Pesawat Hercules TNI AU (photo : Kaskus Militer)
Tak lama setelah jatuhnya pesawat angkut militer Hercules C-130 yang menewaskan 140 orang, TNI AU mengumumkan riset awal untuk mencari pesawat pengganti dan sekaligus memodernisasi pesawat militer Indonesia. Negara-negara produsen pesawat dilirik untuk menggantikan pesawat sebelumnya antara lain adalah Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia. RBTH akan membantu menyederhanakan tugas pejabat militer Indonesia dengan memberitahu bahwa Rusia mampu memodernisasi transportasi udara secara umum dan menggantikan posisi C-130 secara khusus.
Salah satu poin penting yang perlu dicatat adalah saat ini analog pesawat C-130 tidak diproduksi di Rusia. Pesawat An-12 adalah pesaing utama Hercules yang sudah memasuki tahun terakhir sebagai bagian dari Angkatan Udara Rusia dan tengah menunggu dengan penggantian pesawat multifungsi Rusia-India MTA.
Namun demikian, militer Indonesia tampaknya ingin pesawat yang berkemampuan besar. Brigadir Jundan Eko Bintoro mengeluarkan pernyataan Indonesia berencana menggantikan C-130 dengan pesawat yang mampu bersaing dengan Boeing C-17 dan A400M.
Dalam hal ini, Rusia adalah pemasok yang dapat dipercaya setelah dibandingkan dengan negara-negara produsen ternama lainnya. Hal ini menjadi salah satu keunggulan Rusia. Perlu diingat bahwa armada pesawat Angkatan Udara Indonesia saat ini sebagian besar merupakan warisan dari embargo senjata yang diberlakukan oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat pada akhir 1990-an dan dihapus pada 2005. Rusia, di sisi lain, adalah pemasok peralatan militer yang dapat diandalkan sejak era Uni Soviet. Transaksi pertama antara kedua negara dilakukan pada 1960.
Jadi, pesawat angkut militer Rusia apa saja yang bisa menarik minat Angkatan Bersenjata Indonesia?
Il-476 (Il-76MD-90A)
Ilyushin IL-76MD-90A (IL-476), payload 52 ton (photo : militaryphotos)
Il-476 merupakan modifikasi baru dari Il-76 yang merupakan dasar dari pesawat angkut Rusia. Pesawat Il-476 menjadi daya tarik tersendiri bagi militer Rusia. Hal ini dibuktikan dengan jumlah pesanan Il-476 sebanyak 39 unit.
Dibandingkan dengan pendahulunya, Il-476 tidak berubah kecuali pada badan pesawat yang dipasangi mesin baru, serta sayapnya yang dimodifikasi, sistem kontrol yang baru, sistem bahan bakar yang baru, autopilot yang baru, sistem navigasi digital yang baru, serta kokpit terbaru yang terbuat dari "kaca" (perangkat kontrol dibuat menggunakan LCD). IL-476 mampu mengangkut beban hingga 60 ton dengan kecepatan jelajah 770 – 800 km/jam pada jarak tempuh sampai dengan 5.000 kilometer.
MTA (Il-214)
UAC/HAL Il-214 Multi-role Transport Aircraft (MTA), payload 20 ton (photo : Livefist)
Pesawat multifungsi ini adalah sebuah proyek kerja sama antara Rusia dan India. Pesawat ini dibuat untuk menggantikan seluruh barisan pesawat An-12, An-26 dan An-72. Saat ini, Il-214 masih dalam proses penyelesaian formasi teknis, dokumentasi, dan penelitian proyek pembangunan.
Il-214 dapat dioperasikan di wilayah dataran tinggi dan mendarat di landasan pacu tak beraspal. Dimensi badan pesawat ini sama dengan karakteristik pesawat Il-76. Karena itu, pesawat ini disebut sebagai pesawat kelas ringan yang mampu mengangkut beban hanya sekitar 12 ton pada jarak hingga 3.700 kilometer atau 20 ton pada jarak hingga 2.000 kilometer.
Tu-330
Tupolev Tu-330, payload 20 ton (photo :Aviatia)
Pesawat jenis ini juga sedang dalam tahap studi proyek. Fitur khususnya adalah fleksibilitas. Pesawat ini tak hanya bisa menggantikan An-12, tetapi juga bisa sebagai alternatif penerbangan jarak menengah berat Il-76. Seperti pesawat angkut militer Rusia lainnya, pesawat ini juga dapat digunakan pada landasan pacu tak beraspal. Keunggulan Tu-330 terletak pada unifikasi yang tinggi dengan pesawat sipil Tu-214 yang telah lebih dulu diluncurkan. Jika dibutuhkan, misalnya, pesawat ini dapat dirancang dan disertifikasi dalam waktu yang sangat singkat untuk Indonesia.
Tu-330 dapat mengangkut beban sekitar 35 ton pada jarak hingga 3.000 kilometer atau dengan beban 20 ton pada jarak hingga 5.600 kilometer.
Il-112V
Ilyushin Il-112V, payload 6 ton (photo : Jane's)
Model lain yang berpotensi dilirik oleh TNI AU adalah pesawat angkut militer kecil Il-112V. Pengembangan pesawat ini dijalankan kembali pada 2013 ketika proyek gabungan An-140-100 dengan Ukraina tidak memenuhi kualitas dan anggaran Angkatan Udara Rusia.
Il-112V memiliki perbedaan yang cukup signifikan dari model di atas, yaitu munculnya turboprop (seperti yang dimiliki oleh A400M). Pesawat ini dirancang untuk mengangkut hingga 6 ton kargo dengan jarak 6.000 kilometer. Pesawat ini dapat lepas landas dan mendarat pada landasan pacu yang tidak disiapkan dan juga pendek, yaitu sepanjang 800 – 1.000 meter. Salah satu keunggulan lainnya dari Il-112V dibandingkan para pesaingnya adalah peningkatan lebar dan tinggi kompartemen kargo.
Sebagai kesimpulan, jika TNI AU membutuhkan pesawat angkut militer, untuk saat ini Angkatan Udara Indonesia hanya dapat membeli Il-476 milik Rusia. Sementara, model lainnya harus menunggu sampai sekitar tahun 2019.
Namun, jika tertarik, militer Indonesia dapat turut bergabung ke dalam proyek bersama Il-112, MTA, atau Tu-330 seperti India. Dengan begitu, negara Indonesia dapat memaksimalkan kebutuhannya dalam pembangunan pesawat sejak tahap penelitan dan pengembangan, dan mendapatkan akses khusus pada teknologi produksi, perbaikan, serta pemeliharaan. Tentunya, ini adalah hal-hal yang hampir tidak mungkin didapatkan jika membeli pesawat dari Uni Eropa atau Amerika Serikat. Sebagai contoh nyata, Indonesia dapat melihat saat India membeli pesawat tempur Rafale Prancis. Pada kasus tersebut, India mengalami kesulitan untuk melakukan transfer teknologi.
(RBTH)
saya tidak alergi sama barang russia. hanya saja kalo TNI belibarang russia, TNI minim pengalaman krn udah biasa mainan barat. Negara manapun kalo ingin ToT maka filosofi politik luar negri Indonesia sebagai "NON BLOCK" harus "MEmilih blok. Selama Indonesia plin plan maka sampai LEBARAN KUDA bakalan jadi konsumer mesin perang.
BalasHapusUntuk payload 6 ton bisa pake cn235. Unt payload 9 ton bs pake cn295 . Utk payload lbh besar, sy percaya kolaborasi PT DI dan pak habibie bs membuatnya. sambil menunggu pesawatnya jadi, bs ambil dari.airbus dgn minta offset.
BalasHapussetuju!
Hapussetuju!
Hapushabibe datang dan pergi hanya bikin bangkrut pt DI kalau di negara maju mantan peminpin hanya bikin negara bersangkutan gosong harus angkat kaki bukan sebaliknya di puja puji mirip nabi .
Hapuspesawat rongsokan berlebel hibah besutan antec barat berjejer di lanud malang ...antec barat lebih sennang barang rongsokan dari gurun arizona dan gurun sebelah australia takut indonesia majuu kalau sampai kerja sama produksi bersama alaa india dan rusia terlaksana .
BalasHapustapi antec 2 barat di tanah air ga usah kwatir karna kita tahu menhan sekarang ini babi dan babu barat tidak akan pernah belli barang baru buatan rusia ..sudah cerita lama tni ga maju 2 karna ulah petinggi negara lebih mengumakan BANK SAKU dari pada kualitas alutsista yg di belli .
setuju!!!... CIA pasti gencar lobby jenderal2 buat beli rongsokan hibah barat "lagi".....KFX gimana kabar?? chang bo go??? tai kucing kabeh
HapusLah Taun 2003 sukhoi datang emg teknisi TNI au ga belajar dari 0 buat ngerawat sukhoi ya???kok kaya yang meremehkan banget kemampuan TNI?? kaya yang teknisi kita tu bodo banget ga mau belajar dari 0.... lu pikir mesin sukhoi sama kaya F 16? kalo masalah belajar semua pasti bisa lah, apalagi TNI AU.. kalo yang tua gamau belajar ya ganti sama yang muda yang mau belajar...kalo semua orang indonesia begini ya pasti nyungseb lagi hasilnya...habibi aja bisa bikin body pesawat meskipun mesin sm navigasi msh lisensi casa..tapi lumayan cuma keberanian nguliknya yang masih "takut" sama tekanan luar...contohlah china..jiplak, ulik, hajar!!!...
BalasHapusSampai sekarang, blm diganti ganti juga herculesnya. baca di https://www.hobbymiliter.com/2894/jagoan-jagoan-tua-milik-amerika/ di amerika, hercules juga nggak di ganti2...
BalasHapus