12 Mei 2009

Pembelian Senjata dari Luar Negeri Alternatif Terakhir

4 Januari 2006

NC-212 TNI-AD (photo : Kaskus-Militer)

BUMNIS Diminta Unjuk Gigi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, pembelian peralatan dan perlengkapan sistem persenjataan dari luar negeri menjadi alternatif terakhir sepanjang produk yang diinginkan dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

Untuk itu, Presiden meminta BUMN Industri Strategis (BUMNIS) dapat menjawab kesempatan tersebut dengan bekerja keras. Harapan tersebut disampaikan Yudhoyono saat menghadiri serah terima pesawat NC 212 dan Heli NBell 412 dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI) kepada TNI AD, Selasa (3/1) di PT DI Bandung.

Selain ke PT DI, Presiden juga berkunjung ke PT Pindad.

"Kebijakan itu kita ambil untuk keperluan di bidang pertahanan dan keamanan yang bisa diproduksi di dalam negeri. Dengan asumsi, kualitas, kinerja, dan kecocokan harganya," katanya.

Sejumlah menteri menghadiri acara tersebut yakni Meneg BUMN Sugiharto, Menhan Juwono Sudarsono, Menristek Kusmayanto Kadiman, Menperind Fahmi Idris, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, dan petinggi 10 BUMNIS.

Presiden SBY menyadari belum semua keperluan dapat dipenuhi dari dalam negeri. Tapi dia menegaskan, pemerintah akan menghindari pembelian produk dari luar negeri jika berpotensi merugikan. Pemerintah, jelasnya, tidak bisa didikte lagi dalam soal ini.

NBell-412 TNI-AD (photo : Kaskus-Militer)

"Produk yang belum mampu dibeli di dalam negeri, kita membelinya dari luar negeri, tapi jangan dengan persyaratan yang aneh-aneh. Ini tidak adil," ungkapnya seraya mencontohkan adanya pelarangan penggunaan pesawat terbang karena terkait peristiwa tertentu.

Kepada pimpinan BUMNIS yakni PT Dirgantara Indonesia, PAL, Pindad, Krakatau Steel, LEN, Boma Bisma Indra, Inti, INKA, Barata, dan Dahana, Presiden Yudhoyono berharap, mereka mampu menjawab kesempatan tersebut.

"Jangan bangga dengan hanya menjadi Direktur PT Sukar Maju atau Direktur PT Rugi Abadi," tandasnya.

Stok Pesawat

Sebelumnya, pelaksana Dirut PT DI, Nuril Fuad, saat memberikan laporannya mengharapkan pemerintah dapat membeli semua stok pesawat yang kini mangkrak di hanggar mereka senilai 220 juta dolar AS.

"Pembelian ini akan membuat kondisi PT DI menjadi lebih baik," ujarnya. Selain pesawat, Nuril juga menjelaskan bahwa produksi PT DI merambah pula pada pembuatan torpedo, penghancur korvet dan kapal selam, dan roket.

Khusus torpedo sudah terjual sebanyak 150 unit, sementara roket mencapai angka 35.000 dengan kebanyakan konsumen dari luar negeri.

Kunjungan Presiden ke Bandung diwarnai pula oleh aksi unjuk rasa ratusan mantan karyawan yang tergabung dalam SP FKK PT DI bersama elemen mahasiswa. Aparat sempat melepaskan tembakan peringatan karena massa berupaya merangsek masuk ke area acara di pintu gerbang masuk PT DI. Mereka ingin bertemu SBY.(dwi-60v)

(Suara Merdeka)

2 komentar: