C-130 Hercules TNI-AU (photo : Indoflyer)
Panglima TNI Endriartono Sutarto menyatakan Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menanggapi positif usulan Mabes TNI untuk membatalkan pembelian dua pesawat Herkules
C-130. Dalam usulan itu, anggaran pembelian dialihkan menjadi pembelian suku cadang pesawat sejenis.
Saat ini, kata Sutarto, proses revisi anggaran pembelian dengan mekanisme kredit ekspor sudah diajukan kembali oleh Mabes TNI. “Kini prosesnya menunggu persetujuan dari Bappenas," kata Sutarto seusai rapat bersama Menhan di Departemen Pertahanan, Jakarta, Kamis (10/3).
Sutarto mengungkapkan, pesawat-pesawat yang dimiliki oleh TNI cukup banyak, termasuk jenis angkut Hercules yang dibeli pada era 1960-an. "Life time-nya sudah hampir habis jika tidak ada penggantian suku cadang baru," kata dia.
Pertimbangan mengalihan pembelian suku cadang, kata Panglima TNI, karena dianggap lebih menguntungkan daripada pembelian dua pesawat bekas. Idealnya, kata dia, memang bisa membeli yang baru untuk menggantikan yang lama, di samping juga membeli suku cadang untuk menghidupkan yang ada. “Tapi kalau kita dihadapkan pada pilihan, menambah jumlah atau menghidupkan yang telah ada, tinggal pilih mana yang paling menguntungkan," kata dia.
Dan, kata dia, pilihannya sederhana: menambah dua pesawat lagi berarti TNI nanti mempunyai delapan pesawat. Atau, sekarang ada enam yang operasional, lalu ditambah 10 pesawat lain yang bisa diperbaiki dengan adanya suku cadang baru. Sehingga nantinya Hercules yang bisa dioperasionalkan total 16. “Tentunya, lebih memilih yang kedua,” ujarnya.
Perubahan pilihan itu sendiri terjadi setelah tsunami menghantam Aceh, yang memperlihatkan amburadulnya pengangkutan bantuan bagi korban. Ini terjadi karena pesawat angkut milik TNI banyak yang tak layak terbang setelah Amerika Serikat sebagai negara produsen mengembargo suku cadangnya. Pascatsunami, Amerika membuka embargo dan memberi Indonesia fasilitas pembelian suku cadang untuk Hercules. (Agus Supriyanto)
(Tempo Interaktif)
Baca juga :
Dephan Belum Tahu Pembelian Hercules Dibatalkan
02 Maret 2005
Departemen Pertahanan belum mengetahui rencana Markas Besar TNI membatalkan rencana pembelian dua unit pesawat angkut C-130 Hercules bekas untuk TNI Angkatan Udara (AU). Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto bermaksud mengalihkan pembelian pesawat itu ke pembelian suku cadang.
“Saya belum tahu dan baru mendengarnya hari ini,” kata Mas Widjaja, Direktur Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan Departemen Pertahanan kepada Tempo, Selasa (1/3).
Pembatalah pembelian pesawat Hercules itu terungkap saat rapat kerja Panglima TNI dengan Komisi Pertahanan DPR, Senin (28/2) lalu. Menurut Widjaja, rencana pembelian dua unit pesawat Hercules bekas senilai $US 45-50 juta telah dimasukkan ke dalam pos anggaran Departemen Pertahanan-TNI untuk direalisasikan tahun ini. “Anggaran itu sudah ditetapkan oleh Menko Perekonomian,” ujarnya.
Dua unit pesawat Hercules bekas ini rencananya dibeli melalui cara Kredit Ekspor. Rencana ini sudah digodok sejak tahun 2004 lalu berdasarkan kebutuhan pengadaan alutsista (alat utama sistem senjata) yang diajukan oleh TNI AU dan Markas Besar TNI ke Departemen Pertahanan.
“Perencanaan disusun oleh mereka (TNI) sendiri, prioritas juga diajukan oleh mereka sendiri, kalau kemudian dibatalkan, berarti perencanaannya tidak akurat dong,” ujar Widjaja.
Dengan pembatalan pembelian pesawat tersebut, menurut Widjaja, jelas akan memerlukan proses yang panjang lagi untuk merubah ketetapan yang telah dikeluarkan Menko Perekonomian tersebut.
Proses itu antara lain, TNI AU harus mengajukan perubahan rencana ini secara tertulis ke Markas Besar TNI, untuk kemudian Markas Besar TNI mengajukannya ke Departemen Pertahanan. Departemen Pertahanan kemudian akan mengajukan perubahan ini ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). “Kemudian Bappenas yang akan mengajukannya ke Menko Perekonomian untuk merubah rencana anggaran yang sudah ditetapkan,” katanya.
Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengatakan, pembatalan rencana pembelian Hercules dilatarbelakangi bencana gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 lalu. Setelah bencana tersebut, pemerintah Amerika Serikat (AS) membuka keran embargo untuk suku cadang Hercules. AS memandang TNI memerlukan Hercules untuk menjalankan operasi kemanusiaan di daerah bencana itu.
AS, kata Sutarto, kemudian memberikan bantuan sejumlah suku cadang untuk Hercules yang dimiliki TNI AU. “Termasuk memberikan hak untuk membeli suku cadang Hercules sejumlah 50 juta US Dolar,” kata Sutarto.
Harga suku cadang ini, menurut Sutarto, jauh lebih murah karena pembeliannya dapat dilakukan antar pemerintah ketimbang jika membelinya melalui rekanan atau pihak ketiga.
Jika Markas Besar TNI telah resmi mengajukan pembatalan ini, menurut Widjaja, Departemen Pertahanan akan mengajukan sejumlah pertanyaan agar ada pertanggung jawaban dari TNI. “Dasarnya perubahan itu apa? Dulu bagaimana perhitungannya?Kenapa tidak sejak dulu mengajukan pembelian suku cadang saja?,” ujarnya..
Menurutnya, Departemen Pertahanan berwenang untuk menerima atau menolak pembatalan rencana pembelian Hercules. “ Departemen Pertahanan pasti akan ditanyakan oleh Bappenas karena leading sector-nya adalah Departemen Pertahanan. Berarti kami juga akan memasalahkannya ke dalam, mengapa dulu yang diajukan (TNI-red) seperti itu?,” kata Widjaja lagi.(l dimas adityo)
(Tempo Interaktif)
Saat ini, kata Sutarto, proses revisi anggaran pembelian dengan mekanisme kredit ekspor sudah diajukan kembali oleh Mabes TNI. “Kini prosesnya menunggu persetujuan dari Bappenas," kata Sutarto seusai rapat bersama Menhan di Departemen Pertahanan, Jakarta, Kamis (10/3).
Sutarto mengungkapkan, pesawat-pesawat yang dimiliki oleh TNI cukup banyak, termasuk jenis angkut Hercules yang dibeli pada era 1960-an. "Life time-nya sudah hampir habis jika tidak ada penggantian suku cadang baru," kata dia.
Pertimbangan mengalihan pembelian suku cadang, kata Panglima TNI, karena dianggap lebih menguntungkan daripada pembelian dua pesawat bekas. Idealnya, kata dia, memang bisa membeli yang baru untuk menggantikan yang lama, di samping juga membeli suku cadang untuk menghidupkan yang ada. “Tapi kalau kita dihadapkan pada pilihan, menambah jumlah atau menghidupkan yang telah ada, tinggal pilih mana yang paling menguntungkan," kata dia.
Dan, kata dia, pilihannya sederhana: menambah dua pesawat lagi berarti TNI nanti mempunyai delapan pesawat. Atau, sekarang ada enam yang operasional, lalu ditambah 10 pesawat lain yang bisa diperbaiki dengan adanya suku cadang baru. Sehingga nantinya Hercules yang bisa dioperasionalkan total 16. “Tentunya, lebih memilih yang kedua,” ujarnya.
Perubahan pilihan itu sendiri terjadi setelah tsunami menghantam Aceh, yang memperlihatkan amburadulnya pengangkutan bantuan bagi korban. Ini terjadi karena pesawat angkut milik TNI banyak yang tak layak terbang setelah Amerika Serikat sebagai negara produsen mengembargo suku cadangnya. Pascatsunami, Amerika membuka embargo dan memberi Indonesia fasilitas pembelian suku cadang untuk Hercules. (Agus Supriyanto)
(Tempo Interaktif)
Baca juga :
Dephan Belum Tahu Pembelian Hercules Dibatalkan
02 Maret 2005
Departemen Pertahanan belum mengetahui rencana Markas Besar TNI membatalkan rencana pembelian dua unit pesawat angkut C-130 Hercules bekas untuk TNI Angkatan Udara (AU). Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto bermaksud mengalihkan pembelian pesawat itu ke pembelian suku cadang.
“Saya belum tahu dan baru mendengarnya hari ini,” kata Mas Widjaja, Direktur Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan Departemen Pertahanan kepada Tempo, Selasa (1/3).
Pembatalah pembelian pesawat Hercules itu terungkap saat rapat kerja Panglima TNI dengan Komisi Pertahanan DPR, Senin (28/2) lalu. Menurut Widjaja, rencana pembelian dua unit pesawat Hercules bekas senilai $US 45-50 juta telah dimasukkan ke dalam pos anggaran Departemen Pertahanan-TNI untuk direalisasikan tahun ini. “Anggaran itu sudah ditetapkan oleh Menko Perekonomian,” ujarnya.
Dua unit pesawat Hercules bekas ini rencananya dibeli melalui cara Kredit Ekspor. Rencana ini sudah digodok sejak tahun 2004 lalu berdasarkan kebutuhan pengadaan alutsista (alat utama sistem senjata) yang diajukan oleh TNI AU dan Markas Besar TNI ke Departemen Pertahanan.
“Perencanaan disusun oleh mereka (TNI) sendiri, prioritas juga diajukan oleh mereka sendiri, kalau kemudian dibatalkan, berarti perencanaannya tidak akurat dong,” ujar Widjaja.
Dengan pembatalan pembelian pesawat tersebut, menurut Widjaja, jelas akan memerlukan proses yang panjang lagi untuk merubah ketetapan yang telah dikeluarkan Menko Perekonomian tersebut.
Proses itu antara lain, TNI AU harus mengajukan perubahan rencana ini secara tertulis ke Markas Besar TNI, untuk kemudian Markas Besar TNI mengajukannya ke Departemen Pertahanan. Departemen Pertahanan kemudian akan mengajukan perubahan ini ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). “Kemudian Bappenas yang akan mengajukannya ke Menko Perekonomian untuk merubah rencana anggaran yang sudah ditetapkan,” katanya.
Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto mengatakan, pembatalan rencana pembelian Hercules dilatarbelakangi bencana gempa dan tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004 lalu. Setelah bencana tersebut, pemerintah Amerika Serikat (AS) membuka keran embargo untuk suku cadang Hercules. AS memandang TNI memerlukan Hercules untuk menjalankan operasi kemanusiaan di daerah bencana itu.
AS, kata Sutarto, kemudian memberikan bantuan sejumlah suku cadang untuk Hercules yang dimiliki TNI AU. “Termasuk memberikan hak untuk membeli suku cadang Hercules sejumlah 50 juta US Dolar,” kata Sutarto.
Harga suku cadang ini, menurut Sutarto, jauh lebih murah karena pembeliannya dapat dilakukan antar pemerintah ketimbang jika membelinya melalui rekanan atau pihak ketiga.
Jika Markas Besar TNI telah resmi mengajukan pembatalan ini, menurut Widjaja, Departemen Pertahanan akan mengajukan sejumlah pertanyaan agar ada pertanggung jawaban dari TNI. “Dasarnya perubahan itu apa? Dulu bagaimana perhitungannya?Kenapa tidak sejak dulu mengajukan pembelian suku cadang saja?,” ujarnya..
Menurutnya, Departemen Pertahanan berwenang untuk menerima atau menolak pembatalan rencana pembelian Hercules. “ Departemen Pertahanan pasti akan ditanyakan oleh Bappenas karena leading sector-nya adalah Departemen Pertahanan. Berarti kami juga akan memasalahkannya ke dalam, mengapa dulu yang diajukan (TNI-red) seperti itu?,” kata Widjaja lagi.(l dimas adityo)
(Tempo Interaktif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar