Jakarta, CNN Indonesia -- Thailand dan Kamboja menjadi sorotan dunia saat konflik di perbatasan kedua negara kembali membara sejak pekan lalu.
Konflik ini menewaskan sembilan tentara dan tiga warga sipil di Thailand. Sementara itu, dari pihak Kamboja sebanyak 10 orang tewas dan 60 terluka. Akibat perang itu pula, sekitar 230.000 orang yang tinggal di kedua perbatasan terpaksa mengungsi.
Sebelum perang kali ini berkobar, Thailand dan Kamboja juga sempat bertempur pada Juli lalu.
Mungkin Kamboja hanya mengandalkan perang darat mengingat kemampuan artileri jarak jauh melalui roket menunjukkan keunggulan dari Thailand (infographic: Defence Learning)
Apa penyebabnya?Thailand Lapor ke DK PBB Pakai Pasal Bela Diri Balas Serang Kamboja
Dalam perang Juli lalu, perang berkobar usai satu tentara Kamboja tewas saat baku tembak dengan pasukan Thailand di area Segitiga Zamrud, lokasi perbatasan Thailand, Kamboja, dan Laos. Kedua pihak saling tuduh dan mengeklaim tindakan itu diperlukan untuk membela diri.
Thailand memperketat pengawasan di perbatasan, membatasi mobilitas warga, sementara Kamboja menghentikan impor buah dan sayuran dari negara musuhnya.
Situasi kian buruk usai rentetan ledakan ranjau terjadi. Ledakan pertama pada 16 Juli dan menyebabkan satu tentara kehilangan kakinya.
Kondisi tersebut menguntungkan Thailand untuk menggunakan superioritas udaranya atas Kamboja (photo: RTAF)
Ledakan kedua melukai lima tentara Thailand. Kedua negara akhirnya saling meluncurkan serangan balasan.
Sementara itu, Kamboja menuduh Angkatan Bersenjata Thailand melancarkan serangan ke negara ini di sepanjang wilayah perbatasan pada 24 Juli.
Gempuran tersebut termasuk ke Kuil Tamone Thom, Kuil Ta Krabey, dan Mom Bei, di provinsi Preah Vihear dan Oddar Meanchey.
Berdasarkan sumber terpercaya, China tidak mengijinkan KS-1C/HQ-12 yang berjangkauan hingga 70km untuk digunakan dalam konflik Kamboja-Thailand pada Juli lalu (photo: SPS)
Kamboja mengutuk sekeras-kerasnya dan menyatakan kemarahan yang mendalam atas agresi militer yang tidak beralasan dan terencana oleh Thailand.
"Menghadapi agresi yang terang-terangan ini, pasukan Kamboja tak punya pilihan selain merespons dengan membela diri guna menjaga kedaulatan dan integritas teritorial Kamboja," kata Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, dalam surat yang dikirim ke PBB pada Juli.
Beberapa hari usai perang, Thailand dan Kamboja sepakat gencatan senjata setelah dimediasi Malaysia yang dibantu China serta Amerika Serikat.
Dalam konflik Kamboja-Thailand kedua, Kamboja diaporkan menggunakan sistem peluncur roket ganda (MLRS) PHL-03 buatan China dengan jangkauan 70 hingga 130 km (photo: SPS)
Dalam kesepakatan itu, kedua negara harus menghentikan tindakan permusuhan. Namun, Thailand dan Kamboja saling tuding masing-masing negara melanggar gencatan.
Lima bulan setelah itu tepatnya pada awal Desember, perang kembali berkobar antara Thailand dan Kamboja.
Thailand menuduh Kamboja lah yang memulai serangan dan mereka harus membela diri dengan membalas. Sementara itu, Kamboja mengeklaim Thailand memproduksi berita palsu untuk memicu ketegangan.
Kamboja memang mengoperasikan ratusan artileri peluncur roket kaliber 122mm berbagai varian yaitu: BM-21, RM-70, PHL-81 dan Type 90B (photo: Cambodia MoD)
"Tentara Thailand Area 1 aktif menyebarkan berita palsu yang jauh dari fakta, dengan mempublikasikan bahwa Kamboja memindahkan senjata berat di sepanjang perbatasan Thailand-Kamboja," demikian rilis resmi Kementerian Pertahanan.
Lebih lanjut, Kemenhan Kamboja menyatakan berita semacam itu palsu. Militer negara ini, kata mereka, tak pernah memindahkan senjata berat apapun dan menghormati kesepakatan gencatan senjata dan perjanjian damai kedua negara.