31 Maret 2018
The Metal Shark “45 Defiant” patrol boat (photo : US Embassy)
HANOI (Reuters) - The United States has given six patrol boats to the Vietnamese Coast Guard, the U.S. embassy in Hanoi said on Thursday, amid warming ties between the former foes.
The vessels are in addition to another six patrol boats and a high-endurance cutter provided to Vietnam by the United States last year.
The move is the latest in increased security ties between Vietnam and the United States and follows a landmark visit by a U.S. aircraft carrier to the country in early March.
“The bilateral partnership between the United States and Vietnam continues to reach new heights,” the embassy said in a statement.
Vietnam is the country most openly at odds with China over parts of the disputed South China Sea.
China claims 90 percent of the potentially energy-rich maritime territory, but Brunei, Malaysia, the Philippines, Taiwan and Vietnam also lay claim to parts of it, through which about $5 trillion of trade passes each year.
Dozens of Chinese naval vessels exercised this week with an aircraft carrier in a large show of force in the area, satellite images obtained by Reuters showed.
The U.S. embassy statement said the patrol boat transfer “demonstrates U.S. support for a strong, prosperous, and independent Vietnam that contributes to international security and the rule of law.”
More boats are due to be delivered and the United States has also provided a training center, maintenance facility, boat lift, vehicles and a navigation simulator.
The Metal Shark “45 Defiant” patrol boat is manufactured in the United States by Gravois Aluminium Boats LLC.
It can reach speeds of up to 50 knots (93 km per hour) and is suited for both inland and offshore use, according to the manufacturer’s website.
The first batch of boats was delivered to the U.S. Department of Defence to provide “advanced technology to stabilize U.S. interests in South Asia,” the website says.
(Reuters)
31 Maret 2018
Brazil’s Cruise Missile Development Program Enters Final Phase
31 Maret 2018
MTC-300 Matador cruise missile for Astros MLRS (photo : Defence Blog)
The Brazilian Armed Forces nearing final development stage of cruise missile that is under development by Avibras for the ASTROS 2020 system.
The Brazilian cruise missile, the MTC-300 or Matador, with 300 km of range and accuracy in the 50-meter scale, enters the final development stage this year. The first delivery to the Brazilian army is expected to be done by 2020, however, all development stages are expected to be fully cleared by 2023, according to a report of the “O Estado de S.Paulo”.
The MTC-30 missile is the most sophisticated vector of the “Astros 2020” development program, the sixth generation of multiple artillery rocket launcher systems, started 35 years ago by the Brazilian company Avibras, of the city of Sao José dos Campos.
The MTC-30 missile is designed for to destroy strategic targets at medium range with great accuracy and reduced collateral damage The missiles use solid-fuel rockets for launching, and a turbojet during the subsonic cruise flight.
The missile can use a single warhead of 200 kg of high explosive or cluster munition warhead with 64 submunitions for anti-personnel or anti-tank targets.
Astros II Mk 6 of the Indonesian Army (photo : TNI AD)
Avibras also developing this missile for the Navy version, which is to be launched from a warship labeled X-300, which cursory design fins similar to the anti-ship missile ship Exocet.
ASTROS 2020, as a key driver of the Brazilian Army transformation process, is composed of research and development projects, vehicles acquisition and modernization, as well as new facilities, stablishing an efficient, flexible, secure, reliable, and rapidly deployed fire support system, enabling the Land Forces to a vast array of missions, including extra regional dissuasion.
(Defence Blog)
MTC-300 Matador cruise missile for Astros MLRS (photo : Defence Blog)
The Brazilian Armed Forces nearing final development stage of cruise missile that is under development by Avibras for the ASTROS 2020 system.
The Brazilian cruise missile, the MTC-300 or Matador, with 300 km of range and accuracy in the 50-meter scale, enters the final development stage this year. The first delivery to the Brazilian army is expected to be done by 2020, however, all development stages are expected to be fully cleared by 2023, according to a report of the “O Estado de S.Paulo”.
The MTC-30 missile is the most sophisticated vector of the “Astros 2020” development program, the sixth generation of multiple artillery rocket launcher systems, started 35 years ago by the Brazilian company Avibras, of the city of Sao José dos Campos.
The MTC-30 missile is designed for to destroy strategic targets at medium range with great accuracy and reduced collateral damage The missiles use solid-fuel rockets for launching, and a turbojet during the subsonic cruise flight.
The missile can use a single warhead of 200 kg of high explosive or cluster munition warhead with 64 submunitions for anti-personnel or anti-tank targets.
Astros II Mk 6 of the Indonesian Army (photo : TNI AD)
Avibras also developing this missile for the Navy version, which is to be launched from a warship labeled X-300, which cursory design fins similar to the anti-ship missile ship Exocet.
ASTROS 2020, as a key driver of the Brazilian Army transformation process, is composed of research and development projects, vehicles acquisition and modernization, as well as new facilities, stablishing an efficient, flexible, secure, reliable, and rapidly deployed fire support system, enabling the Land Forces to a vast array of missions, including extra regional dissuasion.
(Defence Blog)
Fairy Suryana, Sang Kreator Seragam SAMAR Satuan 81 Gultor Kopassus dan Rompi SAKTI Kostrad
31 Maret 2018
Fairy Suryana (photo : IndoPos)
INDOPOS.CO.ID – Karena hobi dengan dunia militer dan lahir dari keluarga Tentara Nasional Indonesia (TNI), muncul keinginan Fairy Suryana, 44, menciptakan loreng khusus untuk personel TNI yang sesuai dengan vegetasi alam dalam negeri. Inovasi itu membuahkan hasil. Bahkan karyanya sudah digunakan pasukan elite Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, seragam yang dinamai SAMAR (Spektrum Acak Mata Adaptasi Rekayasa) itu dikenakan personel Satuan 81 Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus (Sat 81 Gultor Kopassus) TNI-Angkatan Darat (AD). Satuan yang didirikan pada 30 Juni 1982 tersebut mengkhususkan pakaian dinas lapangan (PDL) SAMAR untuk keahlian perang hutan.
Nah, karena ia yang menciptakan, maka Fairy pun mendaftarkan karya SAMAR ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan HAM. Ia sudah memiliki hak cipta pada November 2012.
Sejauh ini publik banyak yang belum tahu kehadiran corak SAMAR karya anak negeri. Itu dikarenakan loreng tersebut belum digunakan prajurit lain di lingkungan TNI, termasuk Grup 1, Grup 2, dan Grup 3 Kopassus.
Camo SAMAR Kopassus (photo : Fairy Suryana)
Jadi memang baru sebatas digunakan personel Sat 81 Gultor. Itupun prajurit-prajurit yang memiliki spesialisasi perang hutan.
Dalam beberapa kesempatan, loreng SAMAR sempat diperlihatkan di muka umum. Di antaranya acara penutupan latihan Pertempuran Hutan dan Pemeliharaan Kemampuan Prajurit Kopassus 2018 di Lapangan Citalahab, Gunung Halimun, Bogor, Selasa, (20/2) lalu; kemudian Serah Terima Jabatan (Sertijab) Danjen Kopassus dari Mayjen Madsuni kepada Mayjen Eko Margiyono di Makopassus, Cijantung, Jakarta pada Jumat (23/3) lalu.
Kehadiran camo SAMAR juga menyita perhatian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal Mulyono ketika berkunjung ke Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Situ Lembang, Bandung, Jumat (16/3) lalu. Seragam yang dapat berkamuflase atau menyatu dengan kondisi hutan tropis Indonesia itu bahkan mendapat apresiasi dari petinggi TNI tersebut.
Tentu kebanggaan muncul di dalam diri Fairy lantaran inovasinya dapat bermanfaat bagi TNI. Apalagi mendapat respon positif dari petinggi TNI.
Dalam setiap kesempatan, pria kelahiran Jakarta, 16 Juni 1973 itu menuliskan status di media sosialnya (medsos) jika personel Sat 81 Gultor mengenakan seragam SAMAR dalam suatu acara.
”Loreng SAMAR kreasi saya beraksi saat Sertijab Danjen Kopassus, 23 Maret 2018,” demikian salah satu isi statusnya di medsos.
Fairy mengaku, keinginan menciptakan loreng SAMAR sudah cukup lama. Berawal pada 2006/2007, dia ingin punya desain loreng khusus TNI. Itu karena saat ini loreng ‘Malvinas’ TNI atau yang diadopsi dari DPM (Disruptive Pattern Material) Inggris sejak 1983 tersebut kurang efektif dengan alam hutan tropis Indonesia.
Camo SAMAR Kopassus (photo : Fairy Suryana)
Untuk mewujudkan impiannya itu, Fairy pernah minta tolong kawannya di ITB Jurusan Seni Rupa untuk mendesain loreng tersebut. ”Ayo dong desain,” ujar dia kepada rekannya. Sayang, permintaannya itu tak dipenuhi kawannya.
Tak patah semangat, Fairy pun lantas merancang sendiri. Kebetulan kala itu, dia dapat mengoperasiakan program Adobe Photoshop Seri 6.0, perangkat lunak yang dikhususkan untuk pengeditan foto atau gambar dan pembuatan efek. Sekitar 2009/2010, Fairy pelan-pelan mulai mendesain motif loreng.
Proses inspirasi mencari warna diawali saat Fairy menunaikan Salat Jumat di masjid dekat rumahnya yang kebetulan ditumbuhi pepohonan. Dia memperhatikan suasana sekelilingnya yang hijau.
”Dari situ kemudian terpikir, loreng TNI harus benar-benar nyaru (menyerupai, Red) dengan kondisi sekitar (vegetasi Indonesia),” ujarnya kepada INDOPOS di kediamannya, kawasan Tebet, Jakarta.
Melalui laptopnya, Fairy lantas mencurahkan ide, sehingga tercipta kombinasi 12 jenis warna hijau daun. Selanjutnya, desain itu diuji coba ke tukang percetakan spanduk di perempatan jalan, tak jauh dari kediamannya. Sayangnya, screen percetakan hanya mampu menerima delapan jenis warna di antaranya Camo Green, Olive Drab, Foliage Green, Hitam, Coklat, Hijau Swedia, Camo Green 2, dan Camo Green 3.
”Dari bahan spanduk (bahan felxi, Red) yang diuji coba hasilnya kurang maksimal . Sedikit nekat, kita paksakan menggunakan bahan kain drill, ristop, dan katun polyester dengan warna dasar putih. Hasilnya lebih baik, corak lorengnya sama dengan di Photoshop (komputer, Red). Karena dipaksakan mesin spanduk digunakan dengan kain, apalagi mencobanya setiap hari, mesin (cetak, Red) itu sampe mau rusak,” ujar Fairy yang didampingi rekannya, Darwis sambil tertawa.
Prototipe loreng SAMAR pertama diciptakan Fairy bermotif pixel. Karenanya, dinamakan SAMAR Pixel. Jebolan Strayer University, Amerika Serikat (AS), 1992 –1996 dengan gelar Bachelor of Business Administration (BBA) itu lantas menyempurnakan inovasinya. Sampai akhirnya tercipta loreng SAMAR Kartika dan SAMAR Komando yang lebih dapat berkamuflase dan beradaptasi dengan vegetasi Indonesia.
Rompi SAKTI Kostrad (photo : Viva)
Kemudian agar menghasilkan kain loreng yang sempurna, sekitar 2011, percetakannya pindah ke industri menengah milik kawannya di kawasan Jababeka, Cikarang, Bekasi. Namun kendala kembali muncul.
”Desain yang di Photoshop terpaksa harus disetting ulang di komputer mesin cetak. Ada beda format. Filenya bukan Photoshop. Tapi semua itu bisa diatasi dengan baik,” ujar Founder & CEO DewaNations, medsos dengan konsep dunia virtual.
Di industri itu, Fairy dapat mencetak kain SAMAR di bawah 500 meter. ”Biayanya masih swadaya sendiri,” ujarnya. Kemudian pada 2011, pria yang juga menciptakan www.dewa.com di Amerika Serikat pada 1995 tersebut mulai menawarkan hasil karyanya kepada rekan-rekannya di TNI, termasuk Kopassus. Sat 81 Gultor lantas tertarik dengan camo SAMAR Komando yang bisa beradaptasi di kawasan hutan tropis.
”Dalam perjalanannya, Sat 81 meminta memasukkan salah satu jenis warna hijau, yang saya namakan hijau swedia. Jenis-jenis warna loreng SAMAR bisa dilihat di website www.elemental.id,” jelas Fairy.
Dia mengaku hanya sebagai inovator yang menciptakan loreng SAMAR. ”Ibaratnya kita ini seperti Crye Precision (perusahaan multicam creator, Red), pencipta loreng tentara AS. Kemudian user (pengguna, Red) menawarkan ke rekanan (perusahaan, Red) seperti Tru-Spec (Atlanco) dan Blackhawk,” ujarnya.
Rompi SAKTI Kostrad (photo : LasDipo)
Bagaimana perbedaan antara SAMAR Komando dan Kartika? Fairy menerangkan, SAMAR Komando punya pattern atau pola vertikal seperti darah mengalir. Corak ini juga lebih Camo Green atau hijau daun yang terdapat warna merah keungunan seperti darah. Sementara SAMAR Kartika warna keunguan itu seperti coklat kayu atau dahan. Pattern-nya horizontal.
”SAMAR Kartika lebih ke Olive (Green, Red) atau warnanya sedikit kekuning-kuningan,” jelasnya.
Selain menciptakan loreng SAMAR, Fairy bersama timnya dan Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menciptakan rompi SAKTI (Sistem Angkut Kelengkapan Tempur Individu). Rompi ini sudah digunakan jajaran Kostrad TNI-AD. Fairy juga telah mendaftarkan SAKTI ke Ditjen HaKI pada Februari 2012.
”Basic design SAKTI itu dari saya, lalu dibawa ke tukang jahit Pasar Tebet Barat untuk buat contohnya. Saat itu, AHY juga ikut memberi masukan untuk menyempurnakannya di pasar,” katanya.
Waktu itu untuk materialnya ia bisa beli ke Crye Precision (www.cryeprecision.com) mulai dari bahan Cordura, lalu webbing (tali)-nya dibeli di ebay. Kemudian Velcro (perekat, Red). “Jadi saya paham banget materialnya. Apalagi sejak 2001, saya sudah berhasil mencoba membuat rompi sejenis Interceptor Body Armor (IBA) (rompi antipeluru AS, Red). Padahal untuk dapatkan IBA pada itu masih sulit. Beli di ebay juga nggak ada,” ujarnya.
Meski pernah mendapatkan tawaran pihak luar negeri atas hasil ciptaannya, Fairy mengaku karya-karyanya masih diperuntukkan untuk kepentingan dalam negeri, khususnya pihak TNI. Ini yang disebut dengan cinta tanah air ya, Bang Fairy?
(Indopos)
Fairy Suryana (photo : IndoPos)
INDOPOS.CO.ID – Karena hobi dengan dunia militer dan lahir dari keluarga Tentara Nasional Indonesia (TNI), muncul keinginan Fairy Suryana, 44, menciptakan loreng khusus untuk personel TNI yang sesuai dengan vegetasi alam dalam negeri. Inovasi itu membuahkan hasil. Bahkan karyanya sudah digunakan pasukan elite Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, seragam yang dinamai SAMAR (Spektrum Acak Mata Adaptasi Rekayasa) itu dikenakan personel Satuan 81 Penanggulangan Teror Komando Pasukan Khusus (Sat 81 Gultor Kopassus) TNI-Angkatan Darat (AD). Satuan yang didirikan pada 30 Juni 1982 tersebut mengkhususkan pakaian dinas lapangan (PDL) SAMAR untuk keahlian perang hutan.
Nah, karena ia yang menciptakan, maka Fairy pun mendaftarkan karya SAMAR ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) Kementerian Hukum dan HAM. Ia sudah memiliki hak cipta pada November 2012.
Sejauh ini publik banyak yang belum tahu kehadiran corak SAMAR karya anak negeri. Itu dikarenakan loreng tersebut belum digunakan prajurit lain di lingkungan TNI, termasuk Grup 1, Grup 2, dan Grup 3 Kopassus.
Camo SAMAR Kopassus (photo : Fairy Suryana)
Jadi memang baru sebatas digunakan personel Sat 81 Gultor. Itupun prajurit-prajurit yang memiliki spesialisasi perang hutan.
Dalam beberapa kesempatan, loreng SAMAR sempat diperlihatkan di muka umum. Di antaranya acara penutupan latihan Pertempuran Hutan dan Pemeliharaan Kemampuan Prajurit Kopassus 2018 di Lapangan Citalahab, Gunung Halimun, Bogor, Selasa, (20/2) lalu; kemudian Serah Terima Jabatan (Sertijab) Danjen Kopassus dari Mayjen Madsuni kepada Mayjen Eko Margiyono di Makopassus, Cijantung, Jakarta pada Jumat (23/3) lalu.
Kehadiran camo SAMAR juga menyita perhatian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan KSAD Jenderal Mulyono ketika berkunjung ke Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus) Situ Lembang, Bandung, Jumat (16/3) lalu. Seragam yang dapat berkamuflase atau menyatu dengan kondisi hutan tropis Indonesia itu bahkan mendapat apresiasi dari petinggi TNI tersebut.
Tentu kebanggaan muncul di dalam diri Fairy lantaran inovasinya dapat bermanfaat bagi TNI. Apalagi mendapat respon positif dari petinggi TNI.
Dalam setiap kesempatan, pria kelahiran Jakarta, 16 Juni 1973 itu menuliskan status di media sosialnya (medsos) jika personel Sat 81 Gultor mengenakan seragam SAMAR dalam suatu acara.
”Loreng SAMAR kreasi saya beraksi saat Sertijab Danjen Kopassus, 23 Maret 2018,” demikian salah satu isi statusnya di medsos.
Fairy mengaku, keinginan menciptakan loreng SAMAR sudah cukup lama. Berawal pada 2006/2007, dia ingin punya desain loreng khusus TNI. Itu karena saat ini loreng ‘Malvinas’ TNI atau yang diadopsi dari DPM (Disruptive Pattern Material) Inggris sejak 1983 tersebut kurang efektif dengan alam hutan tropis Indonesia.
Camo SAMAR Kopassus (photo : Fairy Suryana)
Untuk mewujudkan impiannya itu, Fairy pernah minta tolong kawannya di ITB Jurusan Seni Rupa untuk mendesain loreng tersebut. ”Ayo dong desain,” ujar dia kepada rekannya. Sayang, permintaannya itu tak dipenuhi kawannya.
Tak patah semangat, Fairy pun lantas merancang sendiri. Kebetulan kala itu, dia dapat mengoperasiakan program Adobe Photoshop Seri 6.0, perangkat lunak yang dikhususkan untuk pengeditan foto atau gambar dan pembuatan efek. Sekitar 2009/2010, Fairy pelan-pelan mulai mendesain motif loreng.
Proses inspirasi mencari warna diawali saat Fairy menunaikan Salat Jumat di masjid dekat rumahnya yang kebetulan ditumbuhi pepohonan. Dia memperhatikan suasana sekelilingnya yang hijau.
”Dari situ kemudian terpikir, loreng TNI harus benar-benar nyaru (menyerupai, Red) dengan kondisi sekitar (vegetasi Indonesia),” ujarnya kepada INDOPOS di kediamannya, kawasan Tebet, Jakarta.
Melalui laptopnya, Fairy lantas mencurahkan ide, sehingga tercipta kombinasi 12 jenis warna hijau daun. Selanjutnya, desain itu diuji coba ke tukang percetakan spanduk di perempatan jalan, tak jauh dari kediamannya. Sayangnya, screen percetakan hanya mampu menerima delapan jenis warna di antaranya Camo Green, Olive Drab, Foliage Green, Hitam, Coklat, Hijau Swedia, Camo Green 2, dan Camo Green 3.
”Dari bahan spanduk (bahan felxi, Red) yang diuji coba hasilnya kurang maksimal . Sedikit nekat, kita paksakan menggunakan bahan kain drill, ristop, dan katun polyester dengan warna dasar putih. Hasilnya lebih baik, corak lorengnya sama dengan di Photoshop (komputer, Red). Karena dipaksakan mesin spanduk digunakan dengan kain, apalagi mencobanya setiap hari, mesin (cetak, Red) itu sampe mau rusak,” ujar Fairy yang didampingi rekannya, Darwis sambil tertawa.
Prototipe loreng SAMAR pertama diciptakan Fairy bermotif pixel. Karenanya, dinamakan SAMAR Pixel. Jebolan Strayer University, Amerika Serikat (AS), 1992 –1996 dengan gelar Bachelor of Business Administration (BBA) itu lantas menyempurnakan inovasinya. Sampai akhirnya tercipta loreng SAMAR Kartika dan SAMAR Komando yang lebih dapat berkamuflase dan beradaptasi dengan vegetasi Indonesia.
Rompi SAKTI Kostrad (photo : Viva)
Kemudian agar menghasilkan kain loreng yang sempurna, sekitar 2011, percetakannya pindah ke industri menengah milik kawannya di kawasan Jababeka, Cikarang, Bekasi. Namun kendala kembali muncul.
”Desain yang di Photoshop terpaksa harus disetting ulang di komputer mesin cetak. Ada beda format. Filenya bukan Photoshop. Tapi semua itu bisa diatasi dengan baik,” ujar Founder & CEO DewaNations, medsos dengan konsep dunia virtual.
Di industri itu, Fairy dapat mencetak kain SAMAR di bawah 500 meter. ”Biayanya masih swadaya sendiri,” ujarnya. Kemudian pada 2011, pria yang juga menciptakan www.dewa.com di Amerika Serikat pada 1995 tersebut mulai menawarkan hasil karyanya kepada rekan-rekannya di TNI, termasuk Kopassus. Sat 81 Gultor lantas tertarik dengan camo SAMAR Komando yang bisa beradaptasi di kawasan hutan tropis.
”Dalam perjalanannya, Sat 81 meminta memasukkan salah satu jenis warna hijau, yang saya namakan hijau swedia. Jenis-jenis warna loreng SAMAR bisa dilihat di website www.elemental.id,” jelas Fairy.
Dia mengaku hanya sebagai inovator yang menciptakan loreng SAMAR. ”Ibaratnya kita ini seperti Crye Precision (perusahaan multicam creator, Red), pencipta loreng tentara AS. Kemudian user (pengguna, Red) menawarkan ke rekanan (perusahaan, Red) seperti Tru-Spec (Atlanco) dan Blackhawk,” ujarnya.
Rompi SAKTI Kostrad (photo : LasDipo)
Bagaimana perbedaan antara SAMAR Komando dan Kartika? Fairy menerangkan, SAMAR Komando punya pattern atau pola vertikal seperti darah mengalir. Corak ini juga lebih Camo Green atau hijau daun yang terdapat warna merah keungunan seperti darah. Sementara SAMAR Kartika warna keunguan itu seperti coklat kayu atau dahan. Pattern-nya horizontal.
”SAMAR Kartika lebih ke Olive (Green, Red) atau warnanya sedikit kekuning-kuningan,” jelasnya.
Selain menciptakan loreng SAMAR, Fairy bersama timnya dan Mayor Inf Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menciptakan rompi SAKTI (Sistem Angkut Kelengkapan Tempur Individu). Rompi ini sudah digunakan jajaran Kostrad TNI-AD. Fairy juga telah mendaftarkan SAKTI ke Ditjen HaKI pada Februari 2012.
”Basic design SAKTI itu dari saya, lalu dibawa ke tukang jahit Pasar Tebet Barat untuk buat contohnya. Saat itu, AHY juga ikut memberi masukan untuk menyempurnakannya di pasar,” katanya.
Waktu itu untuk materialnya ia bisa beli ke Crye Precision (www.cryeprecision.com) mulai dari bahan Cordura, lalu webbing (tali)-nya dibeli di ebay. Kemudian Velcro (perekat, Red). “Jadi saya paham banget materialnya. Apalagi sejak 2001, saya sudah berhasil mencoba membuat rompi sejenis Interceptor Body Armor (IBA) (rompi antipeluru AS, Red). Padahal untuk dapatkan IBA pada itu masih sulit. Beli di ebay juga nggak ada,” ujarnya.
Meski pernah mendapatkan tawaran pihak luar negeri atas hasil ciptaannya, Fairy mengaku karya-karyanya masih diperuntukkan untuk kepentingan dalam negeri, khususnya pihak TNI. Ini yang disebut dengan cinta tanah air ya, Bang Fairy?
(Indopos)
Australia to Train with USAF B-52 Bombers
31 Maret 2018
A United States Air Force (USAF) B-52 Stratofortress bomber stationed at Anderson Air Force Base, Guam, landed at Royal Australian Air Force (RAAF) Base Darwin on Tuesday 28 January 2014. (photo : Aus DoD)
Australia will host up to three United States Air Force (USAF) B-52 Stratofortress strategic bombers in Darwin as part of Enhanced Air Cooperation (EAC) initiative with the US.
The aircraft will take part in training activities with the Australian Defence Force from late March through to early April and will build on training activities already carried out between the US and Australia.
In November 2011, the Australian and US governments announced a broad concept for increased defence co-operation in Australia under the US Force Posture Initiatives. The initiatives comprise of annual deployments of US Marine Corps personnel and the EAC activities in Australia.
The USAF B-52 Bombers, from Pacific Air Force’s Andersen Air Force base in Guam, will train with Australia's F/A-18A Hornets and PC-9 aircraft as well as ADF Joint Terminal Attack Controllers in designated military airspace near RAAF Williamtown.
Defence said the training will provide the ADF with a valuable opportunity to integrate Royal Australian Air Force aircraft and ADF personnel with USAF B-52 Bombers in close air support scenarios.
EAC training exercises are designed to increase the ability of Australian and US air forces to operate together and to enhance security co-operation in the region.
RAAF Base Darwin has previously hosted USAF B-52 Bombers that took part in ADF training exercises in 2012, 2014 and 2016.
(Defence Connect)
A United States Air Force (USAF) B-52 Stratofortress bomber stationed at Anderson Air Force Base, Guam, landed at Royal Australian Air Force (RAAF) Base Darwin on Tuesday 28 January 2014. (photo : Aus DoD)
The aircraft will take part in training activities with the Australian Defence Force from late March through to early April and will build on training activities already carried out between the US and Australia.
In November 2011, the Australian and US governments announced a broad concept for increased defence co-operation in Australia under the US Force Posture Initiatives. The initiatives comprise of annual deployments of US Marine Corps personnel and the EAC activities in Australia.
The USAF B-52 Bombers, from Pacific Air Force’s Andersen Air Force base in Guam, will train with Australia's F/A-18A Hornets and PC-9 aircraft as well as ADF Joint Terminal Attack Controllers in designated military airspace near RAAF Williamtown.
Defence said the training will provide the ADF with a valuable opportunity to integrate Royal Australian Air Force aircraft and ADF personnel with USAF B-52 Bombers in close air support scenarios.
EAC training exercises are designed to increase the ability of Australian and US air forces to operate together and to enhance security co-operation in the region.
RAAF Base Darwin has previously hosted USAF B-52 Bombers that took part in ADF training exercises in 2012, 2014 and 2016.
(Defence Connect)
Pangarmatim Kunjungi Markas Resimen Kavaleri Marinir
31 Maret 2018
Tank BMP-3F Yon Tankfib Korps Marinir (photo : vidio)
Pangarmatim Kunjungi Markas Ksatria Lapis Baja Marinir
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Didik Setiyono, S.E., M.M., didampingi Kepala Staf Koarmatim (Kasarmatim) Laksamana Pertama TNI I.N.G. Sudihartawan, S.Pi, M.M. melaksanakan kunjungan di Markas Ksatria Lapis Baja Mako Menkav-1 Marinir bertempat di Ksatrian Soepraptono Semarung Koarmatim Ujung, Surabaya. Kamis (29/03/2018).
Usai menerima Falreep dan laporan dari Perwira Staf Logistik (Paslog) Menkav 1 Marinir Letkol Marinir Yanuar Kusnindyo, Pangarmatim beserta rombongan menuju ke ruang VVIP Mako Menkav-1 untuk menerima paparan Profil Menkav-1 oleh Paslog Menkav-1 yang kemudian dilanjutkan dengan Tour Facility di garasi Menkav-1 Marinir untuk meninjau langsung fasilitas garasi tank amphibi yang dimiliki Menka-1 Marinir dan dilanjutkan sesi foto bersama.
Tank AMX-10 PAC 90 Yon Tankfib Korps Marinir (photo : Liputan6)
Hadir pada acara tersebut, Irarmatim, Para Asisten Pangarmatim, Koorsmin Pangarmatim, Asops Danpasmar-1 Marinir, Danyonkapa-1 Marinir, serta Danyonranratfib-1 Marinir.
(Koarmatim)
Resimen Kavaleri 1/Marinir
Tank BMP-3F Yon Tankfib Korps Marinir (photo : vidio)
Pangarmatim Kunjungi Markas Ksatria Lapis Baja Marinir
Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur (Pangarmatim) Laksamana Muda TNI Didik Setiyono, S.E., M.M., didampingi Kepala Staf Koarmatim (Kasarmatim) Laksamana Pertama TNI I.N.G. Sudihartawan, S.Pi, M.M. melaksanakan kunjungan di Markas Ksatria Lapis Baja Mako Menkav-1 Marinir bertempat di Ksatrian Soepraptono Semarung Koarmatim Ujung, Surabaya. Kamis (29/03/2018).
Usai menerima Falreep dan laporan dari Perwira Staf Logistik (Paslog) Menkav 1 Marinir Letkol Marinir Yanuar Kusnindyo, Pangarmatim beserta rombongan menuju ke ruang VVIP Mako Menkav-1 untuk menerima paparan Profil Menkav-1 oleh Paslog Menkav-1 yang kemudian dilanjutkan dengan Tour Facility di garasi Menkav-1 Marinir untuk meninjau langsung fasilitas garasi tank amphibi yang dimiliki Menka-1 Marinir dan dilanjutkan sesi foto bersama.
Hadir pada acara tersebut, Irarmatim, Para Asisten Pangarmatim, Koorsmin Pangarmatim, Asops Danpasmar-1 Marinir, Danyonkapa-1 Marinir, serta Danyonranratfib-1 Marinir.
(Koarmatim)
Resimen Kavaleri 1/Marinir
Resimen Kavaleri 1/Marinir atau (Menkav 1/Marinir) adalah salah satu Komando Pelaksana (Kolak) dari Pasukan Marinir 1 yang bermarkas di Semarung, Ujung, Surabaya dan mempunyai peran penting sebagai satuan tempur baik dalam operasi militer maupun latihan khussusnya sebagai unsur satuan pemukul dan pendarat dalam suatu operasi pendaratan. Tugas Pokok Resimen Kavaleri 1/Marinir, Membina kemampuan dan menyiapkan unsur unsur Kavaleri Korps Marinir guna melaksanakan operasi pendaratan amfibi, operasi pertahanan pantai, operasi tempur dll.
Menkav-1 Mar yang merupakan salah satu satuan tempur Korps Marinir yang memiliki beberapa kendaraan tempur, meliputi Batalyon Tankfib-1 Mar yang berkedudukan di Karang Pilang dengan unit tempur BMP 3F, PT 76(M), PT 76, AMX 10 PAC dan Tank Recovery, serta Batalyon Ranratfib-1 Mar bertempat di Trian Soepraptono Semarung Ujung Surabaya dengan material tempur BTR 50 P, BTR 50P (M), AMX 10P dan AMX 10P (M) serta Batalyon KAPA-1 Mar (Kendaraan Amfibi Pengangkut Artileri) dengan Material Tempur KAPA 61 dan PTS.
Resimen Kavaleri 1/Marinir dalam struktur organisasi dipimpin oleh seorang Perwira Menengah (Pamen) dengan pangkat Kolonel dan membawahi 3 Satuan Pelaksana (Satlak) antara lain :
-Batalyon Tank Amfibi 1/Mar bermarkas di Karangpilang, Surabaya
-Batalyon Ranratfib 1/Mar bermarkas di Ujung, Surabaya
-Batalyon Kapa 1/Mar bermarkas di Ujung, Surabaya
K-61 Yon KAPA Korps Marinir (photo : Antara)
Saat ini Menkav 1/Mar mengoperasikan berbagai jenis Ranpur diantaranya :
Saat ini Menkav 1/Mar mengoperasikan berbagai jenis Ranpur diantaranya :
Yontankfib 1/Mar mengoperasikan :
-Tank Amfibi PT-76
-Tank Amfibi PT-76 (M)
-Tank Amfibi AMK-10 PAC 90
-Ranpur BRDM-1
-Panser BTR-80A
-Tank Amfibi BMP-3F
Yonranratfib 1/Mar mengoperasikan :
-BTR-50
-AMX-10 P
-BVP-2
-KAAV7A1
Yonkapa 1/Mar mengoperasikan :
-KAPA/K-61
-KAPA/PTS-10 dan (PTS-10 di nobatkan sebagai kendaraan angkut amfibi terbesar milik Korps Marinir TNI AL).
30 Maret 2018
PCG Commissioned 2 More Patrol Vessels, 4 Speedboats from Japan
30 Maret 2018
BRP Cape San Agustin and BRP Cabra (photo : PCG)
PHL gets 6 new floating assets from Japan
On March 28, 6 floating assets were officially added to the inventory of Philippine Coast Guard (PCG) during the commissioning ceremony of Parola-class multi-role response vessels BRP Cape San Agustin (MRRV-4408) and BRP Cabra (MRRV-4409) and turn-over ceremony of four 7-meter class high-speed boats from Japan.
BRP Cape San Agustin and BRP Cabra were acquired through the Maritime Safety Capability Improvement Project (MSCIP) for PCG Phase 1 funded by Japan International Cooperation Agency (JICA) official development assistance (ODA) loan.
Two of four RHIB from Japan (photo : Japanese Embassy)
“The two 44m class patrol vessels, named “Cape San Agustin” and “Cabra” respectively, are the 7th and 8th of the ten Multi-Role Response Vessels (MRRVs) that Japan is providing with its soft loan amounting to 18.7 billion yen (8.5 billion pesos),” the Japanese Embassy in Manila said.
The four 7-meter class high-speed boats, on the other hand, are part of the thirteen high-speed boats pledged under Japan’s grant aid worth 600 million yen (270 million pesos), the Japanese Embassy said.
The PCG also received 3 rigid hull inflatable boats from Japan on November 2017. (photo : Japan Embassy)
First batch of three 7-meter class high-speed boats were turned over November 2017.
“The vessels and boats will enhance the Philippines’ capabilities for law enforcement, help in the prevention of maritime accidents and in the conduct of quick rescue operations, and contribute to the overall improvement of maritime security in the Philippines,” the Japanese embassy said.
It added that these projects are expected to further strengthen the strategic partnership between Japan and the Philippines.
(Mintfo)
BRP Cape San Agustin and BRP Cabra (photo : PCG)
PHL gets 6 new floating assets from Japan
On March 28, 6 floating assets were officially added to the inventory of Philippine Coast Guard (PCG) during the commissioning ceremony of Parola-class multi-role response vessels BRP Cape San Agustin (MRRV-4408) and BRP Cabra (MRRV-4409) and turn-over ceremony of four 7-meter class high-speed boats from Japan.
BRP Cape San Agustin and BRP Cabra were acquired through the Maritime Safety Capability Improvement Project (MSCIP) for PCG Phase 1 funded by Japan International Cooperation Agency (JICA) official development assistance (ODA) loan.
Two of four RHIB from Japan (photo : Japanese Embassy)
“The two 44m class patrol vessels, named “Cape San Agustin” and “Cabra” respectively, are the 7th and 8th of the ten Multi-Role Response Vessels (MRRVs) that Japan is providing with its soft loan amounting to 18.7 billion yen (8.5 billion pesos),” the Japanese Embassy in Manila said.
The four 7-meter class high-speed boats, on the other hand, are part of the thirteen high-speed boats pledged under Japan’s grant aid worth 600 million yen (270 million pesos), the Japanese Embassy said.
The PCG also received 3 rigid hull inflatable boats from Japan on November 2017. (photo : Japan Embassy)
First batch of three 7-meter class high-speed boats were turned over November 2017.
“The vessels and boats will enhance the Philippines’ capabilities for law enforcement, help in the prevention of maritime accidents and in the conduct of quick rescue operations, and contribute to the overall improvement of maritime security in the Philippines,” the Japanese embassy said.
It added that these projects are expected to further strengthen the strategic partnership between Japan and the Philippines.
(Mintfo)
5 Heli Apache Guardian TNI AD Tiba di Semarang
30 Maret 2018
Helikopter AH-64E Guardian TNI AD (all photos : Skuadron 11 Penerbad)
Di akun media sosial Skuadron 11 Penerbad (Penerbangan Angkatan Darat) kemarin ditayangkan foto-foto kedatangan 5 unit helikopter AH-64E Apache Guardian ke Semarang. Dengan tambahan lima helikopter ini maka lengkap sudah delapan unit helikopter Apache Guardian tiba di Indonesia, setelah sebelumnya pada Desember 2017 lalu tiga helikopter telah diterima.
Berbeda dengan kedatangan tiga Apache sebelumnya yang dikirim melalui pesawat angkut C-17 Globemaster pada Desember 2017 lalu, maka kali ini kedatangan lima helikopter ini dikirim melalui kapal laut dan tiba di pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Untuk selanjutnya helikopter ini akan dikirim ke Lanud Ahmad Yani Semarang.
3 helikopter Apache Guardian di kargo kapal pengangkut (photo : Skuadron 11 Penerbad)
Di lanud Ahmad Yani Semarang, heli ini akan dirakit dahulu untuk kemudian ditempatkan di Skuadron 11/Serbu yang merupakan skuadron komposit. Perakitan kelima heli ini diperkirakan memakan waktu 1-2 minggu, sebagai gambaran sewaktu tiga heli sebelumnya datang, lama waktu untuk merakitnya adalah 1 minggu.
Pembelian helikopter ini diumumkan pemerintah Amerika pada bulan september 2012 sebanyak delapan unit AH-64E Apache Guardian yang diproses melalui fasilitas Foreign Military Sales (FMS). Paket pembelian 8 heli dengan senjata lengkap ini sebanyak 4 unit diantaranya dilengkapi dengan radar Longbow.
2 helikopter Apache Guardian di kargo kapal pengangkut (photo : Skuadron 11 Penerbad)
Lanud Ahmad Yani Semarang merupakan pangkalan udara TNI Angkatan Darat yang dipakai sebagai markas beberapa satuan Penerbad yaitu Skuadron 11/Serbu (AH-64E, Bell 205 A1 dan Bell 412 EP), Skuadron 31/Serbu (Mi-17V5 dan Mi-35P) dan Pusdik Penerbad (Hughes 300C dan EC-120)
Beberapa waktu yang lalu muncul rencana penambahan helikopter AH-64E ini, seiring dengan keinginan Pemerintah untuk menempatkan heli Apache di Natuna, namun rencana ini belum ada kabarnya lagi.
(Defense Studies)
Helikopter AH-64E Guardian TNI AD (all photos : Skuadron 11 Penerbad)
Di akun media sosial Skuadron 11 Penerbad (Penerbangan Angkatan Darat) kemarin ditayangkan foto-foto kedatangan 5 unit helikopter AH-64E Apache Guardian ke Semarang. Dengan tambahan lima helikopter ini maka lengkap sudah delapan unit helikopter Apache Guardian tiba di Indonesia, setelah sebelumnya pada Desember 2017 lalu tiga helikopter telah diterima.
Berbeda dengan kedatangan tiga Apache sebelumnya yang dikirim melalui pesawat angkut C-17 Globemaster pada Desember 2017 lalu, maka kali ini kedatangan lima helikopter ini dikirim melalui kapal laut dan tiba di pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Untuk selanjutnya helikopter ini akan dikirim ke Lanud Ahmad Yani Semarang.
3 helikopter Apache Guardian di kargo kapal pengangkut (photo : Skuadron 11 Penerbad)
Di lanud Ahmad Yani Semarang, heli ini akan dirakit dahulu untuk kemudian ditempatkan di Skuadron 11/Serbu yang merupakan skuadron komposit. Perakitan kelima heli ini diperkirakan memakan waktu 1-2 minggu, sebagai gambaran sewaktu tiga heli sebelumnya datang, lama waktu untuk merakitnya adalah 1 minggu.
Pembelian helikopter ini diumumkan pemerintah Amerika pada bulan september 2012 sebanyak delapan unit AH-64E Apache Guardian yang diproses melalui fasilitas Foreign Military Sales (FMS). Paket pembelian 8 heli dengan senjata lengkap ini sebanyak 4 unit diantaranya dilengkapi dengan radar Longbow.
2 helikopter Apache Guardian di kargo kapal pengangkut (photo : Skuadron 11 Penerbad)
Lanud Ahmad Yani Semarang merupakan pangkalan udara TNI Angkatan Darat yang dipakai sebagai markas beberapa satuan Penerbad yaitu Skuadron 11/Serbu (AH-64E, Bell 205 A1 dan Bell 412 EP), Skuadron 31/Serbu (Mi-17V5 dan Mi-35P) dan Pusdik Penerbad (Hughes 300C dan EC-120)
Beberapa waktu yang lalu muncul rencana penambahan helikopter AH-64E ini, seiring dengan keinginan Pemerintah untuk menempatkan heli Apache di Natuna, namun rencana ini belum ada kabarnya lagi.
(Defense Studies)
Myanmar Navy to Test Indian Waters in a Joint Naval Exercise with India
30 Maret 2018
Myanmar Navy's UMS King Sin Phyu Shin frigate F14 (photo : MDW)
Battleships from Myanmar have arrived at Vishakhapatnam to take part in India and Myanmar Navy Exercise 2018 (IMNEX-18). The exercise is being held off the eastern coast of India.
The exercise will be carried out in two phases namely the harbour phase (25th-30th March) and the sea phase (31st March-3rd April)
UMS King Sin Phyu Shin (Frigate) and UMS Inlay (Off-shore patrol vessel) are the two Myanmarese navy battleships that are taking part in the joint exercise.
The exercise is aimed at strengthening professional interaction between the two navies, both in harbour and at sea. This will kick-start the process of attaining interoperability between the two navies. The Myanmar navy had also participated in the recently concluded MILAN-18 maritime exercise at Port Blair.
Myanmar Navy's UMS Inlay OPV (54) (photo : MDW)
The Indian Navy would be represented by INS Sahyadri (Anti-Submarine Warfare (ASW) Stealth Frigate), INS Kamorta (ASW stealth Corvette), a Chetak helicopter, two Hawk advanced jet trainer aircrafts and a submarine.
The harbour phase encompasses briefings, practical demonstrations, professional discussions, social interactions, cross-deck visits and sports fixtures. The Sea Phase will include complex operations including Fleet manoeuvres, gun firings as well as coordinated anti-submarine exercises.
(India Today)
Myanmar Navy's UMS King Sin Phyu Shin frigate F14 (photo : MDW)
The exercise will be carried out in two phases namely the harbour phase (25th-30th March) and the sea phase (31st March-3rd April)
UMS King Sin Phyu Shin (Frigate) and UMS Inlay (Off-shore patrol vessel) are the two Myanmarese navy battleships that are taking part in the joint exercise.
The exercise is aimed at strengthening professional interaction between the two navies, both in harbour and at sea. This will kick-start the process of attaining interoperability between the two navies. The Myanmar navy had also participated in the recently concluded MILAN-18 maritime exercise at Port Blair.
Myanmar Navy's UMS Inlay OPV (54) (photo : MDW)
The harbour phase encompasses briefings, practical demonstrations, professional discussions, social interactions, cross-deck visits and sports fixtures. The Sea Phase will include complex operations including Fleet manoeuvres, gun firings as well as coordinated anti-submarine exercises.
(India Today)
Panglima TNI Berencana Beli Heli Angkut Kapasitas Besar
30 Maret 2018
TNI AD berencana membeli heli CH-47 Chinook (photo : Keith Newsome)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengaku akan melakukan pengadaan helikopter angkut kapasitas besar yang bertujuan mendukung pasokan logistik bagi pasukan pengamanan perbatasan.
Hal itu dikatakannya saat berbicara tentang penguatan pengamanan perbatasan yang akan dimasukkan dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI periode 2019-2024.
"Ke depan kita akan rencanakan untuk pengadaan pesawat Heli yang berkapasitas besar pada Renstra II TNI," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang didapatkan CNNIndonesia.com, Kamis (29/3).
Menurut Hadi, heli angkut yang saat ini dimiliki TNI masih berkapasitas kecil sehingga pengiriman logistik bagi pasukan satuan pengamanannya perbatasan (Pamtas) kurang maksimal.
Terkait penguatan pengamanan perbatasan, Panglima juga berencana memasukan isu itu ke dalam Renstra 2019-2024.
"Tentu semuanya akan dirangkum dan dimasukkan dalam Renstra," kata Hadi.
TNI AU belum mengoperasikan heli AW-101 yang sudah dimilikinya (photo : RMOL)
Hadi menuturkan sejumlah isu lain yang perlu diperhatikan dalam pengamanan perbatasan, yakni soal patok batas negara dan jalur-jalur tikus yang kerap dimanfaatkan sebagai jalur penyelundupan.
Lebih lanjut, Hadi mengaku perlu ada kerjasama dengan kepolisian dalam rangka pengamanan perbatasan dan untuk itu akan ada pertukaran informasi antara TNI dan Polri, khususnya dalam rangka mencegah terjadinya penyelundupan.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menilai kerjasama antara TNI dan Polri dalam pengamanan perbatasan diperlukan karena jumlah personil Polri di perbatasan jumlahnya terbatas.
"Dalam keadaan tangkap tangan, si pelanggar hukum misalnya teroris melalui lintas batas membawa senjata, siapapun boleh menangkapnya apalagi prajurit TNI yang sedang bertugas menjaga perbatasan," tutur Tito.
Sebelumnya, TNI AU saat dipimpin Marsekal Agus Supriatna pernah melakukan pengadaan helikopter angkut berkapasitas besar Augusta Westland (AW) 101.
Pengadaan itu menuai masalah karena diduga ada penggelembungan harga atau mark-up nilai proyek. KPK dan Propam TNI AU kemudian menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka.
(CNN)
TNI AD berencana membeli heli CH-47 Chinook (photo : Keith Newsome)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengaku akan melakukan pengadaan helikopter angkut kapasitas besar yang bertujuan mendukung pasokan logistik bagi pasukan pengamanan perbatasan.
Hal itu dikatakannya saat berbicara tentang penguatan pengamanan perbatasan yang akan dimasukkan dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI periode 2019-2024.
"Ke depan kita akan rencanakan untuk pengadaan pesawat Heli yang berkapasitas besar pada Renstra II TNI," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang didapatkan CNNIndonesia.com, Kamis (29/3).
Menurut Hadi, heli angkut yang saat ini dimiliki TNI masih berkapasitas kecil sehingga pengiriman logistik bagi pasukan satuan pengamanannya perbatasan (Pamtas) kurang maksimal.
Terkait penguatan pengamanan perbatasan, Panglima juga berencana memasukan isu itu ke dalam Renstra 2019-2024.
"Tentu semuanya akan dirangkum dan dimasukkan dalam Renstra," kata Hadi.
TNI AU belum mengoperasikan heli AW-101 yang sudah dimilikinya (photo : RMOL)
Hadi menuturkan sejumlah isu lain yang perlu diperhatikan dalam pengamanan perbatasan, yakni soal patok batas negara dan jalur-jalur tikus yang kerap dimanfaatkan sebagai jalur penyelundupan.
Lebih lanjut, Hadi mengaku perlu ada kerjasama dengan kepolisian dalam rangka pengamanan perbatasan dan untuk itu akan ada pertukaran informasi antara TNI dan Polri, khususnya dalam rangka mencegah terjadinya penyelundupan.
Di sisi lain, Kapolri Jenderal Tito Karnavian menilai kerjasama antara TNI dan Polri dalam pengamanan perbatasan diperlukan karena jumlah personil Polri di perbatasan jumlahnya terbatas.
"Dalam keadaan tangkap tangan, si pelanggar hukum misalnya teroris melalui lintas batas membawa senjata, siapapun boleh menangkapnya apalagi prajurit TNI yang sedang bertugas menjaga perbatasan," tutur Tito.
Sebelumnya, TNI AU saat dipimpin Marsekal Agus Supriatna pernah melakukan pengadaan helikopter angkut berkapasitas besar Augusta Westland (AW) 101.
Pengadaan itu menuai masalah karena diduga ada penggelembungan harga atau mark-up nilai proyek. KPK dan Propam TNI AU kemudian menetapkan sejumlah pihak sebagai tersangka.
(CNN)
Singapore Confirms Delivery of Aster 30 Missile
30 Maret 2018
The Republic of Singapore Air Force's MBDA Aster 30 SAMP/T medium- to long-range ground-based weapon mounted on a militarized MAN TG-series eight-wheel drive vehicle. (photo : DefenseNews)
MELBOURNE, Australia ― Singapore has given the first glimpse of its latest addition to the multilayered air defense network defending the southeast Asian island nation.
A video posted on social media Wednesday by the Republic of Singapore Air Force as part of its 50th Anniversary celebrations showed the MBDA Aster 30 SAMP/T medium- to long-range ground-based weapon mounted on a militarized MAN TG-series eight-wheel drive vehicle.
The video, which was taken down Thursday afternoon local time, also included close-ups of the front and the rear of the eight missile canisters.
Singapore announced that it had ordered the Aster 30 SAMP/T in 2013 to replace the Raytheon MIM-23 Improved HAWK missiles currently in service with the Air Force’s 163 Squadron. The country has not disclosed the number of systems it ordered. However, Sweden’s Stockholm International Peace Research Institute said in its annually updated arms trade register that Singapore acquired two systems and 200 Aster 30 missiles, with a reported contract value of €651 million (U.S. $805 million).
The think tank also reported that one system and 100 Aster 30 missiles were delivered in 2017, with an industry source corroborating for Defense News the number of systems delivered so far. The source was unable to comment on the number of missiles delivered. A typical system comprises four to six missile-launch units.
“The RSAF has taken delivery of the Aster 30 missile system,” a Singapore Ministry of Defence spokesperson told Defense News in a statement, adding that the system is undergoing local testing and integration into Singapore’s enhanced Island Air Defence system.
The Republic of Singapore Air Force's close up of the Aster 30 launchers. (photo : DefenseNews)
The Aster 30’s weapon is a vertically launched, two-stage, 16-foot surface-to-air missile weighing 990 pounds. The solid-propellant booster shapes the missile trajectory in the direction of the target before separating a few seconds after the launch, with the missile inertially guided up to the midcourse phase using refreshed target data transmitted by the engagement module through the multifunction radar, before switching to an electromagnetic active seeker in the terminal homing phase.
MBDA lists the Aster 30 as having a range in excess of 100 kilometers, or about 63 miles.
Manufacturer MBDA describes the SAMP/T, which stands for Sol-Air Moyenne Portée/Terrestre in French, or Surface-to-Air Medium Range/Land, as a mobile anti-aircraft defense weapon for protection of deployed forces and sensitive sites against missile threats, including cruise, stand-off and ballistic missiles, as well as aircraft.
Upgrades to the Aster 30 are planned by development partners France and Italy, with the Block 1 New Technology upgrade to allow the Aster 30 to hit ballistic missiles with a range of 1,000 kilomters. The further-improved block to expected to be able to engage ballistic missiles with a range of up to 3,000 kilometers. The current Aster 30 Block 1 can intercept incoming missiles with a range of 600 kilometers.
Singapore joins France and Italy as customers of the ground-based SAMP/T. However, the Asian nation has decided not to adopt the upgraded Arabel radar and the European command-and-control systems alongside its Aster 30 SAMP/Ts, instead opting for the Thales Ground Master 200 radar and merging it into its own integrated air defense network.
Singapore’s Navy already uses the Aster missile, operating the Aster 15 on its six Formidable-class frigates that began entering service in 2007. Each frigate contains 32 vertical launchers for the shorter-range Aster 15, although it is unknown if the service plans to use the Aster 30 onboard the ships.
(DefenseNews)
The Republic of Singapore Air Force's MBDA Aster 30 SAMP/T medium- to long-range ground-based weapon mounted on a militarized MAN TG-series eight-wheel drive vehicle. (photo : DefenseNews)
MELBOURNE, Australia ― Singapore has given the first glimpse of its latest addition to the multilayered air defense network defending the southeast Asian island nation.
A video posted on social media Wednesday by the Republic of Singapore Air Force as part of its 50th Anniversary celebrations showed the MBDA Aster 30 SAMP/T medium- to long-range ground-based weapon mounted on a militarized MAN TG-series eight-wheel drive vehicle.
The video, which was taken down Thursday afternoon local time, also included close-ups of the front and the rear of the eight missile canisters.
Singapore announced that it had ordered the Aster 30 SAMP/T in 2013 to replace the Raytheon MIM-23 Improved HAWK missiles currently in service with the Air Force’s 163 Squadron. The country has not disclosed the number of systems it ordered. However, Sweden’s Stockholm International Peace Research Institute said in its annually updated arms trade register that Singapore acquired two systems and 200 Aster 30 missiles, with a reported contract value of €651 million (U.S. $805 million).
The think tank also reported that one system and 100 Aster 30 missiles were delivered in 2017, with an industry source corroborating for Defense News the number of systems delivered so far. The source was unable to comment on the number of missiles delivered. A typical system comprises four to six missile-launch units.
“The RSAF has taken delivery of the Aster 30 missile system,” a Singapore Ministry of Defence spokesperson told Defense News in a statement, adding that the system is undergoing local testing and integration into Singapore’s enhanced Island Air Defence system.
The Republic of Singapore Air Force's close up of the Aster 30 launchers. (photo : DefenseNews)
MBDA lists the Aster 30 as having a range in excess of 100 kilometers, or about 63 miles.
Manufacturer MBDA describes the SAMP/T, which stands for Sol-Air Moyenne Portée/Terrestre in French, or Surface-to-Air Medium Range/Land, as a mobile anti-aircraft defense weapon for protection of deployed forces and sensitive sites against missile threats, including cruise, stand-off and ballistic missiles, as well as aircraft.
Upgrades to the Aster 30 are planned by development partners France and Italy, with the Block 1 New Technology upgrade to allow the Aster 30 to hit ballistic missiles with a range of 1,000 kilomters. The further-improved block to expected to be able to engage ballistic missiles with a range of up to 3,000 kilometers. The current Aster 30 Block 1 can intercept incoming missiles with a range of 600 kilometers.
Singapore joins France and Italy as customers of the ground-based SAMP/T. However, the Asian nation has decided not to adopt the upgraded Arabel radar and the European command-and-control systems alongside its Aster 30 SAMP/Ts, instead opting for the Thales Ground Master 200 radar and merging it into its own integrated air defense network.
Singapore’s Navy already uses the Aster missile, operating the Aster 15 on its six Formidable-class frigates that began entering service in 2007. Each frigate contains 32 vertical launchers for the shorter-range Aster 15, although it is unknown if the service plans to use the Aster 30 onboard the ships.
(DefenseNews)
Pesawat Tempur Generasi 4,5 Gantikan Skadron 12
30 Maret 2018
Kandidat pesawat tempur pengganti Hawk 100/200 adalah IF-X/KF-X (medium), F/A-50 (ringan) (photo : Jane's)
Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Yuyu Sutisna menyatakan, pesawat tempur Hawk "Black Panther" 100/200 yang memperkuat Skuadron Udara 12 Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin akan diganti dengan generasi 4,5.
"Ke depan Hawk 100/200 akan diganti dengan yang baru. Generasi 4,5, itu akan dimasukkan ke Renstra (rencana strategis) IV, tahun 2020," kata Marsekal Yuyu kepada Antara dalam kunjungan kerjanya ke Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Riau, Kamis (29/3/2018).
(Antara)
Kandidat pesawat tempur pengganti Hawk 100/200 adalah IF-X/KF-X (medium), F/A-50 (ringan) (photo : Jane's)
Pekanbaru (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Yuyu Sutisna menyatakan, pesawat tempur Hawk "Black Panther" 100/200 yang memperkuat Skuadron Udara 12 Pangkalan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin akan diganti dengan generasi 4,5.
"Ke depan Hawk 100/200 akan diganti dengan yang baru. Generasi 4,5, itu akan dimasukkan ke Renstra (rencana strategis) IV, tahun 2020," kata Marsekal Yuyu kepada Antara dalam kunjungan kerjanya ke Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru, Riau, Kamis (29/3/2018).
Pesawat generasi 4,5 memiliki kelebihan pada mesin yang dapat beroperasi dalam jangka panjang serta kemampuan pesawat dalam mengangkat beban seperti senjata dan bahan bakar dalam jarak jauh. Karena itu, dianggap cocok untuk Indonesia yang memiliki wilayah luas.
Marsekal Yuyu menuturkan, dipilihnya pesawat tempur generasi 4,5 dianggap tepat untuk menggantikan Hawk 100/200 yang telah beroperasi sejak 1994-1995 silam.
"Pesawat Hawk sudah beroperasi dari tahun 1994-1995. Sehingga sampai 2020 usianya sudah 25 tahunan. Sehingga harus dilakukan peremajaan dan diganti pesawat tempur 4,5," ujarnya.
Meski nantinya bakal diganti dengan pesawat generasi 4,5, Yuyu mengatakan, nama Skuadron 12 tidak akan diganti.
Lebih jauh, selain peremajaan pesawat Hawk 100/200, Lanud Roesmin Nurjadi yang juga diperkuat dengan Skuadron Udara 16 dengan berisikan F-16 Block A/B akan tetap dipertahankan.
Hanya saja, dia menuturkan, F-16 yang ada saat ini secara bertahap akan diganti dengan F-16 "fighting falcon" Block 52ID yang saat ini berada di Lanud Iswahyudi, Madiun.
"Untuk F-16 masih tetap. Kita sudah miliki tipe lama A/B. Kemarin kita kedatangan 24 F-16 tipe C/D dan akan diganti secara bertahap," ujarnya.
Lanud Roesmin Nurjadin merupakan satu-satunya pangkalan militer tipe A di Sumatra yang dilengkapi dua skuadron pesawat tempur TNI AU, yaitu Skuadron Udara 12 yang bermaterikan Hawk 100/200 buatan British Aerospace, dan Skuadron Udara 16 yang bermaterikan F-16 Fighting Falcon Block 52ID.
Selain Skuadron Udara 16, masih ada "saudara tua" mereka yang juga bermaterikan F-16A/B, yaitu Skuadron Udara 3 yang berpangkalan di Pangkalan Udara Utama TNI AU Iswahyudi.
Ke-12 unit F-16A/B di Skuadron Udara 3 itu dibeli baru sama sekali sehingga Indonesia termasuk negara pertama ASEAN operator pesawat tempur itu, setelah Singapura dan Thailand.
Thales Australia to Demo Armored Vehicles in France
30 Maret 2018
Bushmaster and Hawkei (photo : Thales)
Bushmaster and Hawkei, together for the first time in France!
Thales's two famous protected vehicles, Bushmaster and Hawkei, produced in Bendigo, arrived at the Fleury les Aubrais site.
They will stay there for several months to serve as demonstrators for potential export clients
(Thales Australia)
Bushmaster and Hawkei (photo : Thales)
Bushmaster and Hawkei, together for the first time in France!
Thales's two famous protected vehicles, Bushmaster and Hawkei, produced in Bendigo, arrived at the Fleury les Aubrais site.
They will stay there for several months to serve as demonstrators for potential export clients
29 Maret 2018
Kasau : Penerbang TNI AU Harus Mampu Terbang Operasi Malam Hari
29 Maret 2018
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 16 (photo : riaueksis)
TNI AU - Pekanbaru – Dispenau - Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Yuyu Sutisna, S.E., M.M. menegaskan, para penerbang TNI AU harus memiliki kemampuan terbang malam hari.
Menurut Kasau, idealnya, kemampuan terbang pada malam hari sama dengan kemampuan terbang siang hari, karena sekarang para penerbang sudah dilengkapi dengan fasilitas helmet berkemampuan Night Vision Goggles (NVG) yang dapat membantu penglihatan penerbang saat malam hari.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 1 (photo : peloporwiratama)
“Saya sangat concern terhadap kemampuan operasi terbang malam, para penerbang memang harus memiliki kemampuan tempur malam hari karena adanya helmet berkemampuan Night Vision Goggles (NVG) yang dapat membantu penglihatan penerbang saat malam hari” kata Kasau.
Penegasan tersebut disampaikan Kasau kepada para penerbang di jajaran Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru saat melakukan kunjungan dan peninjauan kesiapan satuan-satuan udara yang ada di Bumi Lancang Kuning ini.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 21 (photo : TNI AU)
Terkait dengan masih adanya keterbatasan beberapa fasilitas pendukung operasi penerbangan, seperti dukungan pesawat tanker KC-130 untuk air refueling, kesiapan simulator pesawat Hawk 109/209, kemampuan persenjataan Beyond Visual Range (BVR), Radar serta ketersediaan suku cadang, Kasau meminta kepada pejabat terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 15 (photo : solopos)
Dalam kunjungannya, Kasau yang didampingi para Asisten Kasau, Pangkohanudnas, Pangkoopsau l, Dankoharmatau, Dankorpaskhas, beberapa Kadis jajaran Mabesau serta Komandan Lanud Roesmin Nurjadin.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 11 (photo : okezone)
Beberapa satuan Lanud Roesmin Nurjadin yang dikunjungi Kasau meliputi Skadron Udara 12 dan 16, Simulator pesawat Hawk 109/209, Skatek 045 serta RSAU dr. Sukirman.
(TNI AU)
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 16 (photo : riaueksis)
TNI AU - Pekanbaru – Dispenau - Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal TNI Yuyu Sutisna, S.E., M.M. menegaskan, para penerbang TNI AU harus memiliki kemampuan terbang malam hari.
Menurut Kasau, idealnya, kemampuan terbang pada malam hari sama dengan kemampuan terbang siang hari, karena sekarang para penerbang sudah dilengkapi dengan fasilitas helmet berkemampuan Night Vision Goggles (NVG) yang dapat membantu penglihatan penerbang saat malam hari.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 1 (photo : peloporwiratama)
“Saya sangat concern terhadap kemampuan operasi terbang malam, para penerbang memang harus memiliki kemampuan tempur malam hari karena adanya helmet berkemampuan Night Vision Goggles (NVG) yang dapat membantu penglihatan penerbang saat malam hari” kata Kasau.
Penegasan tersebut disampaikan Kasau kepada para penerbang di jajaran Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru saat melakukan kunjungan dan peninjauan kesiapan satuan-satuan udara yang ada di Bumi Lancang Kuning ini.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 21 (photo : TNI AU)
Terkait dengan masih adanya keterbatasan beberapa fasilitas pendukung operasi penerbangan, seperti dukungan pesawat tanker KC-130 untuk air refueling, kesiapan simulator pesawat Hawk 109/209, kemampuan persenjataan Beyond Visual Range (BVR), Radar serta ketersediaan suku cadang, Kasau meminta kepada pejabat terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan tersebut.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 15 (photo : solopos)
Dalam kunjungannya, Kasau yang didampingi para Asisten Kasau, Pangkohanudnas, Pangkoopsau l, Dankoharmatau, Dankorpaskhas, beberapa Kadis jajaran Mabesau serta Komandan Lanud Roesmin Nurjadin.
Latihan terbang malam pesawat tempur Skuadron 11 (photo : okezone)
Beberapa satuan Lanud Roesmin Nurjadin yang dikunjungi Kasau meliputi Skadron Udara 12 dan 16, Simulator pesawat Hawk 109/209, Skatek 045 serta RSAU dr. Sukirman.
(TNI AU)
Japan to Provide Spares for Donated TC-90 Patrol Planes
29 Maret 2018
Three donated TC-90 aircraft (photo : Japan Times)
Japan to provide spares for donated patrol planes
MANILA -- The Japanese government has committed to provide spare parts and capacity fielding in maintaining the five Beechcraft King Air TC-90 patrol airplanes that it has donated to ensure that these are always operational, the Philippine Navy (PN) has said.
"Having assured of their unwavering support, I am confident that we will be able to operate, maintain and sustain the five TC-90s that will become relevant in achieving our goals of our Active Archipelagic Defense Strategy (AADS); pursuit of our vision that, by 2020, we shall be strong and credible that our maritime nation will be proud of," Navy flag-officer-in-command, Rear Adm. Robert Empedrad, said during the handover ceremony for three TC-90s in Sangley Point, Cavite City Monday.
Under the AADS, the Navy is planning to boost its maritime surveillance capability to fully secure the country’s territorial waters, which is among the largest in the world, and the TC-90s can help achieve this goal, Empedrad said.
The TC-90, which is part of the Beechcraft King Air aircraft family, was offered by Japan shortly after the Agreement Concerning the Transfer of Defense Equipment and Technology was finalized on Feb. 29, 2016.
The first two TC-90s were delivered to the Philippines on March 27, 2017 while the last three were handed over to the Navy on Monday.
The TC-90 has a range of more than 1,000 nautical miles, and a cruising speed of 226 knots and is capable of carrying eight passengers along with the pilot.
To date, the Navy is operating six Norman Britten "Islander" patrol aircraft, five AgustaWestland combat utility helicopters, and one Robinson R-22 training helicopter.
(PNA)
Three donated TC-90 aircraft (photo : Japan Times)
Japan to provide spares for donated patrol planes
MANILA -- The Japanese government has committed to provide spare parts and capacity fielding in maintaining the five Beechcraft King Air TC-90 patrol airplanes that it has donated to ensure that these are always operational, the Philippine Navy (PN) has said.
"Having assured of their unwavering support, I am confident that we will be able to operate, maintain and sustain the five TC-90s that will become relevant in achieving our goals of our Active Archipelagic Defense Strategy (AADS); pursuit of our vision that, by 2020, we shall be strong and credible that our maritime nation will be proud of," Navy flag-officer-in-command, Rear Adm. Robert Empedrad, said during the handover ceremony for three TC-90s in Sangley Point, Cavite City Monday.
Under the AADS, the Navy is planning to boost its maritime surveillance capability to fully secure the country’s territorial waters, which is among the largest in the world, and the TC-90s can help achieve this goal, Empedrad said.
The TC-90, which is part of the Beechcraft King Air aircraft family, was offered by Japan shortly after the Agreement Concerning the Transfer of Defense Equipment and Technology was finalized on Feb. 29, 2016.
The first two TC-90s were delivered to the Philippines on March 27, 2017 while the last three were handed over to the Navy on Monday.
The TC-90 has a range of more than 1,000 nautical miles, and a cruising speed of 226 knots and is capable of carrying eight passengers along with the pilot.
To date, the Navy is operating six Norman Britten "Islander" patrol aircraft, five AgustaWestland combat utility helicopters, and one Robinson R-22 training helicopter.
(PNA)