22 Juli 2015

Mencari Pengganti Si Macan Tua

22 Juli 2015


Skuadron F-5E/F Tiger II TNI AU (photos : Kaskus Militer)

TEMPO.CO - Di Pangkalan Udara Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur, sebelas pesawat tempur dengan hidung runcing diparkir. Sudah berbulan-bulan knalpot ganda mereka tak lagi mengeluarkan api. Tujuh unit di antaranya memang sudah tak bisa terbang. Satu unit sedang dalam perawatan. Hanya tiga unit yang masih bisa mengudara. Tapi itu pun sudah dilarang, karena khawatir membahayakan.

Usia pesawat F-5 Tiger buatan Northrop-Grumman, Amerika Serikat, itu lumayan uzur. Datang pertama kali ke Indonesia pada 21 April 1980, umur mereka 35 tahun. Seperti atlet olahraga, pesawat tempur punya masa aktif yang lebih pendek daripada pesawat lain, karena dituntut bergerak cepat dan gesit. Umurnya bisa semakin pendek lagi karena perawatannya terhambat ketersediaan suku cadang—terutama saat ada embargo dari Amerika pada 1990-an.

Seorang pejabat di Kementerian Pertahanan menyebut bahwa salah satu perusahaan yang berminat untuk mengisi kekosongan itu adalah SAAB. Perusahaan Swedia ini kini memang sedang gencar menjalin kerja sama dengan sejumlah kalangan di sekitar Kementerian Pertahanan. Menurut pejabat itu, kerja sama yang ditawarkan SAAB merupakan upaya perkenalan sebelum proses tender pengganti F-5 dibuka. “Itu sah saja dilakukan sebuah perusahaan peralatan militer yang hendak ikut tender. Lagi pula tender pengganti F-5 belum dibuka,” kata pejabat tersebut, dua pekan lalu.

SAAB—meski belakangan dikenal sebagai merek mobil—sebenarnya adalah produsen sistem persenjataan yang cukup tersohor. Produknya antara lain pesawat tempur, kapal selam, aneka rudal, dan radar.

Peter Carlqvist—Kepala Perwakilan SAAB untuk Indonesia dan Filipina—membenarkan kabar bahwa perusahaannya sedang bekerja keras meyakinkan pemerintah bahwa JAS 39 Gripen merupakan pengganti terbaik F-5 Tiger TNI AU. Salah satu sebabnya adalah biaya terbang yang rendah. “Kami juga menawarkan alih teknologi komplet hingga perakitan akhir Gripen di Indonesia,” kata Carlqvist.



Sebenarnya bukan cuma SAAB yang mempromosikan pesawat tempurnya ke Indonesia. Bulan lalu, Rusia menyatakan berminat mengikuti tender pengganti F-5 Tiger. Juru bicara biro ekspor Rusia atau Rosoboronexport, Sergey Kornev, siap memasukkan proposal tender untuk Sukhoi SU-35 ke Kementerian Pertahanan Indonesia. "Kami sedang menunggu tender dibuka, dan kami akan berpartisipasi di dalamnya", kata Sergey, Juni lalu, dikutip dari Sputniknews.com, kantor berita Rusia.

Eurofighter juga pernah menyambangi Indonesia untuk memamerkan jet tempur Typhoon. Pada 15 April lalu, konsorsium Eropa ini membawa replika Typhoon ukuran asli ke hangar PT Dirgantara Indonesia, Bandung. Head of Industrial Offset Eurofighter, Martin Elbourne, bahkan berani menjanjikan perakitan Typhoon di bengkel PT DI sebagai kerja sama alih teknologi. “Indonesia akan menjadi pabrik pembuat Typhoon di luar Eropa,” kata Martin, April lalu.

Sebulan sebelumnya, pesawat tempur buatan Prancis, Dessault Rafale, tiba di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, untuk unjuk kebolehan. Dessault Rafale adalah pesawat tempur generasi 4,5 yang memiliki desain unik. "Kami ingin ganti F-5 dengan pesawat baru generasi 4,5. Rafale termasuk generasi 4,5," kata Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto, yang saat itu menjabat Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara. "Jenisnya seperti apa, Kementerian Pertahanan yang menentukan. Kami hanya minta pesawat generasi 4,5 dan punya daya gentar tinggi."

Meski keputusan pesawat mana yang akan dibeli nanti ada di tangan Kementerian Pertahanan, TNI AU sebagai pengguna sudah punya pilihan. “Kami ingin Sukhoi SU-35 atau F-16 Block 70 Viper,” kata Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna kepada Tempo di kantornya, 3 Juli lalu. Agus beralasan pesawat jenis lain berpotensi mempersulit pilot dan teknisi TNI AU, yang saat ini terbiasa mengoperasikan Sukhoi SU-27/SU-30 dan F-16. “Kalau diberi pesawat jenis lain, kami harus belajar dari nol,” kata Agus. 

(Tempo)

9 komentar:

  1. tuh dengerin tuh... TNI AU mau mainan yg udah biasa dimainin, kalo diluar itu sulit. F16 Viper atau SU 35. SU 27 generasi terakir juga cukup sangar kok. Dus, aku ga alergi ama produk ruski, dilihat dulu kebutuhannya. Grippen, Eurofighter and Rafale pesawat bagus, tetapi itu hal yg bener2x baru buat AU.

    BalasHapus
  2. tuh dengerin tuh... TNI AU mau mainan yg udah biasa dimainin, kalo diluar itu sulit. F16 Viper atau SU 35. SU 27 generasi terakir juga cukup sangar kok. Dus, aku ga alergi ama produk ruski, dilihat dulu kebutuhannya. Grippen, Eurofighter and Rafale pesawat bagus, tetapi itu hal yg bener2x baru buat AU.

    BalasHapus
  3. kalau kita bicara konsep pertahanan moderent ancaman yata dari australia dan laut china selatan bisa di liat mata telanjang , menhan aturannya bicara jadi penopang menjaga ke utuhan nkri dengan cara memberi semangat penerus bangsa bukan bicara sebaliknya hanya mewakili ke tua partài mintak dukungan kekuasaan ama paman sam ...ancaman yata buat indonesia hanya penyakit ebola katanya...apa ga seyum 2 negara sebelah menhan kalau bicara sealalu bikin asing dansa dansa kengirangan . kembali kita bicara jet tempur 4*** sukhoi 35 ,kalau indonesia jadi akusisi jet tempur sukhou 35s kawasan asia bakal kalabakan dengan datang nya air super masi ..sukhoi 35s punya power radar irbis jangkuan 400km dan bisa mandiri terbang ke manapun tanpa bantuan GPS dan artonas alias bisa menghilang dari jangkuan radar musuh .

    BalasHapus
  4. Sudah buruan pak menhan bungkus su 35nya. Jangan kelamaan.....

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  7. Ancaman nyata Australi dan china. Jd belinya dr blok barat dan timur. Su35 dr blok timur. EF typhon dr blok barat. Kno bukan F16, krn jumlah belinya dan jumlah dan jenis rudalnya dijatah sama AS. Knp SU35, krn sdh pastilah gahar utk menghadapi pswt blok barat. Knp EF typhon, krn selain utk menghadapi pesawat dr blok timur jg utk menunjang kemandirian industri pertahanan dan membantu pengembangan pesawat kfx/ifx kerjasama dgn korea.

    BalasHapus
  8. banyak berita bagus tp realisasi masih loyo... moga cepet jd nyata aja.. hidup nkri

    BalasHapus
  9. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus