27 Maret 2010
Kapal durvei hidrografi KM Tanjung Perak (photo : Detik)
Tanjungperak, Kapal Kecil Periset Pantai
Jakarta, Dengan kecepatan 4-7 knot, menumpang kapal motor jenis Katamaran Tanjungperak tidak seperti menumpang kapal motor wisata biasa yang mengangkut penumpang dari Pantai Marina Ancol ke pulau-pulau di Kepulauan Seribu.
Tidak ada angin yang menerpa rambut ataupun lompatan-lompatan kapal menerjang ombak, karena kapal berbahan fiberglass itu begitu lambat bergerak, seperti tanpa tujuan.
KM Tanjungperak memang bukan kapal motor biasa, tetapi kapal motor khusus untuk survei pemetaan kelautan yang dilengkapi selain sistem navigasi juga berbagai peralatan survei hidrografi atau batimetri untuk memetakan laut.
Peralatan itu antara lain "multibeam echosounder" Odom ES3, "Singlebeam echosounder" Simrad EA 400 dual frekuensi, Sound Velocity Profile Valeport Midas, Global Positioning System (GPS) tipe geodetik dan navigasi, Automatic Tide Gauge hingga perangkat lunak CARIS HIPS 6.1, serta dua boat kecil untuk kepentingan pertolongan dan pencarian atau Search and Rescue (SAR).
"Survei pemetaan kelautan memang membutuhkan kecepatan hanya 4-7 knot, meski kalau mau masih bisa dikebut sampai maksimal 12 knot," kata Kepala Pusat Pemetaan Dasar Kelautan dan Kedirgantaraan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Agus Santoso MSc di atas kapal bertonasi 70 ton itu.
Kapal motor yang dipasang tenaga mesin 300 pk sebanyak dua buah, kiri dan kanan sebagai kaki katamarannya ini, lanjut dia, ukurannya disesuaikan untuk wilayah laut dekat pantai, dengan panjang hanya 22,2 meter dan lebar 7,5 meter serta draf hanya 1-1,5 meter saja.
Penyesuaian ini terkait dengan peralatan survei batimetri "multibeam echosounder" yang hanya berkapasitas kedalaman 60 meter, atau khusus untuk kawasan laut dangkal seperti pantai.
"Tahun ini akan ditingkatkan untuk kedalaman 300 meter, sehingga bisa lebih ke tengah laut, termasuk dataran Sunda dan dataran Sahul," katanya.
Data yang diambil oleh kapal survei ini misalnya batimetri (informasi morfologi dasar laut), arus laut dan salinitas untuk memetakan sumber daya laut, serta jenis endapan dasar laut, ujarnya.
Kapal ini dilengkapi dengan teknologi komunikasi seperti GPS, radio, radar komunikasi dan peta elektronik. KM Tanjung Perak mampu melakukan survei hidrografi yang bisa mengukur hingga kedalaman 60 meter di bawah permukaan laut. (photo : Detik)
Yang Pertama
Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) Rudolf W Matindas yang bersama Menristek Suharna Surapranata memberi sambutan dalam peluncuran KM Tanjungperak di Pantai Marina Ancol, Kamis, ini mengatakan, sangat bangga, pada akhirnya Bakosurtanal bisa memiliki kapal survei pemetaan kelautan.
Kapal dengan jarak jelajah 2.000 mil laut yang dibiayai APBN Bakosurtanal senilai Rp4 miliar ini memang merupakan kapal yang pertama milik Bakosurtanal, akunya.
Sebelumnya untuk pemetaan laut dangkal Bakosurtanal hanya menyewa kapal nelayan sekitar Rp1 juta per hari.
Namun selain tidak nyaman karena kotor dan terlalu bau amis untuk sebuah riset, juga daya jelajah dan fasilitas yang ada sangat tidak memadai.
Sedangkan untuk pemetaan laut dalam Bakosurtanal memanfaatkan kapal-kapal riset Baruna Jaya II, III dan VIII milik LIPI dan BPPT serta Geomarine III milik Kementerian ESDM yang memiliki jelajah lebih luas dan kemampuan "multibeam echosounder" lebih tinggi.
Ia juga menyatakan sangat bangga, kapal berlambung ganda ini merupakan buatan anak-anak bangsa di mana Rancang bangun dan konstruksinya dilakukan oleh Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) dan perusahaan nasional Maruline Maju Utama.
Menurut Matindas, untuk meliput seluruh wilayah pantai Indonesia yang panjangnya lebih dari 100 ribu km idealnya diperlukan enam kapal jenis ini.
"Karena itu kapal ini jadi model untuk pengembangan kapal-kapal survei pemetaan berikutnya," katanya.
Menurut dia, selama 15 tahun survei pemetaan kelautan Indonesia yang memiliki luas laut 6,279 juta km2 dan panjang pantai lebih dari 100.000 km, Bakosurtanal baru memetakan 25 persennya saja pantai lingkungan Indonesia.
"Kita negeri kepulauan dengan luas laut sekitar 3-4 kali daratan, tetapi kita sangat sedikit mengenal apa yang ada dalam laut kita, potensi sumber dayanya, hingga kondisinya saat ini," katanya.
Dengan kapal ini, ia berharap, survei untuk penyusunan peta lingkungan pantai Indonesia yang akan dimulai April mendatang bisa diselesaikan lebih cepat, sekaligus mempercepat layanan dan dukungan data untuk keperluan pembangunan kelautan serta informasi batas laut wilayah.
Menristek Suharna Surapranata menambahkan, Kementerian Ristek berencana membangun pelabuhan-pelabuhan kapal riset Indonesia seperti di Bungus untuk wilayah Indonesia barat dan di Ambon untuk wilayah timur.
"Survei pemetaan kelautan penting, selain memetakan dasar laut kita yang luas, kita juga perlu memetakan potensi sumber daya laut kita, ikan kita, rumput laut, terumbu karang dan lain-lain," katanya.
Inisiator dibangunnya kapal survei Tanjungperak, Prof Sjamsir Mira, yang juga Guru Besar Hidrografi Institut Teknologi Bandung (ITS), mengatakan, meski kapal ini sangat tidak sebanding jika disandingkan Kapal riset Sonne milik Jerman atau kapal riset Perancis, Marion Dufresne, namun kapal ini tetap membanggakan.
"Kita harus terus bangun yang seperti ini, supaya tidak makin ketinggalan dalam riset kelautan," katanya sambil menambahkan, di masa lalu Indonesia cukup maju dalam survei kelautan namun karena selama 40 tahun terakhir pemerintah tidak mengalokasikan dana yang cukup bagi riset, maka kini mulai tertinggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar