31 Januari 2012
Russia to Sell 60 Armored Vehicles to Indonesia
30 Januari 2012
TNI Lirik Tank T90 Rusia dan Tank Pindad Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki opsi alternatif untuk belanja alat perang. Mereka melirik tank T 90 buatan Rusia sebagai pilihan lain selain rencana membeli tank Leopard buatan Belanda.
"Iya, salah satu, tapi kan banyak sekali opsi," ujar Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono di gedung DPR, Jakarta, Senin(30/1/2012).
Menurut Panglima, PT Pindad beberapa waktu lalu juga sudah membuat rancangan tank menengah. TNI kata Panglima, juga akan mempertimbangkan tank buatan PT Pindad itu.
"Itu salah satu opsi juga, bisa kita pertimbangkan. Bagus sekali kalau bisa dalam negeri,"jelasnya.
Dalam pembelian tank lanjut Panglima ada aturannya, apabila TNI tidak bisa membeli dari luar negeri pihaknya mempertimbangkan dalam negeri.
"Kan ada aturannya. Begini, kalau bisa diproduksi dalam negeri, harus di dalam negeri. Kalau tidak bisa harus join production. Kalau tidak bisa baru beli dari luar negeri. Itu ada pedomannya. Harus kita ikuti saja,"pungkasnya.
29 Januari 2012
Vietnam Made Automatic Grenade Launcher
DND, Armed Forces Eye Italian Weapon
Philippines Air Force operates some Italian-made aircraft : S-211 and SF-260 (photo : PhIlippine Fly Boy)
Defense Secretary Voltaire Gazmin said the team will look for aircraft, vessels and even armored vehicles that could be acquired by the military for both of its external defense and internal security operations.
Over the weekend, Gazmin said the department will be acquiring weapons and assets for the Armed Forces amounting to P70 billion.
The budget for the acquisition will be spread up to 2020 or even beyond the term of the current administration.
Since the massive procurement could not be financed by the government in just one release, the defense chief said the acquisition will be done through a Multi-Year Obligation Agreement (MYOA) from Congress.
Adoption of the MYOA was first proposed during the term of Defense Secretary Gilberto Teodoro as a scheme in financing the military’s capability upgrade program, and which was implemented during the term of Defense Secretary Norberto Gonzales in 2010.
In fact, a contract for the delivery of a multirole vessel from South Korea was sealed by Gonzales under the same scheme. Payment of installments for the warship began last year.
Gazmin said that aside from the US, which is the country’s principal sources of assets and equipment for the military’s capability upgrade, the defense department is also looking at Italy, Spain, France, United Kingdom and South Korea as possible sources of assets.
From Italy, the defense chief said the same team will also visit Spain for the same purpose, and both trips will be taking this week.
“We will see the best we can get for the funds available, that will be the first priority,” Gazmin said.
He said the assessment, inspection and possibly even acquisitions should be done at least by July this year.
“It should be finished by July, or worse case scenario, by November. But by July, we should have attained at least 50 percent, that is already a good batting average,” Gazmin said.
He said the government is looking to acquire armored vehicles; aircraft, including long range patrol aircraft and fighter jets that include the F-16 from the US; multirole vessels; missile-armed ships; anti-submarine vessels and radars.
Gazmin said the interdiction capability of the military will be useless if it will not have enforcement weapons such as fighter jets and ships with guided missiles.
The big ticket procurements were necessary to defend the country’s territory and discourage intrusions into its maritime domain, particularly by China.
Gazmin said the modern weapons and assets are also necessary in so that the country is able to put up a credible force and protect its territory in the disputed Spratlys.
Meanwhile, two US Navy ships are in the country for routine port calls.
The guided-missile destroyer USS Wayne E. Meyer (DDG-108) docked at the Manila Bay while the USS Chafee (DDG-90) dropped anchor in Cebu.
“USS Wayne E. Meyer and USS Chafee are here to engage with their counterparts in the Armed Forces of the Philippines and perform Community Relations Projects, as well as allowing the crew an opportunity for rest and relaxation,” the US Embassy in Manila said in a statement.
“These goodwill visits highlight the strong historic, community, and military connections between the United States and the Republic of the Philippines,” the statement added.
At the same time, at least three retired military officials have been hired by the various agencies of the Department of National Defense as consultants, primarily to help in the procurement of assets and equipment for the military.
Peter Paul Galvez, DND spokesman said, the three retired officers, were hired to help the department in its defense acquisition system for the Armed Forces.
They are retired Lt. Gen. Willie Florendo from the Air Force, Vice Adm. Luisito Fernandez from the Navy and Gen. Victor Ibrado, former Armed Forces chief of staff.
“Their functions are to give advise on the perspective of the modernization. At least, they have the experience although they are already outside the Armed Forces,” Galvez said.
Anggaran TNI Fokus Alutsista
Rancangan Kapal Cepat Rudal 60 meter (image : incoherrent)
JAKARTA– Penambahan anggaran yang diterima TNI Angkatan Udara pada 2012 akan difokuskan untuk pengadaan dan peningkatan kemampuan alat utama sistem senjata (alutsista) sesuai program kekuatan pokok minimum (MEF).
Angkatan Udara
Tahun ini TNI AU yang mendapat dana total sekitar Rp8,010 triliun akan mendapat tambahan beberapa pesawat tempur, angkut, maupun pesawat tanpa awak. Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan, dalam rapat pimpinan TNIAngkatan Udara telah ditetapkan beberapa sasaran untuk 2012, di antaranya percepatan pengadaan alutsista dan peningkatan kesiapan pesawat.
“Untuk peningkatan kemampuan, kebutuhan jam terbang pesawat 2012 adalah 60.061 jam dan 18 jam per hari untuk radar,”katanya kemarin. Sejauh ini ada beberapa program pengadaan pesawat yang sudah mulai berjalan dan tinggal menunggu kedatangan. Diantaranya 16pesawattempur ringan Super Tucano dari Brasil, 6 pesawat tempur Sukhoi asal Rusia, 24 unit F16 Fighting Falcon hibah dari Amerika Serikat, dan 4 pesawat angkut Hercules hibah dari Australia.
TNI Angkatan Udara juga membeli pesawat tempur latih dari Korea Selatan yakni T-50 Golden Eagle serta program bersama pembuatan pesawat tempur antiradar KFX/IFX. Pesawat- pesawat itu akan tiba di Indonesia secara bertahap dimulai pada tahun ini hingga 2024. Terkait pesawat Hercules hibah dari Australia,KSAU menuturkan, pihaknya sudah melakukan pengecekan ke Australia dan diketahui kondisinya masih baik.
“Ini hibah murni yang sudah disetujui Australia dan Amerika Serikat selaku produsen,”sebut dia. Tahun ini juga akan diluncurkan skuadron UAV atau pesawat tanpa awak di Lanud Supadio, Kalimantan Barat. Penempatan skuadron UAV itu melengkapi skuadron pesawat tempur Hawk 100/200 di sana.
Untuk memperluas jangkauan radar di Indonesia timur, akan dibentuk Satuan Radar 246 di Timika. Radar ini akan saling overlapping dengan jangkauan dua radar yang diresmikan November tahun lalu,yakni Satrad 245 Saumlaki di Kabupaten Maluku Tenggara Barat dan Satrad 241 Buraen di Kupang.
KSAU menegaskan, setiap instansi yang terkait dengan program pembangunan kekuatan dan kemampuan TNI AU harus betulbetul merencanakan dan melaksanakan program sesuai prosedur dan tataran kewenangannya. Dengan demikian,program yang dilaksanakan akan berjalan lancar dan tidak menjadi permasalahan.“
Anggaran yang diberikan oleh negara kepada TNI AU berasal dari rakyat dan diawasi oleh rakyat sehingga harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan dengan anggaran tersebut,”pesannya. Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menuturkan, jangkauan radar sekarang ini belum mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia sehingga hal ini masih harus terus ditingkatkan. Sejauh ini baru sekitar 2/3 wilayah yang mampu di-cover radar.
Angkatan Darat
TNI Angkatan Darat yang total mendapat anggaran sekitar Rp30,297 triliun pada 2012 berencana untuk menambah sejumlah alutsista sesuai kebutuhan.“ Kami mem-breakdown apa saja yang dibutuhkan dan hasilnya kita ingin membeli main battle tank (MBT),MLRS, rudal antipesawat,maupun meriam,” kata Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo.
Angkatan Laut
TNI Angkatan Laut yang mendapat alokasi sekitar Rp9,024 triliun juga menambah sederet kapal perang, kapal angkut, maupun helikopter. “Kita sudah memesan Kapal Cepat Rudal 60 meter, kapal tanker, juga helikopter Nbell. Kita sudah mulai persiapan untuk produksi kapal selam,” ungkap Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) LaksamanaTNI Soeparno.
(Seputar Indonesia)
28 Januari 2012
New Tactical Vehicle for RTA
Isuzu 2,5 ton tactical vehicle (photo : Thales)
Thailand army began using a new tactical vehicle Isuzu FTS H2E33 (4X4). These trucks have a size of 2.5 tons and easy in maintenance and repair. The vehicle can be ridden comfortably on a flat terrain and contoured.
Specification :
Dimension (L x W x H ) 7,220 x2, 490 x3, 145 mm.
The load weight is 12,200 kg.
Plane load of 5,000 kilograms.
2,500 kg load on the terrain
Towing weight of 3,000 kg of baggage
Engines : diesel engines Isuzu 6 cylinder, 7790 cc capacity.
Max torque 706 Nm (72 Kk.-m.) at 1450 rpm / min.
HP 240 and HP the (177 kW) / rpm min.
Fuel tank capacity 200 liters.
6 speed forward and one reverse speed.
The hydraulic brake system
Turning radius of 9 meters.
Operating within 800 km.
Maximum speed of 97 km / hour.
The ability to climb high slopes 60 percent
(RTA)
PAF to Get First Delivery of 4 of 8 Brand-New CUH Bought from Poland Next Month
Polish-made combat utility helicopter for PAF (photo ; modernize PAF)
MANILA, (PNA) – The Philippine Air Force (PAF) will get the first delivery by the middle of next month of four of eight brand-new combat utility helicopters it ordered from PZL Swidnik of Poland.
Lt. Col. Mike Okol, PAF spokesman, told the Philippines News Agency that the remaining four helicopters will be delivered in November, also this year.
PZL Swidnik is the biggest helicopter manufacturer in Poland. Its main products are the PZL W-3 Sokol and PZL WS-4 helicopters used by the Polish Air Force and other European countries.
The PAF bought the eight Polish-made helicopters at a contract price of P3 billion.
The arrival of four utility combat helicopters is part of the Armed Forces of the Philippines’ modernization program to boost the PAF’s air power, particularly supporting ground troops during combat operations.
The PAF has in its arsenal the reliable UH-1H “Huey” helicopters and the MD-520-MG gunships from the United States.
The Polish company won the bidding to supply the PAF eight brand-new combat utility choppers.
The funds for the purchase of the choppers were part of the AFP modernization budget in 2007.
Okol said the acquisition of these helicopters is timely because the Air Force badly needs helicopters of this type to support government ground forces during combat operations.
The Swidnik helicopter can carry 14 persons, including the pilot and co-pilot and has a maximum speed of 260 kilometers per hour and a range of 745 kilometers non-stop.
It can climb to an altitude of 19,680 feet, more than twice that of the “Huey.”
The Polish-made choppers can be armed with a variety of weapons, air-to-ground rockets, air-to-air missiles, M-60 machine guns and 20-mm cannons.
(PNA)
27 Januari 2012
Boeing, Thales Select EC135 for Helicopter Aircrew Training System for Project AIR 9000 Phase 7
"Boeing and Thales' individual expertise and shared strengths, as well as a strong working relationship spanning more than 15 years, have enabled the design of a truly integrated, cost-effective, low-risk aircrew training solution for the ADF," said Kim Gillis, managing director of Boeing Defence Australia. "The Eurocopter EC135 is the ideal helicopter for this mission."
"Thorough flight and ground assessments of the EC135 and its suitability for both ab initio training and as a lead-in trainer to more complex and larger helicopters made it clear the EC135 was the optimum platform to meet the ADF's requirements," said Gillis. "The aircraft's support base, both locally and internationally, presents a significantly lower cost of operation than other aircraft in its class, reducing project-establishment and through-life-support risk."
Military Eyes P70-billion in Acquisitions Over Eight Years
The acquisitions will be carried out until the year 2020. Gazmin also said the programs that will benefit from the spending will impact on both internal security matters and territorial defense needs of the country.
Gazmin said they will deploy teams to various countries starting Saturday to scout for possible equipment. "Take ships: From Europe, from the US, from Asia - We'll take a look and evaluate which is best and affordable for us, and we'll prioritize that, not necessarily those made in America," he said in Filipino.
Rencana Pembelian Tank Leopard Mungkin Berubah
Jurnas.com WAKIL Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan tidak khawatir dengan penolakan parlemen Belanda atas penjualan tank Leopard ke Indonesia. Menurutnya, jika memang Belanda tidak mau menjual, sudah ada negara lain yang juga menawarkan pada Indonesia. “Jerman sebagai negara produsen juga menawarkan pada Indonesia,” kata Sjafrie usai meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
KSAU Sampaikan Program Kerja TNI AU 2012
Tahun 2012 beberapa Lanud akan naik peringkat (photo : Harian Equator)
TNI AU Prioritaskan Kesiapan Operasional
Kesiapan operasional TNI Angkatan Udara difokuskan pada tercapainya kemampuan operasional secara terpadu dari satuan-satuan TNI Angkatan Udara, dengan demikian kesiapan operasional dan tuntutan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM) TNI Angkatan Udara dapat tercapai dan diandalkan.
Demikian dikatakan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., pada pembukaan Rapim TNI AU dan Apel Komandan Satuan Tahun 2012 di AAU, Yogyakarta, Kamis. (26/1).
Rapim TNI AU merupakan tindak lanjut dari Rapim TNI yang baru saja dilaksanakan dan sebagai upaya untuk memantapkan konsolidasi dalam jajaran Angkatan Udara, sehingga lebih memantapkan peran pengabdian sesuai bidangnya serta kepadulian Angkatan Udara terhadap agenda nasional beserta dinamikanya.
Adapun sasaran kebijakan TNI AU tahun 2012 adalah tercapainya right sizing organisasi, terbentuknya Satrad 246 Timika, Skadron UAV di Lanud Supadio dan peningkatan dari Lanud tipe B ke tipe A (Supadio dan Pekanbaru), peningkatan Lanud tipe C ke tipe B (El Tari Kupang, Patimura Ambon, Manuhua Biak, Ngurah Rai Bali), tipe D ke tipe C (Lanud Morotai), pembentukan Sathar 14, Depohar 10 dan perubahan nama lanud.
Selain itu terwujudnya implementasi kerjasama dengan Negara sahabat di bidang pendidikan dan latihan operasi, sinkronisasi kerjasama industri dalam negeri, percepatan pengadaan alutsista dan peningkatan kesiapan pesawat, inovasi teknologi litbang, tertib perencanaan dan pengelolaan anggaran serta mewujudkan clean and good governance.
Sedangkan untuk melanjutkan program peningkatan kemampuan alutsista TNI Angkatan Udara, sudah dicanangkan dalam renstra pembangunan TNI AU tahun 2010-2014. Dari rencana tersebut tahun anggaran 2012 kebutuhan jam terbang sebanyak 60.061 jam digunakan untuk mendukung kesiagaan penanggulangan bencana, latihan awak pesawat, operasi, pendidikan dan kegiatan lainnya. Sedangkan radar membutuhkan jam operasional sebanyak 18 jam perhari.
Pada kesempatan tersebut Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat, S.IP., memberikan penghargaan kepada Depohar 20 yang diterma oleh Komandan Depohar 20 Kolonel Lek. Hadi Suwito atas inovasinya dalam test bench, perbaikan spare part, perakitan komponen berupa : perbaikan Battery Taxan Scopern, Inu Battery, Fich Battery, test Set Control VHF Comm, Multi HIS Test Set, Fiul Flan Amplifier, Mock Up Tecen Attitud Indicator Test set dan Multi Control Navigator Test set.
(TNI AU)
26 Januari 2012
C4i Expands National Air Defence System in Thailand
C4I SwitchplusIP (image : C4I)
C4i recently received a further order to add to its existing nationwide Communications System for the Royal Thai Air Force. C4i will deliver another installation of its world leading, SwitchplusIP® end-to-end IP communication system for this project with delivery expected Q1 of this year.
C4i delivered the existing Air Defence System in 2008 which provides the Thai Air Force with a complete nationwide end-to-end IP solution. The system consists of over twenty operational sites scattered across the country, linked together via an advanced IP network to provide a true “system of systems” solution. This allows every site to work together appearing like a single, very large system, providing total flexibility for resource allocation across the country while still retaining complete standalone autonomy should the network be removed.
“The SwitchplusIP® system delivered to the Thai Air Force is the largest end-to-end IP based communications system we are aware of in use by any Air Force in the world today” said Peter Harrison C4i’s Managing Director. “It provides the operators with transparent access to communication assets located all across the country as if they were all in the same room. This cutting edge technology delivers the often talked about goal of “any asset, any operator, anywhere” currently being sort after by many air forces across the globe” Harrison said.
This system is further proof of SwitchplusIP® ability to be easily expanded after initial deployment. The Air Force is able to incrementally grow the system by adding sites, operators or assets when required; in this case a mobile air traffic control system that can be networked allowing Command Centre operators to utilize and communicate with these remote assets and operators through the IP network.
C4i has formidable experience delivering specialist Air Defence systems for use in single and multi-domain security environments all over the world. C4i’s ground breaking RED/Black IP system is United States Department of Defence recognized and Tempest accredited, currently in use with the USAF, RAAF and NATO Air Forces. C4i’s engineering and product team are experts in this niche, mission critical, high-security market and has years of experience integrating Type 1 cryptographic devices into Air Defence communications applications.
C4i has been delivering its SwitchplusIP® VoIP technology to niche markets such as Air Defence, Public Safety and Maritime Ports for over six years, making it a market leader of this technology in its niche markets.
(C4I)
Thales and Steyr Mannlicher sign Cooperation Agreement
Soldiers of the Australian Defence Force (ADF) equipped with F88 assault rifles. (photo : Defpro)
25 Januari 2012
Pabrik Amonium Nitrat di Bontang Siap Berproduksi
Pabrik Amonium Nitrat PT KNI di Bontang, Kalimantan Timur (photo : Bisnis Indonesia)
Indonesia Butuh 700 Ribu Ton Amonium Nitrat untuk Buat Peledak
BONTANG--MICOM: Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan Indonesia membutuhkan sekitar 700 ribu ton amonium nitrat per tahun baik untuk bahan peledak komersial maupun militer."Namun, kapasitas produksi yang kita miliki masih belum mencukupi," kata Sjafrie saat meninjau kesiapan produksi perdana PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI) di Bontang, Kalimantan Timur, Rabu (25/1).
Sjafrie mengatakan kehadiran KNI sebagai salah satu industri bahan peledak diharapkan dapat menjadi alternatif bagi penambahan kapasitas produksi yang belum dapat dipenuhi saat ini.
Sebelumnya, Dirjen Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Pos M Hutabarat mengatakan, selain perijinan sembilan perusahaan itu sudah mendekati selesai, maka evaluasi difokuskan pada konsistensi mereka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Selama ini, dari kebutuhan dalam negeri sekitar 450 ribu ton per tahun baru dapat dipenuhi sekitar 40 hingga 60 ribu ton oleh badan usaha bahan peledak dalam negeri," papar Pos Hutabarat.
Padahal, lanjut Pos Hutabarat, bahan baku bahan peledak berupa amonium nitrat di dalam negeri cukup melimpah.
"Hanya campurannya saja yang masih impor. Namun, kondisi saat ini baik bahan baku maupun bahan campurannya kebanyakan masih impor. Padahal, kita ingin Indonesia bisa memproduksi bahan peledak utamanya untuk pasar dalam negeri baik untuk kepentingan militer maupun komersial," ujarnya. (Ant/OL-04)
(Media Indonesia)
Pesanan 34 Tank BMP-3F akan Direalisasikan Tahun 2012
Tank BMP-3F marinir TNI AL (photo : Menkav-1)
Pengembangan Armada RI Selesai 2014
JAKARTA - Kepala Staf TNI AL (Kasal) Laksamana TNI Soeparno mengatakan pengembangan Armada RI menjadi tiga Komando Wilayah Laut diharapkan selesai pada 2014. Pengembangan akan berjalan sesuai tahapan skala prioritas yang ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) TNI AL hingga 2024.
"Masih dikaji dan jika perlu pengembangan Armada RI juga sejalan dengan pengembangan organisasi di TNI AU dan TNI AD sehingga kita bersama-sama," kata Kasal ketika dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (24/1).
Ditemui seusai membuka Rapat Pimpinan TNI AL 2012, Soeparno mengatakan pengembangan Armada RI menjadi tiga komando wilayah didasarkan pada luas wilayah perairan nasional yang cukup luas dan kondisi lingkungan strategis yang tengah berkembang.
Selain itu, tambah Kasal, pengembangan komando wilayah laut dari saat ini dua komando, Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) dan Komando RI Kawasan Timur (Koarmatim) menjadi tiga komando wilayah laut merupakan penjabaran dari renstra TNI AL hingga 2024 untuk mewujudkan TNI AL yang besar, kuat, dan profesional.
Terkait pergeseran fokus kekuatan Amerika Serikat ke Asia Pasifik, salah satunya dengan penempatan pasukan Marinirnya di Darwin yang berdampak meningkatnya pelayaran kapal-kapal militer asing, terutama melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia II dan III, Kasal menilai masih bisa diantisipasi dengan pengamanan oleh Koarmabar dan Koarmatim.
"Kekuatan di dua komando armada yang telah ada itu kan bisa dimobilisasi, sesuai kebutuhan. Dengan tercapainya kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces/MEF), maka semua bisa dikoordinasikan sesuai dengan kebutuhan dan tingkat ancaman yang dihadapi dan perkembangan lingkungan strategis yang ada," kata Kasal menambahkan.
Tetapi, lanjut Soeparno, pihaknya berharap pengembangan armada tersebut dapat diselesaikan pada 2014. Direncanakan, Komando Wilayah Laut Barat akan berkedudukan di Tanjung Pinang (Kepulauan Riau), Komando Wilayah Tengah di Makassar (Sulawesi Selatan), dan Komando Wilayah Laut Timur berpusat di Sorong, Papua.
Dalam Rapat Pimpinan TNI AL 2012, dibahas beberapa agenda utama, yakni pengadaan alat utama sistem persenjataan, pembinaan personel, kesejahteraan prajurit, dan reformasi birokrasi.
Sebelumnya, Kasal mengatakan Korps Marinir akan memiliki divisi baru, yakni Divisi III Sorong, Papua, pada tahun 2012 untuk melengkapi Divisi I (Pasmar-1) di Surabaya dan Divisi II (Pasmar-2) di Jakarta. "Embrionya sudah lama ada di Sorong, yakni satu batalyon di Papua, tapi nantinya akan ditingkatkan menjadi brigade dan akhirnya divisi," katanya.
Dengan begitu, pengamanan kawasan perbatasan Indonesia dan negara lain tidak akan ditambah karena sudah dianggap cukup. Apalagi Marinir memang bukan untuk pengamanan perbatasan laut. Selain itu, Korps Marinir juga akan menambah tank BMP-3 F sebanyak 54 unit tank dengan 34 tank baru akan direalisasikan pada tahun 2012, sedangkan sisanya menyusul.
"Ke-54 tank baru itu akan ditempatkan di wilayah barat dan timur dengan sebagian tank merupakan produksi dalam negeri. Yang jelas, kalau alat tempur kita bisa dibuat di dalam negeri, ya kita beli di sini," ujarnya. nsf/Ant/P-3
(Koran Jakarta)
Sebagian Besar Anggaran untuk Beli Alutsista dari Luar Negeri
Jakarta, Kompas - Anggaran Kementerian Pertahanan tahun 2012 untuk pemberdayaan industri pertahanan hanya 2,9 persen dari total belanja. Hal ini menimbulkan pertanyaan karena selama ini pemerintah mendengung-dengungkan kebijakannya untuk membangun industri pertahanan dalam negeri.
Anggota Komisi I DPR, Enggar T Lukito, mengatakan, total pinjaman luar dan dalam negeri mencapai Rp 54,7 triliun. Namun, industri pertahanan dalam negeri hanya mendapat alokasi sebesar Rp 1,62 triliun.
"Sebagian besar untuk membeli alat utama sistem persenjataan dari luar negeri. Padahal, katanya ingin memberdayakan industri dalam negeri," kata Enggar dalam rapat kerja antara Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Komisi I DPR, Selasa (24/1), di Kompleks Parlemen di Jakarta.
Ia menyayangkan hal itu karena akan menimbulkan defisit transaksi secara umum. Dia mencontohkan, hingga 2011, neraca perdagangan dengan Korea masih positif. Namun, mulai 2012, neraca perdagangan jadi sangat negatif. "Akan berbahaya kalau neraca pembayaran tergerus defisit transaksi berjalan. Plus, komitmen awal membangun industri pertahanan, kan, karena memberikan multiplier effect," kata Enggar.
Tri Tamtomo juga mempertanyakan hal serupa. Dia mengatakan, adalah kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar TNI dan Polri menggunakan hasil BUMN Industri Pertahanan dalam negeri.
Helmy Fauzi mengingatkan agar Kemhan mengantisipasi berbagai kemungkinan kalau bekerja sama dengan industri pertahanan luar negeri. Pasalnya, menurut sejarah, selalu ada syarat-syarat yang bersifat politis.
Menhan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, di dalam peningkatan kemampuan pertahanan menuju Minimum Essential Force yang dianggarkan juga ada komponen trade-off dan penggunaan konten lokal. Ia mengharapkan ada pembahasan lebih terinci dengan panitia kerja alat utama sistem persenjataan (alutsista) terkait hal ini.
Menurut dia, sejak ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) juga ada kemajuan dalam proyek-proyek yang diterima industri pertahanan. "Tahun ini PT PAL, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia terima order yang besarnya kira-kira Rp 11 triliun," katanya.
Transfer teknologi
Wakil Menhan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, di dalam pembelian alutsista dari luar negeri juga termasuk di dalamnya transfer teknologi dengan industri pertahanan dalam negeri.
Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Taut (AL) Laksamana Soeparno di Mabes AL Cilangkap, Jakarta Timur, mengatakan, TNI AL menganggarkan dana Rp 40 triliun untuk belanja alutsista tahun 2012 dengan membeli sejumlah perlengkapan modern dari dalam dan luar negeri.
"Kita membeli tiga kapal selam dari Korea Selatan yang diserahkan tahun 2015. Selain itu dibeli tiga fregat ringan dari Inggris." ujar Soeparno.
Alutsista impor lainnya adalah dua kapal hidrografi (survei maritim) dengan pilihan dibeli dari Perancis atau Korea Selatan. kapal layar latih tiang tinggi pengganti KRI Dewaruci dari Spanyol atau Polandia, serta dua unit Perusak Kawal Rudal dari Belanda atau Italia. (EDN/ONG)
Submarine Purchase Plan to be Refloated
Type 206A is a diesel electric submarine with 48.6m in length and displacement 498 ton (photo : denizaltici)
On his first day in office at the Defence Ministry, ACM Sukumpol said he would continue to push for the implementation of incomplete plans and projects, including the submarine purchase.
"We will look at it. The navy must explain to the public why the submarine purchase is an appropriate project," ACM Sukumpol said. The minister also told navy chief Adm Surasak Roonroengrom to clarify details of the submarine project to the cabinet and the public.
DPR Setujui Pengadaan MBT
Tank Leopard diangkut dengan pesawat C-17 (photo : DefenseIndustryDaily)
24 Januari 2012
TNI AD Lirik Peluncur Roket Canggih, HIMARS
HIMARS - peluncur roket multi laras buatan AS (photo : Military Pictures)
Jurnas.com SELAIN pengadaan main battle tank, TNI AD juga melirik multiple launch rocket system (MLRS) untuk penguatan pertahanan darat. MLRS ini juga dapat difungsikan sebagai antipesawat tempur.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhi Wibowo dalam paparannya saat raker antara Komisi I dan Kementerian Pertahanan mengungkapkan, rencana pengadaan MLRS ini sudah dimasukkan dalam shopping list alat utama sistem senjata (alutsista) TNI AD. Salah satu yang menjadi incaran adalah rudal tangguh High Mobility Artilery Rocket System (HIMARS). “Untuk penangkis serangan udara karena yang kami punya saat ini kelahiran tahun 1960-an. Setelah tahu harganya akan kami sampaikan,”kata KSAD di gedung DPR RI, Selasa (24/1).
Dengan memiliki senjata canggih semacam ini, KSAD yakin, Indonesia akan memiliki efek gentar terhadap negara-negara lain sehingga tidak akan mengganggu kedaulatan negara. Tidak kalah dengan tank Leopard yang mampu merontokkan beberapa tank dengan hanya satu tank Leopard, HIMARS ini memiliki jarak tembak sejauh 70 km dengan akurasi 10 meter.
“Bahkan jarak tembaknya bisa ditingkatkan menjadi 300 km. Sehingga negara lain akan gentar. Tak akan ada lagi patok Indonesia diusik. Lu cabut patok, gue sikat," selorohnya.
Peluncur roket HIMARS yang dikembangkan Lockheed Martin pada 1996 adalah senjata mobile dengan setiap peluncur yang mampu menembakkan enam roket dalam waktu 45 detik. Selain Amerika Serikat, yang merupakan negara produsen, Uni Emirat Arab dan Singapura juga telah memiliki rudal canggih ini. HIMARS baru diproduksi secara resmi melalui kontrak yang ditanda tangani pada Desember 2005.
Sebelumnya, KSAD menyebutkan telah menyusun daftar belanja (shopping list) pengadaan alutsista untuk mencapai Minimum Essential Forces. Selain MBT dan MLRS, TNI AD juga akan melakukan pengadaan helikopter serang, meriam 155 dengan jarak tembak 40 km, dan helikopter serbu.
Black Hawk Helicopters Return to the Sky
ADF's Blackhawk helicopter (photo : Bruce Linwood)
Radar Pantai Menuju Komersial
20 Januari 2012
DSME Completing the Upgrade Projects of Indonesian Navy Submarine
KRI Nanggala 402 (photo : DSME)
Submission of KRI Nanggala by DSME attended by naval officers and 20 crew of the submarine's 1400 tonnes of Indonesia.
KRI Nanggala in length 59.5m, width 7.3m, displacement while diving of 1420 tons and 1285 tons of submerged. Maximum speed of 21.5 knots (39.8km per hour) at underwater operation, and speeds of 11 knots (about 20.4km per hour) while afloat.
For this second submarine project, a bid to be awarded to Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering in last April 2009. The first performance improvement project of Indonesian Navy Type 209 submarine was awarded in the 2003. after the second submarine project.
DSME in doing a second submarine upgrade work began in December 2009, takes about 25 months with an increased capability of combat systems, radar, sonar and other major equipment replaced by the new cuts, and hull-mounted equipment to disassemble, repair such a great work of improvement performance has been shown.
The successful of upgrades project, especially in two Type 209 submarines have been triggered Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering can get a high confidence of the Indonesian government, and last year led to the Republic of Korea can export submarines for the first time.
DSME first get an order to upgrade Indonesia's first submarine in 2006, followed by a second submarine upgrades. Last year, Indonesia gave the job of making the three submarines, which puts DSME of the world lay submarine positioned in the market.
Singapore has the Largest Defense Expenditure in South East Asia
Singapore has the largest defense expenditure in South East Asia, and, in 2008, the country had the world’s fourth-largest per capita defense expenditure, behind only Israel, the US and Oman. The country’s defense expenditure is high due to the small size of the country’s armed forces and consequent ever-present requirement to upgrade the country’s defense equipment and procure advanced technology in order to compensate for the country’s lack of manpower (reference figure).
Singapore has the largest defense expenditure in the South East Asian region, and the country’s defense spending is expected to increase substantially by 2016. The country’s defense expenditure is primarily driven by the threat of terrorist organizations such as Jemaah Islamiah, and the country’s focus on the protection of important trade routes, such as the Strait of Singapore and the Strait of Malacca, from the threat of piracy. Singapore’s army is relatively small, resulting in the country using technology as a force multiplier, another factor which increases its defense expenditure. The country’s small size also renders it unable to provide adequate training facilities for its armed forces personnel. As such, the country relocates army training facilities to foreign countries, a decision that creates the need to purchase training stations and detachments overseas.
From 2011 to 2016, (the forecast period), Singapore is expected to invest in advanced technology for its armed forces, including purchases in areas such as such as stealth technology, unmanned technology and precision guided systems. Homeland security expenditure is also expected to increase the demand for CCTV, advanced electronic systems and biometric checking.
As Singapore is investing in advanced technology for its armed forces, it requires technology transfer agreements for all defense procurements in order to ensure future repair and maintenance and to enable the customization of equipment in accordance with the country’s needs. Additionally, Singapore’s FDI (Foreign Direct Investment) policy allows foreign defense companies to establish a fully-owned subsidiary in the country and, in order to further encourage investment, favorable tax laws also exist for foreign companies.
Singapore procures the majority of its defense equipment from foreign companies, with its defense imports driven by the country’s policy of utilizing technology to improve the efficiency of its armed forces. Some of Singapore’s major defense imports include arms, ships, missile systems and armored vehicles. Historically, the largest supplier of arms to Singapore was the US; however, from 2005 to 2010 (the review period), countries such as France and Germany have made substantial inroads into the country’s defense industry.
The Singaporean Government prefers technology transfer agreements for defense equipment acquisitions, and, as a result, this is the most common route for original equipment manufacturers (OEMs) to enter the domestic defense industry. In order to procure spare parts and other common equipment, the government also has an online portal, the Ministry of Defense Internet Procurement System (MIPS), through which registered suppliers are issued with a smart card, and only such companies are allowed to enter the bidding process for defense equipment. Defense suppliers obtain a smart card through registration with the defense ministry. Additionally, Singapore has devised an innovative procurement method through lease-to-own arrangements, a policy that substantially reduces initial capital investment, gives Singapore early access to advanced defense equipment and reduces Foreign Military Sales (FMS) commission. Foreign OEMs can therefore enter Singapore’s defense industry by offering equipment through lease-to-own arrangements.
Singapore is a relatively small country, with a total land mass of 710 square kilometers. The size of the country limits the land available for the establishment of manufacturing facilities, a factor which acts as a barrier for foreign companies considering investing in Singapore. The country’s declining birth rate, small population and resultant labor shortage also act as barriers to entry. The country’s acute land shortage is reflected by the fact that the Singaporean Government trains military personnel at foreign facilities.
19 Januari 2012
TNI AL Melakukan Repowering KRI Pulau Rangsang 727
KRI Pulau Rangsang 727, kapal penyapu ranjau kelas Kondor (all photos : TNI AL)
Kadismatal Tinjau Hasil Repowering KRI Pulau Rangsang-727
Jakarta, -- Kepala Dinas Material Angkatan Laut (Kadismatal) Laksamana Pertama TNI Sugianto Suwardi melakukan peninjauan ke salah satu unsur Kapal Republik Indonesia (KRI) yang berada di bawah jajaran Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) yakni KRI Pulau Rangsang-727 setelah dilaksnakan repowering di Dermaga Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (18/1).
Peninjauan Kadismatal ke Kapal Perang yang sehari –hari di bawah pembinaan Satuan Kapal Ranjau (Satran) Koarmabar tersebut setelah dilaksanakan Repowering terhadap kapal perang dengan spesifikasi panjang berukuran 56,7 meter dengan lebar 7,8 yang dilengkapi dengan persenjataan Meriam 37 mm .Kadismatal Laksamana Pertama TNI Sugianto Suwardi dalam kesempatan peninjauan tersebut mengatakan, kemampuan kekuatan TNI AL di tandai dengan kemampuan Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) dengan KRI sebagai salah satu unsur pembentuknya.
Lebih lanjut dikatakan Saat ini ada beberapa KRI telah berusia tua dengan permesinan yang mengalami penurunan kemampuan. Dan dengan pertimbangan mengingat proses pengadan KRI memerlukan waktu dan biaya yang besar , perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat dilaksanakan untuk mempertahankan kesiapan teknis KRI. Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan Repowering.
Lebih lanjut Kadismatal mengatakan, Dinas Material Angkatan laut telah melaksanakan kegiatan Repowering KRI Pulau Rangsang-727 diantaranya paket kegiatan pengadaan motor pokok gear box dan sistem kontrol, perbaikan DG dan MSB, pengadaan cat bawah garis air dan zink anoda, perawatan bawah garis air, pemadangan MPK dan gear box baru.
Selain itu Kadismatal menambahkan kegiatan yang dilaksnakan di bidang perbaikan diantaranya perbaikan system air laut, perbaikan bangunan atas air, perbaikan system pendingin, perbaikan system akomodasi/ruangan-ruangan, pengadaan alat bahari, perbaikan kompresor berikut system, perbaikan dan pengadaan alat keselamatan, perbaikan dewi-dewi skoci dan memanfaatkan dan memberdayakan Fasilitas Pemeliharaan Perbaikan (Fasharkan) Jakarta dengan beberapa kegiatan sesuai dengan kemapuan dan fasilitas yang dimiliki.
Kadismatal Laksamana Pertama TNI Sugianto Suwardi lebih lanjut mengatakan kegiatan Repowering merupakan kegiatan memerlukan proses perencanaan yang teliti, rinci dan lengkap dan tepat waktu dengan hasil baik. Selain itu dibutuhkan kerjasama yang baik diantara semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Repowering KRI Pulau Rangsang-727.
Kunjungan Kadismatal ke KRI Pulau Rangsang-727 didampingi Asisten Logistik Aslog Pangarmabar Kolonel Laut (T) Dani Achdani, S.Sos., S.E., M.A.P, Kepala Dinas Pemeliharaan Kapal (Kadisharkap) Armabar Kolonel Laut (T) Puguh Santoso, Kasatharmatbar Kolonel Laut (T) I Wayan Wetha, Kafasharkan Lantamal III Jakarta Kolonel Laut (T) Mugiono, Kasubdismatkapur Disimatal Kolonel Laut (T) A. Hari Supriyanto dan Komandan KRI Pulau Rangsang-727 Mayor Laut (P) Agus Darmawan.
KSAD: Leopard Diharapkan Meningkatkan Kemampuan Industri Pertahanan Nasional
NZ Joins US Network of Military Satellites
New Zealand use satellite to improve communication (photo : World News)
Dr Coleman says that will cost New Zealand $83.2 million over the next 20 years, but will ensure better communications for military personnel deployed overseas.
18 Januari 2012
APC Amhibi Tampil dalam Rapim TNI 2012
Dia menjelaskan, proses pembangunan dilakukan di Denhar Lanmar Surabaya. APC Amphibi yang diproduksi juga dapat disejajarkan dengan produk sejenis dari negara lain. "APC Amphibi ini tidak kalah dengan negara luar," jelas Bintoro.
Dia berharap, alat utama sistem senjata (alutsista) dalam negeri dapat diandalkan di kemudian hari. "Alutsista dalam negeri harus jadi andalan dan kebanggaan Indonesia," tandasnya. [CKP/L-8]