10 Juli 2007
Kabin pesawat B-737MR (photo : TNI-AU)
Untuk kedua kalinya, Angkasa diberi kesempatan terbang dengan pesawat Boeing B737-200 2x9 Surveillance TNI AU. Untuk tingkat dalam negeri, pesawat ini bisa digolongkan sebagai the supersecret platform.
“Bapak-bapak beruntung bisa ikut dengan pesawat ini, karena pesawat ini sangat rahasia, hanya orang-orang tertentu yang boleh naik yaitu staf kodal (komando pengendali), personel di skadron saja tidak boleh naik kecuali yang bertugas,” aku Sersan Kepala Eko M, operator Side Looking Airborne Modular Multi-Mission Radar (SLAMMR). B737-200 Surveillance memang bukan pesawat sembarangan. Sejak dioperasikan TNI AU pertengan 1982, tak banyak informasi yang bisa diperoleh tentang pesawat ini.
Keberadaan Angkasa sebenarnya tak lepas dari undangan press tour yang digelar TNI AU untuk wartawan ibukota. Maksud baiknya seperti dibeberkan Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Daryatmo, agar wartawan yang mangkal di desk pertahanan bisa memahami lebih baik tugas dan tanggung jawab TNI AU. Namun secara khusus, sebenarnya tur diadakan guna memberikan kesempatan kepada kuli tinta untuk melihat secara langsung kondisi pulau-pulau terdepan Indonesia di wilayah Barat. Seperti Pulau Nipah, Sekatung, Berhala dan Rondo. Untuk wilayah Barat, pulau-pulau ini berbatasan langsung dengan Singapura, Malaysia dan Vietnam.
FLIR
Boeing 737 MR skuadron 5 TNI-AU (photo : Indoflyer)
Tidak seperti pesawat angkut pada umumnya, B737-200 Surveillance memang special. Kesan pertama saja bagi yang awam sudah bisa langsung menimbulkan pertanyaan. Dua batangan berbentuk sosis memanjang sekitar empat meter di dekat ekor tegak pesawat. Radar pemindai logam ini bekerja secara menyamping dank arena itu disebut SLAMMR.
Begitu mata diarahkan ke kolong pesawat, terlihat tonjolan di belakang landing gear depan. Tak salah lagi, ternyata sejak tahun 2003 ketiga armada B737-200 Skadron Udara 5 Lanud Hassanudin, Makassar ini sudah dilengkapi kamera infra merah yang lazim disebut FLIR (orward Looking Infra Red). Kamera dengan label MX 15 ini, menurut Komandan Skadron 5 Letkol Pnb Mujiyanto, dibeli dari Kanada.
Kehadiran MX 15 diakui operator misi Camar Emas (julukan B737 Survellance) sangat membantu kerja mereka. Proses identikasi jadi lebih mudah dan aman. Cukup mengarahkan lensa FLIR ke target, operator akan menzoom target dari ketinggian 30.000 kaki. Lettu Lek. Marchel Lasut sebagai operator beberapa kali memperhatikan kecanggihan FLIR ini. Jika diinginkan, gambar langsung direkam dan difoto untuk kemudian dicetak. Dengan turun ke ketinggian 15.000 kaki, semua jadi makin jelas. Sebelumnya, “Kami bisa turun hingga 1.000 kaki untuk melakukan identifikasi visual,” jelas Eko.
Pemandangan mempesona makin menyolok kami memasuki kabin pesawat. Meski pesawatnya sejenis dengan yang digunakan airline, namun suasananya jauh berbeda. Tidak ada deretan kursi memenuhi ruangan kecuali enam baris kursi untuk sekedar duduk ktu. Selebihnya ke belakang adalah deretan mission equipment, mulai dari display radar cuaca, radar pencari, SLAMMR, dan FLIR.
Pesawat sempat mendarat di Lanud Ranai (Rantau Nan Indah) setelah perjalanan panjang dari Jakarta. Tak lama kemudian pesawat kembali terbang menyusuri Area Bravo, Alpha 1 dan 2 untuk kemudian mendarat di Lanud Pekanbaru. Selama penerbangan ini, beberapa kali ATC Singapura meminta B737 menjauh dari Selat Philips. Esoknya kami kembali diterbangkan menyusuri sisi paling Barat Indonesia dan melihat langsung Pulau Rondo, pulau yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Pesawat akhirnya mendarat dengan mulus di Lanud Halim Perdanakusuma, merampungkan tur dua hari yang begitu berkesan. Haruskah kita abaikan Negara seluas ini yang memiliki potensi alam luar biasa, dengan hanya berdiam dan malah terkesan grogi untuk melindunginya ? Tak diragukan lagi, Indonesia butuh pesawat patroli maritim dengan kemampuan melebihi yang dimiliki B737-200 2x9 Surveillance.
Camar Emas
Boeing 737 MR (B737 2x9) TNI-AU (photo : Airliners)
Skadron 5 yang berpangkalan di Lanud Hassanudin, Ujung Pandang, menerima tiga Boeing B737-200 2x9 Surveillance untuk menggantikan Grumman UF-1 Albatross. Pesawat berjulukan Camar Emas ini diberi registrasi AI-7301, AI-7302 dan AI-7303.Pengiriman pesawat yang dipesan April 1981 ini dilakukan secara marathon mulai dari 20 Mei 1982, 30 Juni 1983, dan 3 Oktober 1983. Dengan kekuatan tiga pesawat, berarti tiap pesawat harus melakukan pengintaian sepertiga wilayah Indonesia. (Beny Adrian)
(Angkasa no. 10 Juli 2007)
mas, mau nanya..
BalasHapusbisa diperjelas mengenai "operator Side Looking Airborne Modular Multi-Mission Radar"??
dan bagaimana untuk bisa masuk ke bagian itu??
harus jurusan teknik kah? atau apa?