22 September 2010
Maket kapal fregat ringan Perusak Kawal Rudal / Guided Missile Escort (photo : Tribun News)
Persenjataan Saja Butuh Rp 57 Triliun
SURABAYA, KOMPAS.com - Tentara Nasional Indonesia (TNI) membutuhkan dana sedikitnya Rp 57 triliun untuk pengadaan dan pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dalam kurun waktu lima tahun ke depan.
"Kami berharap kondisi keuangan negara bisa memenuhi kebutuhan alutsista, baik untuk pengadaan maupun pemeliharaan, selama lima tahun ke depan," kata Wakil Menteri Pertahanan, Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, di Surabaya, Selasa (21/9/2010).
Pada 2010 ini, TNI mendapatkan alokasi dana dari APBN untuk kebutuhan alutsista sebesar Rp 7 triliun. Pada 2011 dan 2012, diharapkan mendapatkan alokasi dana, masing-masing Rp 10 triliun dan Rp 11 triliun.
"Harapan kami pada 2011 ada penambahan dana lagi sehingga lima tahun ke depan target pemenuhan dana alutsista sebesar Rp 57 triliun bisa tercapai," katanya di PT PAL Indonesia itu.
Dalam program jangka pendek ini, Kementerian Pertahanan akan melakukan pengadaan satu unit kapal perang jenis perusak kawal rudal senilai Rp 2,2 triliun. "Memang kalau dibandingkan dengan luas wilayah laut kita yang mencapai 15 juta kilometer persegi, pengadaan satu kapal saja sangat tidak cukup," kata Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) itu.
Operasi keamanan TNI, lanjutnya, sebenarnya bukan hanya untuk pertempuran, melainkan juga menjaga potensi perekonomian nasional seiring dengan makin maraknya pencurian kekayaan negara oleh pihak asing.
"Sebenarnya kita ini butuh empat PKR (perusak kawal rudal), kalau melihat luas daerah maritim. Tapi kembali lagi, harus melihat kemampuan keuangan negara. Oleh sebab itu, prioritaskan saja pembangunan PKR, sedangkan kapal selam, kita pikirkan nanti," katanya.
Sementara itu, Panglima Komando Armada RI Kawasan Timur, Laksamana Muda TNI Bambang Suwarto, mengatakan, kapal selam merupakan senjata strategis bagi semua negara karena kehadirannya dibutuhkan untuk menangkal serangan pihak asing.
"Kami berharap ada penambahan unsur kapal selam sesuai kemampuan dukungan anggaran dari pemerintah sehingga kekuatan pertahanan negara ini tidak terlalu jauh tertinggal dengan kekuatan negara tetangga," katanya.
Ia mengemukakan, satuan kapal selam senantiasa memiliki persiapan dini sebagai garda pertahanan terdepan agar mampu menusuk jauh di wilayah pertahanan musuh.
(Kompas)
Baca juga :
Industri Pertahanan Butuh Modal Kerja
22 september 2010
Jakarta, Kompas - Peluang memperoleh kontrak dan pesanan dari pembuat pesawat atau dari angkatan udara asing terbuka. Namun, hasrat untuk mendapat order itu harus dibatasi karena PT Dirgantara Indonesia kelangkaan modal kerja.
Hal ini diungkapkan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) Budi Santoso saat menerima rombongan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin di kantor pusat PT DI Bandung, Jawa Barat, Senin (20/9).
Sjafrie selaku Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) juga mengunjungi PT Pindad di Bandung. Selasa, Sjafrie mengunjungi PT PAL Indonesia di Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan itu adalah Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP). KKIP diketuai Menteri Pertahanan. Kunjungan itu sebagai persiapan rapat KKIP awal Oktober untuk membuat strategi besar industri pertahanan.
Saat berkunjung di PT PAL, Sjafrie dan tim KKIP mengecek persiapan produksi kapal perusak kawal rudal (PKR) dan kapal selam kelas 209. ”Produksi PKR ini merupakan jembatan untuk pembuatan kapal selam,” ujar Sjafrie.
KKIP, kata Sjafrie, juga terus mengupayakan pendanaan produksi kedua alat utama sistem kesenjataan itu. Sumber dana antara lain kredit ekspor 220 juta dollar AS. ”Tahun anggaran 2011 kami mengharapkan tambahan Rp 10 triliun-Rp 11 triliun,” katanya.
Beban Utang
Untuk PT DI, ruang gerak bisnis masih terbatas karena perusahaan ini terbebani utang masa lalu yang berjumlah Rp 1 triliun. Utang itu masih mengisi buku neraca keuangan PT DI.
Menurut Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, bila utang itu dikonversi menjadi penyertaan modal pemerintah, neraca PT DI bisa biru, menjadi plus Rp 600 miliar. Dengan itu setidaknya bisa mendapatkan pinjaman dari bank sebesar Rp 2 triliun untuk modal kerja.
Dengan situasi yang dihadapi, kini PT DI hanya bisa menerima order secara terbatas, antara lain membuat bagian untuk pesawat Airbus tipe A-320 dan A-380. Untuk pesawat, PT DI masih bisa terus menjual produk andalannya, CN-235, ke Korea Selatan. Dari dalam negeri, PT DI sedang menunggu realisasi pesanan dari Kementerian Pertahanan untuk pengadaan tiga pesawat patroli maritim CN-235-220 untuk TNI Angkatan Laut.
Selain pesawat sayap tetap, PT DI juga melanjutkan pembuatan helikopter Super Puma NAS-332C1, yang juga dipesan Kementerian Pertahanan. Helikopter yang mesinnya telah diuji ini belum akan diuji lebih jauh sebelum perjanjian ditandatangani dan uang muka dibayarkan.
Ketika mengunjungi PT Pindad, Sjafrie mendapat paparan dari Direktur Utama PT Pindad Adik Soedarsono. Adik melaporkan, senapan serbu SS-2 yang semula hanya dipakai Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat kini menjadi senjata standar TNI.
(Kompas)
terpenting jangan beli kapal selam korea karena mutunya dibawah scorpene....
BalasHapus