30 September 2014
UH-72A Lakota (photo : Airport Data)
WASHINGTON - The State Department has made a determination approving a possible Foreign Military Sale to Thailand for UH-72A Lakota Helicopters and associated equipment, parts, training and logistical support for an estimated cost of $89 million. The Defense Security Cooperation Agency delivered the required certification notifying Congress of this possible sale on September 26, 2014.
The Government of Thailand has requested a possible sale of 9 UH-72A Lakota Helicopters, warranty, spare and repair parts, support equipment, communication equipment, publications and technical documentation, Aviation Mission Planning Station, personnel training and training equipment, U.S. Government and contractor technical and logistics support services, and other related elements of logistics support. The estimated cost is $89 million.
This proposed sale will contribute to the foreign policy and national security of the United States, by helping to improve the security of a major non-NATO ally.
This proposed sale will contribute to Thailand’s goal of upgrading and modernizing its military forces with a new light utility helicopter capable of meeting requirements for rotary-wing transportation, while further enhancing interoperability between Thailand the U.S., and among other allies. Thailand will have no difficulty absorbing these helicopters into its armed forces.
The proposed sale of this equipment and support will not alter the basic military balance in the region.
The principal contractor will be EADS North America in Herndon, Virginia. There are no known offset agreements proposed in connection with this potential sale.
Implementation of this proposed sale will require ten contractor representatives to travel to Thailand for a period of five weeks for equipment deprocessing/fielding and system checkout.
There will be no adverse impact on the U.S. defense readiness as a result of this proposed sale.
This notice of a potential sale is required by law and does not mean the sale has been concluded.
(DSCA)
30 September 2014
Paket Menarik Eurofighter untuk Indonesia
30 September 2014
Eurofighter Typhoon (all photos : militaryphotos)
.................
Dalam waktu dekat Kementerian Pertahanan dikabarkan akan kembali mengakuisisi jet tempur baru untuk mengisi hanggar Skadron Udara 14, yang sebentar lagi ditinggalkan jet pencegat F-5E/F Tiger II.
Salah satu kandidatnya adalah Eurofighter Typhoon, yang belakangan gencar ditawarkan pihak Airbus Defence & Space. Bagi Angkasa, kemunculan pesawat ini terbilang menarik, setidaknya oleh karena dua hal. Pertama adalah karena pesawat ini sejatinya dibuat berdasarkan filosofi atau kebutuhan khusus untuk sistem pertahanan udara Eropa. Dan kedua, karena pesawat ini ditawarkan dengan paket transfer teknologi yang bisa digunakan untuk masa depan industri kedirgantaraan Indonesia.
Keunggulan yang ditawarkan Typhoon ada pada dua dapur pacu Eurojet EJ200 berkekuatan masing-masing 13.490 pon dengan thrust-weight ratio 1,15 untuk menjamin kemampuannya mengejar dan menaklukkan lawan secara cepat di udara. Dengan sepasang canard yang terpasang di depan, pesawat sayap delta ini dijamin mampu melakukan gerakan menekuk dengan angle of attack yang jauh lebih impresif dibanding jet tempur pada umumnya. Gerakan menekuk amat diperlukan karena langit negara Eropa terbilang sempit.
Angkasa mencatat, Typhoon telah dirancang sejak 1980-an - ketika banyak negara Eropa tengah dihantui ekses Perang Dingin - namun baru bisa diterbangkan untuk pertama kali pada 1994 atau empat tahun setelah Perang Dingin usai. Manuverabilitas yang tinggi jadi persyaratan utama karena jet tempur ini akan digunakan sebagai tulang tombak penghadangan jet-jet tempur Uni Sovyet yang umumnya dirancang untuk menembus pertahanan udara lawan dan melakukan pemboman masif.
Penggarapan pesawat ini dipecah di empat pabrikan yang terletak di Jerman (DASA), Inggris (BAe), Italia (Aeritalia), dan Spanyol (CASA) yang pengintegrasiannya dikendalikan secara terpusat oleh Eurofighter Jagdflugzeug GmbH. Oleh sebab restrukturisasi yang diberlakukan Uni Eropa, pembuatan dan komersialisasinya kini dilimpahkan kepada BAE System, Alenia Aermacchi dan Airbus Defence & Space.
Nah, karena kewenangan penjualan atas segala produk Airbus DS untuk Indonesia dan sekitarnya kerap dilimpahkan kepada PT Dirgantara Indonesia, upaya penjualan Typhoon di wilayah ini pun dititipkan kepada manajemen pabrik pesawat yang ada di Bandung tersebut.
Sedang Dikaji
Pihak Kementerian Pertahanan dan KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) sendiri memastikan bahwa Typhoon sudah masuk sebagai kandidat. Bersama Sukhoi Su-35 (Rusia), Dassault Rafale (Perancis), Saab Jas-39 Gripen (Swedia), Boeing F/A-18E/F Super Hornet (AS) dan Lockheed Martin F-16 Block 62, pesawat ini akan segera diseleksi menurut kebutuhan operasional (ops-req) yang diajukan TNI AU.
"Pesawat-pesawat itu kini sedang dikaji. Keputusan baru akan diambil setelah pemerintahan baru berkuasa. Kita tunggu saja" ujar sebuah sumber. Pernyataan ini serta-merta mementahkan berita online yang menyatakan bahwa Pemerintah telah menyatakan positif membeli dan tengah menunggu pengirimannya.
Lalu seperti apa persisnya transfer teknologi yang ditawarkan? Belum ada rincian pasti. Namun, seperti diungkap Vice President Bisnis dan Pemerintahan PT Dirgantara Indonesia, Irzal Rinaldi Zailani, transfer teknologi yang ditawarkan bisa mengarah ke teknologi atau elemen yang diperlukan dalam perancangan jet tempur KFX/IFX. Oleh karena proses perakitannya bisa dilakukan di Bandung, enjinir PT DI juga bisa ikut menyerap ilmu dalam pembuatan jet tempur.
KFX/IFX adalah prototipe jet tempur masa depan yang tengah dirancang Korea Selatan bersama Indonesia. Merujuk Angkasa (Februari 2014), meski telah menuntaskan tahapan Pengembangan Teknologi pada akhir 2012, pemenuhan standar generasi 4,5 yang diharapkan masih menemui sejumlah kendala. Pesawat ini diantaranya belum menemukan mitra yang benar-benar mau "berbagi" teknologi radar penjejak sasaran multi-fungsi (AESA) dan mesin pendorong berkekuatan besar.
Dari tiga gambaran mesin yang dinilai cocok, yakni Eurojet EJ200, General Electric F-414 dan General Electric F-414 baru pihak Eurojet-lah yang menawarkan diri. Di lain pihak General Electric (AS) menyatakan berat untuk berbagi mesin yang kini menjadi andalan F/A-18E/F Super Hornet itu, namun tidak dengan GE F-100 yang selama ini dipakai F-16 versi awal.
"Kami tak mau pakai F-100, karena daya dorongnya terlalu kecil. Kami tetap pada prinsip bahwa jet tempur yang dihasilkan harus yang unggul. Kalau seadanya, itu sama saja cari mati," ujar Dr Rais Zain, M.Eng, KFX/IFX Configuration Design Leader kepada Angkasa.
Selain itu, kedua pihak juga masih mencari sistem persenjataan yang bisa disimpan dalam internal weapon bay, sistem data-link yang bisa mengacak komunikasi darat-udara dan perangkat anti-jamming.
.............................
(Angkasa Magazine, No 12/XXIV, September 2014)
Eurofighter Typhoon (all photos : militaryphotos)
.................
Dalam waktu dekat Kementerian Pertahanan dikabarkan akan kembali mengakuisisi jet tempur baru untuk mengisi hanggar Skadron Udara 14, yang sebentar lagi ditinggalkan jet pencegat F-5E/F Tiger II.
Salah satu kandidatnya adalah Eurofighter Typhoon, yang belakangan gencar ditawarkan pihak Airbus Defence & Space. Bagi Angkasa, kemunculan pesawat ini terbilang menarik, setidaknya oleh karena dua hal. Pertama adalah karena pesawat ini sejatinya dibuat berdasarkan filosofi atau kebutuhan khusus untuk sistem pertahanan udara Eropa. Dan kedua, karena pesawat ini ditawarkan dengan paket transfer teknologi yang bisa digunakan untuk masa depan industri kedirgantaraan Indonesia.
Keunggulan yang ditawarkan Typhoon ada pada dua dapur pacu Eurojet EJ200 berkekuatan masing-masing 13.490 pon dengan thrust-weight ratio 1,15 untuk menjamin kemampuannya mengejar dan menaklukkan lawan secara cepat di udara. Dengan sepasang canard yang terpasang di depan, pesawat sayap delta ini dijamin mampu melakukan gerakan menekuk dengan angle of attack yang jauh lebih impresif dibanding jet tempur pada umumnya. Gerakan menekuk amat diperlukan karena langit negara Eropa terbilang sempit.
Angkasa mencatat, Typhoon telah dirancang sejak 1980-an - ketika banyak negara Eropa tengah dihantui ekses Perang Dingin - namun baru bisa diterbangkan untuk pertama kali pada 1994 atau empat tahun setelah Perang Dingin usai. Manuverabilitas yang tinggi jadi persyaratan utama karena jet tempur ini akan digunakan sebagai tulang tombak penghadangan jet-jet tempur Uni Sovyet yang umumnya dirancang untuk menembus pertahanan udara lawan dan melakukan pemboman masif.
Penggarapan pesawat ini dipecah di empat pabrikan yang terletak di Jerman (DASA), Inggris (BAe), Italia (Aeritalia), dan Spanyol (CASA) yang pengintegrasiannya dikendalikan secara terpusat oleh Eurofighter Jagdflugzeug GmbH. Oleh sebab restrukturisasi yang diberlakukan Uni Eropa, pembuatan dan komersialisasinya kini dilimpahkan kepada BAE System, Alenia Aermacchi dan Airbus Defence & Space.
Nah, karena kewenangan penjualan atas segala produk Airbus DS untuk Indonesia dan sekitarnya kerap dilimpahkan kepada PT Dirgantara Indonesia, upaya penjualan Typhoon di wilayah ini pun dititipkan kepada manajemen pabrik pesawat yang ada di Bandung tersebut.
Sedang Dikaji
Pihak Kementerian Pertahanan dan KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) sendiri memastikan bahwa Typhoon sudah masuk sebagai kandidat. Bersama Sukhoi Su-35 (Rusia), Dassault Rafale (Perancis), Saab Jas-39 Gripen (Swedia), Boeing F/A-18E/F Super Hornet (AS) dan Lockheed Martin F-16 Block 62, pesawat ini akan segera diseleksi menurut kebutuhan operasional (ops-req) yang diajukan TNI AU.
"Pesawat-pesawat itu kini sedang dikaji. Keputusan baru akan diambil setelah pemerintahan baru berkuasa. Kita tunggu saja" ujar sebuah sumber. Pernyataan ini serta-merta mementahkan berita online yang menyatakan bahwa Pemerintah telah menyatakan positif membeli dan tengah menunggu pengirimannya.
Lalu seperti apa persisnya transfer teknologi yang ditawarkan? Belum ada rincian pasti. Namun, seperti diungkap Vice President Bisnis dan Pemerintahan PT Dirgantara Indonesia, Irzal Rinaldi Zailani, transfer teknologi yang ditawarkan bisa mengarah ke teknologi atau elemen yang diperlukan dalam perancangan jet tempur KFX/IFX. Oleh karena proses perakitannya bisa dilakukan di Bandung, enjinir PT DI juga bisa ikut menyerap ilmu dalam pembuatan jet tempur.
KFX/IFX adalah prototipe jet tempur masa depan yang tengah dirancang Korea Selatan bersama Indonesia. Merujuk Angkasa (Februari 2014), meski telah menuntaskan tahapan Pengembangan Teknologi pada akhir 2012, pemenuhan standar generasi 4,5 yang diharapkan masih menemui sejumlah kendala. Pesawat ini diantaranya belum menemukan mitra yang benar-benar mau "berbagi" teknologi radar penjejak sasaran multi-fungsi (AESA) dan mesin pendorong berkekuatan besar.
Dari tiga gambaran mesin yang dinilai cocok, yakni Eurojet EJ200, General Electric F-414 dan General Electric F-414 baru pihak Eurojet-lah yang menawarkan diri. Di lain pihak General Electric (AS) menyatakan berat untuk berbagi mesin yang kini menjadi andalan F/A-18E/F Super Hornet itu, namun tidak dengan GE F-100 yang selama ini dipakai F-16 versi awal.
"Kami tak mau pakai F-100, karena daya dorongnya terlalu kecil. Kami tetap pada prinsip bahwa jet tempur yang dihasilkan harus yang unggul. Kalau seadanya, itu sama saja cari mati," ujar Dr Rais Zain, M.Eng, KFX/IFX Configuration Design Leader kepada Angkasa.
Selain itu, kedua pihak juga masih mencari sistem persenjataan yang bisa disimpan dalam internal weapon bay, sistem data-link yang bisa mengacak komunikasi darat-udara dan perangkat anti-jamming.
.............................
(Angkasa Magazine, No 12/XXIV, September 2014)
Vietnam Acquires Unmanned Orbiter 2
30 September 2014
Aeronautics Orbiter 2 UAV (photo : UST)
Vietnam has acquired the Orbiter 2 unmanned air system (UAS) for use as an aerial forward observation asset for its artillery corps.
The Orbiter 2 is manufactured by Israel's Aeronautics Defense Systems, which says using a UAS instead of a ground-based forward observation officer will provide an improved "first round on target" capability for its customer.An Orbiter 2 flying at 2,000ft can supply artillery units with the co-ordinates of "a number" of targets, it adds.
Aeronautics sources say the Orbiter 2 is also now being offered by Rafael as part of deals that include the latter's Spike air-to-surface missiles, and by Israel Military Industries along with its surface-to-surface rockets.
An upgraded version of the Aeronautics aircraft is also available, with the Orbiter 2B capable of navigating independently to complete a mission, even if GPS is jammed or communication links lost. This variant also can carry payloads to assist with intelligence gathering.
(FlightGlobal)
Aeronautics Orbiter 2 UAV (photo : UST)
Vietnam has acquired the Orbiter 2 unmanned air system (UAS) for use as an aerial forward observation asset for its artillery corps.
The Orbiter 2 is manufactured by Israel's Aeronautics Defense Systems, which says using a UAS instead of a ground-based forward observation officer will provide an improved "first round on target" capability for its customer.An Orbiter 2 flying at 2,000ft can supply artillery units with the co-ordinates of "a number" of targets, it adds.
Aeronautics sources say the Orbiter 2 is also now being offered by Rafael as part of deals that include the latter's Spike air-to-surface missiles, and by Israel Military Industries along with its surface-to-surface rockets.
An upgraded version of the Aeronautics aircraft is also available, with the Orbiter 2B capable of navigating independently to complete a mission, even if GPS is jammed or communication links lost. This variant also can carry payloads to assist with intelligence gathering.
(FlightGlobal)
29 September 2014
TNI AU Menerima Dua F-16 C 52ID Gelombang Kedua
29 September 2014
Dua pesawat F-16 C 52ID TNI AU pengiriman tahap kedua (photo : TNI AU)
Dua pesawat F-16 C 52ID TNI AU pengiriman tahap kedua sudah mendarat dengan selamat di Lanud Iswahjudi Madiun pada hari Sabtu (27/9) siang pukul 11.18 WIB setelah meninggalkan Andersen AFB Guam tepat 5 jam 18 menit sebelumnya. Kedua pesawat diawaki penerbang dari Tucson Air National Guard dengan nomer ekor TS-1641 dan TS-1643. Kedua pesawat F-16 C lepas landas dari Andersen AFB Hawaii pukul 11.00 waktu setempat (06.00 WIB) selanjutnya terbang dikawal pesawat tanker KC-10 sampai Laut Jawa. Dan akhirnya pada leg leg terakhir tanggal 27 September kedua pesawat mendarat pada pukul 11.18 WIB di lanud Iswahjudi Madiun dan langsung diparkir di hanggar Skadron Udara 3.
Perjalanan ditempuh dengan ketinggian 25.000 kaki pada kecepatan 0.8 MN (Mach Number) atau sekitar 480 KTAS (Knots True Air Speed) melewati Samudera Pasifik yang tenang sebelum memasuki wilayah Indonesia. Selama perjalanan dilaksanakan air to air refueling dg pesawat KC-10 dari Travis dengan lima kali pengisian bahan bakar di udara.
Pesawat touchdown di RW 17 Lanud Iswahjudi pada pkl 11.18 WIB dan langsung menuju Hanggar Skadron Udara 3 “The Dragon Nest”.Kedua penerbang diterima oleh Komandan Lanud Iswahjudi yang didampingi segenap pejabat lanud lainnya disamping para penerbang dari berbagai skadron tempur yang berkumpul di Lanud Iswahjudi. Pesawat-pesawat terbaru ini rencananya akan memperkuat formasi Fly Past untuk memeriahkan HUT TNI ke-69 pada tanggal 7 Oktober 2014 di Surabaya
Kedua pesawat memulai perjalanan panjang melintasi separuh bumi, dengan berangkat dari Hill AFB Utah pada hari Senin (22/9) pukul 11.20 waktu setempat dan terbang melintasi Samudera Pasifik selama enam jam dengan lima kali air refueling berhasil mendarat di Hickham AFB Hawaii pada pukul 13.05. Selanjutnya para awak pesawat istirahat sehari Hawaii sebelum melanjutkan perjalanan menuju Andersen AFB Guam. pada hari Rabu (24/9). Kedua pesawat F-16 C lepas landas dari Hickham AFB Hawaii pukul 11.06 waktu setempat (04.06 WIB) dengan dikawal pesawat tanker KC-10 dan delapan jam kemudian pada pukul 14.55 siang waktu Guam mendarat di Andersen AFB.
Kedatangan kedua [esawat merupakan bagian dari Proyek “Peace Bima Sena II” yaitu pengadaan 24 pesawat F16 C/D-52ID. Seluruh pesawat yang aslinya pesawat F-16 C/D block 25 menjalani upgrading dan refurbished rangka “airframe” disamping modernisasi sistem “avionic” dan persenjataan di Ogden Air Logistics Center Hill AFB, Utah.
Rangka pesawat diperkuat, cockpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua system lama di rekondisi atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih baru sebagai otak pesawat ditambahkan agar lahir kembali dengan kemampuan jauh lebih hebat dan ampuh.
Pelaksanaan regenerasi meliputi structural/airframe upgrade pesawat hingga mencapai masa usia pakai (service life) optimal. Tidak hanya itu, seluruh mesin pesawat tipe F100-PW-220/E telah menjalani upgrade menjadi baru kembali, khususnya dengan pemasangan system DEEC (Digital Electronic Engine Computer) baru dan Augmentor Engine baru yang usia pakainnya dua kali lebih lama. Dan yang terpenting modernisasi avionic pesawat akan meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 52.
Upgrade pesawat F-16 C/D 52ID ini yang meliputi Modernisasi dan upgrade avionic dan engine pesawat dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 50/ 52, khususnya dengan pemasangan “otak dan syaraf” baru pesawat yaitu Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang juga dipakai Block 52+, demikian pula radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kemampuan sesuai system baru yang dipasang. Juga Improved Modem Data Link 16 untuk komunikasi data canggih, Embedded GPS/ INS (EGI) block-52 yang menggabungkan fungsi GPS dan INS dan berguna untuk penembakan JDAM (Bomb GPS), Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213, Radar Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set ALE-47 untuk melepaskan Chaffs/ Flares anti radar/anti rudal. Sedangkan kemampuan radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan agar mampu mendukung peralatan dan system baru yang dipasang.
Pesawat ini cukup handal dalam pertempuran udara karena disamping lincah maka F-16 C/D 52ID TNI AU juga juga dilengkapi senjata canggih rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder L/M/X dan IRIS-T (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C untuk scenario pertempuran “Beyond Visual Range”. Untuk menyerang sasaran permukaan pesawat dilengkapi kanon 20 mm, bomb standar MK 81/ 82/ 83/ 84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bom anti runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar), Improved Data Modem Link 16, Head Up Display layar lebar terbaru yang kompatibel dengan Helmet Mounted Cueing System dan Night Vision Google. Dilengkapi navigation dan targeting pod canggih seperti Sniper/ Litening, memungkinkan pesawat untuk operasi tempur malam hari serta mampu melaksanakan missi Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) untuk menetralisir pertahanan udara musuh.
Kemampuan sistem avionic canggih dan senjata udara modern serta keunggulan daya jangkau operasi pesawat ini memungkinkan untuk menghadang setiap penerbangan gelap atau menghantam sasaran permukaan, baik di luar atau dalam wilayah kedaulatan kita, pada saat siang atau malam hari tanpa kesulitan.
TNI Angkatan Udara merencanakan armada baru F-16 C/D 52ID ini akan melengkapi Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi Madiun dan Skadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru. Diharapkan pada saat pesawat tempur masa depan IFX sudah siap dioperasikan maka Pengalaman dan pemahaman dari aplikasi penggunaan tehnologi perang udara modern yang didapat dalam pengoperasian F-16 CD 52ID niscaya akan sangat membantu memperbaiki perencanaan, pengadaan, pelatihan serta doktrin dan taktik perang udara TNI AU agar mampu mengungguli kekuatan udara para pesaing negara kita. Pesawat-pesawat canggih ini akan menambah kekuatan tempur TNI Angkatan Udara sebagai tulang punggung Air Power (Kekuatan Dirgantara) kita demi menjaga Keamanan Nasional Indonesia.
(TNI AU)
Dua pesawat F-16 C 52ID TNI AU pengiriman tahap kedua (photo : TNI AU)
Dua pesawat F-16 C 52ID TNI AU pengiriman tahap kedua sudah mendarat dengan selamat di Lanud Iswahjudi Madiun pada hari Sabtu (27/9) siang pukul 11.18 WIB setelah meninggalkan Andersen AFB Guam tepat 5 jam 18 menit sebelumnya. Kedua pesawat diawaki penerbang dari Tucson Air National Guard dengan nomer ekor TS-1641 dan TS-1643. Kedua pesawat F-16 C lepas landas dari Andersen AFB Hawaii pukul 11.00 waktu setempat (06.00 WIB) selanjutnya terbang dikawal pesawat tanker KC-10 sampai Laut Jawa. Dan akhirnya pada leg leg terakhir tanggal 27 September kedua pesawat mendarat pada pukul 11.18 WIB di lanud Iswahjudi Madiun dan langsung diparkir di hanggar Skadron Udara 3.
Perjalanan ditempuh dengan ketinggian 25.000 kaki pada kecepatan 0.8 MN (Mach Number) atau sekitar 480 KTAS (Knots True Air Speed) melewati Samudera Pasifik yang tenang sebelum memasuki wilayah Indonesia. Selama perjalanan dilaksanakan air to air refueling dg pesawat KC-10 dari Travis dengan lima kali pengisian bahan bakar di udara.
Pesawat touchdown di RW 17 Lanud Iswahjudi pada pkl 11.18 WIB dan langsung menuju Hanggar Skadron Udara 3 “The Dragon Nest”.Kedua penerbang diterima oleh Komandan Lanud Iswahjudi yang didampingi segenap pejabat lanud lainnya disamping para penerbang dari berbagai skadron tempur yang berkumpul di Lanud Iswahjudi. Pesawat-pesawat terbaru ini rencananya akan memperkuat formasi Fly Past untuk memeriahkan HUT TNI ke-69 pada tanggal 7 Oktober 2014 di Surabaya
Kedua pesawat memulai perjalanan panjang melintasi separuh bumi, dengan berangkat dari Hill AFB Utah pada hari Senin (22/9) pukul 11.20 waktu setempat dan terbang melintasi Samudera Pasifik selama enam jam dengan lima kali air refueling berhasil mendarat di Hickham AFB Hawaii pada pukul 13.05. Selanjutnya para awak pesawat istirahat sehari Hawaii sebelum melanjutkan perjalanan menuju Andersen AFB Guam. pada hari Rabu (24/9). Kedua pesawat F-16 C lepas landas dari Hickham AFB Hawaii pukul 11.06 waktu setempat (04.06 WIB) dengan dikawal pesawat tanker KC-10 dan delapan jam kemudian pada pukul 14.55 siang waktu Guam mendarat di Andersen AFB.
Kedatangan kedua [esawat merupakan bagian dari Proyek “Peace Bima Sena II” yaitu pengadaan 24 pesawat F16 C/D-52ID. Seluruh pesawat yang aslinya pesawat F-16 C/D block 25 menjalani upgrading dan refurbished rangka “airframe” disamping modernisasi sistem “avionic” dan persenjataan di Ogden Air Logistics Center Hill AFB, Utah.
Rangka pesawat diperkuat, cockpit diperbarui, jaringan kabel dan elektronik baru dipasang, semua system lama di rekondisi atau diganti menjadi baru dan mission computer canggih baru sebagai otak pesawat ditambahkan agar lahir kembali dengan kemampuan jauh lebih hebat dan ampuh.
Pelaksanaan regenerasi meliputi structural/airframe upgrade pesawat hingga mencapai masa usia pakai (service life) optimal. Tidak hanya itu, seluruh mesin pesawat tipe F100-PW-220/E telah menjalani upgrade menjadi baru kembali, khususnya dengan pemasangan system DEEC (Digital Electronic Engine Computer) baru dan Augmentor Engine baru yang usia pakainnya dua kali lebih lama. Dan yang terpenting modernisasi avionic pesawat akan meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 52.
Upgrade pesawat F-16 C/D 52ID ini yang meliputi Modernisasi dan upgrade avionic dan engine pesawat dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan menjadi setara dengan F-16 block 50/ 52, khususnya dengan pemasangan “otak dan syaraf” baru pesawat yaitu Mission Computer MMC- 7000A versi M-5 yang juga dipakai Block 52+, demikian pula radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan kemampuan sesuai system baru yang dipasang. Juga Improved Modem Data Link 16 untuk komunikasi data canggih, Embedded GPS/ INS (EGI) block-52 yang menggabungkan fungsi GPS dan INS dan berguna untuk penembakan JDAM (Bomb GPS), Electronic Warfare Management System AN/ALQ-213, Radar Warning Receiver ALR-69 Class IV serta Countermeasures Dispenser Set ALE-47 untuk melepaskan Chaffs/ Flares anti radar/anti rudal. Sedangkan kemampuan radar AN/APG-68 (V) ditingkatkan agar mampu mendukung peralatan dan system baru yang dipasang.
Pesawat ini cukup handal dalam pertempuran udara karena disamping lincah maka F-16 C/D 52ID TNI AU juga juga dilengkapi senjata canggih rudal jarak pendek AIM-9 Sidewinder L/M/X dan IRIS-T (NATO) serta rudal jarak sedang AIM-120 AMRAAM-C untuk scenario pertempuran “Beyond Visual Range”. Untuk menyerang sasaran permukaan pesawat dilengkapi kanon 20 mm, bomb standar MK 81/ 82/ 83/ 84, Laser Guided Bomb Paveway, JDAM (GPS Bomb), Bom anti runway Durandal, rudal AGM-65 Maverick K2, rudal AGM-84 Harpoon (anti kapal), rudal AGM-88 HARM (anti radar), Improved Data Modem Link 16, Head Up Display layar lebar terbaru yang kompatibel dengan Helmet Mounted Cueing System dan Night Vision Google. Dilengkapi navigation dan targeting pod canggih seperti Sniper/ Litening, memungkinkan pesawat untuk operasi tempur malam hari serta mampu melaksanakan missi Supression Of Enemy Air Defence (SEAD) untuk menetralisir pertahanan udara musuh.
Kemampuan sistem avionic canggih dan senjata udara modern serta keunggulan daya jangkau operasi pesawat ini memungkinkan untuk menghadang setiap penerbangan gelap atau menghantam sasaran permukaan, baik di luar atau dalam wilayah kedaulatan kita, pada saat siang atau malam hari tanpa kesulitan.
TNI Angkatan Udara merencanakan armada baru F-16 C/D 52ID ini akan melengkapi Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi Madiun dan Skadron Udara 16 Lanud Rusmin Nuryadin Pekanbaru. Diharapkan pada saat pesawat tempur masa depan IFX sudah siap dioperasikan maka Pengalaman dan pemahaman dari aplikasi penggunaan tehnologi perang udara modern yang didapat dalam pengoperasian F-16 CD 52ID niscaya akan sangat membantu memperbaiki perencanaan, pengadaan, pelatihan serta doktrin dan taktik perang udara TNI AU agar mampu mengungguli kekuatan udara para pesaing negara kita. Pesawat-pesawat canggih ini akan menambah kekuatan tempur TNI Angkatan Udara sebagai tulang punggung Air Power (Kekuatan Dirgantara) kita demi menjaga Keamanan Nasional Indonesia.
(TNI AU)
Sodoran Gripen untuk Indonesia
29 September 2014
Gripen NG, pesawat demonstrator untuk Gripen seri E (photo : SaabGroup)
Seorang pembaca Defense Studies dengan id Gripen for Indonesia pada tanggal 22 September 2014 lalu memposting tulisan di Defense Studies. Apakah dia adalah representasi dari SaabGroup yang sekarang membuka website dalam bahasa Indonesia ataukah bukan, namun tulisannya layak untuk dibaca. Berikut ini adalah tulisannya mengenai Gripen E yang kadang membuat komparasi terhadap kompetitor lainnya.
--------------------------------------------------------------------------
Gripen E adalah pesawat tempur terbaik di dunia ini
Biaya operasional per jam
Indonesia bisa menerbangkan 4 Gripen E dengan biaya per jam yang sama untuk menerbangkan Su-27/30/35. Biaya operasional Gripen per jam hanya $4800 per jam, ini berarti juga hanya 59% dibanding biaya F-16.
Rudal Jarak jauh MBDA Meteor
Gripen adalah pesawat pertama yang dipersenjatai missile jarak jauh ini. Meteor dengan teknologi Ramjet dianggap lebih baik / lebih modern dibanding AMRAAM C7 tipe terbaru yang bisa diekspor Amerika (kalau Indonesia bisa dapat ijinnya). Meteor juga lebih unggul dibanding R77 tipe konvensional Russia (kecuali tipe R-77PD, tapi ini belum operasional).
Logistik/Fleksibilitas
Gripen dirancang untuk bisa operasional di landasan "darurat" di masa perang. Dia bisa mendarat di jalan raya, asalkan ada cukup 800 meter jalan yang lurus. Gripen juga dirancang untuk bisa dipersenjatai/diisi bahan bakar (dalam keadaan perang) hanya dengan 5 orang yang terlatih dan 1 truk pengangkut.
Di masa perang, Indonesia dengan puluhan ribu pulau, berpotensi bisa "menyembunyikan" Gripen E mereka di jutaan tempat. Sekarang ini, kalau Lanud Sultan Hassanudin, Pekan Baru, dan Iswayudhi berhasil di bom di hari pertama, TNI-AU mungkin sudah akan berantakan.
Supercruise
Gripen E adalah salah satu tipe yang bisa melebihi kecepatan suara tanpa menggunakan afterburner. Su-27/30/35 dan F-16 mungkin bisa melaju lebih cepat, tapi tidak bisa lama-lama karena afterburner memboroskan bensin. Ini artinya, Gripen lebih mudah untuk melakukan "interception" (penyergapan). Merek juga bisa menembakan Meteor dari jarak yang lebih jauh dibanding negara lain yg punya F-35, F-18E, atau F-15SG.
Radar
Gripen E sudah membawa Selex AESA radar, dan juga memiliki IRST (Infra-Red Search & Tracking) - ini memudahkan untuk bisa mencari pesawat tipe F-35 (yang akan dibeli Singapore/ Australia) di udara. Jika TNI-AU membeli Gripen E, ini untuk pertama kalinya Indonesia bisa memiliki akses ke radar AESA yg akan menjadi standar untuk 50 tahun ke depan.
Networking
"Gripen E is a Networked Fighter". Sampai sekarang, hanya Su-27/30 di Indonesia yang mempunyai Airborne Network (TSK-2), ini pun tidak compatible dengan transfer data dari radar-radar TNI-AU di darat. Dengan membeli Gripen-E, Indonesia bisa mengintegrasikan pesawat ini dengan semua radar di darat, dan juga Indonesia bisa membuka kemungkinan pembelian pesawat AWACS.
Support
Dengan teknologi transfer 100%, kedaulatan Indonesia lebih terjamin dibanding sekarang, yang menghandalkan F-16 buatan Amerika (yg pernah memblokade spare part). Mesin F414 memang masih buatan Amerika, tapi dari segi support akan mirip dengan tipe F404 yang sekarang dipakai dengan T-50i TNI-AU. Indonesia bisa berinvestasi untuk mensupport dua mesin ini dengan lebih lancar terlepas dari support Amerika.
Pengganti F-5E dan Hawk 109/209
Biaya operasional sama-sama murah, jarang jangkau jauh lebih baik, Gripen juga jauh lebih modern dan lebih cepat dari F-5E.
Pembaca juga harus memperhatikan, sebentar lagi Hawk 209 / 109 yang dibeli TNI-AU di tahun 1990-an juga akan memasuki usia uzur. Ini membuka kemungkinan bahwa setelah membeli 16 pesawat (menggantikan F-5E), Indonesia bisa membeli 32 pesawat lagi untuk menggantikan Hawk 209 di Skuadron 1 dan 12.
Proyek KF-X
Terakhir, proyek KF-X dengan Korea, masa depannya masih meragukan. Sekarang ini Korea sudah berkomitmen utk membeli F-35 (harga selangit & memakan biaya anggaran AU Korea). Banyak orang di Korea juga menyatakan bahwa kemungkinan besar KF-X akan menelan biaya yg sama dibanding membeli F-15SE.
Korea juga belum cukup punya kemampuan/pengalaman untuk mengembangkan pesawat dengan target ambisius seperti ini.
Sebanding
Gripen E adalah pilihan terbaik untuk TNI-AU saat ini untuk menjaga kedaulatan bangsa di saat krisis. Pesawat ini akan memiliki keunggulan secara teknologi, network, support, kinematis, dan ongkos operasional dibanding potensial lawan-lawan regional seperti F-15SG dan F-16C/D Block 52 Singapore, F-18E Super Hornet Australia, dan Su-30MKM Malaysia.
(Gripen for Indonesia @ Defense Studies)
Gripen NG, pesawat demonstrator untuk Gripen seri E (photo : SaabGroup)
Seorang pembaca Defense Studies dengan id Gripen for Indonesia pada tanggal 22 September 2014 lalu memposting tulisan di Defense Studies. Apakah dia adalah representasi dari SaabGroup yang sekarang membuka website dalam bahasa Indonesia ataukah bukan, namun tulisannya layak untuk dibaca. Berikut ini adalah tulisannya mengenai Gripen E yang kadang membuat komparasi terhadap kompetitor lainnya.
--------------------------------------------------------------------------
Gripen E adalah pesawat tempur terbaik di dunia ini
Biaya operasional per jam
Indonesia bisa menerbangkan 4 Gripen E dengan biaya per jam yang sama untuk menerbangkan Su-27/30/35. Biaya operasional Gripen per jam hanya $4800 per jam, ini berarti juga hanya 59% dibanding biaya F-16.
Rudal Jarak jauh MBDA Meteor
Gripen adalah pesawat pertama yang dipersenjatai missile jarak jauh ini. Meteor dengan teknologi Ramjet dianggap lebih baik / lebih modern dibanding AMRAAM C7 tipe terbaru yang bisa diekspor Amerika (kalau Indonesia bisa dapat ijinnya). Meteor juga lebih unggul dibanding R77 tipe konvensional Russia (kecuali tipe R-77PD, tapi ini belum operasional).
Logistik/Fleksibilitas
Gripen dirancang untuk bisa operasional di landasan "darurat" di masa perang. Dia bisa mendarat di jalan raya, asalkan ada cukup 800 meter jalan yang lurus. Gripen juga dirancang untuk bisa dipersenjatai/diisi bahan bakar (dalam keadaan perang) hanya dengan 5 orang yang terlatih dan 1 truk pengangkut.
Di masa perang, Indonesia dengan puluhan ribu pulau, berpotensi bisa "menyembunyikan" Gripen E mereka di jutaan tempat. Sekarang ini, kalau Lanud Sultan Hassanudin, Pekan Baru, dan Iswayudhi berhasil di bom di hari pertama, TNI-AU mungkin sudah akan berantakan.
Supercruise
Gripen E adalah salah satu tipe yang bisa melebihi kecepatan suara tanpa menggunakan afterburner. Su-27/30/35 dan F-16 mungkin bisa melaju lebih cepat, tapi tidak bisa lama-lama karena afterburner memboroskan bensin. Ini artinya, Gripen lebih mudah untuk melakukan "interception" (penyergapan). Merek juga bisa menembakan Meteor dari jarak yang lebih jauh dibanding negara lain yg punya F-35, F-18E, atau F-15SG.
Radar
Gripen E sudah membawa Selex AESA radar, dan juga memiliki IRST (Infra-Red Search & Tracking) - ini memudahkan untuk bisa mencari pesawat tipe F-35 (yang akan dibeli Singapore/ Australia) di udara. Jika TNI-AU membeli Gripen E, ini untuk pertama kalinya Indonesia bisa memiliki akses ke radar AESA yg akan menjadi standar untuk 50 tahun ke depan.
Networking
"Gripen E is a Networked Fighter". Sampai sekarang, hanya Su-27/30 di Indonesia yang mempunyai Airborne Network (TSK-2), ini pun tidak compatible dengan transfer data dari radar-radar TNI-AU di darat. Dengan membeli Gripen-E, Indonesia bisa mengintegrasikan pesawat ini dengan semua radar di darat, dan juga Indonesia bisa membuka kemungkinan pembelian pesawat AWACS.
Support
Dengan teknologi transfer 100%, kedaulatan Indonesia lebih terjamin dibanding sekarang, yang menghandalkan F-16 buatan Amerika (yg pernah memblokade spare part). Mesin F414 memang masih buatan Amerika, tapi dari segi support akan mirip dengan tipe F404 yang sekarang dipakai dengan T-50i TNI-AU. Indonesia bisa berinvestasi untuk mensupport dua mesin ini dengan lebih lancar terlepas dari support Amerika.
Pengganti F-5E dan Hawk 109/209
Biaya operasional sama-sama murah, jarang jangkau jauh lebih baik, Gripen juga jauh lebih modern dan lebih cepat dari F-5E.
Pembaca juga harus memperhatikan, sebentar lagi Hawk 209 / 109 yang dibeli TNI-AU di tahun 1990-an juga akan memasuki usia uzur. Ini membuka kemungkinan bahwa setelah membeli 16 pesawat (menggantikan F-5E), Indonesia bisa membeli 32 pesawat lagi untuk menggantikan Hawk 209 di Skuadron 1 dan 12.
Proyek KF-X
Terakhir, proyek KF-X dengan Korea, masa depannya masih meragukan. Sekarang ini Korea sudah berkomitmen utk membeli F-35 (harga selangit & memakan biaya anggaran AU Korea). Banyak orang di Korea juga menyatakan bahwa kemungkinan besar KF-X akan menelan biaya yg sama dibanding membeli F-15SE.
Korea juga belum cukup punya kemampuan/pengalaman untuk mengembangkan pesawat dengan target ambisius seperti ini.
Sebanding
Gripen E adalah pilihan terbaik untuk TNI-AU saat ini untuk menjaga kedaulatan bangsa di saat krisis. Pesawat ini akan memiliki keunggulan secara teknologi, network, support, kinematis, dan ongkos operasional dibanding potensial lawan-lawan regional seperti F-15SG dan F-16C/D Block 52 Singapore, F-18E Super Hornet Australia, dan Su-30MKM Malaysia.
(Gripen for Indonesia @ Defense Studies)
PHIBLEX: Marines, Navy Participating in Philippine Amphibious Exercise
29 September 2014
U.S. Marines and sailors arrive in a high speed vessel swift at the Navy Support Depot, Subic Bay, Philippines, Sept. 19, 2014, to begin preparations for the bilateral Amphibious Landing Exercise (PHIBLEX) (photo : USMC)
YOKOTA AIR BASE, Japan — Okinawa-based Marines and sailors are taking part in an exercise that is designed to boost the Philippine military’s amphibious capabilities.
The PHIBLEX 15 event, which runs Sunday through Oct. 10 in the Southeast Asian country, includes a command-post exercise, field-training, live-fire practice and humanitarian and civic assistance projects, according to a Marine Corps statement.
Some 1,200 Filipino troops will be joined by 3,500 Marines and sailors from the 3rd Marine Expeditionary Brigade, III Marine Expeditionary Force, the 31st Marine Expeditionary Unit, a Special Purpose Marine Air Ground Task Force and the Navy’s Commander, Task Force 76.
“PHIBLEX will continue to enhance the interoperability between U.S. Navy and Marine Corps forces and their Philippine counterparts with a focus on improving our bilateral response to regional issues and maritime security crises,” the statement said.
The exercise comes at a time when the Armed Forces of the Philippines are shifting focus from counter-insurgency operations to external threats.
The island nation, which recently signed an agreement to let U.S. forces and contractors operate out of agreed locations in the Philippines for at least 10 years, has clashed with China over claims to a number of small islands and the resource-rich waters around them.
(Stripes)
U.S. Marines and sailors arrive in a high speed vessel swift at the Navy Support Depot, Subic Bay, Philippines, Sept. 19, 2014, to begin preparations for the bilateral Amphibious Landing Exercise (PHIBLEX) (photo : USMC)
YOKOTA AIR BASE, Japan — Okinawa-based Marines and sailors are taking part in an exercise that is designed to boost the Philippine military’s amphibious capabilities.
The PHIBLEX 15 event, which runs Sunday through Oct. 10 in the Southeast Asian country, includes a command-post exercise, field-training, live-fire practice and humanitarian and civic assistance projects, according to a Marine Corps statement.
Some 1,200 Filipino troops will be joined by 3,500 Marines and sailors from the 3rd Marine Expeditionary Brigade, III Marine Expeditionary Force, the 31st Marine Expeditionary Unit, a Special Purpose Marine Air Ground Task Force and the Navy’s Commander, Task Force 76.
“PHIBLEX will continue to enhance the interoperability between U.S. Navy and Marine Corps forces and their Philippine counterparts with a focus on improving our bilateral response to regional issues and maritime security crises,” the statement said.
The exercise comes at a time when the Armed Forces of the Philippines are shifting focus from counter-insurgency operations to external threats.
The island nation, which recently signed an agreement to let U.S. forces and contractors operate out of agreed locations in the Philippines for at least 10 years, has clashed with China over claims to a number of small islands and the resource-rich waters around them.
(Stripes)
Thailand Tanda-tangani Pembelian 2 Helikopter Mi-17V5
29 September 2014
Mi-17V5 Angkatan Darat Thailand (photo : ardothailand)
Situs Penerbangan Angkatan Darat Thailand belum lama ini memberitakan tentang penanda-tanganan kontrak jual beli 2 helikopter Mil Mi-17V5 untuk Angkatan Darat Thailand yang dilakukan di Moscow, Russia. Kontrak tersebut sebenarnya dilakukan pada bulan Juli 2014 lalu.
Rilis berita pembelian ini rupanya dilakukan berdekatan tanggalnya dengan pembelian 5 helikopter EC-645, juga untuk Angkatan Darat Thailand. EC-645 adalah helikopter UH-72A Lakota versi baling-baling belakangnya menggunakan tipe fenestron.
Sebelumnya Thailand telah membeli 3 pesawat helikopter Mi-17V5 dan telah menerima pengiriman semuanya. Helikopter ini bertugas ke dalam kesatuan General Aviation Support Battalion untuk mendukung mobilitas Divisi Infantri ke-4 Angkatan Darat Thailand.
Pembelian dua helikopter Mi-17V5 ini merupakan realisasi persetujuan anggaran pada bulan Oktober 2013 lalu.
(Defense Studies)
Mi-17V5 Angkatan Darat Thailand (photo : ardothailand)
Situs Penerbangan Angkatan Darat Thailand belum lama ini memberitakan tentang penanda-tanganan kontrak jual beli 2 helikopter Mil Mi-17V5 untuk Angkatan Darat Thailand yang dilakukan di Moscow, Russia. Kontrak tersebut sebenarnya dilakukan pada bulan Juli 2014 lalu.
Rilis berita pembelian ini rupanya dilakukan berdekatan tanggalnya dengan pembelian 5 helikopter EC-645, juga untuk Angkatan Darat Thailand. EC-645 adalah helikopter UH-72A Lakota versi baling-baling belakangnya menggunakan tipe fenestron.
Sebelumnya Thailand telah membeli 3 pesawat helikopter Mi-17V5 dan telah menerima pengiriman semuanya. Helikopter ini bertugas ke dalam kesatuan General Aviation Support Battalion untuk mendukung mobilitas Divisi Infantri ke-4 Angkatan Darat Thailand.
Pembelian dua helikopter Mi-17V5 ini merupakan realisasi persetujuan anggaran pada bulan Oktober 2013 lalu.
(Defense Studies)
27 September 2014
Menhan Resmikan 4 Kapal Cepat Rudal dan 1 Kapal Patroli TNI AL
27 September 2014
KRI Siwar 646 merupakan Kapal Cepat Rudal KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
Lima KRI Made in Batam Resmi Masuk Armada Pertahanan Indonesia
Menteri Pertahanan dan Keamanan RI Purnomo Yusgiantoro menerima dan meresmikan lima unit kapal perang Indonesia (KRI) buatan dua perusahaan galangan kapal Batam di pelabuhan Batuampar, Sabtu (27/9) siang.
KRI jenis Kapal Cepat Rudal KCR-40 yang resmi diluncurkan untuk meningkatkan pertahanan wilayah periaran di Indonesia itu adalah KRI Surik-645, KRI Siwar-646, KRI Parang-647 dan KRI Terapang-648. Pada keempat KRI itu Menhan juga mengukuhkan komandan masing-masing KRI untuk resmi beroperasi sebagai jajaran armada TNI AL.
KRI Terapang 648 merupakan Kapal Cepat Rudal KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
Sementara KRI Sidat- 851 Menhan menerima secara resmi dari PT Palindo Marine Shipyard selaku kontraktor kapal tersebut.
Lima unit kapal perang itu semuanya asli buatan Batam. KRI Surik 645, KRI Siwar 646 dan KRI Parang 647 buatan PT Palindo Marine di Tanjunguncang sementara KRI Sidat dan KRI Teripang merupakan buatan PT Citra Shipyard. Untuk tiga KRI Buatan PT Palindo Marine, penyaluran dana proyek didukung oleh Bank Mandiri, yang mana sebelumnya juga pernah menyalurkan dana untuk pembuatan pembuatan empat unit kapal cepat rudal produksi PT Palindo Marine yakni KRI Clurit 641, KRI Kujang 642, KRI Beladau 643 dan KRI Alamang 644.
KRI Terapang 648 merupakan Kapal Cepat Rudal KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Antara)
Persenjataan
Purnomo Yusgiantoro mengatakan lima KRI yang diterima dan diluncurkan itu merupakan kapal cepat cepat jenis kapal cepat rudal (KCR). Kapal-kapal tersebut dilengkapi dengan sistem persenjataan modern (SEWACO/sensor weapon control) diantaranya meriam kaliber 30 mm enam laras panjang sebagai sistem pertempuran jarak dekat, dan peluru kendali 2 set rudal C-705. Bagian lambung KCR ini terbuat dari baja khusus High Tensile steel. Kapal dengan sistem pendorong fixed propeller lima daun itu juga dilengkapi dua unit senjata kaliber 20 mm di anjungan kapal. ”Empat KRI yang diluncurkan sudah resmi masuk jajaran armada TNI,” kata Menhan di pelabuan Batuampar.
KRI-KRI yang diluncurkan itu diakui Purnomo sangat handal di laut, terutama di laut-laut Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang menghubungkan nusantara.”Spesifikasi kecepatan, persenjataan dan personil yang ada sudah diuji coba dan sangat tangguh dan efektif sesuai dengan medan perairan di Indonesi,” tuturnya.
KRI Surik 645, KRI Siwar 646 dan KRI Parang 647 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
Peningkatan Alutsista di laut baik bentuk KRI dan KAL (Kapal Angkatan Laut) yang sudah dilakukan selama ini, merupakan jawaban konsekuensi atas kondisi geografis wilayah indonesia yang sebagian besar adalah lautan. “Wilayah kita banyak perairan jadi pertahanan keamanan laut juga butuh armada yang memadai,” katanya.
Purnomo berharap dengan diresmikannya kapal perang RI tersebut, maka TNI AL mampu meningkatkan kemampuan operasional dalam mengamankan dan menjaga kedaulatan NKRI.
Kelima KRI buatan PT Palindo Marine Shipyard dan PT Citra Shipyard rencananya akan diikutkan dalam Sailling Pass di Surabaya dalam Rangka Memperingati HUT TNI ke 69 di Ujung Surabaya.
KRI Sidat 851 merupakan Kapal Patroli/Patrol Craft tanpa rudal dengan platform sama dengan KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
“Ini juga sebagai bukti bahwa galangan kapal dalam negeri juga bisa menciptakan kapal yang berkualitas,” kata Menhan.
Meriam NG-18 6 barrel kaliber 30 mm buatan China (photo : Kaskus Militer)
Acara peresmian juga dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Pejabat teras TNI AL, Mabes TNI dan lainnya. Pada acara peresmian KRI itu juga dilaksanakan penandatanganan Protocol of Delivery oleh Direktur PT Citra Shipyard Batam, Aslog Kasal dang Panglima Armada RI Kawasan Timur, serta dilaksanakan pula penyerahan Protocol of Delivery dari Dirut PT Citra Shipyard Batam kepada TNI Angkatan Laut.
(BatamPos)
KRI Siwar 646 merupakan Kapal Cepat Rudal KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
Lima KRI Made in Batam Resmi Masuk Armada Pertahanan Indonesia
Menteri Pertahanan dan Keamanan RI Purnomo Yusgiantoro menerima dan meresmikan lima unit kapal perang Indonesia (KRI) buatan dua perusahaan galangan kapal Batam di pelabuhan Batuampar, Sabtu (27/9) siang.
KRI jenis Kapal Cepat Rudal KCR-40 yang resmi diluncurkan untuk meningkatkan pertahanan wilayah periaran di Indonesia itu adalah KRI Surik-645, KRI Siwar-646, KRI Parang-647 dan KRI Terapang-648. Pada keempat KRI itu Menhan juga mengukuhkan komandan masing-masing KRI untuk resmi beroperasi sebagai jajaran armada TNI AL.
KRI Terapang 648 merupakan Kapal Cepat Rudal KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
Sementara KRI Sidat- 851 Menhan menerima secara resmi dari PT Palindo Marine Shipyard selaku kontraktor kapal tersebut.
Lima unit kapal perang itu semuanya asli buatan Batam. KRI Surik 645, KRI Siwar 646 dan KRI Parang 647 buatan PT Palindo Marine di Tanjunguncang sementara KRI Sidat dan KRI Teripang merupakan buatan PT Citra Shipyard. Untuk tiga KRI Buatan PT Palindo Marine, penyaluran dana proyek didukung oleh Bank Mandiri, yang mana sebelumnya juga pernah menyalurkan dana untuk pembuatan pembuatan empat unit kapal cepat rudal produksi PT Palindo Marine yakni KRI Clurit 641, KRI Kujang 642, KRI Beladau 643 dan KRI Alamang 644.
KRI Terapang 648 merupakan Kapal Cepat Rudal KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Antara)
Persenjataan
Purnomo Yusgiantoro mengatakan lima KRI yang diterima dan diluncurkan itu merupakan kapal cepat cepat jenis kapal cepat rudal (KCR). Kapal-kapal tersebut dilengkapi dengan sistem persenjataan modern (SEWACO/sensor weapon control) diantaranya meriam kaliber 30 mm enam laras panjang sebagai sistem pertempuran jarak dekat, dan peluru kendali 2 set rudal C-705. Bagian lambung KCR ini terbuat dari baja khusus High Tensile steel. Kapal dengan sistem pendorong fixed propeller lima daun itu juga dilengkapi dua unit senjata kaliber 20 mm di anjungan kapal. ”Empat KRI yang diluncurkan sudah resmi masuk jajaran armada TNI,” kata Menhan di pelabuan Batuampar.
KRI-KRI yang diluncurkan itu diakui Purnomo sangat handal di laut, terutama di laut-laut Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang menghubungkan nusantara.”Spesifikasi kecepatan, persenjataan dan personil yang ada sudah diuji coba dan sangat tangguh dan efektif sesuai dengan medan perairan di Indonesi,” tuturnya.
KRI Surik 645, KRI Siwar 646 dan KRI Parang 647 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
Peningkatan Alutsista di laut baik bentuk KRI dan KAL (Kapal Angkatan Laut) yang sudah dilakukan selama ini, merupakan jawaban konsekuensi atas kondisi geografis wilayah indonesia yang sebagian besar adalah lautan. “Wilayah kita banyak perairan jadi pertahanan keamanan laut juga butuh armada yang memadai,” katanya.
Purnomo berharap dengan diresmikannya kapal perang RI tersebut, maka TNI AL mampu meningkatkan kemampuan operasional dalam mengamankan dan menjaga kedaulatan NKRI.
Kelima KRI buatan PT Palindo Marine Shipyard dan PT Citra Shipyard rencananya akan diikutkan dalam Sailling Pass di Surabaya dalam Rangka Memperingati HUT TNI ke 69 di Ujung Surabaya.
KRI Sidat 851 merupakan Kapal Patroli/Patrol Craft tanpa rudal dengan platform sama dengan KCR-40 buatan Palindo Marine Shipyard (photo : Kaskus Militer)
“Ini juga sebagai bukti bahwa galangan kapal dalam negeri juga bisa menciptakan kapal yang berkualitas,” kata Menhan.
Meriam NG-18 6 barrel kaliber 30 mm buatan China (photo : Kaskus Militer)
Acara peresmian juga dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Pejabat teras TNI AL, Mabes TNI dan lainnya. Pada acara peresmian KRI itu juga dilaksanakan penandatanganan Protocol of Delivery oleh Direktur PT Citra Shipyard Batam, Aslog Kasal dang Panglima Armada RI Kawasan Timur, serta dilaksanakan pula penyerahan Protocol of Delivery dari Dirut PT Citra Shipyard Batam kepada TNI Angkatan Laut.
(BatamPos)
DMO Awards Sustainment Contract for Landing Helicopter Docks
27 September 2014
Australian Canberra class LHD (photo : themonthly)
A key contract for supporting Australia’s new Landing Helicopter Dock ships (LHDs) has been awarded to BAE Systems Australia Defence Pty Ltd.
Chief Executive Officer of the Defence Materiel Organisation (DMO), Mr Warren King, today announced the contract to support the two LHDs over the next four years.
“BAE Systems will provide a continuity of knowledge and experience as they maintain the LHDs during this vital transition period from the acquisition project to full operational service with Navy,” Mr King said.
He said BAE Systems are best placed to ensure that sustainment requirements of engineering maintenance and supply support for the LHDs are met in an efficient, effective and economical manner.
The LHD Transition In-Service Support Contract has a budget of approximately $220 million over four years.
The majority of the work is expected to take place in Sydney where the LHDs will be home ported, resulting in the creation of over 40 new jobs.
(Aus DoD)
Australian Canberra class LHD (photo : themonthly)
A key contract for supporting Australia’s new Landing Helicopter Dock ships (LHDs) has been awarded to BAE Systems Australia Defence Pty Ltd.
Chief Executive Officer of the Defence Materiel Organisation (DMO), Mr Warren King, today announced the contract to support the two LHDs over the next four years.
“BAE Systems will provide a continuity of knowledge and experience as they maintain the LHDs during this vital transition period from the acquisition project to full operational service with Navy,” Mr King said.
He said BAE Systems are best placed to ensure that sustainment requirements of engineering maintenance and supply support for the LHDs are met in an efficient, effective and economical manner.
The LHD Transition In-Service Support Contract has a budget of approximately $220 million over four years.
The majority of the work is expected to take place in Sydney where the LHDs will be home ported, resulting in the creation of over 40 new jobs.
(Aus DoD)
Menhan Resmikan Kapal LST KRI Teluk Bintuni 520
27 September 2014
Dalam keadaan kosong, maka KRI Teluk Bintuni 520 dengan bobot mati 2.300 ton menjadi LST terbesar yang akan dioperasikan oleh TNI AL. LST lainnya yang dioperasikan TNI AL adalah Teluk Semangka class bobot matinya 1.800 ton, sedangkan LST Frosch Class bobot matinya 1.530 ton. Sampai dengan tahun 2024 TNI AL direncanakan mempunyai 4 kapal Teluk Bintuni class (photos : Saibumi)
Menhan Resmikan Kapal Perang Buatan Dalam Negeri
LAMPUNG - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meresmikan kapal jenis "landing ship tank" (LST), yakni Kapal Republik Indonesia (KRI) Teluk Bintuni 520 yang merupakan hasil produksi industri galangan kapal dalam negeri.
"Pengadaan satu unit kapal angkut ini bertujuan untuk mewujudkan kekuatan pokok keamanan dan pertahanan. Kapal angkut tank ini diproyeksikan untuk digunakan oleh jajaran lintas laut militer TNI AL," kata Purnomo dalam peresmian KRI Teluk Bintuni dan pelantikan Komandan KRI Teluk Bentuni-520 di Srengsem, Panjang, Bandar Lampung, Sabtu (27/9/2014).
Selain Purnomo, hadir juga Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio dan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo dan pejabat terkait dalam peresmian tersebut.
"Pembangunan kapal angkut tank ini merupakan bentuk pembinaan pemerintah untuk industri dalam negeri agar mengurangi ketergantungan dengan negara lain di masa mendatang. Pemerintah juga sudah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan untuk membina industri pertahanan," ujar Purnomo.
KRI Teluk Bintuni 520 memiliki panjang 120 meter, dapat mencapai kecepatan 16.000 knot, didukung dua unit mesin yang masing-masing berkapasitas 3.285 KW.
Kapal yang dibangun dengan biaya sekitar Rp160 miliar dan dikerjakan selama 16 bulan ini mampu mengangkut hingga 10 unit tank Leopard buatan Jerman seberat 62,5 ton ditambah 120 orang awak kapal dan 300 orang pasukan.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengatakan keberadaan industeri galangan kapal di provinsinya juga dapat mendorong perekonomian Lampung.
"Kami memimpikan dengan keberadaan industri galangan kapal dan industri maritim di pelosok tanah air bisa membangun kekurangan Angkatan Laut sehingga di laut kita jaya, bukan hanya di laut kita tapi juga di seluruh dunia," kata Ridho.
Ia mengaku berniat membangun industri maritim di Lampung karena ditunjang dengan kondisi Teluk Lampung yang cocok untuk membangun industri maritim.
Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan mengaku membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas agar dapat membangun industri maritim.
"Saya berterima kasih karena sudah mempercayakan kepada kami untuk menyediakan alutsista (alat utama sistem senjata) nasional sehingga ikut andil dalam perekonomian nasional dan khususnya perekonomian Lampung agar bisa juga dibanggakan sebagai penghasil kapal industri maritim Indonesia, kami harapkan pemerintah dapat juga menyediakan tenaga kerja maritim di Lampung," kata Amir.
Kapal tersebut tercatat sebagai kapal pertama yang diproduksi di Indonesia yang dapat mengangkut Leopard.
"Kapal ini adalah kapal paling besar untuk militer 'non-combat'. KRI Teluk Bintuni 520 adalah kapal angkut yang dipersenjatai," ujar Amir setelah menjelaskan bahwa perusahaannya biasa membuat kapal tanker atau kapal pesanan Kementerian Perhubungan.
PT DRU sendiri mampu membangun kapal hingga kapasitas 17.500 dead weight tonnage (DWT) atau ton bobot mati yang dipesan oleh Pertamina, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan.
Sedangkan untuk divisi reparasi kapal juga sudah memperbaiki berbagai kapal tanker, feri, tug boat, bulk carrier, kapal konversi dan kapal lain hingga ukuran 8.000 DWT.
"Untuk reparasi itu kita harus membangun fasilitas 'docking' dan biayanya tidak murah, untuk kapal berkapasitas 30 ribu ton bobot itu butuh biaya kira-kira Rp300 miliar," ungkap Amir.
PT DRU sudah membangun "docking" di Lampung.
"Lampung itu kondisi teluknya bagus dan dekat dengan Jawa, saya ingin membuat Lampung menjadi provinsi yang bisa dianggap sebagai salah satu provinsi industri maritim di luar industri lain, jadi tidak perlu ke Singapura misalnya," jelas Amir.
Saat ini DRU sedang mengerjakan pesanan PT Pertamina dengan nilai kapal mencapai 23 juta dolar AS. Tidak kurang dari 268 kapal sudah dikerjakan PT DRU yang telah berdiri sejak 1972 itu.
(Kompas)
Dalam keadaan kosong, maka KRI Teluk Bintuni 520 dengan bobot mati 2.300 ton menjadi LST terbesar yang akan dioperasikan oleh TNI AL. LST lainnya yang dioperasikan TNI AL adalah Teluk Semangka class bobot matinya 1.800 ton, sedangkan LST Frosch Class bobot matinya 1.530 ton. Sampai dengan tahun 2024 TNI AL direncanakan mempunyai 4 kapal Teluk Bintuni class (photos : Saibumi)
Menhan Resmikan Kapal Perang Buatan Dalam Negeri
LAMPUNG - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro meresmikan kapal jenis "landing ship tank" (LST), yakni Kapal Republik Indonesia (KRI) Teluk Bintuni 520 yang merupakan hasil produksi industri galangan kapal dalam negeri.
"Pengadaan satu unit kapal angkut ini bertujuan untuk mewujudkan kekuatan pokok keamanan dan pertahanan. Kapal angkut tank ini diproyeksikan untuk digunakan oleh jajaran lintas laut militer TNI AL," kata Purnomo dalam peresmian KRI Teluk Bintuni dan pelantikan Komandan KRI Teluk Bentuni-520 di Srengsem, Panjang, Bandar Lampung, Sabtu (27/9/2014).
Selain Purnomo, hadir juga Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio dan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo dan pejabat terkait dalam peresmian tersebut.
"Pembangunan kapal angkut tank ini merupakan bentuk pembinaan pemerintah untuk industri dalam negeri agar mengurangi ketergantungan dengan negara lain di masa mendatang. Pemerintah juga sudah membentuk Komite Kebijakan Industri Pertahanan untuk membina industri pertahanan," ujar Purnomo.
KRI Teluk Bintuni 520 memiliki panjang 120 meter, dapat mencapai kecepatan 16.000 knot, didukung dua unit mesin yang masing-masing berkapasitas 3.285 KW.
Kapal yang dibangun dengan biaya sekitar Rp160 miliar dan dikerjakan selama 16 bulan ini mampu mengangkut hingga 10 unit tank Leopard buatan Jerman seberat 62,5 ton ditambah 120 orang awak kapal dan 300 orang pasukan.
Gubernur Lampung M Ridho Ficardo mengatakan keberadaan industeri galangan kapal di provinsinya juga dapat mendorong perekonomian Lampung.
"Kami memimpikan dengan keberadaan industri galangan kapal dan industri maritim di pelosok tanah air bisa membangun kekurangan Angkatan Laut sehingga di laut kita jaya, bukan hanya di laut kita tapi juga di seluruh dunia," kata Ridho.
Ia mengaku berniat membangun industri maritim di Lampung karena ditunjang dengan kondisi Teluk Lampung yang cocok untuk membangun industri maritim.
Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU) Amir Gunawan mengaku membutuhkan tenaga kerja yang berkualitas agar dapat membangun industri maritim.
"Saya berterima kasih karena sudah mempercayakan kepada kami untuk menyediakan alutsista (alat utama sistem senjata) nasional sehingga ikut andil dalam perekonomian nasional dan khususnya perekonomian Lampung agar bisa juga dibanggakan sebagai penghasil kapal industri maritim Indonesia, kami harapkan pemerintah dapat juga menyediakan tenaga kerja maritim di Lampung," kata Amir.
Kapal tersebut tercatat sebagai kapal pertama yang diproduksi di Indonesia yang dapat mengangkut Leopard.
"Kapal ini adalah kapal paling besar untuk militer 'non-combat'. KRI Teluk Bintuni 520 adalah kapal angkut yang dipersenjatai," ujar Amir setelah menjelaskan bahwa perusahaannya biasa membuat kapal tanker atau kapal pesanan Kementerian Perhubungan.
PT DRU sendiri mampu membangun kapal hingga kapasitas 17.500 dead weight tonnage (DWT) atau ton bobot mati yang dipesan oleh Pertamina, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan.
Sedangkan untuk divisi reparasi kapal juga sudah memperbaiki berbagai kapal tanker, feri, tug boat, bulk carrier, kapal konversi dan kapal lain hingga ukuran 8.000 DWT.
"Untuk reparasi itu kita harus membangun fasilitas 'docking' dan biayanya tidak murah, untuk kapal berkapasitas 30 ribu ton bobot itu butuh biaya kira-kira Rp300 miliar," ungkap Amir.
PT DRU sudah membangun "docking" di Lampung.
"Lampung itu kondisi teluknya bagus dan dekat dengan Jawa, saya ingin membuat Lampung menjadi provinsi yang bisa dianggap sebagai salah satu provinsi industri maritim di luar industri lain, jadi tidak perlu ke Singapura misalnya," jelas Amir.
Saat ini DRU sedang mengerjakan pesanan PT Pertamina dengan nilai kapal mencapai 23 juta dolar AS. Tidak kurang dari 268 kapal sudah dikerjakan PT DRU yang telah berdiri sejak 1972 itu.
(Kompas)
Menhan Resmikan Kapal Oiler untuk TNI AL
27 September 2014
KRI Tarakan 905 berfungsi dalam pembekalan logistik cair di tengah laut dalam rangka mendukung gelar operasi TNI Angkatan Laut (photos : Kaskus Militer, DKB)
TNI AL diperkuat dengan kapal pengangkut logistik
Jakarta (ANTARA News) - TNI Angkatan Laut kembali diperkuat dengan kapal perang buatan dalam negeri untuk mengangkut logistik, KRI Tarakan-905 yang merupakan kelas Bantuan Cair Minyak (BCM) produksi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), Jakarta Utara.
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Purnomo Yusgiantoro didampingi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Marsetio meresmikan KRI Tarakan-905, di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat.
Menhan Purnomo Yusgiantoro saat meresmikan kapal tersebut mengatakan bahwa peresmian KRI Tarakan-905 dilakukan dalam rangka pembangunan TNI Angkatan Laut untuk menuju world class navy, Indonesia patut berbangga kapal ini dikerjakan oleh putra putri Indonesia.
"Kapal ini berfungsi dalam pembekalan logistik cair di tengah laut dalam rangka mendukung gelar operasi TNI Angkatan Laut. Saya berharap kapal ini dapat dioperasionalkan secara optimal bagi bangsa dan negara," kata Menhan.
KRI Tarakan-905 merupakan kapal jenis Bantu Cair Minyak (BCM) yang memiliki panjang keseluruhan 122,40 m, panjang garis tegak 113,90 m, lebar 16,50 m, tinggi 9,00 m, kecepatan maksimal 18 knots, jarak jelajah 7.680 nm, kapasitas muatan cair 5.500 matrik, tenaga penggerak utama berjumlah dua buah daya 6.114 PS, berat baja 2.400 ton, dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller.
KRI Tarakan-905 ini mempunyai fungsi sebagai penyalur bahan bakar minyak di tengah laut atau dukungan logistik cair kepada Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) lainnya. Dengan adanya kapal BCM ini menjadikan unsur kapal perang yang sedang melakukan operasi tidak perlu kembali ke pangkalan untuk pemenuhan logistik dan bahan bakar dalam melanjutkan menjaga kedaulatan NKRI dan menegakkan hukum di laut nusantara.
Selain memesan kapal berjenis BCM, TNI Angkatan Laut melalui Kementerian Pertahanan saat ini juga sedang memesan dua unit Kapal Angkut Tank (AT) dari PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero).
Pembuatan kapal ini sebagai tindak lanjut program Kementerian Pertahanan yang telah tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara Menteri Pertahanan dengan Panglima TNI, dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang Revitalisasi Industri Pertahanan dalam menerapkan Program MEF (Minimum Essential Force).
Penggunaan nama Tarakan sendiri diambil dari nama kota di provinsi Kalimantan Utara. Dahulu kala kota ini dikenal sebagai kota penghasil minyak dan telah menyumbangkan kontribusi yang tidak kecil sebagai penghasil minyak bumi berkualitas tinggi bagi Indonesia sejak tahun 1896.
PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari adalah salah satu industri strategis milik pemerintah yang telah mendapat kepercayaan untuk mengerjakan program pemerintah dimaksud, dan juga sebagai upaya dalam memberdayakan industri perkapalan dalam negeri untuk membangun kekuatan alutsista TNI AL.
(Antara)
KRI Tarakan 905 berfungsi dalam pembekalan logistik cair di tengah laut dalam rangka mendukung gelar operasi TNI Angkatan Laut (photos : Kaskus Militer, DKB)
TNI AL diperkuat dengan kapal pengangkut logistik
Jakarta (ANTARA News) - TNI Angkatan Laut kembali diperkuat dengan kapal perang buatan dalam negeri untuk mengangkut logistik, KRI Tarakan-905 yang merupakan kelas Bantuan Cair Minyak (BCM) produksi PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero), Jakarta Utara.
Menteri Pertahanan Republik Indonesia Purnomo Yusgiantoro didampingi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Marsetio meresmikan KRI Tarakan-905, di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat.
Menhan Purnomo Yusgiantoro saat meresmikan kapal tersebut mengatakan bahwa peresmian KRI Tarakan-905 dilakukan dalam rangka pembangunan TNI Angkatan Laut untuk menuju world class navy, Indonesia patut berbangga kapal ini dikerjakan oleh putra putri Indonesia.
"Kapal ini berfungsi dalam pembekalan logistik cair di tengah laut dalam rangka mendukung gelar operasi TNI Angkatan Laut. Saya berharap kapal ini dapat dioperasionalkan secara optimal bagi bangsa dan negara," kata Menhan.
KRI Tarakan-905 merupakan kapal jenis Bantu Cair Minyak (BCM) yang memiliki panjang keseluruhan 122,40 m, panjang garis tegak 113,90 m, lebar 16,50 m, tinggi 9,00 m, kecepatan maksimal 18 knots, jarak jelajah 7.680 nm, kapasitas muatan cair 5.500 matrik, tenaga penggerak utama berjumlah dua buah daya 6.114 PS, berat baja 2.400 ton, dengan sistem propulsi twin screw dan fixed pitch propeller.
KRI Tarakan-905 ini mempunyai fungsi sebagai penyalur bahan bakar minyak di tengah laut atau dukungan logistik cair kepada Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) lainnya. Dengan adanya kapal BCM ini menjadikan unsur kapal perang yang sedang melakukan operasi tidak perlu kembali ke pangkalan untuk pemenuhan logistik dan bahan bakar dalam melanjutkan menjaga kedaulatan NKRI dan menegakkan hukum di laut nusantara.
Selain memesan kapal berjenis BCM, TNI Angkatan Laut melalui Kementerian Pertahanan saat ini juga sedang memesan dua unit Kapal Angkut Tank (AT) dari PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero).
Pembuatan kapal ini sebagai tindak lanjut program Kementerian Pertahanan yang telah tertuang dalam Kesepakatan Bersama antara Menteri Pertahanan dengan Panglima TNI, dan Kepala Kepolisian Negara RI tentang Revitalisasi Industri Pertahanan dalam menerapkan Program MEF (Minimum Essential Force).
Penggunaan nama Tarakan sendiri diambil dari nama kota di provinsi Kalimantan Utara. Dahulu kala kota ini dikenal sebagai kota penghasil minyak dan telah menyumbangkan kontribusi yang tidak kecil sebagai penghasil minyak bumi berkualitas tinggi bagi Indonesia sejak tahun 1896.
PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari adalah salah satu industri strategis milik pemerintah yang telah mendapat kepercayaan untuk mengerjakan program pemerintah dimaksud, dan juga sebagai upaya dalam memberdayakan industri perkapalan dalam negeri untuk membangun kekuatan alutsista TNI AL.
(Antara)
26 September 2014
Empat Pesawat Super Tucano Datang Lagi
26 September 2014
Empat pesawat Super Tucano merupakan pengiriman gelombang kedua (photo : Newman Homrich)
Danlanud Roesmin Nurjadin Sambut Kedatangan Pesawat Super Tucano
Danlanud Roesmin Nurjadin, Kolonel Pnb M. Khairil Lubis menyambut kedatangan 4 pesawat tempur EMB-314 Super Tucano buatan dari Embraer Defense System Brasil di Shelter Charlie, Lanud Rsn, Kamis (25/9). Kedatangan 4 pesawat ini dalam rangka Transit sebelum melanjutkan penerbangannya dari pusat produksi pesawat Super Tucano di Brasil ke Lanud Abd Saleh, Malang. Direncanakan hari ini, Jumat (26/9) keempat pesawat tempur taktis tersebut akan melanjutkan penerbangannya ke Lanud Abd Saleh.
Pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano adalah hasil pengembangan pesawat latih EMB-312 Tucano, dimana pesawat ini memiliki beberapa keunggulan seperti mampu terbang rendah dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk anti-gerilya. Biaya operasional dan perawatan pesawat ini tidak tinggi, serta mampu mendarat di landasan pacu yang sederhana. Dilengkapi mesin tunggal turboprop, Super Tucano memiliki kemampuan mengenai target dengan sempurna. Dua senapan mesin dipasangkan pabrikan Embraer Brasil, pada sayap serta 5 hardpoint di sayap dan fuselage untuk mengangkut rudal, roket atau bom seberat 1,5 ton. Pesawat ini pun didesain untuk melakukan serangan anti-gerilya, pengintaian, dan patroli.
Empat pesawat ini merupakan pengiriman kedua, dari total 16 unit pesawat yang dipesan oleh TNI AU untuk menggantikan pesawat OV 10 Bronco di Skuadron Udara 21 Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.
(TNI AU)
Empat pesawat Super Tucano merupakan pengiriman gelombang kedua (photo : Newman Homrich)
Danlanud Roesmin Nurjadin Sambut Kedatangan Pesawat Super Tucano
Danlanud Roesmin Nurjadin, Kolonel Pnb M. Khairil Lubis menyambut kedatangan 4 pesawat tempur EMB-314 Super Tucano buatan dari Embraer Defense System Brasil di Shelter Charlie, Lanud Rsn, Kamis (25/9). Kedatangan 4 pesawat ini dalam rangka Transit sebelum melanjutkan penerbangannya dari pusat produksi pesawat Super Tucano di Brasil ke Lanud Abd Saleh, Malang. Direncanakan hari ini, Jumat (26/9) keempat pesawat tempur taktis tersebut akan melanjutkan penerbangannya ke Lanud Abd Saleh.
Pesawat tempur taktis EMB-314 Super Tucano adalah hasil pengembangan pesawat latih EMB-312 Tucano, dimana pesawat ini memiliki beberapa keunggulan seperti mampu terbang rendah dalam waktu yang lama, sehingga cocok untuk anti-gerilya. Biaya operasional dan perawatan pesawat ini tidak tinggi, serta mampu mendarat di landasan pacu yang sederhana. Dilengkapi mesin tunggal turboprop, Super Tucano memiliki kemampuan mengenai target dengan sempurna. Dua senapan mesin dipasangkan pabrikan Embraer Brasil, pada sayap serta 5 hardpoint di sayap dan fuselage untuk mengangkut rudal, roket atau bom seberat 1,5 ton. Pesawat ini pun didesain untuk melakukan serangan anti-gerilya, pengintaian, dan patroli.
Empat pesawat ini merupakan pengiriman kedua, dari total 16 unit pesawat yang dipesan oleh TNI AU untuk menggantikan pesawat OV 10 Bronco di Skuadron Udara 21 Lanud Abdurrahman Saleh, Malang, Jawa Timur.
(TNI AU)
Acquisition of Two Anti-Submarine Helicopters for PHL Navy Continues
26 September 2014
Bell AB-212 ASW helicopter (photo : Hellenic Navy)
The Department of National Defense Bids and Awards Committee posted its invitation to interested bidders for Philippine Navy’s two anti-submarine helicopters. The acquisition project has a PhP5.4 billion allocated budget under Armed Forces of the Philippines Modernization Act.
The invitation to bid was signed by DND-BAC Chairman USec Natalio C. Ecarma III.
Included in the contract price are munition, Mission Essential Equipment and Integrated Logistics Support (ILS).
Pre-bid conference will be held on October 7 at DND-BAC conference room at around 10 AM. The First Stage Bid opening will be on October 21. Interested bidders must submit bid on or before the said date.
The committee released a new invitation to bid after several reschedules where interested bidders were informed through supplemental bid bulletin.
Under Medium Term Development Capability Plan, winning bidder must deliver goods within seven hundred thirty days.
Earlier reports said that Philippine Navy is eyeing the AgustaWestland 159 “Wildcat”. Navy variants of AW159 will be serving United Kingdom’s Royal Navy and South Korea’s Navy.
Bell helicopter, an American firm is interested to join the bidding.
(AngMalaya)
Bell AB-212 ASW helicopter (photo : Hellenic Navy)
The Department of National Defense Bids and Awards Committee posted its invitation to interested bidders for Philippine Navy’s two anti-submarine helicopters. The acquisition project has a PhP5.4 billion allocated budget under Armed Forces of the Philippines Modernization Act.
The invitation to bid was signed by DND-BAC Chairman USec Natalio C. Ecarma III.
Included in the contract price are munition, Mission Essential Equipment and Integrated Logistics Support (ILS).
Pre-bid conference will be held on October 7 at DND-BAC conference room at around 10 AM. The First Stage Bid opening will be on October 21. Interested bidders must submit bid on or before the said date.
The committee released a new invitation to bid after several reschedules where interested bidders were informed through supplemental bid bulletin.
Under Medium Term Development Capability Plan, winning bidder must deliver goods within seven hundred thirty days.
Earlier reports said that Philippine Navy is eyeing the AgustaWestland 159 “Wildcat”. Navy variants of AW159 will be serving United Kingdom’s Royal Navy and South Korea’s Navy.
Bell helicopter, an American firm is interested to join the bidding.
(AngMalaya)
KFX to Benefit from F-35 Offsets
26 September 2014
KFX fighter (photo : chosun)
In return for obtaining 40 Lockheed Martin F-35 Joint Strike Fighters, South Korea will receive technologies related to its long-planned KFX indigenous fighter programme.
Following Lockheed’s announcement on 24 September that Seoul was on the verge of signing an order for 40 F-35s, state news agencyYonhapquoted a spokesman from South Korea’s Defense Acquisition Program Administration (DAPA) as saying that the F-35 technologies will play a key role in KFX.
Under the F-35 deal – which will cover deliveries to run between 2018 and 2021 – Lockheed will transfer key fighter technologies from “17 sectors”, he says.
The DAPA spokesman adds that Seoul will build 120 KFX aircraft for deployment from 2025. South Korean officials indicate the fighter will be a twin-engined design that is more capable than advanced versions of the Lockheed F-16, but less capable than leading Western fighters such as the F-35.
Technology transfer was a major consideration in Seoul’s pursuit of a replacement for its McDonnell Douglas F-4 Phantoms and Northrop F-5s under its F-X III requirement, which was ultimately won by the F-35.
Industry sources say Lockheed, Boeing and Eurofighter all offered attractive technology transfer packages during the contest. Boeing offered an upgraded version of its F-15E, dubbed the Silent Eagle, while Eurofighter offered the Typhoon.
At last year’s Seoul lnternational Aerospace & Defense Exhibition, Korea Aerospace Industries, which will likely build the new jet, displayed two models of the KFX, both of which bore low-observable characteristics reminiscent of the F-35.
The aircraft will be developed with help from Indonesia, which is a 20% partner in the programme.
The F-X III requirement was originally for 60 aircraft, but Seoul pared this back to 40, apparently for pricing concerns. It is believed Seoul will eventually buy another 20 F-35s to meet its initial requirement.
(FlightGlobal)
KFX fighter (photo : chosun)
In return for obtaining 40 Lockheed Martin F-35 Joint Strike Fighters, South Korea will receive technologies related to its long-planned KFX indigenous fighter programme.
Following Lockheed’s announcement on 24 September that Seoul was on the verge of signing an order for 40 F-35s, state news agencyYonhapquoted a spokesman from South Korea’s Defense Acquisition Program Administration (DAPA) as saying that the F-35 technologies will play a key role in KFX.
Under the F-35 deal – which will cover deliveries to run between 2018 and 2021 – Lockheed will transfer key fighter technologies from “17 sectors”, he says.
The DAPA spokesman adds that Seoul will build 120 KFX aircraft for deployment from 2025. South Korean officials indicate the fighter will be a twin-engined design that is more capable than advanced versions of the Lockheed F-16, but less capable than leading Western fighters such as the F-35.
Technology transfer was a major consideration in Seoul’s pursuit of a replacement for its McDonnell Douglas F-4 Phantoms and Northrop F-5s under its F-X III requirement, which was ultimately won by the F-35.
Industry sources say Lockheed, Boeing and Eurofighter all offered attractive technology transfer packages during the contest. Boeing offered an upgraded version of its F-15E, dubbed the Silent Eagle, while Eurofighter offered the Typhoon.
At last year’s Seoul lnternational Aerospace & Defense Exhibition, Korea Aerospace Industries, which will likely build the new jet, displayed two models of the KFX, both of which bore low-observable characteristics reminiscent of the F-35.
The aircraft will be developed with help from Indonesia, which is a 20% partner in the programme.
The F-X III requirement was originally for 60 aircraft, but Seoul pared this back to 40, apparently for pricing concerns. It is believed Seoul will eventually buy another 20 F-35s to meet its initial requirement.
(FlightGlobal)
Innovative F90 Assault Rifle to Enter Low Rate Initial Production
26 September 2014
Thales Australia F90M ’Marksman’ variant with a longer barrel (photo : Army Recognition)
Thales has secured a Department of Defence contract to enter Low Rate Initial Production for the company’s innovative F90 assault rifle.
“This is a major milestone in the F90 story,” said Kevin Wall, Vice President Armaments at Thales Australia.
The engineering and development of Australia’s F90 has created a light, versatile weapon that has met the highest standards of performance and reliability.
“Backed by over a century of military weapons experience, Thales’s Lithgow facility will now begin manufacturing F90 rifles as part of a derisking exercise designed to smooth the transition in production from the existing in-service weapon to the F90.”
The F90 recently achieved Provisional Design Acceptance following an extensive testing period that saw over one million rounds fired. It includes an integrated side loading 40 mm grenade launcher that can be attached in just a few seconds by the soldier – a potentially decisive capability advantage facilitating speed and flexibility on operations.
(Thales)
Thales Australia F90M ’Marksman’ variant with a longer barrel (photo : Army Recognition)
Thales has secured a Department of Defence contract to enter Low Rate Initial Production for the company’s innovative F90 assault rifle.
“This is a major milestone in the F90 story,” said Kevin Wall, Vice President Armaments at Thales Australia.
The engineering and development of Australia’s F90 has created a light, versatile weapon that has met the highest standards of performance and reliability.
“Backed by over a century of military weapons experience, Thales’s Lithgow facility will now begin manufacturing F90 rifles as part of a derisking exercise designed to smooth the transition in production from the existing in-service weapon to the F90.”
The F90 recently achieved Provisional Design Acceptance following an extensive testing period that saw over one million rounds fired. It includes an integrated side loading 40 mm grenade launcher that can be attached in just a few seconds by the soldier – a potentially decisive capability advantage facilitating speed and flexibility on operations.
(Thales)
The "Magic Eyes" to Guard the Vietnam Sky
26 September 2014
Radar P-18 planes, target detection range of 250 km, 36 km height, the radar is capable of detecting and tracking 120 targets simultaneously. (all photos : Phunu Today)
Army radar unit under Air Force PK - KQ is responsible for early detection of all targets infringing airspace, waters and island of Vietnam.
Radar P-35 planes, target detection range of 300 km, height of 25 km, the radar is capable of detecting targets flying at altitudes below 300 meters.
Army radar alarm early for the concerned units ready to fight when there is objective suspected infringement of national sovereignty. In addition, the army also led the way for the kind of weapons can destroy the target control in the air, at sea, on land.
Radar Altimeter PRV-16. This type of radar guided realm cum squad fighters attack targets airspace intrusion.
P-14M Radar realm, target detection range of 600 km, a maximum height of 65 km.
Vietnam Army radar was established very early. On 21/03/1958, radar Regiment realm of Vietnam was first established. During the war in Vietnam, army radar equipped modern contributed quite important in the realm, guided missiles, anti-aircraft returned the fierce air campaign of the USAF.
Advanced radar reconnaissance 55Zh6UE Nebo-UE. This type of radar network digital phase 3 design coordinates automatically following the targets.
Radar detection realm specialized stealth aircraft Vostock-E, Vietnam called the RV-01. This type of radar planes no rival in Asia. RV-01 is capable of detecting stealth aircraft F-117A at a distance of 72 km in heavy interference environment, other aircraft detection range not less than 360 km, the number of targets simultaneously track 120.
In particular, the campaign Hanoi - Dien Bien Phu in the air, though faced with powerful air force in the world with electronic warfare systems sophisticated, but the soldiers still fighting innovative radar " bar to find specific noise "broken air raids largest since World War 2.
Electronic reconnaissance system Kolchuga passive. This is a passive radar system specialized to detect advanced stealth aircraft in the world today.
Radar caught looking round low 3 parameters 39N6 Kasta-2E2 perform specialized tasks detect low flying targets such as cruise missiles, unmanned aircraft. This radar is capable of detecting targets flying at altitudes below 100 m at a distance of 41-55 km, depending on the height of the antenna, the maximum range of 150 km reconnaissance.
Today, high-tech warfare, electronic reconnaissance keep critical role in the defense of the homeland, to the country do not get surprised by any circumstances, take precedence army radar investment device equipped with sophisticated surveillance from a leading power in the world today.
Radar altitude 96L6EV looked round for every combination of long-range air defense S-300PMU1, target detection range of 300 km, track 100 targets simultaneously.
Here is a radar image of the payroll realm radar Army, Army Air Defence - Air Force, the Vietnam People's Army:
(Phunu Today)
Radar P-18 planes, target detection range of 250 km, 36 km height, the radar is capable of detecting and tracking 120 targets simultaneously. (all photos : Phunu Today)
Army radar unit under Air Force PK - KQ is responsible for early detection of all targets infringing airspace, waters and island of Vietnam.
Radar P-35 planes, target detection range of 300 km, height of 25 km, the radar is capable of detecting targets flying at altitudes below 300 meters.
Army radar alarm early for the concerned units ready to fight when there is objective suspected infringement of national sovereignty. In addition, the army also led the way for the kind of weapons can destroy the target control in the air, at sea, on land.
Radar Altimeter PRV-16. This type of radar guided realm cum squad fighters attack targets airspace intrusion.
P-14M Radar realm, target detection range of 600 km, a maximum height of 65 km.
Vietnam Army radar was established very early. On 21/03/1958, radar Regiment realm of Vietnam was first established. During the war in Vietnam, army radar equipped modern contributed quite important in the realm, guided missiles, anti-aircraft returned the fierce air campaign of the USAF.
Advanced radar reconnaissance 55Zh6UE Nebo-UE. This type of radar network digital phase 3 design coordinates automatically following the targets.
Radar detection realm specialized stealth aircraft Vostock-E, Vietnam called the RV-01. This type of radar planes no rival in Asia. RV-01 is capable of detecting stealth aircraft F-117A at a distance of 72 km in heavy interference environment, other aircraft detection range not less than 360 km, the number of targets simultaneously track 120.
In particular, the campaign Hanoi - Dien Bien Phu in the air, though faced with powerful air force in the world with electronic warfare systems sophisticated, but the soldiers still fighting innovative radar " bar to find specific noise "broken air raids largest since World War 2.
Electronic reconnaissance system Kolchuga passive. This is a passive radar system specialized to detect advanced stealth aircraft in the world today.
Radar caught looking round low 3 parameters 39N6 Kasta-2E2 perform specialized tasks detect low flying targets such as cruise missiles, unmanned aircraft. This radar is capable of detecting targets flying at altitudes below 100 m at a distance of 41-55 km, depending on the height of the antenna, the maximum range of 150 km reconnaissance.
Today, high-tech warfare, electronic reconnaissance keep critical role in the defense of the homeland, to the country do not get surprised by any circumstances, take precedence army radar investment device equipped with sophisticated surveillance from a leading power in the world today.
Radar altitude 96L6EV looked round for every combination of long-range air defense S-300PMU1, target detection range of 300 km, track 100 targets simultaneously.
Here is a radar image of the payroll realm radar Army, Army Air Defence - Air Force, the Vietnam People's Army:
(Phunu Today)