04 Juli 2025

Momen Pertama Pilot Uji TNI AU Terbangkan Prototipe KF-21 Menempati Kursi Depan

04 Juli 2025

Pilot uji RI ketika selama satu jam duduk sebagai pilot utama pesawat KF-21 Boramae (photos: Kemhan)

Simbol Kemandirian dan Kerja Sama Pertahanan Strategis RI-Korea Selatan, Pilot Uji TNI AU Terbangkan Prototipe KF-21

Sacheon – Sebuah tonggak bersejarah tercipta dalam kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Korea Selatan melalui keberhasilan penerbangan perdana oleh pilot uji TNI Angkatan Udara (TNI AU), Kolonel Pnb Ferrel Rigonald, yang menempati kursi depan (front seat) dalam uji terbang pesawat tempur prototipe KF-21 Boramae. Penerbangan ini dilaksanakan pada Jumat, 27 Juni 2025, dari Pangkalan Udara Sacheon, Korea Selatan.

Dalam misi ini, Kolonel Ferrel didampingi oleh pilot uji dari Korea Aerospace Industries (KAI), Koh Hwi Seok, yang menempati kursi belakang. Mereka mengudara pada pukul 09.45 waktu setempat dan melakukan serangkaian manuver pengujian di ketinggian 20.000 kaki selama kurang lebih satu jam. Penerbangan ini berlangsung lancar dan sukses, menandai kontribusi langsung Indonesia dalam proses pengujian dan pengembangan pesawat tempur generasi 4.5 tersebut.

Keikutsertaan pilot TNI AU dalam fase uji terbang tidak hanya mencerminkan transfer teknologi dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia pertahanan Indonesia, tetapi juga menjadi simbol kuat dari semangat kemitraan strategis Indonesia dan Korea Selatan dalam program pengembangan pesawat tempur KF-21/IF-X.

Momentum ini menegaskan komitmen bersama kedua negara untuk terus melanjutkan kolaborasi pengembangan teknologi tinggi di sektor pertahanan, yang sejalan dengan visi Indonesia dalam membangun kemandirian industri pertahanan nasional. Partisipasi aktif Indonesia dalam program KF-21 juga memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra utama dalam pengembangan platform pertahanan masa depan.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia menyambut baik keberhasilan ini sebagai bagian dari langkah konkret dalam modernisasi alutsista dan penguatan kemampuan pertahanan nasional berbasis inovasi dan kerja sama internasional.

(Kemhan)

EM&E Group Supplies Two Aunav.NEO HD Robots to the DENJAKA of Indonesian Navy

04 Juli 2025

Aunav.NEO HD robots (photo: EM&E)

Madrid --- EM&E Group, a leading Spanish company in innovation and technology for Defence and Security, proudly announces the consolidation of its presence in the Indonesian. Through its robotics division aunav, the company has successfully completed delivery of the aunav.NEO HD robots, solidifying its role as a key provider of cutting-edge solutions in the region.

The successful delivery includes two aunav.NEO HD robots, for C-IED and CBRN operations, now already deployed and operational with the Indonesian Marine Corps (Denjaka), further strengthening the operational capabilities of the Indonesian Navy.

The aunav.NEO HD are designed to enhance mission efficiency and safety across diverse naval missions. EM&E group remains committed to providing cutting-edge technology to bolster the strategic objectives of the Indonesian Navy.

Rafael de Solis, director of EM&E’s robotics division, expresses: “This delivery reinforces our presence in the Indonesian Navy and demonstrates our client’s confidence in our aunav.NEO HD robots”.

Raoul Dominguez, APAC Regional Director for EM&E Group, adds: “Our client satisfaction stems not only from the quality and innovative features of our aunav.NEO HD robot, but also from the comprehensive service we provide. This includes user training and on-site technical maintenance support”.

Kesepakatan Kapal Selam Thailand Telah Disetujui: Phumtham

04 Juli 2025

Kapal selam S26T varian Yuan class turunan kelas Kilo dari Rusia (photo: Chinamil)

Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Dalam Negeri yang baru diangkat, Phumtham Wechayachai mengatakan saat mengucapkan selamat tinggal kepada Kementerian Pertahanan hari ini (2 Juli) bahwa ia telah menyetujui rencana Angkatan Laut yang telah lama tertunda untuk membeli kapal selam S26T buatan China dan rencana ini sekarang akan diserahkan ke kabinet untuk persetujuan akhir.

Wakil Menteri Pertahanan Jenderal Nattaphon Narkhanit yang bertindak sebagai menteri sementara karena kursi ini dibiarkan kosong dalam susunan kabinet yang baru hadir untuk menyambutnya. Upacara pengambilan sumpah di hadapan anggota kerajaan dilaksanakan pada 3 Juli.

Phumtham, yang secara de facto dipandang sebagai tangan kanan pendiri partai Pheu Thai yakni Thaksin Shinawatra, mengatakan rencana pembelian kapal selam harus melalui Wakil Perdana Menteri untuk urusan keamanan dan ia menyetujuinya pada hari Senin (30 Juni) sebelum dia berpindah ke Kementerian Dalam Negeri.

Rencana Angkatan Laut untuk membeli kapal selam kelas Yuan S26T seharga 12,4 miliar baht, turunan dari kapal selam kelas Kilo Rusia, dari China Shipbuilding & Offshore International dengan mesin buatan China yang akan dipasang di kapal sebagai pengganti mesin Jerman telah menemui kendala selama beberapa tahun terakhir.

Beberapa laksamana angkatan laut sebelumnya telah mendorong penggantian mesin MTU396 buatan Jerman dengan mesin CHD620 buatan China meskipun faktanya mesin China tersebut belum pernah digunakan oleh angkatan laut dunia mana pun, termasuk angkatan laut China.

Di antara negara-negara anggota Uni Eropa lainnya, Jerman praktis telah memboikot ekspor sistem persenjataan dan perangkat keras militer ke China.

Jet tempur Gripen
Namun, Phumtham mengatakan bahwa ia belum menandatangani persetujuan untuk pembelian satu skuadron jet tempur Saab JAS 39E karena menteri pertahanan yang baru harus mengikuti rencana pembelian tersebut.

Angkatan udara telah mengevaluasi pembelian jet tempur JAS 39E Gripen buatan Swedia atau jet tempur F-16 Block 70 Fighting Falcon buatan AS dan memberikan lebih banyak poin kepada yang pertama.

Mengenai jabatan menteri pertahanan yang dibiarkan kosong, Phumtham mengatakan ini bukan sesuatu yang ingin dibicarakan oleh pemerintah. Sementara itu, meskipun kementerian utama ini sebelumnya berada di bawah Partai Pheu Thai, hal ini tidak penting karena faktor pentingnya adalah menteri pertahanan yang baru harus mampu dan dapat memiliki hubungan baik dengan berbagai cabang angkatan bersenjata.

03 Juli 2025

Lanud RSN Siap Sambut Kedatangan Batch Pertama Pesawat Tempur Rafale

03 Juli 2025

Peninjauan kesiapan fasilitas Lanud Roesmin Nurjadin dalam mendukung seluruh kebutuhan teknis dan operasional pesawat Rafale (photos: TNI AU)

TNI AU.  Pangkalan TNI AU Roesmin Nurjadin semakin memantapkan langkahnya sebagai basis operasional pertama pesawat tempur Rafale. Dalam rangkaian kunjungan kerja tim dari Dassault Aviation dan Thales Prancis, Rabu (2/7/2025), Komandan Lanud Roesmin Nurjadin Marsma TNI Abdul Haris, M.M.Pol., M.M.O.A.S., menerima paparan kesiapan Ferry Mission dan Ground Aircraft Needs (GAN) di Ruang Rapat Nakula, VIP Pandawa, sebagai bagian dari persiapan menyambut kedatangan batch pertama Rafale pada Januari 2026 mendatang.


CEO PT Dassault Aviation Indonesia, Jerome Puech, menyampaikan bahwa seluruh proses pengadaan berjalan sesuai timeline. Ia juga menyampaikan optimismenya terhadap kesiapan fasilitas Lanud Roesmin Nurjadin dalam mendukung seluruh kebutuhan teknis dan operasional pesawat Rafale. “Kegiatan site survey hari ini adalah bagian penting dalam memastikan seluruh aspek teknis dan logistik berjalan tepat waktu, mulai dari pengiriman hingga serah terima pesawat,” ujarnya.


Dalam sesi diskusi dan pemaparan teknis, hadir pula para ahli dari Dassault dan Thales, termasuk Flight Test Engineer, Program Manager, hingga para insinyur spesialis dari Prancis yang akan melaksanakan survei lapangan terhadap hanggar, apron, gedung simulator, fasilitas pendukung, serta Skadron Udara 12 selaku pengguna awal.


Danlanud RSN Marsma TNI Abdul Haris menyampaikan, bahwa kedatangan Rafale merupakan tonggak penting modernisasi kekuatan udara nasional. Sebagai home base pertama, Lanud RSN memiliki tanggung jawab besar untuk menjamin kesiapan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sistem pendukung lainnya. “Kami berkomitmen menjadi pangkalan yang profesional, militan, dan inovatif dalam menyambut era baru ini,” tegasnya.


Untuk mendukung kelancaran seluruh proses, Danlanud juga menginstruksikan kepada para pejabat terkait di lingkungan Lanud Roesmin Nurjadin agar memberikan dukungan penuh terhadap pelaksanaan site survey, menyajikan data yang akurat, dan merespons cepat setiap kebutuhan teknis yang diperlukan demi kesuksesan misi Ferry Mission dan pengoperasian Rafale di Indonesia.

Kapal LCS-2 Diresmikan Sebagai KD Raja Muda Nala

03 Juli 2025

KD Raja Nuda Nala 2302 (photos: Bernama, TLDM)

Detik Bersejarah: Raja Muda Nala, Nadi Pertahanan Maritim Negara

Dalam sebuah upacara penuh adat dan bersejarah di Limbungan Lumut Naval Shipyard (LUNAS), Pangkalan TLDM Lumut hari ini, kapal kedua Littoral Combat Ship (LCS) Tentera Laut Diraja Malaysia (TLDM) telah selamat dilancar dan dinamakan. Detik penting ini disempurnakan oleh DYMM Tengku Permaisuri Hajah Norashikin, disaksikan bersama DYMM Sultan Selangor, Sultan Sharafuddin Idris Shah.


Sebagai Royal Sponsor, DYMM Tengku Permaisuri Selangor telah berkenan menamakan kapal LCS 2 ini sebagai RAJA MUDA NALA. Pemilihan nama ini bukan sekadar lambang, tetapi sebuah deklarasi makna yang mendalam. Ia dipilih bagi melambangkan keazaman, keberanian, dan semangat juang seorang tokoh terbilang yang berani mempertahankan kedaulatan Negeri Selangor.


Nama RAJA MUDA NALA ini diharapkan dapat menyuntik semangat patriotisme dan keberanian dalam jiwa setiap wira laut yang akan mengemudi kapal ini. Penamaan ini juga secara jelas meneruskan warisan kepahlawanan diraja, sekaligus memperkukuh semangat patriotisme dalam memartabatkan pertahanan maritim negara kini dan pada masa hadapan.


Dengan pelancaran LCS RAJA MUDA NALA, Malaysia kini memiliki aset pertahanan maritim yang lebih canggih dan berupaya, memperkukuhkan lagi kehadiran serta kedaulatan negara di perairan serantau. Kapal ini bukan sekadar aset ketenteraan, tetapi adalah simbol kebanggaan nasional dan komitmen berterusan dalam menjaga keselamatan dan kedaulatan wilayah perairan kita.

KRI Brawijaya-320 Resmi Diserah-terimakan ke Indonesia

03 Juli 2025

KRI Brawijaya 320 setelah serah terima akan memperkuat Koarmada II (photos: TNI AL)

Jakarta -- Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Muhammad Ali mewakili Menteri Pertahanan Republik Indonesia Bapak Sjafrie Sjamsoedin, memimpin secara resmi acara serah terima (delivery), peresmian KRI Brawijaya-320, serta pengukuhan Komandan KRI Brawijaya-320 yang dilaksanakan di galangan kapal Fincantieri, Muggiano, Italia.

Dalam upacara yang sarat makna ini, Kolonel Laut (P) John David Nalasakti Sondakh dikukuhkan sebagai Komandan KRI Brawijaya-320. Kapal tersebut resmi memperkuat jajaran TNI Angkatan Laut di bawah Satuan Kapal Eskorta Komando Armada II (Koarmada II).

Kehadiran KRI Brawijaya-320 menandai tonggak penting dalam upaya modernisasi sistem senjata Armada TNI AL, sekaligus mempertegas komitmen Indonesia dalam menjaga kedaulatan dan keamanan laut nasional.

Turut hadir dalam acara ini Chief of the Italian Navy, Admiral Ernesto Credendino, Duta Besar LBBP RI untuk Italia Prof. Dr. Junimart Girsang, Aslog Panglima TNI Mayjen TNI Candra Wijaya, Aslog Kasal Laksda TNI Eko Sunarjanto, Ses Baranahan Kemhan Laksma TNI Muhammad Taufik Hidayat, serta Kadisadal Laksma TNI Ifa Djaya Sakti.

(TNI AL)

The Commander-in-Chief of the Royal Thai Navy Made Courtesy Call to the Kingdom of Spain as a Guest of the Spanish Navy

03 Juli 2025

Royal Thai Navy commander visited Spanish Navy HQ, Ferrol Naval Base, Navantia shipyard, and Escribano Mechanical and Engineering (EM&E) in Madrid (photo: Royal Thai Navy)

The official visit to Spain by Admiral Chirapol Wongwit, Commander-in-Chief of the Royal Thai Navy and his delegation from 17-24 June 2025 included a visit to the Spanish Navy (Armada), including the Spanish Navy Headquarters, Ferrol Naval Base, where they visited the Álvaro de Bazán (F100) class frigate - the F102 Almirante Juan de Borbón frigate.

The F102 Almirante Juan de Borbón F100 class frigate (photo: Warships)

Visit to the headquarters of Navantia Spain in Madrid and the company's shipyard in Ferrol, listening to a presentation on the Bonifaz (F110) class frigate project that is currently under construction, and visiting EM&E Group Spain, which has been contracted to supply the SENTINEL 30 machine gun mount for the two T.997-series close coastal patrol vessels, T.997 and T.998.

Visiting to the Navantia shipyard in Ferrol (photo: RTN)

This makes it possible to see that in addition to the project to increase the combat system capabilities for the floating landing craft, HTMS Chang (III), the Spanish company Navantia is also likely interested in joining the project to procure new high-performance frigates for the Royal Thai Navy.

Visiting to the EM&E Group (photo: RTN)

Companies that have already expressed interest include South Korea's Hanwha Ocean, which is proposing a modified Frigate 4000 variant of HTMS Bhumibol Adulyadej, Germany's TKMS, along with Thailand's Marsun, which is proposing the MEKO A-100 frigate. The UK's Babcock International, which offers the Arrowhead 140 frigate design, and the Netherlands' Damen, which offers the SIGMA frigate design, are both looking for partners in Thailand, Turkey's ASFAT, together with Thailand's United Defense Technology, which offers the Istanbul-class frigate and the ADA-class corvettes in the MILGEM project, and Singapore's ST Engineering, among others.

Visiting to the EM&E Group (photo: RTN)

The specification of the new frigate is expected to be finalized in July 2025, but according to the Budget Review Committee's 2026 budget statement, the navy's defense budget of approximately 43,491,000,000 baht ($1,337,094.69) has allocated approximately 1,750,000,000 baht ($53,796,496) for only one new frigate in Phase 1, while the Royal Thai Navy wants two to be built in Thailand.

(AAG)

02 Juli 2025

DND Chief Seeks AEW&C & Tanker Aircraft for PAF

02 Juli 2025

PAF need AEW&C aircraft which is capable of early warning and detecting aircraft, ships, vehicles, and missiles at long range (photo: RTAF)

DND chief wants MRF project to proceed in 'full package'

MANILA – Department of National Defense (DND) Secretary Gilberto Teodoro Jr. wants the proposed multi-role fighter (MRF) program to proceed as a full package, with an airborne warning and control system (AWACS) and aerial tankers for mid-air refueling platforms.

Having these platforms will ensure that the MRF program is "operational as a force package," Teodoro said in a media briefing at the Makati Shangri-La Hotel on Monday afternoon.

This means that the country's MRFs, if deployed for missions, must be able to demonstrate their capabilities to the utmost, he said.

"It is not only the purchase of the MRF, per se, which we need to deal with but also to make the MRFs operational as a force package, meaning to say, we need the AWACS capability. A lot of countries have experienced the fact that they are realizing that they need AWACS, notwithstanding the fact that their satellite capability is not enough," Teodoro said.

The AWACS is generally a large aircraft fitted with airborne radars capable of early warning and detecting aircraft, ships, vehicles, and missiles at long range.

It is also used to direct friendly fighter and attack aircraft regarding specific targets and serves as airborne radar pickets or surveillance assets.

Tanker aircraft

Aside from AWACS, Teodoro said, the Philippines also needs tanker aircraft for its proposed MRFs for sustainment purposes, as this capability would extend the range of the aircraft.

Aerial tankers are large aircraft capable of transferring fuel to fighter and attack aircraft through a probe-and-drogue system.

Teodoro noted that while it is easy to buy MRFs, there is a need to acquire these military assets with adequate stores, reserves, and munitions.

He, however, admitted that having these would "add considerably to the cost of the package (and) must be all taken into account."

PAF need tanker aircraft to extend the range of the fighter (photo: Bohlke International Aviation)

"And we are in constant coordination with the DOF (Department of Finance) and the DBM (Department of Budget Management) regarding the continuity of funding available. It is easy to buy and like the first tranche. However, what we do not want is to buy, you know, have orders, have deliveries and not being able to use them for their optimal use and just have them flying air shows. That we will not countenance," Teodoro said.

He said the Philippines would not buy military equipment that "will not make a difference (and) will not add to deterrence."

"We will not buy standalone equipment. If there are standalones, fine. However, if equipment per se needs support equipment, we will also have to put aside funds for that," he added.

Munitions for aircraft

He also said the DND would try to have adequate reserves of munitions per aircraft.

He cited the need to have the consensus of the DOF and the legislature that they would spend annually for the adequate sustainment of these platforms so that these are not just displayed at the gates of an air base.

"Those are the considerations that we need to deal with and these are very real considerations. I know the expectations of our people, but it is my responsibility to make sure that each peso spent can be supported and justified,” he said.

Earlier reports regarding the MRF project had the Philippines shortlisting the Lockheed Martin F-16 Block 70/72 "Viper" and the Saab JAS-39C/D "Gripen" MRFs.

The budget for the MRF acquisition project is placed at PHP61 billion.

The F-16 Block 72/70 is the latest and most advanced F-16 in operation today and is considered the foremost combat-proven fourth-generation MRF.

It is equipped with advanced radar systems, allowing it greater detection and tracking capabilities along with advanced air-to-air and air-to-ground weapons.

Meanwhile, the JAS-39 "Gripen" C/D is classified as the most reliable "swing-role combat aircraft" available in the world today.

The "C" version is a single-seat aircraft while the "D" version is a two-seater configuration. The Swedish-made fighter requires minimal personnel and ground support equipment for dispersed operations and can operate from small unprepared roads. It is also equipped with sophisticated radar, sensors, and weapons. 

(PNA)

Korps Marinir Juga Pelajari Kendaraan Amfibi China di Stand Norinco Saat Indo Defence 2025

02 Juli 2025

Kendaraan pendarat amfibi AWAV 8x8 buatan Chaiseri, Thailand yang digunakan oleh Royal Thai Marines Corps (photo: Korps Marinir)

WadanKormar Melaksanakan Courtesy Call Dengan Vice Admiral Commandant of Royal Thai Marine Corps

Dispen Kormar TNI Angkatan Laut (Jakarta). Wakil Komandan Korps Marinir (Wadankormar) Brigadir Jenderal TNI (Mar) Muhammad Nadir, M.Tr.Opsla. mewakili Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayor Jenderal TNI (Mar) Dr. Endi Supardi, S.E., M.M., M.Tr.Opsla., CHRMP., CRMPR. melaksanakan Courtesy Call dengan Vice Admiral Apichat Sapprasert Commandant Of Royal Thai Marine Corps bertempat di Paviion Countries Thailand Indo Defence 2024 Exspo & Forum JIExspo Kemayoran, Jakarta Utara. Rabu (06/11/2025).

Dalam pertemuan singkat namun penuh kehangatan disele-sela kegiatan Indo Defence 2024 Exspo & Forum_tersebut, Wakil Komandan Korps Marinir melaksanakan Courtesy Call  dengan Vice Admiral Apichat Sapprasert  yang diterima langsung di Paviion Countries Thailand Indo Defence 2024 Exspo & Forum.

Kendaraan pendarat amfibi roda rantai VN-16 buatan Norinco, China yang juga digunakan oleh Royal Thai Marines Corps (photo: Korps Marinir)

Dalam Kesempatan Ini, Orang nomor 2 di Korps Marinir TNI Angkatan Laut ini memiliki tujuan untuk menjalin Komunikasi dalam peran peningkatan hubungan kerjasama dibidang latihan, Alutsista Marinir kedua negara guna menghadapi tantangan perkembangan teknologi Pasukan Marinir Angkatan Laut yang akan dihadapi kedua negara.

Pavilion China
Usai Giat Courtesy Call Wadan Kormar berkesempatan mengunjungi ke Beberapa Paviion Countries Perusahaan Pertahanan Indonesia dan Paviion Negara Sahabat peserta Indo Defence 2024 Esxpo & Forum.

Turut Hadir dalam kegiatan tersebut Asisten Perencanaan dan Anggaran Komandan Korps Marinir (Asrena Dankormar) Kolonel Marinir Wahyudi Saputra, S.E., M.M., Asisten Komunikasi dan Elektronika (Askomlek Dankormar) Kolonel Marinir Didiet Hendra Wijaya, M.Mp. dan Kepala Sekretariat Umum Korps Marinir (Kasetum Kormar) Letkol Marinir Iwan Permana.

TNI AU Latihan Menembak Sasaran di Laut Natuna

02 Juni 2025

Pesawat nir-awak yang kemungkinan besar digunakan menembak dari ketinggian ribuan kaki adalah CH-4 UCAV berkemampuan MALE dengan maks ketinggian 8,000 meter (26,246 kaki) dan maks jangkauan 3.500 km, sedangkan jarak tempuh jika dilakukan penerbangan langsung dari Pangkalan Skadron 51 di Lanud Supadio, Pontianak ke perairan Penagi di Natuna adalah 466 km, secara bolak balik masih kurang dari 1.000 km, jarak komunikasi dengan koneksi satelit secara BLoS masih jauh dari batas maks 1.000 km, meskipun demikian drone ini dapat saja menggunakan fasilitas lanud Raden Sadjad, Natuna (photo: Jenda Corp)

Natuna (ANTARA) - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) melaksanakan latihan menembak sasaran di laut wilayah Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, guna menguji kesiapan tempur Pangkalan TNI AU Raden Sadjad (Lanud RSA).

Komandan Lanud RSA Natuna, Kolonel Pnb I Ketut Adiyasa Ambara, di Natuna, Rabu, mengatakan latihan menembak yang digelar pada Rabu pagi itu, menggunakan pesawat nir awak, yang menembak pada ketinggian ribuan kaki sasaran di Perairan Penagi, Kecamatan Bunguran Timur.

Latihan menembak di laut yang dilaksanakan dengan pesawat nir awak sukses menghancurkan sasaran (all photos: Lanud Raden Sadjad)

Sasaran yang ditembak berupa tong yang dibungkus terpal. Kegiatan menembak ini guna meningkatkan akurasi dan kemampuan tempur personel.

"Kegiatan ini merupakan rangkaian dari latihan terpadu Jalak Sakti dan Hardha Marutha I Tahun 2025," katanya.


Latihan yang diprakarsai oleh Komando Operasi Udara I (Koopsud I) itu, juga diikuti oleh seluruh satuan di bawah Komandonya dan Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat).

Kegiatan dipusatkan di Air Weapon Range (AWR) Buding, Lanud H.AS Hanandjoeddin, Belitung dan satuan lainnya mengikuti melalui dalam jaringan.


Untuk Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) yang dikerahkan dari jajaran Koopsud I lainnya, meliputi berbagai jenis pesawat tempur dengan sasaran tembak berbeda-beda.

"Jumlah personel yang terlibat dalam kegiatan ini kurang lebih mencapai 3.000 orang," ujar dia.


Latihan ini juga dirancang untuk menguji kesiapan satuan dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan, sekaligus memperkuat kemampuan komunikasi dan kerja sama antar satuan Koopsud I dan Kopasgat, yang merupakan pilar pertahanan udara di wilayah barat Indonesia.

"Dengan metode gladi posko dan gladi lapangan, skenario tempur digelar seolah-olah dalam kondisi nyata. Proses ini menuntut koordinasi, pengambilan keputusan cepat, dan pelaksanaan taktis yang presisi," ujar dia.


Ia menambahkan hasil pelatihan menunjukkan Lanud RSA Natuna siap menghadapi berbagai tantangan di wilayah strategis perbatasan NKRI, serta memperkuat daya gentar Indonesia di jalur udara barat.

"Latihan ini sejalan dengan semangat TNI AU AMPUH, yaitu Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, dan Humanis, dalam mewujudkan pertahanan udara yang solid serta tanggap terhadap berbagai ancaman," ucap dia.

01 Juli 2025

Sudah Disetujui TNI AL, Terafulk Pamerkan Desain LST 120 Meter Baru

01 Juli 2025

Desain kapal LST 120 M ajuan Terafulk (photo: Defense Studies)

Perusahaan desain kapal swasta Indonesia, Terafulk Megantara Design, memamerkan desain Kapal Pendarat Tank (LST) 120 meter baru untuk memenuhi persyaratan modernisasi TNI AL selama Indo Defence 2025. Perusahaan tersebut membagikan rendering komputer LST baru tersebut secara eksklusif kepada Naval News.

Menurut perincian yang dibagikan kepada Naval News, desain tersebut didasarkan pada LST kelas Bintuni, yang dibangun di dalam negeri dan telah beroperasi sejak 2015, dan LST kelas Semangka yang lebih tua yang dibangun pada 1980-an oleh Galangan Kapal Korea-Tacoma (sekarang Hanjin Heavy Industries) untuk TNI AL. Terafulk menekankan bahwa LST baru tersebut menawarkan kemampuan yang lebih baik dan sangat dipengaruhi oleh masukan langsung dari TNI AL, dengan umpan balik operasional dan persyaratan khusus misi memainkan peran utama di seluruh proses desain.

Desain LST 120M dari Terafulk (image: NavalNews)

Dengan panjang 120 meter, LST 300 ton lebih berat daripada kelas Bintuni, dengan ruang penyimpanan yang lebih besar secara keseluruhan dan superstruktur yang lebih kompak. Khususnya, kapal ini memiliki hanggar khusus yang dapat menampung satu helikopter berukuran sedang, kemampuan yang tidak ada di kelas Bintuni.

Kapal ini dirancang untuk menampung hingga 15 kendaraan tempur infanteri BMP-3F, empat truk, dan 474 personel (114 awak kapal, 350 pasukan, dan 10 personel penerbangan). Terafulk juga menyatakan bahwa kapal tersebut secara teknis dapat mengangkut kendaraan tempur yang lebih berat, termasuk tank tempur utama Leopard 2 milik Angkatan Darat Indonesia.

Desain LST 120M dari Terafulk (image: Terafulk)

Kapal ini dapat membawa empat Landing Craft Vehicle and Personnel (LCVP) sepanjang 12 meter, yang masing-masing dapat mengangkut sekitar 25 prajurit yang diperlengkapi dengan lengkap. LCVP diposisikan di dek misi depan di depan anjungan, bukan di sepanjang sisi superstruktur, seperti yang terlihat di kelas Bintuni. Konfigurasi ini menyediakan lebih banyak ruang internal, memungkinkan akses tanpa halangan ke buritan dan dek helikopter, dan konon dirancang untuk menyederhanakan pengoperasian LCVP.

Propulsi disediakan oleh mesin diesel kembar, yang menghasilkan kecepatan tertinggi 16 knot dan jangkauan sekitar 6.200 mil laut, dengan daya tahan hingga 20 hari di laut. Untuk pertahanan diri, LST dilengkapi dengan dua meriam 40mm, yang juga dapat digunakan untuk dukungan tembakan angkatan laut, serta dua senapan mesin 12,7mm dan sistem umpan.

Perbandingan LST 120M dan LST 117M kelas Bintuni (image: NavalNews)

Menurut Terafulk, perusahaan telah memperoleh persetujuan Angkatan Laut untuk desain LST yang baru. Setelah produksi dimulai, Terafulk berencana tidak hanya menyediakan desain untuk galangan kapal yang berpartisipasi tetapi juga menawarkan rekomendasi terkait pembuatan kapal tentang cara membangun kapal secara paling efektif.

Naval News memahami bahwa salah satu aspek utama dari program LST yang baru adalah standardisasi. Hal ini terjadi setelah pengalaman kelas Bintuni, di mana sembilan kapal yang saat ini beroperasi—meskipun dibangun di bawah kelas yang sama—diproduksi oleh galangan kapal yang berbeda dan menunjukkan variasi dalam karakteristik dan dimensi.

Desain-desain baru kapal angkatan laut dari Terafulk (photo: Defense Studies)

Saat ini, belum ada jadwal pasti kapan pembangunan akan dimulai dan jumlah kapal yang direncanakan akan diperoleh Angkatan Laut. Sebagai catatan, TNI AL masih mengoperasikan 15 LST lama, termasuk 11 LST kelas Frosch bekas Angkatan Laut Jerman Timur yang dibangun pada tahun 1970-an.

Terafulk menyampaikan kepada Naval News bahwa mereka akan merancang kapal serbu lapis baja pesisir dan sungai baru sepanjang 28 meter, serta kapal patroli cepat sepanjang 60 meter, untuk Angkatan Laut Indonesia. Terafulk juga menyatakan bahwa mereka telah mengadakan diskusi dengan setidaknya dua pelanggan Asia Tenggara yang dirahasiakan untuk kapal pengisian bahan bakar dan kapal patroli lepas pantai (OPV) sepanjang 90 meter.

Australian Army Successfully Fires Sidewinder Missile from High-mobility Launcher

01 Juli 2025

A Hawkei High Mobility Launcher from 16 Regiment, fires an AIM 9X Sidewinder missile at the Woomera Test Range in South Australia (all photos: AUs DoD)

Sidewinder first gives gunners a buzz

In a world-first, Australian Army soldiers fired one of the most battle-tested and lethal air-to-air missiles from a national advanced surface-to-air missile system (NASAMS) Hawkei high-mobility launcher at Woomera Test Range in May.

Australia is one of only three countries to have fired an AIM-9 Sidewinder from NASAMS and the only one to fire it from a high-mobility launcher (HML).


The launcher, from 16th Regiment, was a modified Hawkei protected mobility vehicle-light, capable of carrying up to six Sidewinders or AIM-120 Advance Medium Range Air-to-Air Missiles (AMRAAM).  

The Sidewinder is more manoeuvrable in the air compared to an AMRAAM but has a shorter range.


The activity was also the first time both canister and high-mobility launchers fired at the same target, in what is called “ripple fire”.

The successful test came after the regiment conducted Army’s first NASAMS live-fire using an AIM-120 AMRAAM in 2023.


It was a first for many of the regiment’s soldiers at Woomera, the culmination of 18 months of training.

111 Battery HML detachment commander Bombardier Luke Dunbar said his young team had trained to operate NASAMS from day one at the Adelaide ground-based air defence unit.


“There were smiles from ear to ear,” Bombardier Dunbar said when the first missile went off.

'Our peers in different units are asking us what we can bring to the table and how to integrate us into their plans.'


Described as ground-breaking and state-of-the-art by the soldiers involved, each NASAMS troop can comprise a combination of HML and canister launchers controlled through a fire distribution centre (FDC).

Inside the FDC, tactical control officers and assistants track targets travelling many kilometres away.


Speed, altitude and pattern of flight help operators determine the type of target, be it an enemy cruise missile, unmanned system, or jet. The system will recommend the best munition and launcher to engage with.

Following the successful live-fire, 16th Regiment can mix and match AMRAAM and Sidewinder missiles in canister or high-mobility launchers to give ground-based air defenders more options.  


111 Battery Commander Major Fernando Tula Recinos said the capability lifted the regiment’s profile at the strategic and tactical level. 

“Our peers in different units are asking us what we can bring to the table and how to integrate us into their plans,” Major Tula Recinos said. 

“The buzz is real.”
 

Berpacu Waktu Bangun Kapal Selam Scorpene

01 Juli 2025

Kapal selam Scorpene yang akan dibangun PT PAL (photo: Defense Studies)

Pembangunan infrastruktur vital dikebut, insinyur pun disiapkan seiring dimulainya kontrak alih teknologi penuh dengan Perancis. Kesiapan PT PAL kini dipertaruhkan.

Deru mesin dan denting logam yang bersahutan dari Divisi Kapal Selam di ujung utara Kompleks PT PAL Indonesia, Surabaya, Jawa Timur, terdengar lebih bersemangat dari biasanya. Di atas lahan seluas satu hektar, jajaran besi menancap pada beton-beton fondasi dermaga. Lokasi itu bakal menjadi denyut nadi industri pertahanan menampung teknologi canggih.

PT PAL Indonesia, produsen kapal perang nasional, kini benar-benar sedang berpacu dengan waktu. Mereka mengejar tenggat untuk menyiapkan seluruh fasilitas yang dibutuhkan untuk ”melahirkan” sang predator laut dalam, kapal selam Scorpene.

Kebutuhan akan fasilitas modern ini bukanlah isapan jempol. Pengalaman adalah guru terbaik. Kepala Divisi Kapal Selam PT PAL Indonesia Agus Rifai mengungkapkan, pelajaran berharga dipetik saat peluncuran KRI Alugoro 405 pada 2021 lalu, kapal selam pertama yang berhasil dirakit di dalam negeri.

”Ternyata dalam proses peluncuran KRI Alugoro kemarin, kami belum punya fasilitas yang namanya "shiplift". Akhirnya pemerintah memberikan bantuan di PMN (penyertaan modal negara) 2021 untuk melengkapi proses kami sehingga PT PAL bisa 100 persen melaksanakan "whole local production" kapal selam,” ujar Rifai di sela-sela kunjungan eksplorasi industri pertahanan ke PT PAL Indonesia, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2025).

Bantuan pemerintah itu kini berwujud proyek masif. Progres pembangunan dermaga kapal selam yang dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk tampak signifikan. Aktivitas pembangunan yang dimulai 14 Juni 2024 kini sudah mencapai 62 persen. Torehan ini bahkan melebihi rencana awal.

Kapal selam KRI Nagapasa 405 dari kelas DSME 1400 yang dibangun di PT PAL bekerjasama dengan galangan DSME Korea (photo: PAL)

Secara keseluruhan, pekerjaan struktur dermaga akan tuntas pada Desember 2025. Setelah itu, pekerjaan akan menyisakan aktivitas pengerukan ruang sandaran kapal selam hingga kedalaman 16 meter dan instalasi fasilitas "shiplift" itu sendiri, yang teknologinya didatangkan dari Syncrolift, perusahaan asal Norwegia yang menjadi rujukan dunia.

Fasilitas baru ini dirancang dengan spesifikasi yang jauh melampaui kebutuhan Scorpene. Kapal selam asal Perancis itu memiliki bobot 2.000 ton, tetapi kapasitas "shiplift" mampu mengangkat beban hingga 6.000 ton. Konstruksinya diklaim sangat kokoh dengah perhitungan 15 ton per tiang pancang.

Kemampuan angkat yang masif itu bukan tanpa alasan. Fasilitas tersebut dirancang serbaguna. Tidak hanya kapal selam, kapal-kapal permukaan, seperti fregat, pun bisa ”digendong” oleh "shiplift" ini. Rencana itu bahkan sudah konkret.

”Nanti di bulan Agustus (2026), kapal Fregat Merah Putih (unit) kedua yang ada di hangar akan kita pindahkan melalui "shiplift" ini untuk dimasukkan ke dok guna melanjutkan proses konstruksi,” ungkapnya.

Di jantung kawasan ini, berdiri tiga hanggar utama berukuran total 100 x 100 meter. Seluruh proses vital berlangsung di sana. Mulai dari pengepresan lambung "hull pressing", penyambungan, hingga pemasangan seluruh perlengkapan canggih "outfitting", semuanya dilakukan dalam satu alur produksi yang terintegrasi.

Kecanggihan tak berhenti di situ. "Shiplift" ini nantinya akan dilengkapi dengan sistem transversal "boogie", yang memungkinkan kapal selam tidak hanya bergerak maju-mundur dari laut ke hangar, tetapi juga bisa digeser ke samping menuju dermaga rawat (dermaga bay).

PT PAL menunjukkan kemampuannya membangun kapal selam, dalam seminar industri pertahanan Indonesia-Perancis, Rabu (8/3/2023) (photo: Kompas)

”Karena rumitnya kebutuhan inilah yang menjadikan fasilitas ini sejatinya cukup mahal untuk bisa diaplikasikan,” tutur Rifai.

Pada akhirnya, semua pacuan waktu ini bermuara pada satu momen pembuktian. Sebuah momen saat kapal selam Scorpene pertama buatan Indonesia diluncurkan dari dermaga ini. Dunia akan menjadi saksi kemampuan PT PAL Indonesia memproduksi dan merawat Scorpene, kapal selam senilai Rp 15 triliun.

Untuk diketahui, kontrak kapal selam Scorpene antara Indonesia dan Naval Group, Perancis, ditandatangani pada 28 Maret 2024. Namun, kontraknya belum efektif karena belum ada pembayaran uang muka. Kontrak ini mencakup pembangunan dua unit kapal selam Scorpene di PT PAL Indonesia.

Ingin dipercepat
Project Director untuk Kapal Selam Scorpene PT PAL Laksamana Muda (Purn) Wiranto mengungkapkan adanya arahan baru yang mengubah dinamika proyek secara fundamental. Proyek yang semula dirancang untuk berjalan selama 96 bulan atau delapan tahun untuk pembangunan dua kapal selam di Surabaya kini diminta untuk berlari lebih kencang.

”Ini menarik sekali. Beberapa bulan yang lalu, Bapak Presiden meminta kepada tim, yaitu tim dari PT PAL dan mitra kita dari Naval Group, untuk (proyek ini) dimajukan lebih cepat tiga tahun,” tuturnya.

Permintaan ini, lanjutnya, sontak menjadi sebuah tantangan besar yang harus dijawab bersama. Kalkulasi ulang, penjadwalan yang lebih agresif, dan inovasi proses kini menjadi pekerjaan rumah utama bagi kedua belah pihak.

Di sisi lain, Wiranto memaparkan bahwa proyek ini akan dimulai dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 30 persen. Angka ini merupakan pijakan awal dalam sebuah maraton panjang menuju kemandirian penuh, yang menjadi sasaran utama dari seluruh proyek alih teknologi ini.

Detail kapal selam Scorpene buatan Prancis (image: Kompas)

”Kalau tidak salah, sampai dengan tahun 2045, sasaran kita nanti harus bisa melaksanakan ekspor kapal selam,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang yang menyambangi lokasi pembangunan, memandang hiruk-pikuk galangan kapal PT PAL sebagai bagian dari sebuah maraton panjang. Pembangunan postur pertahanan yang ideal diakui sebagai sebuah upaya yang menuntut kesabaran, biaya, dan di atas segalanya, komitmen yang tak lekang oleh waktu.

”Bicara penguatan postur pertahanan, itu tidak bisa dibangun dalam waktu yang singkat. Untuk membangun sebuah kapal selam, misalnya, itu butuh 8 sampai 9 tahun, bahkan di beberapa proyek bisa sampai 10 tahun,” tuturnya.

Kesadaran akan rentang waktu yang panjang inilah yang melandasi komitmen pemerintah untuk menjaga keberlanjutan. Kendati kepemimpinan berganti, kontrak-kontrak strategis yang telah ditandatangani akan terus dihormati dan dijalankan hingga tuntas. 

Pemerintah melihat geliat industri pertahanan dalam kerangka filosofis yang lebih dalam. Di bawah payung "holding" Defend ID, perusahaan seperti PT PAL tidak lagi dipandang semata sebagai entitas bisnis yang mengejar keuntungan. Mereka adalah garda terdepan dalam sebuah perjuangan senyap.

Karena itu, inisiatif dan terobosan dari internal industri menjadi sebuah keniscayaan yang ditunggu-tunggu. Pemerintah mendorong agar BUMN pertahanan proaktif dalam riset dan pengembangan, menyiapkan fondasi sebelum panggilan tugas datang. Dengan begitu, saat negara memutuskan sebuah kebutuhan mendesak, industri nasional sudah dalam posisi siaga.

Miniatur komposisi konvoi kapal perang milik TNI AL yang diproduksi PT PAL Indonesia dipajang di Kompleks PT PAL Indonesia, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2025) (image: Kompas)

Peneliti militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menyebut langkah ini sebagai momen ”strategis dan bersejarah”. Namun, ia mengingatkan bahwa Scorpene bukanlah kapal selam biasa, melainkan sebuah platform tempur canggih yang menuntut tingkat kesiapan multidimensi.

Ia menekankan bahwa pembangunan fasilitas fisik seperti dermaga dan hanggar hanyalah satu bagian dari teka-teki besar. Aspek yang jauh lebih krusial adalah memastikan seluruh fasilitas itu memenuhi standar presisi tinggi yang disyaratkan Naval Group.

”Hal yang perlu diperhatikan, antara lain, adalah akurasi permesinan berat, sistem "lifting" presisi tinggi, dan sistem perlindungan terhadap kebocoran informasi. Ini bukan sekadar soal membangun fisik, tapi bagaimana memastikan semua fasilitas itu bisa digunakan secara efisien dan aman,” jelasnya.

Lebih jauh, Fahmi menggarisbawahi esensi dari proses alih teknologi (ToT) itu sendiri. Menurut dia, kesuksesan proyek ini akan hampa jika Indonesia hanya menjadi ”tukang rakit”. Taruhan sesungguhnya terletak pada kedalaman ilmu yang diserap. Untuk itu, pelibatan ekosistem yang lebih luas—mencakup perguruan tinggi, pusat riset, dan industri komponen lokal—menjadi sebuah keharusan agar tidak berhenti sebagai proyek perakitan semata.

Aspek tata kelola yang baik dan transparan juga menjadi sorotan utamanya. Mengingat nilai proyek yang fantastis, potensi penyimpangan harus diantisipasi dengan pengawasan yang ketat tanpa mengorbankan kerahasiaan pertahanan.

”Jika semua itu dijalankan dengan tepat, Indonesia tak hanya akan memiliki kapal selam canggih, tapi juga akan memiliki industri strategis yang mandiri dan berdaya saing di kawasan,” tambah Fahmi.