02 September 2014
Ilustrasi Indonesian Sky Scanner Drone Garuda. (image : Kompas)
KOMPAS.com - Pakar UAV dunia menawarkan drone untuk mendukung visi presiden terpilih Joko Widodo. Penawaran tersebut dikatakan khusus untuk Indonesia.
Josaphat Tetuko Sri Sumantyo yang juga berasal dari Indonesia menawarkan drone bernama Indonesian Sky Scanner Drone Garuda.
Drone tersebut adalah jenis stratosphere drone. Drone ini dirancang terbang di ketinggian 13-20 kilometer di atas permukaan laut sehingga tidak mengganggu penerbangan sipil.
"Stratosphere drone ini saya propose khusus untuk Indonesia saja," kata Josh yang saat ini bekerja di Center for Environmental Remote Sensing, Chiba University, Jepang.
Josh telah memaparkan drone yang dikembangkannya kepada perwira di Direktorat Topografi TNI-AD dan Dinas Survei dan Pemotretan Udara TNI-AU pada 15 Agustus 2014 lalu di Jakarta.
Drone Garuda memiliki dua fungsi, sebagai drone sekaligus satelit. Selain itu, drone ini juga dapat dilengkapi dengan beragam sensor, mulai kamera hingga teleskop.
Dengan beragam sensor, drone bisa mendukung tujuan pengawasan wilayah perbatasan, penebangan dan perikanan ilegal, sampai pengejaran terorisme.
Ada beragam sensor yang bisa dibeli. Namun, Indonesia juga bisa mengembangkannya sendiri sekaligus memberdayakan ilmuwan dan akademisi di lokal.
Contoh sensor yang bisa dikembangkan Indoensia antara lain sensor cuaca dan relay telekomunikasi untuk daerah terpencil.
Untuk perangkat navigasi, Indonesia harus mengembangkan sendiri. Sistem navigasi biasa macam GPS tidak bisa digunakan sebab ketinggian maksimal pemakaian GPS adalah 18 km.
"Bila kita kembangkan dan operasikan saat ini secepatnya, maka jelas bisa dikatakan ini buatan Indonesia dan Indonesia menjadi pemimpin terdepan," urai Josh lewat email, Senin (1/9/2014).
Josh yang mengepalai Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory mengatakan, jumlah drone "Garuda" yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemantauan.
Misalnya, jika tujuan pemakaian drone adalah untuk pemantauan daerah perbatasan kritis seperti Malaysia, Australia, dan Papua Niugini, jumlah drone yang dibutuhkan 6 unit.
Sementara, Josh mengungkapkan bahwa untuk satu unit drone, harganya adalah Rp 10 miliar, belum termasuk ragam sensornya.
Sensor setidaknya terdiri atas sensor optik dan Synthetic Aperture Radar (SAR) yang dapat tembus awan dengan harga kira-kira 10M dan 15M rupiah.
Harga tersebut berlaku bila menggunakan komponen-komponen impor. Bila komponen bisa dikembangkan sendiri dan produksi massal, harga bisa ditekan.
(Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar