesawat yang membawa logistik bantuan tetap harus mendarat ke Lanud Sowondo. "Karena kalau ke Kualanamu, bisa mengganggu jadwal penerbangan sipil, yang memang sudah padat," imbuhnya.
Terkait dengan keinginan Pemko Medan yang ingin melakukan pengembangan kota, tapi terbentur ketentuan KKOP bekas bandara Polonia itu, Tatang mengatakan, pengembangan kota memang penting tapi keselamatan penerbangan jauh lebih penting.
Malah, Tatang mengingatkan Pemko Medan agar tetap ikut menjaga 'kebesaran' bandara yang sudah beken dengan nama bandara Polonia itu. "Karena kebesaran sebuah kota akan hilang jika bandaranya mengecil," kata Tatang.
(JPNN)
21 Agustus 2013
Russia Sells Vietnam 12 Sukhoi-30 Multirole Fighters for $758m
21 Agustus 2013
Su-30 MK2 of the Vietnam Air Force (photo : VNMilitaryHistory)
MOSCOW (AFP) - Russia has signed an agreement to sell Vietnam a dozen Sukhoi-30 multirole combat aircraft for more than US$600 million (S$758 million), Russian news agency Interfax reported on Tuesday.
The fighters, which can travel twice the speed of sound, will be delivered next year and in 2015 under the deal signed last week, according to a military-diplomatic source cited by Interfax.
The purchase is the third by Vietnam of Sukhoi fighters.
(Straits Times)
Su-30 MK2 of the Vietnam Air Force (photo : VNMilitaryHistory)
MOSCOW (AFP) - Russia has signed an agreement to sell Vietnam a dozen Sukhoi-30 multirole combat aircraft for more than US$600 million (S$758 million), Russian news agency Interfax reported on Tuesday.
The fighters, which can travel twice the speed of sound, will be delivered next year and in 2015 under the deal signed last week, according to a military-diplomatic source cited by Interfax.
The purchase is the third by Vietnam of Sukhoi fighters.
(Straits Times)
19 Agustus 2013
Parlemen : Tawaran 10 Kapal Selam dari Rusia Perlu Dikaji
19 Agustus 2013
Kapal selam kelas Kilo (photo : Igor Bralgin)
Senayan - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, tawaran 10 unit kapal selam dari Pemerintah Rusia kepada Pemerintah Indonesia, merupakan hal menarik. Karenanya, tawaran itu perlu dikaji lebih lanjut.
"Saya kira, tawaran dari Rusia, 10 kapal selam itu menarik untuk dikaji lebih mendalam dan ditindaklanjutinya," ujar Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8).
Namun, menurut Mahfudz, jika nantinya disetujui, pengadaan kapal selam dari Rusia itu baru bisa direalisasikan pada pengadaan tahap kedua atau setelah 2014 mendatang. "Sebab, saat ini sudah ada keputusan untuk pengadaan tiga kapal selam dari Korea Selatan," ujarnya.
Tambah Mahfudz, dalam proses perjalanannya saat ini pengadaan tiga kapal selam dari Korsel berjalan lambat. Ini setelah pihak Jerman, pemilik teknologi kapal selam yang diproduksi Korsel yang akan dijual ke RI, mempermasalahkannya. "Karena, Jerman mengaku menjual hak paten teknologi kapal selam yang dimaksud hanya ke Turki," katanya.
Mahfudz menambahkan, Komisi I akan mendukung pengadaan kapal selam dari Rusia itu. Sebab, sesungguhnya sebelumnya sudah pernah dilakukan penjajakan pembelian kapal selam dari Rusia. Namun karena saat itu yang ditawarkan pihak Rusia adalah kapal selam dengan spesifikasi yang besar, sementara kebutuhan kapal selam RI saat ini untuk kelas dan ukuran yang sedang.
"Secara prinsip, Komisi I pasti akan dukung upaya penjajakan kerja sama dalam pengadaan kapal selam dari Rusia tersebut, sejauh syaratnya juga dipenuhi oleh Rusia yaitu ada proses transfer teknologi pada Indonesia. Sebagian pengerjaannya juga harus dilakukan di dalam negeri Indonesia," jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Menurut Mahfudz, tawaran Rusia sangat potensial ditindaklanjuti secara serius. "Karena dalam pengadaan tiga kapal selam dari Korsel saat ini, realitanya berjalan lambat. Sementara kebutuhan akan kapal selam bagi Indonesia saat ini sangatlah besar. Sehingga sejauh spesifikasinya sesuai kebutuhan RI, harganya terjangkau, dan mau melakukan alih teknologi, DPR pasti akan mendukungnya," tegasnya.
Sabtu (17/8), Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, Pemerintah RI mendapat tawaran untuk dapat membeli sekitar 10 unit kapal selam dari Rusia. Jumlah ini di luar rencana pembelian tiga unit kapal selam dari Korea Selatan yang akan datang pada 2014.
(Jurnal Parlemen)
Kapal selam kelas Kilo (photo : Igor Bralgin)
Senayan - Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq mengatakan, tawaran 10 unit kapal selam dari Pemerintah Rusia kepada Pemerintah Indonesia, merupakan hal menarik. Karenanya, tawaran itu perlu dikaji lebih lanjut.
"Saya kira, tawaran dari Rusia, 10 kapal selam itu menarik untuk dikaji lebih mendalam dan ditindaklanjutinya," ujar Mahfudz Siddiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8).
Namun, menurut Mahfudz, jika nantinya disetujui, pengadaan kapal selam dari Rusia itu baru bisa direalisasikan pada pengadaan tahap kedua atau setelah 2014 mendatang. "Sebab, saat ini sudah ada keputusan untuk pengadaan tiga kapal selam dari Korea Selatan," ujarnya.
Tambah Mahfudz, dalam proses perjalanannya saat ini pengadaan tiga kapal selam dari Korsel berjalan lambat. Ini setelah pihak Jerman, pemilik teknologi kapal selam yang diproduksi Korsel yang akan dijual ke RI, mempermasalahkannya. "Karena, Jerman mengaku menjual hak paten teknologi kapal selam yang dimaksud hanya ke Turki," katanya.
Mahfudz menambahkan, Komisi I akan mendukung pengadaan kapal selam dari Rusia itu. Sebab, sesungguhnya sebelumnya sudah pernah dilakukan penjajakan pembelian kapal selam dari Rusia. Namun karena saat itu yang ditawarkan pihak Rusia adalah kapal selam dengan spesifikasi yang besar, sementara kebutuhan kapal selam RI saat ini untuk kelas dan ukuran yang sedang.
"Secara prinsip, Komisi I pasti akan dukung upaya penjajakan kerja sama dalam pengadaan kapal selam dari Rusia tersebut, sejauh syaratnya juga dipenuhi oleh Rusia yaitu ada proses transfer teknologi pada Indonesia. Sebagian pengerjaannya juga harus dilakukan di dalam negeri Indonesia," jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Menurut Mahfudz, tawaran Rusia sangat potensial ditindaklanjuti secara serius. "Karena dalam pengadaan tiga kapal selam dari Korsel saat ini, realitanya berjalan lambat. Sementara kebutuhan akan kapal selam bagi Indonesia saat ini sangatlah besar. Sehingga sejauh spesifikasinya sesuai kebutuhan RI, harganya terjangkau, dan mau melakukan alih teknologi, DPR pasti akan mendukungnya," tegasnya.
Sabtu (17/8), Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, Pemerintah RI mendapat tawaran untuk dapat membeli sekitar 10 unit kapal selam dari Rusia. Jumlah ini di luar rencana pembelian tiga unit kapal selam dari Korea Selatan yang akan datang pada 2014.
(Jurnal Parlemen)
17 Agustus 2013
Shipment of Tanks, APCs Arrives in Sihanoukville
17 Agustus 2013
A row of BMP-1 tanks is seen behind a fence covered in razor wire at Sihanoukville Autonomous Port (photo : Phnom Penh Post)
Scores of tanks and armoured personnel carriers (APCs) arrived in Sihanoukville on Wednesday morning, a port official confirmed.
Sihanoukville Autonomous Port director-general Lou Kim Chhun confirmed that the shipment had arrived at his port, but declined to elaborate on the details or provide the number of vehicles.
“I don’t know the source of origin. You’d better ask the Ministry of Defence,” he said. “It’s the property of the Ministry of Defence, so I am not covering such matters.”
A source with knowledge of the shipment who asked not to be named as he was not authorised to speak with the press said the vehicles arrived Wednesday morning and that military officials had been moving them from the port since.
“There are more than 80 tanks and APCs, and there are also about 100 containers of bullets and mortar shells,” the source said, adding that the shipment was from an Eastern European country.
In October, Cambodia received about 100 tanks and 40 APCs from Ukraine – a shipment that marked one of the largest ever.
It is unclear if this shipment is part of the same purchase or whether the timing of its arrival is coincidental.
Several senior military officials, including Minister of Defence Tea Banh, could not be reached for comment.
General Sao Sokha, deputy commander of Royal Cambodian Armed Forces and commander of National Military Police, said he was not aware of the shipment and refused to comment.
“It is not my job; I’m having dinner now,” he said.
The arrival comes just two weeks after the Chinese government gave 1,000 handguns and 50,000 rounds of ammunition to Cambodian police forces. Officials insisted the handover had been inked long before, but the delivery raised eyebrows among analysts who suggested it had been timed to coincide with post-election unrest.
Opposition leader Sam Rainsy, due to return to Cambodia today, has vowed to hold mass demonstrations unless final election results reflect a CNRP win, prompting the government to move a number of tanks, APCs and troops toward Phnom Penh.
(Phnom Penh Post)
A row of BMP-1 tanks is seen behind a fence covered in razor wire at Sihanoukville Autonomous Port (photo : Phnom Penh Post)
Scores of tanks and armoured personnel carriers (APCs) arrived in Sihanoukville on Wednesday morning, a port official confirmed.
Sihanoukville Autonomous Port director-general Lou Kim Chhun confirmed that the shipment had arrived at his port, but declined to elaborate on the details or provide the number of vehicles.
“I don’t know the source of origin. You’d better ask the Ministry of Defence,” he said. “It’s the property of the Ministry of Defence, so I am not covering such matters.”
A source with knowledge of the shipment who asked not to be named as he was not authorised to speak with the press said the vehicles arrived Wednesday morning and that military officials had been moving them from the port since.
“There are more than 80 tanks and APCs, and there are also about 100 containers of bullets and mortar shells,” the source said, adding that the shipment was from an Eastern European country.
In October, Cambodia received about 100 tanks and 40 APCs from Ukraine – a shipment that marked one of the largest ever.
It is unclear if this shipment is part of the same purchase or whether the timing of its arrival is coincidental.
Several senior military officials, including Minister of Defence Tea Banh, could not be reached for comment.
General Sao Sokha, deputy commander of Royal Cambodian Armed Forces and commander of National Military Police, said he was not aware of the shipment and refused to comment.
“It is not my job; I’m having dinner now,” he said.
The arrival comes just two weeks after the Chinese government gave 1,000 handguns and 50,000 rounds of ammunition to Cambodian police forces. Officials insisted the handover had been inked long before, but the delivery raised eyebrows among analysts who suggested it had been timed to coincide with post-election unrest.
Opposition leader Sam Rainsy, due to return to Cambodia today, has vowed to hold mass demonstrations unless final election results reflect a CNRP win, prompting the government to move a number of tanks, APCs and troops toward Phnom Penh.
(Phnom Penh Post)
Rusia Tawarkan 10 Kapal Selam
17 Agustus 2013
Menurut beberapa sumber, 10 kapal selam ditawarkan adalah dari kelas Kilo bekas AL Rusia buatan tahun 1990-2000 (photo : Bobchik)
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah mendapat tawaran untuk dapat membeli sekitar 10 unit kapal selam dari Rusia. Jumlah ini di luar rencana pembelian tiga unit kapal selam dari Korea Selatan yang akan datang pada 2014.
"Kapal selam dari Rusia sudah ada. Mereka membuka kesempatan karena kedekatan dengan kita," kata Purnomo saat ditemui di Istana Merdeka, Sabtu, 17 Agustus 2013.
Purnomo tidak menjelaskan detail spesifikasi dan tawaran harga yang diberikan pemerintah Rusia untuk mendatangkan 10 kapal selam tersebut. Ia juga menyatakan, pemerintah belum bulat untuk menerima tawaran Rusia karena masih harus mempertimbangkan dan menghitung biaya.
Selain harga kapal selam per unit, menurut dia, pemerintah juga harus mempertimbangkan besarnya biaya perawatan, pemeliharaan, perbaikan, dan kesiapan infrastruktur. Selain itu, hal lain yang menjadi pertimbangan adalah usia atau masa guna kapal selam tersebut."Kita tidak bisa tergesa, hitung dulu semua," kata Purnomo.
Sedangkan untuk kapal selam dari Korea, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini memaparkan, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bertahan dan penangkalan ancaman. Sebagai negara yang memiliki orientasi kedamaian, Indonesia dinilai harus memiliki kemampuan teknologi dan senjata yang kuat. "Kita sedang survei pangkalan kapal selam, salah satunya di Palu."
Pada 2024 meski belum memastikan sebagai negara terkuat, menurut Purnomo, Indonesia akan berada pada empat negara kuat di kawasan Asia Tenggara bersama Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bersama tiga negara ini, Indonesia akan membentuk ASEAN Defense Ministerial Meeting yang kuat dari ancaman kawasan luar.
(Tempo)
Menurut beberapa sumber, 10 kapal selam ditawarkan adalah dari kelas Kilo bekas AL Rusia buatan tahun 1990-2000 (photo : Bobchik)
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, pemerintah mendapat tawaran untuk dapat membeli sekitar 10 unit kapal selam dari Rusia. Jumlah ini di luar rencana pembelian tiga unit kapal selam dari Korea Selatan yang akan datang pada 2014.
"Kapal selam dari Rusia sudah ada. Mereka membuka kesempatan karena kedekatan dengan kita," kata Purnomo saat ditemui di Istana Merdeka, Sabtu, 17 Agustus 2013.
Purnomo tidak menjelaskan detail spesifikasi dan tawaran harga yang diberikan pemerintah Rusia untuk mendatangkan 10 kapal selam tersebut. Ia juga menyatakan, pemerintah belum bulat untuk menerima tawaran Rusia karena masih harus mempertimbangkan dan menghitung biaya.
Selain harga kapal selam per unit, menurut dia, pemerintah juga harus mempertimbangkan besarnya biaya perawatan, pemeliharaan, perbaikan, dan kesiapan infrastruktur. Selain itu, hal lain yang menjadi pertimbangan adalah usia atau masa guna kapal selam tersebut."Kita tidak bisa tergesa, hitung dulu semua," kata Purnomo.
Sedangkan untuk kapal selam dari Korea, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini memaparkan, pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kemampuan bertahan dan penangkalan ancaman. Sebagai negara yang memiliki orientasi kedamaian, Indonesia dinilai harus memiliki kemampuan teknologi dan senjata yang kuat. "Kita sedang survei pangkalan kapal selam, salah satunya di Palu."
Pada 2024 meski belum memastikan sebagai negara terkuat, menurut Purnomo, Indonesia akan berada pada empat negara kuat di kawasan Asia Tenggara bersama Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bersama tiga negara ini, Indonesia akan membentuk ASEAN Defense Ministerial Meeting yang kuat dari ancaman kawasan luar.
(Tempo)
16 Agustus 2013
Successful Torpedo Firing for RAN
16 Agustus 2013
HMAS Stuart fires an exercise MU90 lightweight torpedo as part of preparations needed to fire the live 'war shot' in the EAXA (East Australian Exercise Area), off NSW's South Coast. (photo : Aus DoD)
The Royal Australian Navy has successfully conducted the world’s first firing of a “war shot” MU90 Lightweight Torpedo, Chief of Navy, Vice Admiral Ray Griggs AO CSC RAN announced today.
ANZAC Class Frigate HMAS Stuart fired the explosive warhead against a specially designed target in the East Australian Exercise Area. The successful firing was the final milestone before the torpedo is accepted for operational service across the fleet.
“The MU90 Lightweight Torpedo has already completed an extensive test program using exercise (non explosive) variants. This firing is the final Test and Evaluation event for the MU90 and demonstrates the full capability of the torpedo,” Vice Admiral Griggs said.
HMAS Stuart fires an exercise MU90 lightweight torpedo as part of preparations needed to fire the live 'war shot' in the EAXA (East Australian Exercise Area), off NSW's South Coast. (photo : Aus DoD)
The torpedo was assembled and prepared at the Torpedo Maintenance Facility at HMAS Stirling in Western Austrailia and Navy personnel onboard the firing ship handled, loaded and fired the MU90 torpedo.
The target for the firing was specially constructed in Victoria by the Defence Science and Technology Organisation and it was successfully attacked by the torpedo. The target complied with all appropriate environmental requirements.
“The MU90 Lightweight Torpedo provides a significant enhancement to the Anti-Submarine Warfare capabilities of all the RAN’s surface combatant ships,” Vice Admiral Griggs said.
“The weapon provides the RAN with one of the most capable lightweight submarine torpedos in the world.”
Boatswains Mates of Anzac Class Frigate, HMAS Stuart engage the flotation drums supporting the purpose built static target on completion of firing the MU90 'war shot' torpedo in the East Australian Exercise Area, off the NSW South Coast. (photo : Aus DoD)
The MU90 Lightweight ASW Torpedo is three metres long, weighs 300 kilograms, has a range of greater than 10 kilometres and is designed to detect and attack deep quiet-running submarines.
The firing success was also acknowledged by Mr Warren King, Chief Executive Officer of the Defence Materiel Organisation (DMO).
“Delivery of this important defence capability is due to the combined and concerted efforts of DMO, Navy, and defence industry to remediate the MU90 Lightweight Torpedo Replacement which was removed from the Projects of Concern list in November 2012,” Mr King said.
(Aus DoD)
HMAS Stuart fires an exercise MU90 lightweight torpedo as part of preparations needed to fire the live 'war shot' in the EAXA (East Australian Exercise Area), off NSW's South Coast. (photo : Aus DoD)
The Royal Australian Navy has successfully conducted the world’s first firing of a “war shot” MU90 Lightweight Torpedo, Chief of Navy, Vice Admiral Ray Griggs AO CSC RAN announced today.
ANZAC Class Frigate HMAS Stuart fired the explosive warhead against a specially designed target in the East Australian Exercise Area. The successful firing was the final milestone before the torpedo is accepted for operational service across the fleet.
“The MU90 Lightweight Torpedo has already completed an extensive test program using exercise (non explosive) variants. This firing is the final Test and Evaluation event for the MU90 and demonstrates the full capability of the torpedo,” Vice Admiral Griggs said.
HMAS Stuart fires an exercise MU90 lightweight torpedo as part of preparations needed to fire the live 'war shot' in the EAXA (East Australian Exercise Area), off NSW's South Coast. (photo : Aus DoD)
The torpedo was assembled and prepared at the Torpedo Maintenance Facility at HMAS Stirling in Western Austrailia and Navy personnel onboard the firing ship handled, loaded and fired the MU90 torpedo.
The target for the firing was specially constructed in Victoria by the Defence Science and Technology Organisation and it was successfully attacked by the torpedo. The target complied with all appropriate environmental requirements.
“The MU90 Lightweight Torpedo provides a significant enhancement to the Anti-Submarine Warfare capabilities of all the RAN’s surface combatant ships,” Vice Admiral Griggs said.
“The weapon provides the RAN with one of the most capable lightweight submarine torpedos in the world.”
Boatswains Mates of Anzac Class Frigate, HMAS Stuart engage the flotation drums supporting the purpose built static target on completion of firing the MU90 'war shot' torpedo in the East Australian Exercise Area, off the NSW South Coast. (photo : Aus DoD)
The MU90 Lightweight ASW Torpedo is three metres long, weighs 300 kilograms, has a range of greater than 10 kilometres and is designed to detect and attack deep quiet-running submarines.
The firing success was also acknowledged by Mr Warren King, Chief Executive Officer of the Defence Materiel Organisation (DMO).
“Delivery of this important defence capability is due to the combined and concerted efforts of DMO, Navy, and defence industry to remediate the MU90 Lightweight Torpedo Replacement which was removed from the Projects of Concern list in November 2012,” Mr King said.
(Aus DoD)