Simulator AS-332 yang dibuat oleh EADS (photo : EADS)
Pembangunan simulator helikopter Super Puma untuk melatih dan meningkatkan kemampuan para penerbang heli tertunda. "Karena anggarannya belum turun," ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara Marsma Chaeruddin Ray kepada Jurnal Nasional di Jakarta, Senin (7/4).
Simulator dibangun di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Atang Sendjaja, Bogor, di mana Skadron 6 yang merupakan skadron udara Super Puma berada. Sebenarnya, TNI AU menjadwalkan pembangunan simulator rampung tahun ini. Namun, tampaknya rencana ini sulit terealisasi mengingat lambatnya kucuran dana, ditambah rencana pemerintah untuk mengurangi anggaran pertahanan sebesar 15 persen.
"Kalau anggaran turun pasti langsung jalan. Kita tunggu saja," kata lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 1980 itu. Saat ini, baru gedung simulator yang rampung. Rencananya, pengerjaan simulator dilakukan rekanan perusahaan Inggris serta PT Dirgantara Indonesia (PT DI).
Saat ini sebagian perakitannya telah dilakukan di PT DI. Pembangunan simulator helikopter Super Puma itu merupakan program Kredit Ekspor (KE) TNI AU Tahun Anggaran 2004. Proyek itu dilakukan antara PT Multi Kharisma Perkasa bekerja sama dengan perusahaan asal Inggris DSL International Project and Supply Ltd.
Kontrak pertama pembangunan simulator itu dilakukan pada 2004 senilai U$12 juta (sekitar Rp110 miliar), sedangkan kontrak kedua ditandatangani 2006 sebesar U$10 juta (sekitar Rp92 miliar). Selama ini, untuk mengasah kemampuan dan keterampilan penerbang Super Puma, TNI AU mengirimkan lima hingga enam orang penerbang ke pusat simulator serupa Angkatan Udara Singapura (Royal Singapore Air Force).
Pengiriman itu rata-rata dilakukan tiga hingga empat kali setahun atau tergantung pada kesiapan RSAF dan anggaran yang tersedia. "Dengan simulator kesiapan pilot akan tetap tinggi, meski kesiapan pesawat terbatas," ucapnya. Apalagi, "ongkos" terbang simulator lebih murah ketimbang mengudara betulan.
(Jurnal Nasional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar