05 Juli 2016
F-5S dengan persenjataan (photo : Yusof)
Pernah ada masa ketika Angkatan Udara negara-negara ASEAN mengoperasikan Northrop F-5A atau F-5E/F Tiger II. Pesawat tempur yang dibagikan sebagai paket bantuan Amerika Serikat tersebut berada di garis depan, dioperasikan oleh AU Thailand, Malaysia, Filipina, Singapura, Vietnam, dan Indonesia. Semua power player di ASEAN menggunakan jet tempur ini. Namun semua kecuali satu mulai meminggirkan sang macan, termasuk TNI AU yang sampai sekarang sudah memilih Su-35 tapi belum jelas kontrak pengadaannya.
Satu yang boleh dikatakan luar biasa adalah RSAF (Republic of Singapore Air Force). Walaupun sudah mengoperasikan puluhan F-16 tercanggih dan F-15SG, namun F-5S tetap dipelihara, diupgrade, dan bahkan bisa mencatatkan prestasi. Dalam proyek F-5S, RSAF telah menciptakan varian macan terbang yang paling letal dan tidak kalah dengan pesawat tempur yang lebih baru.
RSAF F5S (photo : Philco)
RSAF mengadakan F-5E/F dalam beberapa kali batch, yang pertama melalui skema Foreign Military Sales (FMS) dari AS pada 1979 yang bila ditotal menjadi 50 unit F5E/F. Stok ini kemudian ditambah dengan pembelian F-5 dari beberapa negara termasuk Yordania dan juga Maroko yang memesan tapi kemudian dibatalkan. RSAF menempatkan F-5E/F ini di tiga skuadron: 141st , 144th, dan 149th.
Pada bulan Desember 1989, MinDef mengambil keputusan untuk melakukan program peningkatan kemampuan F5E/F menjadi suatu standar baru yang disebut F-5S dan F-5T. Hal ini perlu dilakukan mengingat teknologi di F-5E/F sudah berusia tua, mencapai 30 tahun dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan situasi geopolitik di kawasan. Kontrak diberikan kepada Singapore Technologies Aerospace (STAe) pada Juli 1991, menunjukkan bahwa pemerintah Singapura percaya kepada industri pertahanannya sendiri. STAe pada gilirannya menunjuk subkontraktor Elbit dari Israel untuk menangani pembuatan F-5S/T tersebut.
F-5S taxiing, perhatikan probe pengisian bahan bakar di udara yang terpasang (photo : clubsnap)
Biaya yang dikucurkan untuk satu unit F-5S/T tersebut berada pada kisaran US$ 6 Juta sebuahnya, bandingkan dengan proyek MACAN dari SABCA untuk F-5E/F TNI AU yang menghabiskan US$ 40 Juta untuk 9 pesawat atau kurang lebih US$ 4,4 Juta. Selisih US$ 1,6 juta, RSAF dapat jauh lebih banyak, bahkan F-5S/T tampil seperti pesawat tempur baru. List perubahan pada F-5S/T yang dilakukan Elbit adalah pemasangan radar baru FIAR Grifo-F, kemudian penambahan HOTAS (Hands on Throttle and Stick), panel instrumen digital, dan wide angle Head Up Display buatan GEC-Marconi. Penambahan avionik pada F-5S meliputi Litton IN-93 laser-inertial navigation system, dan sistem Elisra SPS-200 RWR (Radar Warning Receiver) untuk memberikan peringatan saat F-5S/T dikunci oleh pesawat tempur musuh. F-5S/T pun mendapatkan perkuatan struktur untuk memperpanjang usia pakai plus sistem pengisian bahan bakar di udara dengan batang probe pengisian bahan bakar dengan metode drogue and chute.
Proses integrasi yang dikerjakan STAe-Elbit sendiri mengalami beberapa masalah, sehingga pengerjaan pun molor sampai dua tahun. Untungnya, setelah diberi ultimatum RSAF, Elbit berhasil datang dengan solusi. Integrasi radar Grifo-F yang makan tempat diakali dengan penambahan plug atau segmen tambahan sehingga hidung F-5S terlihat memanjang. Selain itu, satu kanon 20mm yang jadi senjata bawaan F-5E terpaksa dilepas.
Kokpit F-5T
Pengorbanan tersebut ditebus dengan kemampuan Grifo-F yang menurut literatur bahkan lebih canggih dari radar AN/APG-66 milik F-16 block 15 OCU seperti yang digunakan TNI-AU. Grifo-F merupakan radar pulse doppler yang beroperasi pada X band dengan lima moda operasi untuk menjejak sasaran di udara ( range-while- search (normal), range-while-search (adaptive), spot velocity search, single target track, dual target track, situation awareness, track-while scan, air combat, boresight acquisition, HUD acquisition, vertical acquisition dan slew modes) mampu menjejak sampai delapan pesawat tempur secara simultan, dan kemudian memilih satu dari empat moda pertempuran udara. Untuk sasaran permukaan, Grifo-F menawarkan sembilan moda pencarian sasaran di darat ( real beam map, Doppler beam sharpening , sea low, sea high, ground moving target indicator, ground/sea moving target track, air to ground ranging, freeze, expand and beacon modes, Moda lainnya termasuk raid assessment, terrain avoidance, precision velocity update, beacon landing (serupa dengan ILS) dan IFF), termasuk mengaktifkan beam sharpening (mempersempit bidang sapuan sehingga jangkauan radar lebih panjang).
RSAF F-5S pada latihan Cope Tiger (photo : thebaseleg)
Jarak deteksi dari radar ini mencapai 92km, dengan penjejakan mulai dari 72km untuk sasaran dengan radar cross section 5m2. FIAR Grifo-F sendiri dapat diintegrasikan dengan rudal semi aktif dan aktif seperti AIM-120C AMRAAM walaupun RSAF secara resmi tidak pernah mengakui kompatibilitas F-5S/T dengan rudal canggih buatan Amerika Serikat tersebut. Sebanyak 50 radar Grifo-X dibeli oleh Singapura untuk dipasang ke seluruh F-5S/T yang dimodifikasi.
Seusai disempurnakan, F-5S/T ditugaskan sebagai skadron pertahanan udara Singapura. F-5S/T terhitung sangat sering dikirimkan ke latihan berskala regional, mungkin terutama untuk menghindarkan rasa minder dari tetangga-tetangganya yang ego dan gengsinya tinggi dan mungkin malu atau bahkan iri kalau melihat armada F-16D Block-52 dan F-15SG yang canggih diturunkan dalam latihan. Saat ini seluruh F-5S/T di RSAF dalam kondisi siaga dan berdinas aktif di skadron 144 Blackite setelah Skadron 141 dibubarkan dan Skadron 144 dikonversi ke F-15SG. Yang mencengangkan, walaupun F-5S/T boleh dikata pesawat tua, namun Skadron 144 yang mengoperasikannya empat kali mencatatkan prestasi sebagai skadron yang menerima Best Fighter Squadron Award dari RSAF (1995, 2005, 2009, dan 2015) karena tingkat kesiagaannya yang sangat tinggi.
(IndoMil)
Sangat menarik, beritanya. Semoga Indonesia meneladani yang baik dan positif dari tetangganya dan meninggalkan yang jelek dan negatif dari tetangga dan dirinya sendiri.
BalasHapusMemang beda negara sugih berduit sama negara pas pasan...
BalasHapusHampir tidak pernah dengar berita pesawat atau heli tua dari teteangga yg satu ini dikabarkan "jatuh".
Itu semua karena maintenisnya baguus banget.
Maklum duite uakueh...
#wongsugih
Artinya, pesawat / heli itu bagus kondisinya itu bukan karena apakah sudah tua atau muda usia pembuatannya, tetapi karena pemeliharaannya apakah bagus atau tidak, ya kan?
HapusHeli tua jellas secara kualitas sudah menurun alias butuh regenerasi helicopter baru . Heli angkut negara sebelah jarang jatuh itu karna bagus di management perawatan kalau di indonesia sudah dana cekak banyak ke bocoran fakta sampai sekarang gonta ganti rezim tni sulit di investegasi penegak hukum .
HapusBagus sekali.
BalasHapusMenunjukkan pentingnya perawatan alutsista dengan baik, dan di beri perhatian yang sungguh-sungguh.