31 Mei 2021

Yontaifib 2 Latihan Menembak Gatling Gun dan Sniper

31 Mei 2021

Latihan menembak gatling gun dan sniper (all photos : PasMar2)

Asah Kemampuan Dan Naluri Tempur, Prajurit Yontaifib 2 Marinir Latihan Menembak

Dispen Kormar (Situbondo). Dalam rangka memelihara dan meningkatkan kemampuan serta naluri tempur, prajurit Batalyon Intai Amfibi 2 Marinir (Yontaifib 2 Mar) melaksanakan latihan menembak di Pusat Latihan Pertempuran Korps Marinir 5 Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Senin (31/05/2021).


Latihan menembak yang dipimpin Lettu Marinir Eko, S.S., Putra selaku Perwira Pelaksana Latihan (Palaklat) tersebut dalam rangka Latihan Satuan Dasar (LSD) II TW.II Aspek Darat TA. 2021, dengan materi latihan menembak dengan senjata mesin otomatis Gatling Gun dan menembak Sniper.


Tujuan latihan menembak ini adalah untuk mempertajam dan meningkatkan kemampuan prajurit Taifib 2 Mar dalam menembak sebagai pasukan khusus TNI Angkatan Laut.


Sebelum latihan dimulai, Komandan Batalyon Intai Amfibi 2 Marinir Letkol Marinir Supriyono menekankan kepada seluruh prajurit untuk mengikuti arahan dari para pelatih dan selalu menjaga protokol kesehatan yang harus dilaksanakan agar latihan dapat berjalan dengan lancar, aman dan dapat mencapai hasil latihan yang maksimal secara efektif, efisien serta mengutamakan faktor keselamatan (zero accident).

Launching of PCG’s First 94-meter Patrol Vessel Expected in July – Report

31 Mei 2021

PCG 94 meter MRRV (image : PCG)

The launching of first of two ordered 94-meter Multi-Role Response Vessels (MRRV) from Japan is expected to be launched in July 2021, MaxDefense Philippines said, citing sources, in an update regarding the said acquisition project on May 26.

In December 2020, Japan International Cooperation Agency (JICA) said that the ceremony marking the start of construction of Philippine Coast Guard (PCG)’s 94-meter MRRV was conducted in Japan.

Mitsubishi Shipbuilding and the Philippine government entered into agreement for construction of two 94-meter MRRVs.

The acquisition is funded through a loan provided by JICA under the Maritime Safety Capability Improvement Project (MSCIP) for the Philippine Coast Guard (PCG), Phase II.

According to Mitsubishi, “the MRRVs on order are vessels with length overall of approximately 94 meters. They also have a maximum speed of not less than 24 knots, and an endurance of not less than 4,000 nautical miles. Both vessels will be equipped with secured communication systems for Exclusive Economic Zone (EEZ) surveillance, helideck and a hangar for helicopter operations, an underwater remotely operated vehicle for subsurface search and survey, and high-speed rubber boats.”

Mitsubishi said the vessels will be built at Shimonoseki Shipyard & Machinery Works for completion and delivery in 2022.

PT PAL Siap Tembus Pasar Afrika

31 Mei 2021

Makassar class LPD sekarang ini menjadi andalan PT PAL untuk ekspor (photo : PN)

primaradio.co.id – Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Dakar bersama dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengadakan kegiatan Temu Bisnis Indonesia – Senegal dengan fokus pembahasan strategi ekspor ke Senegal dan Negara-negara Afrika Barat. Dalam kesempatan tersebut Duta Besar Indonesia untuk Dakar, Dindin Wahyudin membuka langsung kegiatan tersebut. Hadir pula Direktur KPE dari Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Marolop Nainggolan dan beberapa perwakilan industri dalam negeri.

Dalam sambutannya, Duta Besar Republik Indonesia untuk Dakar, Didin Wahyudin mengatakan bahwa akan meningkatkan potensi penjualan produk-produk Indonesia di pasar negara-negara Afrika Barat termasuk Senegal.

“Potensi kerjasama ekonomi Indonesia dengan Senegal juga akan menjajaki pada sektor industri pertahanan, “katanya.

Ketertarikan tersebut juga didasari pada pernyataan Menteri Senegal bahwa Senegal tertarik untuk menggunakan alutsista yang dibangun oleh Indonesia.

Dalam Temu Bisnis Indonesia – Senegal, Direktur KPE Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Marolop Nainggolan mengatakan komitmen pemerintah didalam mendukung produk-produk Indonesia memasuki pasar Negara-negara Afrika Barat.

“Sejauh ini negara tujuan ekspor non-migas utama Indonesia yaitu China, USA, Jepang, India dan Malaysia. Namun di tahun 2021, fokus peningkatan kerjasama ekonomi akan diperkuat di kawasan Afrika Barat termasuk pada bidang sektor pertahanan, “jelasnya.

Hal inilah yang dijawab oleh PT PAL Indonesia (Persero) sebagai BUMN Industri Pertahanan di bidang matra laut guna menjangkau pasar Afrika Barat melalui konsolidasi industri dalam negeri dan peran pemerintah didalamnya.

Sebelumnya, Duta Besar Republik Indonesia untuk Senegal, Dindin Wahyudin telah mengadakan pertemuan dengan Presiden Guinea-Bissau salah satu Negara Afrika Barat sekaligus dalam rangka menyerahkan surat kepercayaan.

Dalam pertemuan tersebut, Duta Besar RI Bapak Dindin mengharapkan penguatan kerja sama bilateral di berbagai bidang termasuk dalam bidang pertahanan dengan Negara-negara Afrika Barat termasuk Guinea-Bissau. Menteri Pertahanan Guinea-Bissau Fati menyatakan sebagai Negara kepulauan tertarik dengan produk Indonesia termasuk produk Alutsista demi penguatan pertahanan nasional.

Hadir dalam kegiatan tersebut, Kadep Pengembangan Produk dan Pasar Kapal Bapak R. Joza Emerald Nouvantoro dan Kadep Humas Bapak Utario Esna Putra. Dalam kesempatan tersebut, PT PAL Indonesia (Persero) melalui Kepala Departemen Humas menyampaikan kesiapan memasuki pasar Afrika Barat dan kesiapan menjadi global partnership bagi negara-negara Afrika Barat.

RSAF Deploys its Fighter Jets and Spy Planes to Guam

31 Mei 2021

RSAF F-15SG and G550 CAEW arrived in Guam (photos : dvids)

The 36th Branch Public Affairs reported that the Republic of Singapore Air Force deployed Anderson Air Force Base, Airmen in Guam, F-16 fighters, F-15SG fighters and a G550 Airborne Early Warning aircraft on May 24, 2021.

The deployment provides bilateral training to aircrow and maintenance personnel to enhance interactivity and cultivate regional partnerships.

“We welcome the deployment of the RSAF and the opportunity to further support this opportunity and bring our relationship capabilities together,” Brig said. General Jeremy T. Sloan, th 36th Wing Commander. “The US-Singapore bond is based on a history of shared interests and shared perspectives.”

The deployment is a continuation of a long-running training exercise in Guam, which had bilateral exercises with the US Marine Corps in the early 1990s and 1990s. Most recently, in 2019, RSAF was assigned to Anderson to conduct training.

“Participating in bilateral training programs with our Pacific partners strengthens our commitment to the US-India-Pacific region and enhances our joint strength,” Sloane said. “These exercises also reaffirm our ability to achieve multi-power and gain professional competencies from the Indo-Pacific front.”

In December 201, former U.S. Secretary of Defense Mark T. Asper and Singapore Defense Minister Ng Ing Hein signed a non-binding memorandum establishing a Singapore Air Force permanent combat training unit in Guam. The training attendance, which will begin around 202, includes about a squadron of aircraft and allied personnel, and includes the construction of support facilities for hangars, aprons and detection footprints. The Singapore combat presence in Guam provides more training and support opportunities to improve the mutual capabilities of our Air Force and strengthen US-Singapore defense ties.

RSAF also operates at other US Air Force bases. The 525th Fighter Squadron flew from F-1 Luke Luke AFB, Arizona; The 828th FS flies F-15SGs from Mountain Home, Idaho; And RSAF operates an AH64 64D helicopter from Silverbell Army Heliport in Marana, Arizona.

(JNews)

Three Chinese VN16 Amphibious Light Tanks for the Royal Thai Marines have Arrived in Thailand

31 Mei 2021

Delivery of three VN16 for Royal Thai Marines Corps (all photos : AAG)

An image published in Thai online social media on May 28, 2021  shows an amphibious light tank or Amphibious Assault Vessel (AAV) model Norinco VN16, total 3 vehicles were shipped by cargo ship from China to Thailand.

The vehicle has a camouflage pattern of the Royal Thai Marine Corps. of the Royal Thai Navy which is probably the port of Sattahip Naval Base. That is often a point for sending military vehicles coming by boat from abroad to Thailand

The current series of images contains two images, most likely taken with a mobile phone at dusk and cloudy. One photo shows three VN16 amphibious light tanks being lifted from a cargo ship which contains pictures of port workers and Thai Marines officers in Thai Navy camouflage field uniforms.

Another picture will see the car#1 vehicle labeled with English text stating that the product is Amphibious Armored Assault Vehicle VN16 dimensions, weight and the destination of delivery is Thai Marines, Sattahip District, Chon Buri Province, Thailand, with a short video showing the VN16 moving from the pier to the road.

Last September 2020 on website, the information center for procurement and mid-price, the Royal Thai Navy has announced a project to purchase 3 phase 1 amphibious assault vehicles for 398,143,400 baht ($ 12,579,570.05) from NORINCO, People's Republic of China.


Norinco China delivered three VN16 amphibious assault vehicles to the Royal Thai Marine Corps within just 8 months since the announcement of selecting a supply model, this is very fast.

It is understood that three additional second phase amphibious assault vehicles will be purchased in the fiscal year 2022. From the total demand for 6 vehicles, if the project is not cut from the defense budget of 2022 due to the Covid-19 epidemic, Thailand has been facing for many years.

Which the Marine Corps Royal Thai Navy there has been a need for a new tank to replace five Type 69-II main tanks long after it was unable to supply 15 LT-105 ASCOD light tanks from Spain in the 1990s due to defense budget cuts due to the economic crisis in 1997.

The amphibious assault vehicle VN16 will be the new main force of Marine Tank Company, Marine Armored Amphibian Vehicle Battalion, Marine Division, RTMC. By the dissolution of the Marine Assault Amphibian Battalion and Marine Tank Battalion (You can see that the VN16 has the same camouflage paint as the AAV7A1 amphibious vehicle), according to the plan to restructure the force of the new Marine Corps Command.

The VN16 is an export version of an amphibious light tank ZTD-05 stationed in the People's Liberation Army Navy Marine Corps (PLAMC) designed and manufactured by NORINCO, a Chinese defence industry enterprise.

The Royal Thai Marine Corps is the second export customer for the VN16, following the Venezuelan Bolivarian Marine Corps, supplied with the VN18 belt amphibious infantry combat vehicle, the export version of the ZBD-05 amphibious infantry combat vehicle that the Chinese Marines have.

(AAG)

30 Mei 2021

Rafale Bidikan Prabowo & Kemampuan Lenders Belanja Pertahanan

30 Mei 2021

Pesawat tempur Dassault Rafale (photo : Economic Times)

Indonesia tidak akan mampu membiayai akuisisi 36 jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation tahun ini apabila mengacu pada Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada, akhir April 2021. Dari Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri (DRPPLN) senilai US$ 9,3 miliar (Rp 133 triliun).

Sri Mulyani hanya menyetujui 31 kegiatan yang akan mendapatkan fasilitas pendanaan, baik dari Lembaga Pembiayaan Kredit Ekspor (LPKE) maupun Kreditor Swasta Asing (KSA), senilai US$ 5,8 miliar (Rp 83 triliun) dari usulan 87 kegiatan. Program Interim Multirole Combat Aircraft dan dukungannya mendapatkan alokasi pembiayaan senilai US$ 1,1 miliar (Rp 15,75 triliun) dalam PSP, suatu nilai yang tidak akan cukup untuk 36 unit Rafale.

Isu pembiayaan Rafale adalah bagian dari ambisi Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di bawah kepemimpinan Menteri Pertahanan Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto Djojohadikusumo untuk melakukan percepatan pembangunan kekuatan melalui pengadaan senjata, apalagi setelah mengusulkan Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Strategis Pertahanan 2021-2045. Rancangan perpres itu ambisius karena meskipun merupakan pembangunan kekuatan pertahanan hingga 2045. Namun, namun terdapat pemikiran untuk mengkonsolidasikan akuisisi alutsista dalam satu tahapan rencana strategis (renstra) saja, yaitu 2020-2024. Pemikiran demikian beberapa waktu silam melahirkan kontroversi tentang biaya yang dibutuhkan, khususnya dalam bentuk Pinjaman Luar Negeri (PLN).

Berdasarkan Daftar Pinjaman Luar Negeri (DRPLN) 2020-2024 yang diterbitkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, nilai kebutuhan pembelian senjata bagi Kemenhan sangat besar yang tidak dapat disebutkan di sini. Namun, terdapat proses penyaringan dari DRPLN menjadi DRPPLN, begitu pula DRPPLN menuju PSP. Semua itu tergantung pada kemampuan fiskal pemerintah dalam membiayai utang luar negeri, terlebih di masa pandemi Covid-19 saat ini di mana berbagai sektor memperebutkan sumber daya finansial yang terbatas.

Pengadaan major weapon system dari luar negeri sepenuhnya dibiayai oleh PLN. Sebab rupiah murni tidak akan sanggup membiayainya. Penentuan LPKE maupun KSA yang akan membiayai pembelian senjata diputuskan oleh Kementerian Keuangan berdasarkan berbagai pertimbangan teknis. Terkait kontroversi kebutuhan pembiayaan pengadaan alutsista dalam rancangan perpres tentang Rencana Strategis Pertahanan 2021-2045 maupun DRPLN, hal yang tidak banyak disorot adalah lenders yang menawarkan jasanya kepada Indonesia. 

Indonesia membutuhkan beberapa fregat baru berkemampuan ocean going (photo : DefenseNews)

Lenders Belanja Pertahanan

Terdapat dua hal yang patut dicermati tentang lenders yang diharapkan membiayai belanja alutsista oleh Kemenhan.

Pertama, profil lenders. Setidaknya terdapat enam lenders utama yang menawarkan jasa pembiayaan akusisi senjata kepada Indonesia hingga 2024. Saat ini lenders baik LPKE maupun KSA lebih beragam ditinjau dari aspek geografis karena hadirnya lenders asal Timur Tengah dan Asia Timur yang mematahkan dominasi lenders Eropa yang sebelumnya selalu membiayai pengadaan major weapon system. Lenders dari kedua kawasan itu menawarkan diri untuk membiayai pembelian complex weapon system bagi Indonesia dan bukan sistem senjata yang teknologinya tidak kompleks.

Dalam pengadaan senjata 20 tahun terakhir, tidak semua lenders asal Eropa memberikan pendanaan untuk akuisisi complex weapon system. Kehadiran lenders dari Timur Tengah dan Asia Timur terkait pula dengan kepentingan ekonomi dan politik dari kedua negara asal lenders untuk memperkuat pengaruh di Indonesia. Penting pula dicatat peran Kemenhan dalam menghadirkan lender asal Timur Tengah di mana lender tersebut siap mendanai pengadaan alutsista dari Eropa.

Kedua, kemampuan pembiayaan lenders. Setiap lender menawarkan besaran pembiayaan yang berbeda kepada Indonesia untuk pengadaan senjata. Apakah enam lenders utama mempunyai kemampuan membiayai DRPLN? Jawaban yang paling mungkin adalah mereka tidak memiliki kemampuan pembiayaan untuk DRPLN, namun masih mempunyai kemampuan untuk memenuhi DRPPLN yang mendapatkan PSP dari Kementerian Keuangan. Kebanyakan lenders hanya menawarkan jasa pembiayaan pada angka satu digit dalam denominasi miliar dolar dan hanya sedikit lender yang sanggup membiayai pada angka dua digit dalam denominasi yang sama.

Berdasarkan data yang tersedia, keenam lenders utama mampu menyiapkan pembiayaan belanja senjata bagi Kementerian Pertahanan secara total antara US$ 30 miliar hingga US$ 35 miliar. Namun nilai demikian baru potensi. Sebab, penentu akhir besaran PLN yang disetujui untuk pembiayaan pertahanan adalah Kemenkeu. Selain itu, di antara lenders yang menawarkan jasa pembiayaan tidak membatasi diri pada sektor pertahanan, tetapi pada sektor pertahanan dan keamanan. Sebagai contoh adalah UKEF yang tawaran pembiayaannya besar, namun berpotensi dipakai pula oleh instansi pada sektor keamanan.

Rancangan Perpres Alutsista

Terkait kontroversi usulan pembiayaan akuisisi senjata dalam rancangan perpres, realitas menunjukkan bahwa tidak ada lender atau gabungan lenders yang mampu membiayai kebutuhan pembelian senjata di atas US$ 35 miliar hingga tahun fiskal 2024. Apalagi untuk membiayai konsolidasi akuisisi alutsista dalam satu tahapan renstra saja, yaitu 2020-2024, yang menurut kalkulasi kasar berkisar antara US$ 200 miliar hingga US$ 300 miliar.

Meskipun hingga tahun anggaran 2024 Kementerian Pertahanan diharapkan masih akan menerima DRPPLN dan PSP, belum dapat dipastikan berapa pembiayaan lenders yang akan mendapatkan persetujuan dari Kemenkeu. Indonesia dapat tercatat sebagai operator Rafale apabila pada tahun fiskal 2022 program akuisisi pesawat tempur itu tercatat dalam DRPPLN dan mendapatkan PSP dari Sri Mulyani.

Prajurit Menart 2 Mar Pasmar 2 Laksanakan Latihan Operasi Pertahanan Pantai

30 Mei 2021

Resimen Artileri Korps Marinir terdiri dari 1 Batalyon Roket, 1 Batalyon Artileri Pertahanan Udara dan 1 Batalyon Howitzer (all photos : Korps Marinir)

Dispen Kormar (Lumajang). Prajurit Resimen Artileri 2 Marinir menyelenggarakan latihan secara besar-besaran. Kali ini adalah kembali melaksanakan Latihan Operasi Gabungan Pertahanan Pantai yang digelar selama seminggu dengan melibatkan unsur kesenjataan Artileri Korps Marinir TNI Angkatan Laut di laksanakan di Air Weapon Range (AWR) milik TNI Angkatan Udara Lumajang Jawa Timur. Sabtu (29/05/2021).


Latihan tersebut menjadi ajang pembuktian akan ketangguhan Korps Marinir TNI Angkatan Laut dalam menggelar operasi pertahanan pantai untuk menggagalkan operasi amfibi yang disimulasikan sebagai musuh. Personel dan material kesenjataan yang diawaki juga melaksanakan manuver lapangan antara lain melaksanakan gerakan artileri medan untuk Baterai Armed yang di dukung oleh meriam Howitzer 105 MM dan Roket MLRS Vampire, steeling lompat ganti sambil memberikan bantuan tembakan kepada kawan dan melaksanakan penghancuran, serta satuan Artileri pertahanan udara (Arhanud) selalu melaksanakan gerakan taktis dengan kendaraan tempur BVP2 untuk menjaga pertahanan dari serangan udara musuh.


Sementara itu, Danmenart 2 Mar Kolonel Marinir Aris Budiadi, S.Pi.,M.M., selaku pimpinan latihan (Pimlat) yang di Dampingi oleh Perwira Pelaksana Latihan (Palaklat) Letkol Marinir Daulat Situmorang mengatakan bahwa Operasi Pertahanan Pantai merupakan salah satu operasi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Operasi ini adalah operasi tempur yang penyelenggaraannya dilaksanakan dalam bentuk operasi gabungan pada suatu komando tugas gabungan pertahanan pantai yang diorganisir secara integratif dari semua satuan yang tergabung dalam suatu komando gabungan yang dibentuk.


“Daerah operasi pertahanan pantai ditentukan berdasarkan oleh pertimbangan-pertimbangan, antara lain arah datangnya serangan amfibi musuh,” lanjutnya.

latihan manuver lapangan Operasi Pertahanan Pantai kali ini merupakan kelanjutan dari Latihan LSD II TW II Darat dan Laut Tahun 2021 pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Menart 2 Mar di bidang pertahanan pantai, dalam menyamakan pola pikir, pola sikap dan pola tindak serta menguji doktrin dalam pelaksanaan operasi pertahanan pantai.

Hanwha Leaps Ahead with Redback Lifecycle Support

30 Mei 2021

Hanwha joins forces with LEAP for Redback lifecycle support (photo : LEAP)

Melbourne : Hanwha Defense Australia and local engineering technology specialists LEAP Australia have joined forces on a ground breaking advancement that will enhance lifecycle support of the Redback Infantry Fighting Vehicle.

The Redback is under consideration by the Commonwealth under an ongoing tender process for Project Land 400 Phase 3 which is an $18 billion to $27 billion project tasked to acquire up to 450 Infantry Fighting Vehicles for the Australian Defence Force.

Large vehicle fleets are complex and difficult to maintain – especially when the fleet contains several sophisticated variants from the base vehicle – and is expected to be operational for many decades.

Data is one of the keys to effectively managing that complexity; data that outlines exactly the specification each vehicle was built to originally, and what maintenance, repairs or upgrades have been carried out since. Information on replacement parts and analysis of emerging wear patterns or component failures is also useful.

The benefits of easy access to the complete and accurate vehicle data is simple to understand but has proven difficult to achieve in a real-world situation to date.

A break through solution to this has been achieved for the Redback IFV through Hanwha’s selection of the industry-leading PTC Windchill product lifecycle management (PLM) software, supported by local technology company LEAP Australia. With support from LEAP, Hanwha has integrated the PTC Windchill PLM software to make significant progress towards the creation of a precise digital twin for each vehicle in the fleet, where the digital data-based version precisely matches the physical, operational asset.

“Having a digital twin that effectively mirrors every vehicle in a large complex fleet has been the ‘holy grail’ for engineers, maintainers and logisticians for quite a while,” said Mr Richard Cho, Managing Director of Hanwha Defense Australia, “and I am proud that our partnership between Hanwha and LEAP Australia has been able to make that break through.

“What the digital twin delivers in the real world is more efficient maintenance and support with less down time, and greater reliability and availability across the entire fleet. This saves money while increasing the battle readiness of military vehicles.”

“It has been a rewarding project to apply the Windchill PLM software using a combination of the efficient out-of-the-box functionality and the highly configurable role and task-based apps to help Hanwha create a single and unified digital picture for the IFV program,” said Mr Paul O’Shaughnessy, PTC Business Manager, LEAP Australia.
“The amount of useful information available to enhance fleet maintenance via the digital twin is invaluable to the defence industry. This PLM solution also simplifies configuration management and lays a solid foundation for any future vehicle upgrade programs.

With Hanwha’s PLM solution residing securely in the cloud, in the event that the Redback is selected for Land 400 Phase 3, the solution will provide constantly updated data for Redback fleet maintenance to all those who need it.

Hanwha and LEAP Australia are also exploring opportunities to apply innovative new technology to enhance delivery of armoured vehicle capabilities.

29 Mei 2021

DPR Akan Bahas Pendanaan Pengadaan Alutsista

29 Mei 2021

Defile alutsista saat HUT TNI ke-72 (photo : Bisnis)

TB Hasanuddin: Tidak ada kerugiaan negara terkait pengadaan alutsista baru

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi I DPR RI dari Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin membantah pihak-pihak yang menuding ada kerugian negara dari rencana Kementerian Pertahanan mengalokasikan anggaran hingga Rp 1.760 triliun untuk melakukan modernisasi alat-alat utama persenjataan (Alutsista).

Sebab, menurut politisi senior PDI-P itu, hal tersebut baru rencana yang disampaikan Kemhan. "Itu kan baru konsep perencanaan awal, belum masuk pada tahap pembelian/pengadaan," kata Hasanuddin dalam keterangan resmi, Sabtu (29/5).

Menurutnya, rencana itu masih dikaji dan tentu disesuaikan dengan keuangan negara. Termasuk skema yang akan dilakukan seperti apa, masih dibahas di Kementerian Keuangan. "Kerugian negara bagaimana, anggarannya saja kan masih dihitung. Bahkan mendapat persetujuan pun belum," tegasnya.

Kendati demikian, Hasanuddin menegaskan, pihaknya mendukung penuh langkah-langkah modernisasi alutsista dalam rangka penguatan sistem pertahanan negara. Sebab, nyaris seluruh alutsista yang dimiliki Indonesia sudah tua, bahkan banyak yang merupakan hibah negara asing.

Ia mengatakan, modernisasi alutsista telah menjadi kebutuhan agar anggaran TNI tidak habis untuk pemeliharaan alutsista yang sudah tak layak pakai.

"Pada  prinsipnya saya setuju untuk memodernisasi alutista TNI yang hampir 70% sudah tua, tetapi memang anggaran yang dibutuhkan cukup besar. Namun karena masih dalam suasana pandemi dan sektor lainnya juga masih membutuhkan anggaran maka silakan Menteri Keuangan untuk mempertimbangkan anggarannya," jelasnya.

Sekadar diketahui, dalam meremajakan alutsista, Kementerian Pertahanan mengalokasikan anggaran hingga Rp 1.760 triliun. Namun rencana itu harus mendapat persetujuan Presiden, Menkeu dan DPR.

Hasanuddin berharap Menteri Keuangan menyetujui rencana pengadaan alutsista ini, meski tak sepenuhnya. Persetujuan Presiden dinilai akan sangat mengakselerasi modernisasi alutsista TNI secara signifikan dan memiliki effeck deterent cukup tinggi.

"Kami semua berharap dalam pengadaan nanti tetap memperhatikan  akuntabilitas dan sesuai  dengan kebutuhan user (pemakai) dalam hal ini TNI," tandasnya.

Penggunaan Pinjaman Luar Negeri

Sementara itu menyoal skema pinjaman luar negeri untuk mendukung rencana pengadaan ini, Pengamat Militer Khairul Fahmi berpendapat, hal itu sah-sah saja dilakukan untuk memperkuat pertahanan Indonesia.

Dia menjelaskan, dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2020 sebesar Rp 15.434,2 triliun, angka yang dialokasikan pemerintah untuk alutsista selama 25 tahun itu sejatinya berada pada kisaran 11,4%.

Rancangan Perpres usulan Menteri Pertahanan (image : Uncensored)

"Apalagi jika angka Rp 15.434,2 triliun itu dikalikan 25 tahun sebagai asumsi, maka persentase jumlah yang direncanakan tersebut dari PDB akan tampak makin kecil lagi. Hanya 0,7% setiap tahunnya," jelas Fahmi.

Artinya, kata dia, jika rancangan itu disetujui Presiden,  Indonesia harus mampu mengejar target belanja pertahanan sekitar 1.5 persen dari PDB per tahun. "Asumsinya, sebanyak 0,78% bersumber dari anggaran regular dan sekitar 0,7% bersumber dari pinjaman luar negeri," sambung Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) .

Fahmi berharap, dilema dalam sistem pertahanan Indonesia bisa terjawab dan pembangunan kesejahteraan juga terus berjalan. (Kontan)

Sumber Pembiayaan Pinjaman Luar Negeri

Kementerian Pertahanan membenarkan bahwa rencana pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI akan menggunakan utang luar negeri.

Skema pinjaman yang dibahas dalam Rancangan Peraturan Presiden yang Terkait Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) tahun 2020-2024 yang ditaksir sekitar US $ 124.995.000.000 atau setara Rp1,7 kuadriliun.

Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemhan Mayjen TNI Rodon Pedrason menjelaskan skema skema utang itu memang ada, namun pihaknya memastikan pinjaman tersebut tak akan membebani keuangan negara.

Memang ada, tapi dipastikan tidak akan membebani keuangan negara, sebab akan dicicil sesuai dengan alokasi anggaran pertahun, “kata Rodon saat dihubungi CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Sabtu (29/5).

Tak hanya itu dia juga memastikan utang tersebut rencananya dari negara yang bisa memberikan pinjaman dengan jangka waktu di atas 20 tahun serta bunga.

“Negara-negara yang memberikan pinjaman dengan tenor sampai dengan 28 tahun dan bunga yang kurang dari 1 persen,” kata dia. (Dkabari)

Target Sulit Tercapai pada 2024, DPR Minta MEF Alutsista Dibahas Kembali

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat  mendorong agar target minimum essential force yang merupakan basis kebijakan modernisasi alat utama sistem persenjataan atau alutsista ditinjau ulang. Usulan mengakselerasi capaian dengan meningkatkan anggaran pertahanan dari semula di bawah 1 persen menjadi 1,5 persen dari produk domestik bruto dinilai sulit direalisasikan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Berdasar data Kementerian Pertahanan, pada Oktober 2020 TNI AD memiliki 77 persen kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF), TNI AL 67,57 persen, dan TNI AU 45,19 persen. Dengan demikian, jika ingin pemenuhan MEF tetap sesuai rencana, yaitu terpenuhi 100 persen pada 2024, Kementerian Pertahanan harus bisa mencapai pembangunan pemenuhan alutsista 36,81 persen dalam lima tahun (Kompas, 8/10/2020). (Kompas)

Pekan Depan, DPR Bahas Anggaran Rp 1.760 Triliun untuk Alutsista

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan anggaran Rp 1.760 triliun untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dibuat Kementerian Pertahanan, masih sebatas rencana. Meski begitu, ia mengakui rencana itu memang ada.

"Mungkin minggu depan akan didiskusikan saat membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAK/L)," ujar TB Hasanuddin saat dihubungi Tempo, Sabtu, 29 Mei 2021. (Tempo)

Rheinmetall Chooses Cook Defence Systems Tracks for LYNX IFVs on Trial in Australia

29 Mei 2021

Cook Defence Systems has been selected to provide tracks for Rheinmetall’s LYNX KF41 Infantry Fighting Vehicles for the Australian Army as part of Rheinmetall’s bid for LAND 400 Phase 3 (photo : Cook)

The LYNX is currently undergoing Risk Mitigation Activity trials in Australia after being shortlisted for the $18.1 – $27.1 billion LAND 400 Phase 3 project to acquire tracked IFVs. 

The LYNX is a next-generation networked and highly protected tracked vehicle which meets the Army’s stringent military requirements for close combat – to defeat an enemy in the most dangerous and lethal environments.

Rheinmetall selected the Cook Defence Systems TR40 track for its lightweight, durability and reliability. Similar TR40 tracks are in-service on the British Army’s next-generation AJAX vehicles being built by General Dynamics UK.


Cook Defence Systems is already supplying Rheinmetall with tracks for LYNX vehicles under construction for other customers.  

Mr William Cook, Director of Cook Defence Systems, said, “We are delighted to be working with Rheinmetall Defence Australia as part of its bid for the LAND 400 Phase 3 project. 

“Our proposed TR40 track will have a strong contribution from Australian industry thanks to our long-standing partnership with Mackay Rubber in Victoria.”

Mackay is already a major supplier to Cook Defence Systems for other programmes outside Australia. Mackay’s track pads are made from an advanced rubber formulation and are proven to provide world-leading durability in the most demanding environments. 


“The partnership between Cook Defence Systems and Mackay Rubber is an excellent example of how Rheinmetall is working with its partners in Australia to deliver best of class technology with enduring sovereign capability benefits,” said Rheinmetall Defence Australia Managing Director Gary Stewart.

The LYNX will be displayed with the Cook Defence Systems track fitted at the Land Forces international defence exhibition on June 1-3, a showcase for equipment, technology and services for the armies of Australia and the Indo-Asia-Pacific.

Rheinmetall is already supplying 211 8x8 BOXER Combat Reconnaissance Vehicles to the Army under LAND 400 Phase 2 and is building industrial capability in Australia.

Seoul, Manila Continue Talks on Meeting Philippine Navy's Future Submarine Requirements

29 Mei 2021

DSME offers DSME 1400PN for Philippines (photo : safety4sea)

South Korea and the Philippines have continued co-operation talks aimed at meeting the Philippine Navy's (PN's) future submarine requirements.

South Korea's Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) announced on 27 May that the Assistant Secretary for Logistics and Acquisition at the Philippines' Department of National Defense (DND), Jesus Rey R Avilla, visited the Republic of Korea Navy's (RoKN's) Submarine Force Command on 12 May to discuss “various areas of co-operation” to enhance the PN's future submarine capabilities.

Among the issues discussed were the transfer of RoKN know-how on operating submarines, the resumption of the RoKN-hosted International Submarine Education and Training Program (ISETP) – which has been put on hold because of the Covid-19 pandemic – and regular navy-to-navy talks on submarines.

Avilla also visited the RoKN's submarine workshops and training sites, as well as DSME facilities. Moreover, he held meetings with representatives of South Korea's Defense Acquisition Program Administration (DAPA) and Export-Import Bank of Korea (KEXIM) to discuss the level of support by the South Korean government and a soft loan.

The shipbuilder told Janes that it has been offering Manila a “total solution package” since 2011 that includes DSME 1400PN diesel-electric submarines – an upgraded and modified version of the Nagapasa (DSME 1400)-class boats currently in service with the Indonesian Navy – along with crew training and a soft-loan to meet the PN's submarine acquisition project.

The latest development comes after Philippine Undersecretary for Finance and Material Raymundo DV Elefante and PN chief Vice Admiral Giovanni Carlo Barcodo visited DSME and the RoKN's Submarine Force Command in November 2020 to discuss the ‘total solution package'.

Jalani Pengujian, Drone Kombatan Elang Hitam Mengangkasa Agustus 2021

29 Mei 2021

Elang Hitam UCAV (all photos : BPPT)

JawaPos.com – Sistem pertahanan Indonesia karya dalam negeri bakal semakin beragam. Di antaranya adalah pesawat nirawak atau drone Elang Hitam inovasi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kepala BPPT Hammam Riza menargetkan drone Elang Hitam bisa uji terbang Agustus depan.

Sesuai dengan sifatnya yaitu sebagai drone kombatan, Hammam mengatakan Elang Hitam akan dilengkapi dengan senjata. “Tahun ini BPPT meluncurkan drone Elang Hitam. Sebagai wujud kemajuan teknologi pertahanan dan keamanan,” katanya dalam Media Gathering sekaligus halalbihalal di kantor BPPT Jakarta, Kamis (20/5).

Dia tidak ketinggalan mengharap doa dari seluruh masyarakat Indonesia. Supaya target penerbangan drone kombatan Elang Hitam tersebut sesuai jadwal dan berjalan lancar. Hammam menjelaskan Agustus nanti, drone Elang Hitam akan melakoni dua tes sekaligus. Yaitu ground test dan flight test.


Dia menjelaskan penerbangan drone Elang Hitam nantinya dalam suasana peringatan HUT Indonesia. Sekaligus merayakan ulang tahun BPPT yang ke-43.

Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) BPPT Wahyu Widodo Pandoe mengatakan setelah melakoni serangkaian tes, drone Elang Hitam tahun depan diharapkan lolos sertifikasi sistem intelejensi. Kemudian pada 2024 siap untuk diproduksi masal.

Drone Elang Hitam digarap keroyokan. Selain BPPT juga ada keterlibatan dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) serta PT Dirgantara Indonesia (PT DI). Selain itu juga ada keterlibatan TNI AU, ITB, PT Len Industri, dan lainnya.


Sebelumnya kabar soal proyek drone Elang Hitam sempat mencuat Desember 2019 lalu. Melalui kegiatan roll-out di hanggar PT DI untuk pertama kalinya drone Elang Hitam diperkenalkan ke masyarakat. Penampakan drone tersebut terlihat bongsor. Sebab panjangnya mencapai 8,3 meter dengan bentang sayap 16 meteran.

Saat itu Hammam menuturkan drone tersebut merupakan salah satu inovasi dalam negeri di bidang pertahanan. Drone itu diyakini mampu terbang tanpa henti atau nonstop selama 24 jam. Kemudian juga dilengkapi dengan pengendalian multiple unmanned aerial vehicle (UAV) secara bersamaan. ’’Pesawat tanpa awak MALE ini hasil rancang bangun, rekayasa, dan produksi anak bangsa,’’ tegas Hammam.

Hammam menceritakan proyek PUNA tipe MALE (medium altitude long endurance) atau drone Elang Hitam dimulai sejak 2015 lalu oleh Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan engineering document pada 2017 oleh Balitbang Kemenhan bersama BPPT. Pada saat itu juga dibentuk Konsorsium Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) MALE.

28 Mei 2021

Australian Technologies for Joint Strike Missile

28 Mei 2021

JSF drop JSM (photo : BAE Systems)

KONGSBERG has placed an order with BAE Systems Australia to acquire an additional 180 Passive Radio Frequency Sensors (PRS) for its Joint Strike Missile (JSM).

This completes the first full rate of production order for 200 PRS sensors and is the result of successful and efficient operations between the two companies over the past five years.
 
Following initial funding from the Australian Government, KONGSBERG and BAE Systems Australia have continued to invest in the development, qualification and integration of the Australian sensor providing additional capability to the fifth-generation, long-range, precision-guided, stand-off missile system. 
 
KONGSBERG’s JSM is highly effective against maritime and land targets, and is the only anti-ship cruise missile that can be carried internally within the F-35 Joint Strike Fighter. 
 
This allows the F-35 to retain its range and stealth capabilities, making it highly suited to meet the RAAF’s F-35 Maritime Strike requirements under Project 3023 Phase 2. 
 
The JSM is from the same family of missiles as the Naval Strike Missile (NSM) that was competitively selected by the US Navy, and is also a candidate missile for Project SEA 1300 for the Royal Australian Navy. 
 
This order demonstrates KONGSBERG’s willingness to work closely with Australian Defence Industry and BAE Systems Australia's commitment to developing sovereign capability in Guided Weapons programs that will benefit the Australian Defence Force.  

Singapore's CH-47F to be Based in Oakey, Queensland

28 Mei 2021

CH-47F of the RSAF (photos : RSAF)

The RSAF has started taking delivery of the CH-47F Heavy Lift Helicopter, which will progressively replace the RSAF’s older Chinooks that have been in service since 1994.

The CH-47F is an advanced helicopter with a fully integrated, digital cockpit management system, and advanced cargo-handling capabilities. These features, coupled with capabilities such as an enhanced self-protection suite and Satellite Communication (SATCOM) system, will enable it to better meet the SAF’s lift requirements. 

When operationalised, the CH-47F helicopters will complement the RSAF’s fleet of helicopters to provide the SAF with a robust heli-lift capability for a wide range of operations including Search and Rescue (SAR), Aeromedical Evacuation (AME) and Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR).

The initial delivery of the CH-47F to the RSAF Helicopter Detachment in Oakey, Queensland, Australia, will enable the RSAF to leverage the vast airspace and terrain for more realistic training. The opportunity for the RSAF to train in Australia is a reflection of the close and longstanding defence relationship with Australia.

(RSAF)

PT PAL Lakukan Penandatanganan Kerjasama MRO GUN 57mm & 40mm dengan Bofors

28 Mei 2021

Meriam Bofors 57mm KRI Todak (photo : TNI AL)

Surabaya, Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero) Bapak Kaharuddin Djenod melakukan virtual hand shake dengan Presiden Bofors Mrs Lena Gillstrom untuk kerjasama jasa pemeliharaan dan persenjataan kapal perang yang menggunakan produk Bofors.

Dalam kegiatan kerjasama tersebut, hadir mendampingi Direktur Pemeliharaan dan Perbaikan Bapak Kuntjoro Pinardi, SEVP Bapak Weko Pamudji, Bapak Mulyadi dan jajaran kepala divisi di lingkungan PT PAL Indonesia (Persero). 

Meriam Bofors 40mm Fatahillah class (photo : Indomiliter)

Dengan potensi pasar MRO Gun untuk Angkatan Laut Nasional yang mencapai lebih dari 35 unit, diharapkan akan mampu dikerjakan di PT PAL Indonesia (Persero).

(PAL)

Navy 'Wildcat' Helicopters Now Mission Capable: PN Chief

28 Mei 2021

PN AW-159 Wildcat ASW helicopter (photo : MaxDefense)

MANILA – The Philippine Navy (PN)'s two AugustaWestland (now Leonardo Helicopters UK) AW-159 "Wildcat " anti-submarine helicopters are now flying and mission capable.

PN chief Vice Admiral Giovanni Carlo Bacordo made this remark on Wednesday, when asked for updates on the two helicopters acquired by the Navy to complement the anti-submarine warfare capabilities of the two newly-delivered Jose Rizal-class missile frigates.

"Our AW-159s are flying and mission capable," he said in a message to the Philippine News Agency.

However, in the aspect of deploying and pairing these helicopters to the BRP Jose Rizal (FF-150) and BRP Antonio Luna (FF-151), Bacordo said the pilots and other aircrews have yet to finish their mission essential and operation conversion training that is being supplied by Leonardo Helicopters UK.

"As of the moment, we are still awaiting the return of the instructors from Leonardo (Helicopters, in) the UK to be able to finish the training as part of the contract in the purchase of the AW-159s," he added.

Bacordo did not give an exact timeline on when the UK-based instructors will be returning to the Philippines.

British instructors have yet to train PN AW-159 pilots for helicopter operations, which include deck-landing operations and eventual integration of the aircraft to the frigates.

The helicopters arrived in May 2019 and were commissioned in June that year.

"Also included in their training is the dipping of (the AW-159s) flash sonar and other sensors (in conjunction with the) FF-150," Bacordo earlier said.

The dipping of flash sonar signifies that the helicopter is attempting to detect a submerged or submarine contact.

The contract for the helicopters' munition, mission essential equipment, and integrated logistic support is worth PHP5.4 billion.

The helicopters can be armed with rockets, machine guns, missiles, torpedoes, and depth charges and fitted with modern sonar systems for tracking down submarines. 

(PNA)

27 Mei 2021

Terma Radar Selected for Indonesian Navy Hospital Assistance Ships

27 Mei 2021

Radar Terma Scanter 6002 (photo : Scanter)

Jakarta - Hospital ships are vessels designed to act as floating medical treatment facilities for humanitarian missions or for use in war zones. Under the new contract, Terma will deliver the radar in June 2021 to support the latest Indonesian Navy Hospital Assistance Ship (BRS). 

The Indonesian Navy’s BRS built in Surabaya by the Indonesian state-owned shipyard PT PAL is 124 meters long, 21.8 meters wide, and able to host more than 600 people including crew, troops, and patients. According to PT PAL, the BRS can accommodate medical personnel to carry-out operational missions equivalent to those of a regular hospital. The BRS will be fitted with polyclinic facilities, emergency rooms, a radiology unit, and more.

Indonesia being prone to natural disasters such as earthquakes, volcanic eruptions, and tsunamis, assets such as the Hospital Ships are paramount to promptly ensure rescue and evacuation missions when needed. For this specific capability, each Hospital Ship is equipped with two helicopter landing spots, ensuring that the personnel, as well as the patients, can be readily and safely moved to and from the vessel.

The SCANTER 6002 is a surveillance radar with unparalleled helicopter landing control capabilities, which perfectly suits the missions carried out by the Hospital Ships.

Throughout the years, Terma has supplied numerous mission critical solutions in Indonesia, for all theatres of operations (air, land and sea). The main customers include the Indonesian Navy and Air Force, the Indonesian Coast Guards (Bakamla) and Sea and Coast Guard (KPLP), the Directorate General of Sea Transportation (DGST), and Jakarta Soekarno–Hatta International Airport.

In January 2019, Terma was awarded a major contract for the supply of complete C-Series Combat suites for four KCR-60 Fast Attack Craft also including SCANTER surveillance radars.

“Indonesia is a very important market for the development of Terma in the region and beyond” said Anupam Narain Mathur, VP & GM Terma Asia Pacific. “Through strong partnerships and close collaboration, Terma aims at supporting Indonesia to improve its capability in developing and maintaining mission critical systems, ensuring self-reliance and in the end human safety”.

In Asia Pacific alone, more than 500 SCANTER radars are in operation on land and at sea to support missions such as coastal surveillance, vessel traffic management, and airport surface movement and naval surveillance. Globally, Terma has delivered more than 3,000 SCANTER radars.

(Terma)

Vietnam Acquired Polish Mechanized Bridges MS-20 Daglezja

27 Mei 2021

Vietnam acquired four MS-20 Daglesja mechanized bridges (photos : OBRUM)

According to a contract signed in the fourth quarter of 2018, the OBRUM Mechanical Equipment Research Center was to manufacture and deliver four MS-20 Daglezja mechanized bridges to the Vietnamese People's Army.

It is noted that these vehicles have been adapted to the buyer's requirements in terms of local climatic conditions. As a result, electronic systems, hydraulics and corrosion protection have been changed.

In addition, they were also painted with a special paint adapted to the local climate.


After all the bridges have been delivered to the customer, preparations are being made for the final tests in order to officially take them into use and then put them into operation.

OBRUM engineers are currently training a group of the first 20 operators of these systems.

The purchase of Polish bridges will significantly increase the ability of the Vietnamese army to overcome obstacles. Vietnam will become the second user of these systems after Poland, where 12 of these bridges are already in operation in the engineering troops.

MS-20 Daglezja is a Polish mechanized bridge on a car chassis, designed and manufactured by OBRUM Sp.z.o.o Consists of a Jelcz C662D.43 tractor with a 6×6 drive, a transport trailer with a hydraulic drive 6×6, an overhead stacker and a PM-20 bridge span.


The main task of this system is to provide all vehicles of the MLC70/110 class (weighing up to 63.5 tons), and in special situations even MLC80/120 (weighing up to 72.6 tons) to cross water or terrain obstacles up to 20 meters wide.

The system is operated by a crew of two - the driver and the bridge operator. The total weight is 47.9 tons (49.5 tons in the version with an armored cabin, respectively), and the maximum speed is 80 km/h.

The length of the bridge itself in the version with a folded span is 16.5 m.

New Zealand's Defence Budget Returns to Growth

27 Mei 2021

Janes forecasts moderate growth for New Zealand’s defence budget over the next few years (image : Jane's)

New Zealand has announced a strong increase in its defence budget for 2021–22, reflecting the country’s robust economic recovery to the Covid-19 pandemic.

Budgetary documents issued by the New Zealand Treasury on 20 May show that the total military expenditure for 2021–22 will be NZD5.18 billion (USD3.7 billion), a year-on-year increase of nearly 11% over the ‘estimated actual’ defence budget for 2020–21, which was NZD4.68 billion.

The figure for 2020–21 – announced in May 2020, shortly after New Zealand’s worst Covid-19 outbreak – represented a decline against the previous year of about 7%, with cut funding reappropriated for the country’s Covid-19 recovery fund.

New Zealand’s defence budget comprises two appropriations: ‘Vote Defence Force’ and ‘Vote Defence’.

In 2021–22, the Vote Defence Force – covering salaries, training costs, and military preparedness – has been allocated NZD4.28 billion, an increase of 8% against the estimated actual for last year of NZD3.96 billion. The ‘Vote Defence’ expenditure – including funding for procurement and refurbishment of defence equipment – is NZD900.5 million, a rise of 25% over the NZD720.5 million allocation last year.

Contained in the Vote Defence Force allocation is funding for the New Zealand Defence Force (NZDF).

In 2021–22 the Royal New Zealand Air Force (RNZAF) received NZD985.3 million, an increase of 3% over the estimated actual figure for 2020–21 of NZD954.4 million. The New Zealand Army and Royal New Zealand Navy (RNZN) are allocated NZD886 million and NZD500.2 million, increases of 2% and 1% respectively.

The Vote Defence Force allocation also includes NZD1.16 billion for capital expenditure. According to the document, this represents an increase of 36% over the NZD856.4 million allocation in 2020–21.