31 Mei 2009
F-16 C/D block 52 : jenis pesawat tempur yang ditawarkan AS (image : Lockheed Martin)
Indonesia sedang melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat untuk membeli pesawat pengangkut Hercules C-130 Lockheed Martin, dan kemungkinan membeli jet tempur dan kapal selam dalam 2-3 tahun ke depan.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengungkapkan rencana pembelian alat pertahanan itu usai melakukan pembicaraan dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates di Singapura, Sabtu (30/5). Namun, Juwono mengatakan belum ada kesepakatan final tentang pembelian Hercules itu.
"Dengan Gates kita diskusikan kemungkinan pembelian Hercules, tetapi karena pasar dari pesawat itu sangat ketat, kita harus menunggu giliran," kata Juwono seperti dikutip Reuters kemarin.
“Dia (Gates) berjanji untuk memberikan potongan harga, tapi kami belum tahu berapa besarnya diskon. Sebab, Amerika punya kepentingan agar Indonesia tetap stabil," katanya.
Menurut dia, Indonesia berencana meningkatkan anggaran pertahanan hingga 1,2 persen dari produk domestik bruto dalam waktu lima tahun, dari 0,68 persen PDB atau Rp33,6 triliun saat ini. Penambahan anggaran tersebut tergantung pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Juwono mengakui, anggaran pertahanan Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura, Australia, dan Malaysia, padahal Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, yakni mencapai 226 juta orang.
China sedang membangun kekuatan militernya, sementara Australia mengalokasikan anggaran militer senilai US$72 miliar untuk 20 tahun ke depan, antara lain untuk pembelian kapal selam baru. Hal tersebut dikhawatirkan akan mendorong terjadinya perlombaan senjata di Asia karena negara-negara di kawasan ini berusaha mengontrol jalur perdagangan dan daerah perbatasan.
Dengan keterbatasan anggaran pertahanan saat ini, kata Juwono, Indonesia lebih fokus pada pemeliharaan peralatan yang ada untuk meminimalkan risiko keselamatan pasukan. "Tapi mungkin dalam waktu 2-3 tahun, peralatan pertahanan lainnya, perlengkapan militer seperti kapal selam dan pesawat tempur dapat ditambahkan."
Indonesia ingin menyetarakan kemampuan militernya dengan negara-negara tetangga, walaupun jumlahnya mungkin lebih sedikit. Sejak Singapura membeli pesawat tempur F-15, Indonesia segera bergerak dengan membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia.
"Walaupun mahal, kita harus melakukannya untuk menjaga keseimbangan dalam teknologi peralatan dengan negara-negara tetangga," katanya.
Sejumlah peralatan militer Indonesia sudah berusia tua, bahkan tak layak pakai, sehingga membahayakan prajurit. Dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi dua kecelakaan pesawat angkut TNI Angkatan Udara, yakni jenis Fokker 27 dan Hercules. Dua insiden itu menewaskan lebih dari 100 orang.
Direktur Propatria Institute Hari Prihartono menyatakan, jenis pesawat Hercules sudah tidak diproduksi lagi pada tahun 1990-an. "Artinya, Hercules yang direncanakan akan dibeli Indonesia pasti pesawat bekas pakai militer Amerika," katanya.
Mengenai anggaran pertahanan yang terbatas, menurut Hari, hal itu merupakan perdebatan yang sudah berlangsung sejak lama. "Sebetulnya, patokannya bukan harus pada anggaran, tetapi pada kebutuhan. Kalau memang dibutuhkan, dengan cara apa pun mesti dicari pendanaannya.”
Kalau patokannya masih pada anggaran, kata dia, sampai kapan pun Indonesia masih akan terus ketinggalan dibanding negara-negara tetangga.
(Jurnal Nasional)
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengungkapkan rencana pembelian alat pertahanan itu usai melakukan pembicaraan dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates di Singapura, Sabtu (30/5). Namun, Juwono mengatakan belum ada kesepakatan final tentang pembelian Hercules itu.
"Dengan Gates kita diskusikan kemungkinan pembelian Hercules, tetapi karena pasar dari pesawat itu sangat ketat, kita harus menunggu giliran," kata Juwono seperti dikutip Reuters kemarin.
“Dia (Gates) berjanji untuk memberikan potongan harga, tapi kami belum tahu berapa besarnya diskon. Sebab, Amerika punya kepentingan agar Indonesia tetap stabil," katanya.
Menurut dia, Indonesia berencana meningkatkan anggaran pertahanan hingga 1,2 persen dari produk domestik bruto dalam waktu lima tahun, dari 0,68 persen PDB atau Rp33,6 triliun saat ini. Penambahan anggaran tersebut tergantung pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Juwono mengakui, anggaran pertahanan Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura, Australia, dan Malaysia, padahal Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia, yakni mencapai 226 juta orang.
China sedang membangun kekuatan militernya, sementara Australia mengalokasikan anggaran militer senilai US$72 miliar untuk 20 tahun ke depan, antara lain untuk pembelian kapal selam baru. Hal tersebut dikhawatirkan akan mendorong terjadinya perlombaan senjata di Asia karena negara-negara di kawasan ini berusaha mengontrol jalur perdagangan dan daerah perbatasan.
Dengan keterbatasan anggaran pertahanan saat ini, kata Juwono, Indonesia lebih fokus pada pemeliharaan peralatan yang ada untuk meminimalkan risiko keselamatan pasukan. "Tapi mungkin dalam waktu 2-3 tahun, peralatan pertahanan lainnya, perlengkapan militer seperti kapal selam dan pesawat tempur dapat ditambahkan."
Indonesia ingin menyetarakan kemampuan militernya dengan negara-negara tetangga, walaupun jumlahnya mungkin lebih sedikit. Sejak Singapura membeli pesawat tempur F-15, Indonesia segera bergerak dengan membeli pesawat tempur Sukhoi dari Rusia.
"Walaupun mahal, kita harus melakukannya untuk menjaga keseimbangan dalam teknologi peralatan dengan negara-negara tetangga," katanya.
Sejumlah peralatan militer Indonesia sudah berusia tua, bahkan tak layak pakai, sehingga membahayakan prajurit. Dalam beberapa bulan terakhir, telah terjadi dua kecelakaan pesawat angkut TNI Angkatan Udara, yakni jenis Fokker 27 dan Hercules. Dua insiden itu menewaskan lebih dari 100 orang.
Direktur Propatria Institute Hari Prihartono menyatakan, jenis pesawat Hercules sudah tidak diproduksi lagi pada tahun 1990-an. "Artinya, Hercules yang direncanakan akan dibeli Indonesia pasti pesawat bekas pakai militer Amerika," katanya.
Mengenai anggaran pertahanan yang terbatas, menurut Hari, hal itu merupakan perdebatan yang sudah berlangsung sejak lama. "Sebetulnya, patokannya bukan harus pada anggaran, tetapi pada kebutuhan. Kalau memang dibutuhkan, dengan cara apa pun mesti dicari pendanaannya.”
Kalau patokannya masih pada anggaran, kata dia, sampai kapan pun Indonesia masih akan terus ketinggalan dibanding negara-negara tetangga.
(Jurnal Nasional)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar