Pasukan Katak TNI-AL (photo : eastjava)
Misi Penyelinapan, Pertaruhkan Nyawa Satuan Komando
Pasukan Katak (Satkopaska) TNI-AL menerima persenjataan baru pada Jumat lalu (16/4). Yakni, alat selam jenis viper semi closed (SC). Bagaimana perkembangan alat utama sistem persenjataan (alutsista) Satkopaska ke depan?---
BUKAN rahasia umum jika pemerintah belum bisa memenuhi kebutuhan alutsista TNI. Padahal, kebutuhan pasukan khusus, seperti Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska), Intai Amfibi (Taifib), Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Detasemen Jala Mengkara (Denjaka), hingga Detasemen Bravo 90 (Den Bravo 90) membutuhkan perlengkapan tersendiri. Maklum, tugas yang diemban berat dan penuh risiko.
Pasukan Katak TNI-AL (photo : eastjava)
Satkopaska, misalnya. Dominasi area kerja yang berada di bawah air menuntut peralatan menyelam yang modern. Sebab, nyawa prajurit dipertaruhkan. Khususnya, saat misi penyelinapan. Jika terjadi kebocoran tabung udara dan mengeluarkan gelembung, misi bisa dipastikan gagal dan jiwa si prajurit terancam.
Karena itu, ketika Panglima Armada Timur (Pangarmatim) Laksda TNI Among Margono menyerahkan alat selam baru viper SC, Komandan Satpaska Letkol Laut (P) Yeheskiel Katiandagho merasa lega. Sebab, peralatan selam sistem terbuka (dengan gelembung, Red) maupun tertutup yang dimiliki kesatuan sudah dimakan usia. ''Modernisasi penting dilakukan agar tidak tertinggal dari negara lain,'' ujarnya.
Meski demikian, Yeheskiel menegaskan bahwa persenjataan Satkopaska saat ini tidak kurang atau lebih. Menurut dia, kesatuannya memiliki berbagai persenjataan yang akan memberi nilai lebih. Yakni, bargaining position di mata negara lain dan tidak perlu takut terkena embargo. Memang, hingga saat ini, persenjataan Satkopaska tidak terpaku dari satu negara saja. Persenjataan Satkopaska bisa berasal dari Jerman, Rusia, Israel, atau Amerika.
Viper full closed (photo :Carleton)
Komandan Satkopaska kelahiran Malang tersebut menerangkan, pasukannya memiliki nilai lebih jika dibanding dengan negara lain. Sebab, pasukannya mahir menggunakan berbagai senjata. Bila terkena embargo dari satu negara produsen, Satkopaska bisa menggunakan senjata pabrikan dari negara lain. ''Yang penting, senjata itu sesuai untuk peperangan laut khusus,'' jelasnya.Meski memiliki berbagai persenjataan, Yeheskiel menyatakan bahwa pasukannya tidak akan manja pada teknologi. Prajurit harus tetap menguasai pertempuran tradisional. Bahkan, berbagai bentuk pelatihan tradisional harus dilahap para prajurit. Misalnya, berenang di air keruh dengan jarak pandang sekitar sejengkal hingga berenang menggunakan kompas dalam waktu cepat.
Yeheskiel memastikan, pasukan Satkopaska tetap bisa survive jika peralatan modern yang dimiliki rusak. Menurut dia, teknologi sangat mendukung pertempuran. Tapi, Satkopaska tidak akan hancur, meski tanpa teknologi. ''Meski teknologinya dibajak, kami tidak khawatir,'' tegas perwira laut tersebut.
Ke depan, peralatan yang diterima kesatuannya masih berkutat pada peralatan selam. Termasuk, wacana meng-upgrade viper SC menjadi fully closed. Tujuannya, pasukan katak mampu menyelam lebih dalam. Sebab, viper SC yang telah diuji coba pada Jumat lalu (16/4) hanya mampu bertahan hingga kedalaman 54 meter. (dim/c12/ari)
(Jawa Pos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar