30 September 2024
Melihat PT DI Lakukan Produksi dan Perawatan Pesawat NC 212i di Bandung
Pengembangan Drone Tempur Elang Hitam Masih Berlanjut
Anduril Signs Three Year Contract with RAAF to Deliver Autonomous Security Capabilities to Enhance Protection of Australia's Northern Bases
PT DI Tekankan RI Perlu Kuasai Teknologi Kunci dalam Pengadaan Rafale
29 September 2024
Kapal BHO Buatan Dalam Negeri Bakal Perkuat TNI AL Pada Akhir 2025
29 September 2024
Kapal BHO 105 TNI AL (image: Abeking & Rasmussen)Jakarta (ANTARA) - Kapal Bantu Hidro-Oseanografi (BHO) Ocean Going buatan galangan kapal dalam negeri PT Palindo Marine Batam bekerja sama dengan galangan kapal Jerman Abeking & Rasmussen bakal memperkuat armada TNI AL pada akhir 2025.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Karo Humas) Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha saat dihubungi di Jakarta, Selasa, menjelaskan bahwa prosesnya saat ini platform kapal telah rampung dibuat oleh Palindo dan kapal itu selanjutnya bakal berlayar ke Jerman untuk pemasangan alat-alat survei dan pemetaan, sensor, dan perlengkapan lainnya.
Gambar kapal BHO 105 muncul saat acara peletakan lunas kapal pada Desember 2023 (photo: Robe87)
"Delivery kapal dijadwalkan pada bulan Desember 2025," kata Brigjen TNI Edwin.
Pada hari ini di galangan kapal Palindo, Batam, Kepulauan Riau, Staf Ahli Menteri Pertahanan Bidang Ekonomi Mayjen TNI Steverly C. Parengkuan memimpin upacara peluncuran platform kapal BHO Ocean Going.
Di lokasi acara, Parengkuan membacakan sambutan dari Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kemenhan RI Marsekal Madya TNI Yusuf Jauhari, salah satunya menyebutkan proyek pengadaan kapal BHO Ocean Going itu merupakan kontribusi Kementerian Pertahanan RI mendukung kemandirian industri pertahanan dalam negeri.
Kapal BHO 105 dari arah buritan (photo: istimewa)
"Setelah upacara peluncuran kapal BHO (Ocean Going) akan menuju Jerman untuk menyelesaikan pemasangan seluruh peralatan oseanografi di galangan Abeking & Rasmussen," kata Kabaranahan Kemenhan dalam sambutannya itu.
Kapal BHO Ocean Going yang platformnya dibangun di Batam itu punya spesifikasi panjang 105 meter, lebar 17,4 meter, dan draf kapal 4,5 meter. Kapal itu dirancang untuk dapat berlayar dengan kecepatan 16 knot.
Kapal itu juga didesain untuk mampu memetakan wilayah pesisir, perairan dangkal, dan laut dalam. Rencananya kapal itu juga dilengkapi dengan sensor penginderaan bawah air mulai dari kedalaman 600 meter sampai dengan 11.000 meter.
Peluncuran kapal BHO 105 (photo: Antara)Kemenhan RI dalam siaran resminya juga menyebutkan kapal BHO Ocean Going itu juga dilengkapi dengan geladak heli dengan kapasitas maksimum 12 ton MTOW, meriam 20 mm dan 12,7 mm, serta teknologi surveillance, manuver, dan station keeping yang andal.
Kapal yang didesain dengan struktur high tensile steel itu berbobot total 3.419 ton, serta mampu mengangkut tambahan beban seberat 200 ton. Kapal itu juga didesain untuk punya daya jelajah selama 60 hari dengan mengangkut maksimal 90 personel.
Wahana penyelamat SRV-F Mk.3 bakal melengkapi kapal BHO 105 (image: SMP)
TNI AL pada tahun ini, kata dia, menunggu dua tambahan kapal bantu hidro-oseanografi buatan Inggris dan Jerman yang bekerja sama dengan galangan kapal dalam negeri.
Kapal buatan Jerman itu merujuk pada kapal BHO Ocean Going yang dibangun oleh Palindo bekerja sama dengan Abeking & Rasmussen. Sementara itu, kapal buatan Inggris itu merujuk pada SRVS (submarine rescue vehicle system) buatan buatan perusahaan Inggris, Submarine Manufacturing & Products (SMP), yang pengadaannya bekerja sama dengan PT BTI Indo Tekno.
Pengadaan SRVS itu mencakup pembelian SRVS mencakup satu unit kapal selam penyelamat (SRV-F Mk.3), satu unit mothership dan kelengkapan lainnya (decompression chamber, launch and recovery system, air transportability equipment, dan remotely operated vehicle).
(Antara)
TNI AL Mengincar Fregat Buatan Turki
Program Kapal Selam Type 212CD Jerman-Norwegia Berhasil Lulus Critical Design Review
29 September 2024
Desain Type 212CD merupakan evolusi substansial dari Type 212A yang saat ini sudah beroperasi, perhatikan bahwa ukuran kapal selam dengan panjang 73m dan bobot penuh 2.800 ton ini jauh lebih besar dari Type 212A (image: NavalNews)Program kapal selam Type 212CD gabungan Jerman-Norwegia telah berhasil menyelesaikan tonggak tinjauan desain kritis/critical design review (CDR).
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada tanggal 22 Agustus, Kementerian Pertahanan Norwegia (MoD) mengatakan tonggak CDR dicapai pada pertengahan tahun dan telah diselesaikan sesuai dengan rencana yang ditetapkan oleh organisasi pengadaan bersama (JPO) Jerman-Norwegia dan pembuat kapal Jerman ThyssenKrupp Marine Systems (TKMS).
Persenjataan Type 212 CD adalah 4x heavyweight torpedo 533mm DM2A4 Hake, IDAS anti-air missile dan kemungkinan sub-launched NSM anti-ship missile buatan Kongsberg-Norwegia (image: NSM)Fase desain melibatkan peninjauan lebih dari 100.000 halaman dokumentasi untuk memastikan desain memenuhi sekitar 6.000 persyaratan kontrak, kata MoD.
Enam kapal selam diesel-listrik (SSK) bertenaga konvensional Tipe 212CD generasi berikutnya sejauh ini telah dipesan dari TKMS untuk memenuhi persyaratan bersama Jerman dan Norwegia berdasarkan kontrak yang diberikan oleh Badan Materiel Pertahanan Norwegia/ Norwegian Defence Materiel Agency (NDMA) dan Kantor Federal Peralatan, Teknologi Informasi, dan Dukungan Dalam Layanan Bundeswehr Jerman/Bundeswehr Equipment, Information Technology and In-Service Support (BAAINBw) pada bulan Juli 2021.
Type 212 CD menggunakan penggerak hybrid lithium-ion battery + AIP PEM fuel cells (PEM=proton exchange membrane) untuk menggerakkan 2 mesin diesel MTU 4000 (photo: Sener)
Akuisisi tersebut, yang bernilai sekitar EUR5,5 miliar (USD6,1 miliar), mencakup empat kapal untuk Angkatan Laut Kerajaan Norwegia (RNoN) dan dua kapal 'desain umum/common design' yang identik untuk Angkatan Laut Jerman. Menurut Kementerian Pertahanan, pekerjaan desain telah menghabiskan hampir seperempat dari total biaya untuk enam kapal selam dan akan dibagi bersama antara Norwegia dan Jerman.
Kapal pertama dari kelas tersebut, yang ditujukan untuk RNoN, mulai dibangun di galangan kapal TKMS di Kiel pada 12 September 2023. Berdasarkan perencanaan saat ini, kapal utama akan mulai diuji pada tahun 2027 dan diharapkan akan dikirim ke Norwegia pada tahun 2029. Dua kapal untuk Jerman akan dikirim pada tahun 2032 dan 2034.
(Jane's)
TNI AU Siapkan Satuan Antariksa, KSAU: Belajar dari AS, Australia, dan Perancis
28 September 2024
Pesawat N219 Sudah Masuki Tahap Produksi, Target Perdana untuk Versi Amphibi
PT DI Bidik Perakitan Akhir, MRO, Uji Terbang dan Sertifikasi KF-21
Wakasau Pimpin Rapat Persetujuan Paint Scheme Pesawat Sukhoi 27/30
The Royal Thai Navy's New MARCUS-C VTOL Maritime Patrol UAV is being Tested on HTMS Chakri Naruebet
28 September 2024
MARCU-C VTOL Maritime Patrol UAV is being tested on HTMS Chakri Naruebet aircraft carrier (photos: Combat Zones, Panupong Khoomcin)The airframe of the new MARCUS-B (2024) maritime reconnaissance unmanned aerial vehicle, now known as MARCUS-C, was first unveiled at the 'Navy Research 2024' event at the Chao Phraya Room, Royal Thai Navy Auditorium on July 31, 2024.
The Naval Research and Development Office (NRDO), Royal Thai Navy (RTN), in collaboration with Thai private companies Oceanus Research and Development (Thailand), X-Treme Composites (Thailand), and BJSupply 2017 (Thailand), is the developer of this new MARCUS-C maritime patrol unmanned aerial vehicle.
MARCUS-C is considered a Vertical Take-Off and Landing Unmanned Aerial Vehicle (VTOL UAV) in the MARCUS (Maritime Aerial Reconnaissance Craft Unmanned System) family of maritime reconnaissance UAVs, the third generation following the first MARCUS model that was tested on the floating landing craft, HTMS Angthong (III)
And the second model, the MARCUS-B maritime reconnaissance unmanned aerial vehicle, which has been tested on the helicopter carrier HTMS Chakri Naruebet in 2021 the project has been approved for a budget in fiscal year 2024 to build 1 system consisting of 4 UAVs and 1 ground control station.
While the MARCUS-B has a blended wings fuselage with a twin-tail boom, the MARCUS-C uses a conventional high wings fuselage, but still maintains a propulsion system that combines a push-button propeller with four sets of rotary wing propellers that provide vertical lift. Admiral Adung Phan-iam, the commander of the Royal Thai Navy, was informed by the project officer that this prototype system has a production budget of only 36,000,000 baht ($ 1,093,080), while the same foreign VTOL UAV system will cost no less than 300,000,000 baht ($ 9,120,255).
(AAG)
27 September 2024
Rincian Proposal Offset F-16 Lockheed Martin ke Thailand Terkuak
27 September 2024
RTAF saat ini mengoperasikan tiga skuadron F-16A Fighting Falcons. Setidaknya 12 dari 49 F-16 yang aktif akan pensiun dalam beberapa tahun ke depan (photo: RTAF)
Lockheed Martin telah mengusulkan upgrade teknologi dan investasi industri langsung sebagai bagian dari offset dalam penjualan pesawat tempur F-16V Block 70/72 yang diusulkannya kepada Angkatan Udara Kerajaan Thailand (RTAF), menurut sumber yang mengetahui situasi tersebut.
RTAF berupaya untuk mendapatkan empat pesawat tempur awal untuk menggantikan sebagian F-16A/B Block 15 Fighting Falcons yang sudah tua yang beroperasi dengan Skuadron 102 di pangkalan udara Korat. Pesawat baru tersebut akan diakuisisi dari tahun 2025 hingga 2034.
Untuk mendukung tawaran F-16V kepada RTAF, Lockheed Martin telah mengusulkan untuk memasang sistem data link aman Link 16 dan sistem identifikasi kawan-atau-lawan (IFF) Mode 5, sistem identifikasi berbasis radar, pada pesawat F-16A/B yang akan tetap beroperasi.
Menurut sumber tersebut, ini akan membuat F-16A/B kompatibel dengan pesawat F-16V Block 70/72 yang baru. Menggabungkan sistem IFF Link 16 dan Mode 5 bersama-sama "menciptakan solusi interoperabilitas yang akan memungkinkan kedua armada [F-16] untuk saling berkomunikasi," tambah sumber tersebut.
Lockheed Martin mengajukan proposal offset terbarunya kepada Thailand pada akhir Agustus. Perusahaan tersebut telah menilai proposal offsetnya sebesar USD1,7 miliar, menurut sumber tersebut.
Upgrade ini juga diharapkan dapat meningkatkan interoperabilitas F-16A/B warisan RTAF dalam penempatan dengan pesawat dari angkatan udara regional lain yang juga dilengkapi dengan sistem Link 16, kata sumber tersebut.
Elemen lain dari paket offset yang diusulkan termasuk tawaran untuk meningkatkan keterampilan melalui kemitraan universitas dan untuk berinvestasi dalam industri penerbangan Thailand, kata sumber tersebut.
(Janes)
Pembiayaan Program Overhaul Kapal Selam DSME 209/1400
27 September 2024
DSME 209/1400 (image: DSME)
Pengadaan beragam sistem senjata pada MEF 2020-2024 diperkirakan baru akan selesai pada akhir 2025 dengan mempertimbangkan fakta bahwa sejumlah kontrak nampaknya baru akan memasuki tahap efektif pada tahun depan. Proposal indikasi pinjaman dari lender harus terlebih dahulu disetujui oleh Kementerian Keuangan sebelum loan agreement antara lender dan Kementerian Keuangan diteken.
Selain itu, ketersediaan dana Rupiah Murni Pendamping pada APBN Kementerian Pertahanan menentukan pula nasib kontrak yang sudah ditandatangani sebelumnya. Hingga saat ini, terdapat banyak Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) yang menantikan persetujuan perpanjangan masa berlaku oleh Menteri Keuangan.
Sedikitnya terdapat dua skenario perpanjangan PSP untuk Kementerian Pertahanan, yaitu dilakukan oleh Menteri Keuangan saat ini atau dilaksanakan oleh Menteri Keuangan yang baru. Perpanjangan PSP oleh Menteri Keuangan yang baru pasca 20 Oktober 2024 merupakan sebuah keniscayaan karena pembangunan kekuatan pertahanan periode 2020-2024 baru akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Seperti penulis pernah jelaskan sebelumnya, ada sejumlah PSP yang masa berlakunya berakhir sebelum negosiasi kontrak di Kementerian Pertahanan tuntas dan atau proses perundingan loan agreement di Kementerian Keuangan selesai.
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa alokasi Pinjaman Luar Negeri (PLN) pada periode 2020-2024 untuk Kementerian Pertahanan meningkat lebih dari tiga kali lipat dari US$7,74 miliar pada jangka waktu 2015-2019 menjadi US$25 miliar.
Angka US$25 miliar pun berasal dari pemotongan alokasi PLN yang hingga Mei 2023 bernilai US$34,4 miliar. Demikian pula dengan Pinjaman Dalam Negeri (PDN) yang bertambah tiga kali lipat dari Rp 15 triliun pada periode 2015-2019 menjadi Rp 45,1 triliun dalam masa 2020-2024.
KRI 403 Nagapasa (photo: TNI AL)Hal yang dinantikan pada tahun depan adalah data penyerapan PLN dan PDN oleh Kementerian Pertahanan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Sebab selama ini salah satu perhatian Kementerian Keuangan terhadap peningkatan PLN dan PDN ialah kemampuan penyerapan oleh Kementerian Pertahanan.
Peningkatan alokasi PDN dapat diterjemahkan sebagai upaya pemerintah untuk membelanjakan lebih banyak utang di dalam negeri yang keluarannya adalah meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional.
Namun terdapat kritik dari para pelaku industri pertahanan bahwa sebagian besar kontrak yang dibiayai oleh PDN dinikmati oleh firma-firma BUMN dan hanya sedikit yang diberikan kepada perusahaan pertahanan partikelir. PDN sendiri berasal dari sejumlah bank-bank nasional, khususnya bank-bank milik negara.
Selama ini, PDN yang dialokasikan untuk TNI Angkatan Darat sebagian besar digunakan untuk pengadaan munisi beragam kaliber, senapan serbu, mortir, peralatan optik, kendaraan lapis baja dan perbaikan pesawat terbang dan helikopter.
Adapun PDN bagi TNI Angkatan Laut di antaranya dipakai untuk membeli munisi kaliber kecil, senapan serbu, mortir dan kapal patroli. Sementara TNI Angkatan Udara membelanjakan alokasi PDN bagi pemeliharaan berbagai jenis pesawat terbang dan helikopter berikut subsistemnya, munisi kaliber kecil dan berbagai kendaraan taktis untuk Kopasgat.
Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI pun mendapatkan kuota PDN seperti pembelian roket R-Han 122 mm oleh Kementerian Pertahanan dan senapan serbu, munisi kaliber kecil dan kendaraan taktis bagi Mabes TNI.
KRI 404 Ardadedali (photo: TNI AL)Seperti penulis pernah sebut sebelumnya, terdapat spekulasi bahwa besaran PLN pada pembangunan kekuatan pertahanan periode 2025-2029 antara US$25 miliar hingga US$35 miliar. Lalu bagaimana dengan porsi PDN untuk periode yang sama bagi Kementerian Pertahanan?
Apakah nilai PDN akan mencapai Rp 55 triliun pada kerangka waktu tersebut? Semua spekulasi tersebut diharapkan akan terjawab pada semester pertama 2025 saat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menerbitkan Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2025-2029 dan Daftar Kegiatan Pinjaman Dalam Negeri (DKPDN) 2025-2029.
Terkait dengan DKPDN 2025-2029, Kementerian Pertahanan nampaknya akan menggunakan skema PDN untuk program overhaul kapal selam DSME 209/1400. Sebelumnya, terdapat usulan agar program upgrade kapal selam buatan Korea Selatan itu pada MEF 2020-2025 dibiayai oleh PLN namun tidak disetujui oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Boleh jadi rencana menggunakan PDN untuk overhaul kapal selam karena prosesnya memang lebih cepat dan mudah daripada skema PLN. Namun di sisi lain belum diketahui berapa besar dana PDN yang nantinya akan berputar di dalam negeri mengingat sebagian anggaran itu harus dibelanjakan di luar negeri untuk pembelian beragam subsistem kapal selam.
Menurut perkiraan, program overhaul kapal selam DSME 209/1400 akan membutuhkan biaya sekitar US$200 juta - US$250 juta (Rp 3,1 triliun - Rp3,9 triliun) dengan asumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk peningkatan kemampuan kapal selam dan bukan sekedar mengganti peralatan yang sudah habis masa pakai.
Peningkatan kemampuan yang dimaksud terkait dengan desain, beragam subsistem seperti combat management system maupun perubahan pemeliharaan kapal selam. Memperhatikan perkiraan anggaran yang dibutuhkan, masuk akal apabila pembiayaan kegiatan itu diusulkan menggunakan skema PDN daripada PLN.
KRI 405 Alugoro (photo: TNI AL)Tantangan dalam melaksanakan program overhaul kapal selam DSME 209/1400 di antaranya adalah kemampuan melakukan root cause analysis, di mana analisis yang obyektif diperlukan untuk dapat mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi sekaligus menentukan solusi yang akan diterapkan.
Root cause analysis hendaknya dilakukan sendiri oleh galangan kapal selam yang ditetapkan oleh Kementerian Pertahanan sebagai kontraktor program tersebut dan tidak mengandalkan pada data yang diberikan oleh pihak ketiga.
Lewat root cause analysis yang obyektif, kontraktor dapat mengindentifikasi masalah-masalah apa saja yang selama bertahun-tahun menghambat kesiapan operasional tiga kapal selam buatan Korea Selatan itu. Sebagai fakta, selama ini masih ada penyangkalan terhadap kondisi ketiga kapal selam itu oleh sejumlah pihak di Indonesia, sehingga root cause analysis yang obyektif perlu dilakukan oleh galangan kapal selam yang ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan sebagai kontraktor.
Setidaknya terdapat dua galangan kapal selam yang menunjukkan ketertarikan terhadap program overhaul kapal selam DSME 209/1400. Satu di antaranya ialah Naval Group yang beberapa bulan silam sudah melaksanakan survei terhadap kondisi kapal selam itu.
Galangan kapal asal Prancis ini nampaknya memiliki keyakinan untuk dapat melakukan pekerjaan overhaul sekaligus meningkatkan kemampuan kapal selam yang sudah memiliki banyak isu kesiapan operasional sejak diserahkan kepada TNI Angkatan Laut.
Aspirasi Naval Group untuk mendapatkan kontrak program dari Kementerian Pertahanan nampaknya memiliki keterkaitan erat dengan kontrak dua kapal selam Scorpene Evolved yang akan dibangun di Indonesia, di mana Naval Group berupaya memperkuat kehadirannya di pasar Indonesia. (Alman Helvas Ali)
(CNBC)