29 September 2014

Sodoran Gripen untuk Indonesia

29 September 2014


Gripen NG, pesawat demonstrator untuk Gripen seri E (photo : SaabGroup)

Seorang pembaca Defense Studies dengan id Gripen for Indonesia pada tanggal 22 September 2014 lalu memposting tulisan di Defense Studies. Apakah dia adalah representasi dari SaabGroup yang sekarang membuka website dalam bahasa Indonesia ataukah bukan, namun tulisannya layak untuk dibaca. Berikut ini adalah tulisannya mengenai Gripen E yang kadang membuat komparasi terhadap kompetitor lainnya.
--------------------------------------------------------------------------

Gripen E adalah pesawat tempur terbaik di dunia ini


Biaya operasional per jam
Indonesia bisa menerbangkan 4 Gripen E dengan biaya per jam yang sama untuk menerbangkan Su-27/30/35. Biaya operasional Gripen per jam hanya $4800 per jam, ini berarti juga hanya 59% dibanding biaya F-16.

Rudal Jarak jauh MBDA Meteor
Gripen adalah pesawat pertama yang dipersenjatai missile jarak jauh ini. Meteor dengan teknologi Ramjet dianggap lebih baik / lebih modern dibanding AMRAAM C7 tipe terbaru yang bisa diekspor Amerika (kalau Indonesia bisa dapat ijinnya). Meteor juga lebih unggul dibanding R77 tipe konvensional Russia (kecuali tipe R-77PD, tapi ini belum operasional).

Logistik/Fleksibilitas
Gripen dirancang untuk bisa operasional di landasan "darurat" di masa perang. Dia bisa mendarat di jalan raya, asalkan ada cukup 800 meter jalan yang lurus. Gripen juga dirancang untuk bisa dipersenjatai/diisi bahan bakar (dalam keadaan perang) hanya dengan 5 orang yang terlatih dan 1 truk pengangkut.

Di masa perang, Indonesia dengan puluhan ribu pulau, berpotensi bisa "menyembunyikan" Gripen E mereka di jutaan tempat. Sekarang ini, kalau Lanud Sultan Hassanudin, Pekan Baru, dan Iswayudhi berhasil di bom di hari pertama, TNI-AU mungkin sudah akan berantakan.

Supercruise
Gripen E adalah salah satu tipe yang bisa melebihi kecepatan suara tanpa menggunakan afterburner. Su-27/30/35 dan F-16 mungkin bisa melaju lebih cepat, tapi tidak bisa lama-lama karena afterburner memboroskan bensin. Ini artinya, Gripen lebih mudah untuk melakukan "interception" (penyergapan). Merek juga bisa menembakan Meteor dari jarak yang lebih jauh dibanding negara lain yg punya F-35, F-18E, atau F-15SG.

Radar
Gripen E sudah membawa Selex AESA radar, dan juga memiliki IRST (Infra-Red Search & Tracking) - ini memudahkan untuk bisa mencari pesawat tipe F-35 (yang akan dibeli Singapore/ Australia) di udara. Jika TNI-AU membeli Gripen E, ini untuk pertama kalinya Indonesia bisa memiliki akses ke radar AESA yg akan menjadi standar untuk 50 tahun ke depan.

Networking
"Gripen E is a Networked Fighter". Sampai sekarang, hanya Su-27/30 di Indonesia yang mempunyai Airborne Network (TSK-2), ini pun tidak compatible dengan transfer data dari radar-radar TNI-AU di darat. Dengan membeli Gripen-E, Indonesia bisa mengintegrasikan  pesawat ini dengan semua radar di darat, dan juga Indonesia bisa membuka kemungkinan pembelian pesawat AWACS.

Support
Dengan teknologi transfer 100%, kedaulatan Indonesia lebih terjamin dibanding sekarang, yang menghandalkan F-16 buatan Amerika (yg pernah memblokade spare part). Mesin F414 memang masih buatan Amerika, tapi dari segi support akan mirip dengan tipe F404 yang sekarang dipakai dengan T-50i TNI-AU. Indonesia bisa berinvestasi untuk mensupport dua mesin ini dengan lebih lancar terlepas dari support Amerika.

Pengganti F-5E dan Hawk 109/209
Biaya operasional sama-sama murah, jarang jangkau jauh lebih baik, Gripen juga jauh lebih modern dan lebih cepat dari F-5E. 

Pembaca juga harus memperhatikan, sebentar lagi Hawk 209 / 109 yang dibeli TNI-AU di tahun 1990-an juga akan memasuki usia uzur. Ini membuka kemungkinan bahwa setelah membeli 16 pesawat (menggantikan F-5E), Indonesia bisa membeli 32 pesawat lagi untuk menggantikan Hawk 209 di Skuadron 1 dan 12.

Proyek KF-X
Terakhir, proyek KF-X dengan Korea, masa depannya masih meragukan. Sekarang ini Korea sudah berkomitmen utk membeli F-35 (harga selangit & memakan biaya anggaran AU Korea). Banyak orang di Korea juga menyatakan bahwa kemungkinan besar KF-X akan menelan biaya yg sama dibanding membeli F-15SE. 

Korea juga belum cukup punya kemampuan/pengalaman untuk mengembangkan pesawat dengan target ambisius seperti ini.

Sebanding 

Gripen E adalah pilihan terbaik untuk TNI-AU saat ini untuk menjaga kedaulatan bangsa di saat krisis. Pesawat ini akan memiliki keunggulan secara teknologi, network, support, kinematis, dan ongkos operasional dibanding potensial lawan-lawan regional seperti F-15SG dan F-16C/D Block 52 Singapore, F-18E Super Hornet Australia, dan Su-30MKM Malaysia.

(Gripen for Indonesia @ Defense Studies)

18 komentar:

  1. Tidak setuju dengan artikel ini. Judulnya saja “Gripen E adalah pesawat tempur terbaik di dunia ini” sudah menyesatkan. Tolong di dukung dengan data2 yg valid.
    Januari 2014 TNI-AU setelah perrtimbangan yg sangat komprehensif, secara resmi telah mengusulkan pengganti F-5 berturut-turut adalah SU-35, F-16, F-15SE dan terakhir Gripen.

    Jadi Gripen adalah pilihan paling akhir.

    BalasHapus
  2. broker gripen supsonic mulai melanglang buana loby sana sini... target multi jutaan dolar untung di kantong .
    akusisi senjata pemungkas sclass indonesia nan luas butuh jet tempur kemampuan terbang jauh , radar dan punya terbang di atas 3 ribu kaki ...bellom langka nya suku cadang buat masa panjang . kalau ke mampuan NG gripen di atas sukhoi 35 ms layak untuk segera di akusisi .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya bingung dngan ongkos terbang, perawatan dan spare part dari Sukhoi yg pernah disebut mencapai angka 500 jt rph, yg kalau dianggap 1 USD = Rp. 12000, menjadi USD 41.667 per jam. Fantastis besar sekali mendekati F-35 dan F-22!!

      Saya coba menghitung dulu biaya komponen fuel yg mudah dihitung :
      Max internal fuel SU-35 adalah 11,500 kg. Asumsi tipikal training sortie diisi 50% (ini sdh lebih dari cukup) yaitu 5750 kg JP8, atau sekitar 1897 USgallon. Dengan harga 1 USgallon = USD 3,13, maka komponen bahan bakar adalah USD 5936 atau sekitar Rph. 71.230.000,-.
      Total biaya komponen2 lainnya (spare part, perawatan, gaji pilot + ground crew dll) adalah selisih USD 41.667 – USD 5936 = 35.731; apa iya sedemikian besar? Manhour rate pilot + ground crew kita sudah jelas sangat kecil.

      Kesimpulannya angka 500 jt rph/ flight hour itu sangat patut diragukan. Kemungkinan diembuskan broker pesawat saingan.

      (BTW cek lagi perhitungan saya, mungkin salah).

      Saya ingin juga menampilkan Fuel fraction dari beberapa pespur modern.
      Fuel fraction adalah angka yg dihitung untuk mengekspresikan bahan bakar internal sebagai bagian berat pesawat (dengan asumsi konfigurasi bersih). Aturan praktis bagi pespur modern dengan afterburner, minimum fuel fraction = 0,25. Kurang dari itu tidak akan cukup untuk pertempuran dog fighting atau bahkan untuk waktu di CAP (combat air patrol).

      Super Hornet F/A-18E - 0.31

      F/A-18C Hornet - 0.22

      F/A-22A Raptor - 0.45

      F-14D Tomcat - 0.26

      Boeing F-15C Eagle - 0.30

      F-16C Fighting Falcon - 0.26

      JAS 39A/E Gripen - 0.26 / 0.27

      MiG-29M Fulcrum - 0.27

      MiG-31 Foxhound - 0.40

      Su-30 Flanker - 0.29
      Su-35 Flanker E - 0.39 ~ 0.41

      Dassault Rafale M - 0.31

      EF2000 Typhoon - 0.29

      Chengdu F-7MG - 0.27

      AV-8B Harrier II - 0.32

      Fuel fraction SU-35 itu hampir 1,5 kali Gripen.
      Masing2 negara memerlukan pespur yg cocok dengan kondisi geografisnya. Misalnya EU banyak negara2 yg kecil wilayahnya, sehingga fuel fraction bukan faktor penting. Sebaliknya negara Rusia, China, USA, Australia dan last but not least Indonesia, dengan wilayah yg sangat luas, fuel fraction adalah faktor utama dalam pespur.

      Ingat bahwa fuel fraction adalah rasio. Jadi misalnya SU-30, Rafale dan Typhoon punya fuel fraction sama (0.29-0.31), namun karena lebih besar badannya, SU-30 dapat mengusung lebih banyak internal bahan bakar.

      Jadi dibandingkan dengan Gripen, jelas SU-35 paling cocok untuk Indonesia.

      Hapus
    2. Sebetulnya kita beli pespur kan bukan cuma urusan efisiensi operasional saja, tapi yg jauh lebih penting adalah urusan efek deteren terhadap potensi lawan di sekitar kita, yg nyata2 sekarang adalah pespur F-35. BTW, SU-30SK dan MK dapat di-upgrade kok sama dengan SU-30MK2.

      Tentang efek deteren, sebagai seorang awam/ fan boys saya coba buat skenario penyerangan F-35 Ossie ke Makasar. Belum tentu benar, kalau salah tolong dikoreksi.

      Armada Ossie:
      -48 F-35 u/ konfigurasi AtoA dan AtoG
      -16 SuperHornet u/ CAP pengawal Wedgetail dan A-330 MRTT Tanker
      -1 Wedgetail
      -6 Tanker A-330 MRTT

      Armada Indonesia:
      -16 Flanker SU-27/30.

      Dilihat dari jumlahnya mau diutak-atik bagaimanapun sudah jelas kita akan kalah. Ditambah 12 Viper pun sama (yg 12 lagi menjaga wilayah Barat). Disamping itu, kapan kita akan boleh beli AMRAAM (mengharap terus…).

      Skenario yg kita harapkan :
      Meskipun misalnya radar Kohanudnas kita belum bisa mengendus F-35, tapi pasti bisa detect kumpulan SuperHornet, Wedgetail dan Tanker. Utk 600 km terakhir, F-35 juga harus re-fuel, bisa dideteksi.

      Misalnya kita sdh punya 32 SU-35, mungkin kita bisa menang dengan taktik yg tepat. Taktiknya yaitu formasi tembok oleh SU-35 mengusung 6 RVV-AE, 2 R-73, , mungkin 1 drop tank, passive mode vs F-35. Dan SU-27/30 dengan hi-altitude formasi melambung, passive mode, kombinasi Kh-31P, RVV-AE, R-73 plus 1 drop tank menyasar A-330 MRTT Tanker dan Wedgetail.

      SU-35 dengan hi-altitude formasi tembok. Formasi ini adalah beberapa elemen (2 pswt) masing2 berjarak 40-50 km satu sama lain. Kalau 1 skadron (16) berarti lebar tembok ini sekitar 280-350 km. Semua dalam passive mode, kecuali yg diujung/ tengah dalam intermittent active mode. Semua pesawat terkoneksi dalam data link. Dengan data link, semua info dari 2 pswt SU-35 dalam active mode menggunakan Irbis E disebar ke semua pesawat kawan.

      Bila jumlah pswt cukup, bisa ditambahkan masing-masing 2 flight (8 pswt), atau bahkan 1 skadron di kedua ujung tembok dengan tugas utama menyerang Tanker dan AEWS lawan. Posisi AEWS kira2 konstan 100 km di belakang F-35. Posisi Tanker fixed 500-600 km dari sasaran F-35 (pangkalan udara), dilindungi CAP Super Hornet.

      Menurut saya, konsentrasikan penghancuran Tanker daripada AEWS, sehingga pespur lawan sudah “bingo” tapi nggak bisa balik ke pangkalannya, akhirnya jatuh ke laut. Supaya lebih pasti, ada baiknya yg menghadapi F-35 hanya 16 SU-35, 16 lagi ikut SU-27/30 menyasar Wedgetail, dan A-330 MRTT Tanker. Disitulah titik lemah Osssie.

      Itulah gunanya punya SU-35 dengan fuel fraction yang besar.

      F-35 pasti juga dalam passive mode (selain dibantu AEWS). Mungkin F-35 akan bisa search & track SU-35 sebelum sebaliknya SU-35 search & track F-35. Namun dalam jarak tembak AMRAAM, Irbis E pasti bisa detek F-35 atau detek penembakan AMRAAM (internal bay door F-35 terbuka dan AMRAAM diluncurkan).

      Setelah ini ada 2 opsi: SU-35 balas menembak dengan masing-masing 2 RVV-AE dan balik kanan, atau langsung balik kanan evasive action (flare dll) kemudian setelah aman balik kanan lagi mengejar F-35 yang, apapun opsi yg diambil, F-35 sudah “Winchester” dan terpaksa balik pulang nyusu ke Tanker (Ingat bahwa dalam stealth mode, F-35 hanya bisa bawa 2 AMRAAM internal).

      Tapi Tanker-nya mungkin sudah rontok karena dalam selang waktu yg sama diserang oleh SU-35 lain yg melambung!

      Kesimpulannya kita tidak usah kawatir menghadapi F-35 asalkan punya SU-35 yang cukup. Sesuai dengan skenario di atas, pilihan Gripen tidak cukup kuat untuk menghadapi F-35, terutama dalam hal combat persistance.

      Bayangkan kalau kita punya bukan 32 tapi 48 (3 skadron ) SU-35. Lebih fleksibel kita menghadapi lawan.

      Bila kualitas (pilot) dianggap sama, maka kuantitas akan menentukan.

      Hapus
    3. Pilot kita tidak kalah, bahkan dengan SU bisa merajalela., di Pitch Black 2012, bahkan menjadi bintang, ditantang 1-vs-1 SU lawan Super hornet, menang. Diberi peran sweeper, seluruh armada lawan shot down. Benar2 jadi bintang dan berita, sampai media Ossie sarankan apakah lebih baik beli SU-35 dari F-35!

      Hapus
    4. Rupanya anda belum baca ya buku “Satu Dekade Sukhoi Indonesia” sehingga berani ambil kesimpulan pilot kita kalah unggul.

      Kontak di http://arc.web.id/berita/653-kini-giliran-caesar.html utk mendapatkan buku “Satu Dekade Sukhoi Indonesia” kalau belum habis terjual.

      Lihat juga :
      http://in.rbth.com/blogs/2013/04/08/why_australia_should_scratch_the_f-35_and_fly_sukhois_23629.html
      http://www.ausairpower.net/APA-NOTAM-030907-1.html
      http://www.xairforces.net/newsd.asp?newsid=2409&newst=6#.VC6P-GeSw0w
      http://www.businessinsider.com/sukhoi-su-35-competes-with-the-f-35-2013-4?IR=T&op=1

      Hapus
    5. Su-35 Flanker-E buat gantikan F-5 Tiger
      JAS-39 Grippen NG buat gantikan Hawk Mk.53

      juossssss tenan iki wes... ^_^

      Hapus
  3. setuju dgn artikel ini.........dari pada pespur amerika rentan embargo.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memangnya Gripen tidak rawan embargo? Tahukah bahwa hampir semua komponennya di outsource dari US/EU? Tinggal airframe + wing dan sedikit komponen lain yg asli Swedia.

      Hapus
    2. Tapi mas, Gripen ada komitmen untuk TOT yang akan penting untuk keberlangsungan dan kemandirian kita.

      Hapus
    3. mmg pesawat rusia gak rawan embargo jg tah, bknya dl kt jg pernah di embargo

      Hapus
  4. Opsi pertama SU-35, kedua Typhoon.....dual engine better.....oh ya apalagi kl ada ToT utk buat engine dibawah lisensi....itu baru maknyusss......

    BalasHapus
  5. setuju dengab artikel ini, kecuali ttg KFX nya..

    tapi saya tetap lebih suka kalau F-16 block 60/62 yg dipilih.. Gripen E pilihan kedua lah...

    salam dari admin Analisismiliter.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bung Admin,
      Belum jelas yg diusulkan tipe C/D atau E/F/NG.Tipe C/D sdh banyak dipublikasikan speknya, semuanya kalah dari SU-35.

      Tipe E/F/NG cuma 1/7 lebih besar dari C/D dan baru dikembangkan belum produksi, spec nya masih abu2 tapi diperkirakan tidak beda jauh.

      Kalau jadi dipilih SU-35, 30 tahun ke depan TNI AU hanya akan punya 3 jenis pespur SU-27/30/35, KFX/IFX dan F-16 C Blok52/ID. Sesuatu yang cukup ideal menghindari logistical nightmare, dan menghindari embargo, seimbang blok Barat dan Timur. Pilihan Gripen akan menafikan semua yg tersebut tadi.

      Selain itu, kita sedang dalam proses ToT KFX/IFX yg akan menyita sebagian besar kapabilitas PT DI, kok malah mau ditambah ToT Gripen? Lebih baik selesaikan dulu KFX/IFX.

      Hapus
  6. Setuju dengan artikel di atas. Point-point teknis dan strategis yang diunggulkan masuk akal.
    Tapi untuk masalah KFX sepertinya terlalu berlebihan.
    Mengenai pilihan TNI AU pastinya ada pertimbangan politis juga nantinya. Seperti misalnya kalau Typhoon yg dipilih maka akan menguntungkan PT. DI.

    BalasHapus
  7. bicara alutsista dan. ke daulatan negara bongkarno dan kawan 2 patut di tieru ...tidak pernah megeluh soal biayaya perawatan alutsista asal bisa di pakai buat perang masa panjang dan punya efek getar buat kawasan langsung di akusisi ...saman bongkarno dan kawan kawan 2 pilih mati dari pada krupsi ..hasil nya luar biasa belanda dan sekutu langsung angkat dari bumi papua .

    BalasHapus
  8. kl gw sih pribadi mmg suka sm gripen, tp mmg su gw jg demen setgh idup, cm ada faktor laen yg gw anggep sangat prioritas utama tujuan pembelian gripen bkn sekedar pesawat tp intinya adalah management tempur yg menggabungkan antara pesawat2 tempur dan kemampuan radar, mengingat selama ini sukhoi kt masi terasa kurang, saat pitch black kmrn kan ketauan kelemahan f-18 bisa ditutup sm pesawat awacs, nah itu yg di perlukan negara kt, dlm posisi siap perang management itu sangat2 di perlukan, kl perekrutan gripen + full TOT kt kan dapet banyak belajar soal pengembangan yg lain, mulai dr teknologi awacs sampai teknologi software CMS (combat management system) ibarat pepatah sekali mendayung 2-3 pulau terlewati

    BalasHapus
  9. saya suka blok ini semuanya punya pendapat masing-masing demi NKRI. tapi apakah kita tahu rahasia strategi militer indonesia. menurut saya kita hanya tau yang di publikasikan/ kulitnya saja. dan yang teman-teman bicarakan semuanya sudah diantisipasi oleh ahlinya masing-masing pihak. sebelum pemerintah membeli pastikan di presentasikan terlebih dahulu kelemahan dan kekurangannya. seperti sebuah klub sepak bola apabila membeli pemain pasti ada scoutnya untuk meneliti pemain bola itu apakah pantas atau tidak. kita punya sukoi pasti ada kelemahannya dan kita membeli gripen pasti ada kelemhannya juga. kalau kita punya kedua-duanya kelemahan itu bisa tertutupi. dan menambah nilai plus. jadi jangan lupa setiap kerjasama ada tot. bagus untuk teknologi kita.dan generasi-generasi selanjutnya yang menuai hasilnya

    BalasHapus