30 Mei 2009
Kilo 636 : akan diproses dengan state credit Russia sebelum Desember 2009 (photo : AreaMilitar)
PENGADAAN kapal selam sudah diputuskan ditunda dalam rapat kabinet terbatas, Rabu (27/5) lalu. Meski demikian, Departemen Pertahanan (Dephan) tetap melanjutkan proses pembelian senjata strategis tersebut.
"Lanjutan proses kami tampung sebagai persiapan pendahuluan saja," kata Sekretaris Jenderal Depan, Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin kepada Jurnal Nasional di Jakarta, Jumat (29/5).
Dia menjelaskan, pembelian kapal selam tidak dianggarkan melalui APBN, tapi lewat kredit negara yang ditawarkan Rusia sebesar U$1 miliar. Departemennya menargetkan, kontrak pembelian senjata asal negeri Beruang Merah tersebut kelar Desember tahun ini.
Target tersebut sebagai tindak lanjut percepatan penyerapan sisa anggaran pertahanan dari Kredit Ekspor periode 2004-2009 yang mencapai U$1,2 miliar dolar atau sekitar Rp14 triliun.
Sjafrie menegaskan, pihaknya akan menyesuaikan kalau ternyata pemerintah tidak menyediakan skema anggaran bagi pembelian kapal selam. "Bedakan antara keputusan politik dan proses manajemen di Dephan," kata lulusan Akademi Militer tahun 1974 itu.
Dia mengungkapkan, telah dua kontrak yang disepakati dari kredit negara asal Rusia, yaitu pembelian helikopter MI-17 untuk Angkatan Darat dan tank amfibi BMP 3F yang diperuntukkan bagi Marinir, Angkatan Laut.
Penjelasan dari TNI AL terkait kapal selam juga sudah diterima. "Termasuk presentasi dari negara produsen," katanya.
Direktur Jenderal Sarana Pertahanan, Dephan, Marsekal Muda Eris Herryanto mengatakan, telah ada dua produsen kapal selam yang telah melakukan presentasi, yaitu galangan kapal dari Jerman dan Korea Selatan.
"Keduanya telah menyatakan siap melakukan alih teknologi," kata dia.
Eris menjelaskan, pembangunan kapal selam memakan waktu tujuh tahun. Karena itu, ketika ada dana, sudah sepantasnya kontrak langsung disepakati.
Saat ini matra laut memiliki dua kapal bawah air, yakni KRI Cakra dan Nanggala. Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Iskandar Sitompul menjelaskan, meski hanya memesan satu kapal selam efek tangkal yang dihasilkan cukup besar.
Dia sadar betul anggaran pertahanan ideal tidak akan dicapai dalam waktu dekat. Pihaknya hanya meminta pembangunan kekuatan minimal untuk mengamankan perairan Indonesia yang sedemikian luas.
"Kapal yang terbatas, disiasati dengan data intelijen yang kuat dan akurat," kata Iskandar. n
(Jurnal Nasional)
PENGADAAN kapal selam sudah diputuskan ditunda dalam rapat kabinet terbatas, Rabu (27/5) lalu. Meski demikian, Departemen Pertahanan (Dephan) tetap melanjutkan proses pembelian senjata strategis tersebut.
"Lanjutan proses kami tampung sebagai persiapan pendahuluan saja," kata Sekretaris Jenderal Depan, Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin kepada Jurnal Nasional di Jakarta, Jumat (29/5).
Dia menjelaskan, pembelian kapal selam tidak dianggarkan melalui APBN, tapi lewat kredit negara yang ditawarkan Rusia sebesar U$1 miliar. Departemennya menargetkan, kontrak pembelian senjata asal negeri Beruang Merah tersebut kelar Desember tahun ini.
Target tersebut sebagai tindak lanjut percepatan penyerapan sisa anggaran pertahanan dari Kredit Ekspor periode 2004-2009 yang mencapai U$1,2 miliar dolar atau sekitar Rp14 triliun.
Sjafrie menegaskan, pihaknya akan menyesuaikan kalau ternyata pemerintah tidak menyediakan skema anggaran bagi pembelian kapal selam. "Bedakan antara keputusan politik dan proses manajemen di Dephan," kata lulusan Akademi Militer tahun 1974 itu.
Dia mengungkapkan, telah dua kontrak yang disepakati dari kredit negara asal Rusia, yaitu pembelian helikopter MI-17 untuk Angkatan Darat dan tank amfibi BMP 3F yang diperuntukkan bagi Marinir, Angkatan Laut.
Penjelasan dari TNI AL terkait kapal selam juga sudah diterima. "Termasuk presentasi dari negara produsen," katanya.
Direktur Jenderal Sarana Pertahanan, Dephan, Marsekal Muda Eris Herryanto mengatakan, telah ada dua produsen kapal selam yang telah melakukan presentasi, yaitu galangan kapal dari Jerman dan Korea Selatan.
"Keduanya telah menyatakan siap melakukan alih teknologi," kata dia.
Eris menjelaskan, pembangunan kapal selam memakan waktu tujuh tahun. Karena itu, ketika ada dana, sudah sepantasnya kontrak langsung disepakati.
Saat ini matra laut memiliki dua kapal bawah air, yakni KRI Cakra dan Nanggala. Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Iskandar Sitompul menjelaskan, meski hanya memesan satu kapal selam efek tangkal yang dihasilkan cukup besar.
Dia sadar betul anggaran pertahanan ideal tidak akan dicapai dalam waktu dekat. Pihaknya hanya meminta pembangunan kekuatan minimal untuk mengamankan perairan Indonesia yang sedemikian luas.
"Kapal yang terbatas, disiasati dengan data intelijen yang kuat dan akurat," kata Iskandar. n
(Jurnal Nasional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar