26 Januari 2017
Pesawat terbang N219 (photo : PTDI)
Gagal Terbang Perdana Akhir 2016, Maret Pesawat N219 Siap Mengudara
Rencana terbang perdana pesawat N219 pada akhir 2016 tak sempat terlaksana lantaran terganjal permasalahan teknik serta pemeriksaan dokumen pesawat yang belum tuntas. Pesawat yang 100 persen dibuat anak bangsa itu diharapkan dapat mengudara pada Maret mendatang.
Penerbang perdana pesawat baru merupakan bagian dari rekayasa pesawat. Dalam proses itu, sejumlah parameter pesawat diuji. Untuk bisa mencakar angkasa, purwarupa pesawat harus memenuhi semua syarat kelayakan terbang. Berbagai dokumen pun diperiksa dan sejumlah tes juga harus dijalani hingga pesawat dinyatakan laik terbang.
“Insya Allah, semua bisa selesai dalam dua bulan ke depan,” kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Andi Alisjahbana saat dihubungi melalui surat elektronik, dari Jakarta, Sabtu (21/1/2017).
N219 merupakan pesawat generasi kedua yang dibuat anak Indonesia yang didahului N250. Pesawat berkapasitas 19 penumpang itu didesain sebagai pesawat perintis yang mampu mendarat di landasan tanah, berumput, atau berkerikil, dengan panjang landasan 600 meter.
Pesawat ini juga dirancang multifungsi dengan konfigurasi angkutan penumpang, kargo, evakuasi medis, surveilans, dan patroli. Pesawat buatan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dan PTDI itu adalah pesawat terbaru di kelasnya dan diklaim punya banyak keunggulan, termasuk kecanggihan teknologi yang digunakan.
Kepala Lapan, Thomas Djamaluddin, berharap terbang perdana N219 dilakukan kuartal pertama 2017 dan semua proses sertifikasi bisa selesai tahun ini. Sehingga, produksi pesawat itu bisa dimulai pada tahun depan.
“Semakin mundur penyelesaian sertifikasi dan terbang perdananya, produksi pesawat pun akan mundur sehingga kian besar peluang pasar pesawat berpenumpang 19 orang direbut pesaing,” terangnya.
Saat ini, pesawat sejenis di pasaran yang menjadi pesaing N219 adalah Yunshuji-12 (Y12E) buatan Harbin Aircraft Manufacturing Corporation (HAMC) Tiongkok dan de Havilland Canada-6 (DHC6) produksi Viking Air Kanada.
Meski demikian, Andi yakin keterlambatan itu tak berlangsung lama dan dampaknya bisa diminimalisir. Terlebih, N219 memiliki banyak keunggulan dibandingkan pesawat sejenis, mulai dari sisi teknologi, kapasitas kabin, dan kemampuan terbang pesawat.
(Angkasa)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sudah pada jalur yang benar, fokus kepada perancangan pesawat komersial karena perusahaan dituntut selalu untung. Kalau hanya terpaku pada pesanan pesawat militer kapan bisa untung besar, mana pembelinya ngeteng dan bayarnya ngeteng pula.
BalasHapusTahniah, Maju terus Indonesia
BalasHapusSemoga lancar dan sukses selalu buat pt.di.
BalasHapusBtw mereka masih produksi torpedo gak yaa??? Kalo roket ffar kayak masih eksis kan???
😷
Kenapa bang...mo pesen torpedo ya, wkwkwk
Hapusiya bang biar perkasa macem jaran eh jiran sebelah zizizi...
HapusTuh...yang dagang ada dibawah
HapusSemoga lancar sesuai yg direncanakan
BalasHapusSukses buat PTDI
Kalau bisa dipercepat terbang perdananya
BalasHapusPt DI kebanyakan koar koar kerja molor terus ...lamanya pt DI bikin pesawat sulit bersaing di pasar global .contoh tiru boeing bikin pesawat 42 unit perbulan .
BalasHapusCoba aja nglamar kerja disana biar makin cepet deliverinya...tapi itu juga kalo kamu diterima
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSabar om AE..bkin pswt gak semudah buat pisang goreng...xxiixxiiii
Hapussiiiip utk wilayah pedalaman dan di sewakan utk industri pertambangan.. ayoo siapa yg booking.. di tunggu ..mantap
BalasHapusBebas disini ya gelar tikar nyambi jualan ya?
BalasHapusMainannya om palugada juga dijual disini...hammer of thor
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSyabas PTDI. Really envy you guys in a good way
BalasHapusProduksinya pesawatnya tambah lama tambah kecil ..N250...CN235....N219..nanti terakhir pesawat remote
BalasHapus