4 RM-70 GRAD Marinir TNI-AL dibeli dari Ceko (photo : Kaskus Militer)
Meski persoalan pembelian Sukhoi masih belum selesai diperdebatkan oleh Panitia Kerja (Panja) DPR RI, Indonesia khususnya TNI lagi-lagi membikin surprise dengan pembelian sejumlah kendaraan tempur baru. Kemarin, untuk melihat langsung kecanggihan peralatan perang pabrikan Cekoslovakia itu, beberapa petinggi TNI menghadiri uji coba perlatan baru di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) TNI AL di Karangtekok, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.
Pembelian peralatan dan kendaraan tempur (ranpur) canggih jenis peluncur roket laras banyak RM-70 GRAD itu, bertujuan untuk memperkuat jajaran Korps Marinir. Pembaharuan peralatan tempur TNI itu merupakan pengganti ranpur lama yakni KPR BM 14/17. Sebab jenis KPR BM itu dinilai telah kedaluarsa dan telah digunakan oleh Korps Marinir, selama lebih empat dasawarsa.
Karena tuntutan tugas TNI yang semakin berat seiring dengan kemajuan teknologi kemiliteran, memaksa Korps Marinir untuk melaksanakan modernisasi terhadap beberapa peralatan tempur yang dianggap tua. Selain tua, modernisasi itu dilakukan karena ranpur tersebut tidak mampu mengimbangi dinamika tugas pengamanan negara oleh jajaran Korps Marinir.
Keputusan pemerintah RI mereposisi 2 ranpur jenis KPR BM 14/17 dengan 4 unit RM-70 GRAD, dinilai tepat. Mengingat KPR BM tidak lagi diproduksi lagi. Sehingga jika tetap dipertahankan, maka Korps Marinir akan terus didera oleh kelangkaan suku cadang dan amunisinya. Bahkan jika dibandingkan dengan ranpur pendahulunya, RM-70 pabrikan Cekoslovakia itu memiliki banyak keunggulan baik senjata maupun kendaraan pengangkutnya.
Keunggulan yang dimilik RM-70 diantaranya, memiliki 23 laras yang lebih banyak dari KPR yakni 40 buah. Masing-masing laras berkaliber 120 mm (122,4+0,5 mm) dan panjangnya mencapai 2966, 2 mm. Selain itu juga didukung dengan kemampuan tembak yang tergolong tinggi. Bisa dibayangkan, untuk menembakkan 40 butir roket dalam satu tembakan salvo, maka waktu yang dibutuhkan yakni 18-22 detik dan interval waktunya antar roket hanya 0,5 detik.
Satu butir roket yang ditembakkan mampu menghancurkan area seluas 3000 meter persegi. Sedangkan satu tembakan salvo (40 butir), bisa menghancurkan area seluas 3 hektar dan membahayakan area seluas 70 hektar. Kendaraan tempur yang diawaki oleh empat orang termasuk pengemudi di dalamnya, mampu berubah dari posisi biasa ke posisi tempur siap tembak. Bayangkan, untuk mencapai posisi itu, hanya dibutuhkan waktu 2 menit 30 detik.
Sementara interval waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan ke posisi jalan dari posisi tempur yakni 3 menit. Sedangkan daya jelajah yang dimiliki RM-70 GRAD mencapai 1100 KM dengan dukungan kecepatan maksimum yang mampu dicapai di jalan aspal yakni 85 km/jam.
Untuk jalan tanah, kecepatannya mencapai 35 km/jam dan di medan terbuka mencapai 25 km/jam. Untuk menghasilkan kekuatan mengangkut peralatan tempur itu, kendaraan itu dalam setiap satu kilometernya menghabiskan bahan bakar solar sebesar 0,5 liter. Jika ranpur itu dijalankan di jalan beraspal dan jalan tanah atau medan terbuka, hanya menyedot 1 liter untuk setiap satu kilometernya.
Dimensi kendaraan pengangkut roket RM-70 termasuk bongsor, sebab ukurannya mencapai panjang 8700 mm dan lebar 2600 mm untuk posisi jalan. Sementara untuk posisi tempur dan berat tempurnya yang terdiri dari empat orang kru dan 80 butir roket, beratnya hanya mencapai 25.400 kg.
Sementara itu, kedatangan Panglima TNI Endiarto Sutarto ke Puslatpur itu meleset dari jadual yang diagendakan. Sesuai jadual, petinggi TNI itu hadir pukul 09.00 namun molor hingga satu jam lebih. Endiarto baru datang dengan naik heli sekitar jam 10.15. Saat melihat uji coba ranpur RM-70 GRAD itu, Endiarto didampingi oleh Kasal TNI AL Jendral Eduard B Sondakh, Kapuspen TNI Safrie Syamsudin, Pangararmatim, Pangdam V Brawijaya, Mayjen AD Sikki dan jajaran staf TNI lainya.
Sebelum uji coba empat unit ranpur pabrikan Cekoslovakia itu dilakukan, Panglima TNI Endiarto dan petinggi TNI lainnya diberikan presentasi terkait keunggulan ranpur tersebut.
Setelah setengah jam melakukan presentasi, rombongan TNI langsung dibawa ke medan uji coba untuk melihat secara langsung kecanggihan dan daya ledak ranpur itu. Puas melihat hasil uji coba, rombongan Panglima TNI bertolak ke Surabaya menggunakan dua helikopter sekitar pukul 13.00. Kepuasan para petinggi TNI itu bisa dilihat dari raut wajahnya yang tersenyum dan memberikan aplaus usai uji coba dilaksanakan.
Panglima TNI Jendral Endiarto Sutarto dalam keterangan pers mengatakan, pembelian senjata itu dilakukan karena senjata yang dimiliki TNI sudah kedaluarsa. Senjata yang saat telah digunakan itu didatangkan dari Rusia dilakukan sejak perang Trikora dan tidak ada penggantinya lagi.
"Karena umurnya sudah tua dan akurasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi, makanya perlu ada pembaharuan," ujarnya dihadapan wartawan. Pembaharuan peralatan senjata TNI akan dilakukan secara bertahap. Sebab, kata dia, jika suatu negara tidak memiliki peralatan perang yang lengkap, maka efek pangkalnya menjadi tidak ada. Karena itu, pembaharuan senjata yang dilakukan diharapkan negara lain tidak akan sembarangan masuk ke Indonesia.
Secara pelan-pelan, lanjut Endiarto, TNI akan melengkapi peralatan perangnya sesuai dengan anggaran yang ada. Peralatan senjata buatan Cekoslovakia itu akan digunakan jika memang dibutuhkan untuk mengamankan daerah tertentu. Namun hingga saat ini masih belum dperlukan.
Dijelaskan, senjata yang dibeli TNI merupakan imbal beli. Sebab menurut Endarto, imbal beli memang memiliki kelebihan sehingga uang rakyat bisa digunakan secara langsung dan berguna bagi masyarakat. Jika imbal beli itu dilakukan dengan barter komoditi pertanian, maka anggaran itu jatuh kembali ke dalam negeri. "Sehingga dengan manfaatkan imbal beli, maka mampu mendorong perekonomian dalam negeri," tandasnya.
Dengan sistem imbal beli itu, saran Endiarto, harus bisa diakomodasikan dalam Undang-Undang APBN. Sistem ini sangat bermanfaat jika dibandingkan dengan pembelian secara kredit. Terkait anggaran untuk membeli perlatan perang itu, Endiarto enggan menjelaskannya. "Yang jelas besar untuk pembelian peralatan yang baru ini," bebernya.
Endarto menjelaskan, untuk persenjataan jenis Scorpion yang dimilik TNI AD yang terbaru dan merupakan keluaran tahun 1980, TNI AU mendatangkan Hook tahun 1980 dan itu merupakan pesawat tempur selain Sukhoi. Sementara TNI AL telah membeli 39 kapal rongsokan. "Karenanya kita akan secara pelan-pelan untuk melakukan pembaharuan sesuai anggaran meskipun belum signifikan," tambahnya.
Sedangkan rencana pelibatan TNI dalam intelijen Polri, kata Endiarto, berawal dari usulan Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra untuk merevisi Undang-Undang Anti Teroris. Indonesia khususnya TNI sejak beberapa puluh tahun lalu memiliki struktur satuan wilayah dan intelijen yang mampu dibuktikan untuk menangkal gangguan teroris.
Karena saat ini Undang-Undang Anti Teroris dilimpahkan pertanggungjawabannya kepada pihak kepolisian, dan TNI hanya sekadar diminta bantuannya. Makanya kemampuan intelijen TNI yang lama tidak digunakan, diharapkan mampu membantu tugas polisi menumpas dan mengantisipasi teroris sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Tentang pembagian sistem kerja dalam membantu polisi menumpas terorisme, maka TNI akan menggunakan sistem peringatan dini. Yakni akan memberikan informasi kepada polisi agar persoalan ini langsung bisa ditindaklanjuti dan ditangani.
Kasal TNI AL Jendral Eduard B Sondakh menambahkan, jajaran TNI AL akan melakukan latihan dengan menggunakan peluru kendali dan kapal selam. Sementara untuk kedatangan 4 kapal perang baru yang didatangkan dari Manila, akan merapat di Surabaya 18 September nanti. (rie/jpnn)
(Radar Sulteng)
Karena tuntutan tugas TNI yang semakin berat seiring dengan kemajuan teknologi kemiliteran, memaksa Korps Marinir untuk melaksanakan modernisasi terhadap beberapa peralatan tempur yang dianggap tua. Selain tua, modernisasi itu dilakukan karena ranpur tersebut tidak mampu mengimbangi dinamika tugas pengamanan negara oleh jajaran Korps Marinir.
Keputusan pemerintah RI mereposisi 2 ranpur jenis KPR BM 14/17 dengan 4 unit RM-70 GRAD, dinilai tepat. Mengingat KPR BM tidak lagi diproduksi lagi. Sehingga jika tetap dipertahankan, maka Korps Marinir akan terus didera oleh kelangkaan suku cadang dan amunisinya. Bahkan jika dibandingkan dengan ranpur pendahulunya, RM-70 pabrikan Cekoslovakia itu memiliki banyak keunggulan baik senjata maupun kendaraan pengangkutnya.
Keunggulan yang dimilik RM-70 diantaranya, memiliki 23 laras yang lebih banyak dari KPR yakni 40 buah. Masing-masing laras berkaliber 120 mm (122,4+0,5 mm) dan panjangnya mencapai 2966, 2 mm. Selain itu juga didukung dengan kemampuan tembak yang tergolong tinggi. Bisa dibayangkan, untuk menembakkan 40 butir roket dalam satu tembakan salvo, maka waktu yang dibutuhkan yakni 18-22 detik dan interval waktunya antar roket hanya 0,5 detik.
Satu butir roket yang ditembakkan mampu menghancurkan area seluas 3000 meter persegi. Sedangkan satu tembakan salvo (40 butir), bisa menghancurkan area seluas 3 hektar dan membahayakan area seluas 70 hektar. Kendaraan tempur yang diawaki oleh empat orang termasuk pengemudi di dalamnya, mampu berubah dari posisi biasa ke posisi tempur siap tembak. Bayangkan, untuk mencapai posisi itu, hanya dibutuhkan waktu 2 menit 30 detik.
Sementara interval waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan ke posisi jalan dari posisi tempur yakni 3 menit. Sedangkan daya jelajah yang dimiliki RM-70 GRAD mencapai 1100 KM dengan dukungan kecepatan maksimum yang mampu dicapai di jalan aspal yakni 85 km/jam.
Untuk jalan tanah, kecepatannya mencapai 35 km/jam dan di medan terbuka mencapai 25 km/jam. Untuk menghasilkan kekuatan mengangkut peralatan tempur itu, kendaraan itu dalam setiap satu kilometernya menghabiskan bahan bakar solar sebesar 0,5 liter. Jika ranpur itu dijalankan di jalan beraspal dan jalan tanah atau medan terbuka, hanya menyedot 1 liter untuk setiap satu kilometernya.
Dimensi kendaraan pengangkut roket RM-70 termasuk bongsor, sebab ukurannya mencapai panjang 8700 mm dan lebar 2600 mm untuk posisi jalan. Sementara untuk posisi tempur dan berat tempurnya yang terdiri dari empat orang kru dan 80 butir roket, beratnya hanya mencapai 25.400 kg.
Sementara itu, kedatangan Panglima TNI Endiarto Sutarto ke Puslatpur itu meleset dari jadual yang diagendakan. Sesuai jadual, petinggi TNI itu hadir pukul 09.00 namun molor hingga satu jam lebih. Endiarto baru datang dengan naik heli sekitar jam 10.15. Saat melihat uji coba ranpur RM-70 GRAD itu, Endiarto didampingi oleh Kasal TNI AL Jendral Eduard B Sondakh, Kapuspen TNI Safrie Syamsudin, Pangararmatim, Pangdam V Brawijaya, Mayjen AD Sikki dan jajaran staf TNI lainya.
Sebelum uji coba empat unit ranpur pabrikan Cekoslovakia itu dilakukan, Panglima TNI Endiarto dan petinggi TNI lainnya diberikan presentasi terkait keunggulan ranpur tersebut.
Setelah setengah jam melakukan presentasi, rombongan TNI langsung dibawa ke medan uji coba untuk melihat secara langsung kecanggihan dan daya ledak ranpur itu. Puas melihat hasil uji coba, rombongan Panglima TNI bertolak ke Surabaya menggunakan dua helikopter sekitar pukul 13.00. Kepuasan para petinggi TNI itu bisa dilihat dari raut wajahnya yang tersenyum dan memberikan aplaus usai uji coba dilaksanakan.
Panglima TNI Jendral Endiarto Sutarto dalam keterangan pers mengatakan, pembelian senjata itu dilakukan karena senjata yang dimiliki TNI sudah kedaluarsa. Senjata yang saat telah digunakan itu didatangkan dari Rusia dilakukan sejak perang Trikora dan tidak ada penggantinya lagi.
"Karena umurnya sudah tua dan akurasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi, makanya perlu ada pembaharuan," ujarnya dihadapan wartawan. Pembaharuan peralatan senjata TNI akan dilakukan secara bertahap. Sebab, kata dia, jika suatu negara tidak memiliki peralatan perang yang lengkap, maka efek pangkalnya menjadi tidak ada. Karena itu, pembaharuan senjata yang dilakukan diharapkan negara lain tidak akan sembarangan masuk ke Indonesia.
Secara pelan-pelan, lanjut Endiarto, TNI akan melengkapi peralatan perangnya sesuai dengan anggaran yang ada. Peralatan senjata buatan Cekoslovakia itu akan digunakan jika memang dibutuhkan untuk mengamankan daerah tertentu. Namun hingga saat ini masih belum dperlukan.
Dijelaskan, senjata yang dibeli TNI merupakan imbal beli. Sebab menurut Endarto, imbal beli memang memiliki kelebihan sehingga uang rakyat bisa digunakan secara langsung dan berguna bagi masyarakat. Jika imbal beli itu dilakukan dengan barter komoditi pertanian, maka anggaran itu jatuh kembali ke dalam negeri. "Sehingga dengan manfaatkan imbal beli, maka mampu mendorong perekonomian dalam negeri," tandasnya.
Dengan sistem imbal beli itu, saran Endiarto, harus bisa diakomodasikan dalam Undang-Undang APBN. Sistem ini sangat bermanfaat jika dibandingkan dengan pembelian secara kredit. Terkait anggaran untuk membeli perlatan perang itu, Endiarto enggan menjelaskannya. "Yang jelas besar untuk pembelian peralatan yang baru ini," bebernya.
Endarto menjelaskan, untuk persenjataan jenis Scorpion yang dimilik TNI AD yang terbaru dan merupakan keluaran tahun 1980, TNI AU mendatangkan Hook tahun 1980 dan itu merupakan pesawat tempur selain Sukhoi. Sementara TNI AL telah membeli 39 kapal rongsokan. "Karenanya kita akan secara pelan-pelan untuk melakukan pembaharuan sesuai anggaran meskipun belum signifikan," tambahnya.
Sedangkan rencana pelibatan TNI dalam intelijen Polri, kata Endiarto, berawal dari usulan Menkeh HAM Yusril Ihza Mahendra untuk merevisi Undang-Undang Anti Teroris. Indonesia khususnya TNI sejak beberapa puluh tahun lalu memiliki struktur satuan wilayah dan intelijen yang mampu dibuktikan untuk menangkal gangguan teroris.
Karena saat ini Undang-Undang Anti Teroris dilimpahkan pertanggungjawabannya kepada pihak kepolisian, dan TNI hanya sekadar diminta bantuannya. Makanya kemampuan intelijen TNI yang lama tidak digunakan, diharapkan mampu membantu tugas polisi menumpas dan mengantisipasi teroris sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
Tentang pembagian sistem kerja dalam membantu polisi menumpas terorisme, maka TNI akan menggunakan sistem peringatan dini. Yakni akan memberikan informasi kepada polisi agar persoalan ini langsung bisa ditindaklanjuti dan ditangani.
Kasal TNI AL Jendral Eduard B Sondakh menambahkan, jajaran TNI AL akan melakukan latihan dengan menggunakan peluru kendali dan kapal selam. Sementara untuk kedatangan 4 kapal perang baru yang didatangkan dari Manila, akan merapat di Surabaya 18 September nanti. (rie/jpnn)
(Radar Sulteng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar