29 Oktober 2016
Pesawat tempur Su-35 (photo : neftegaz)
Kontrak pembelian Sukhoi Su-35 bisa terkendala ToT dan produksi bersama
Jakarta (ANTARA News) - Kepastian Sukhoi Su-35 akan hadir di hanggar TNI AU menggantikan F-5E/F Tiger II masih belum terjadi. Laman rbth.indonesia, Jumat, menyatakan, negosiasi harga dan transfer teknologi bisa menjadi faktor penghalang keputusan pembelian pesawat tempur Sukhoi Su-35.
Gelaran industri pertahanan Indo Defence 2016 akan menjadi arena baru penawaran pesawat tempur pengganti F-5E/F Tiger II dari Skuadron Udara 14 TNI AU. Kompetisi antara JAS-39 Gripen dari Saab (Swedia), Eurofighter Typhoon (Airbus Military), dan Sukhoi Su-35 (Rosoboronexport, Rusia), akan dibuka kembali.
Semula gencar disebut-sebut bahwa Sukhoi Su-35 akan menjadi pengganti F-5E/F Tiger II itu dan kepastian kontrak pembelian akan dilaksanakan pada paruh kedua 2016 ini.
Namun, harga yang ditawarkan dan skema serta jenis transfer teknologi yang diberikan Rusia untuk membangun bersama pesawat tempur itu di Indonesia menjadi hal yang masih mengganjal.
Karena itulah Indonesia kemudian mengundang dua kontestan lain untuk mengirim proposal resmi mereka dalam program penggantian F-5E/F Tiger II ini.
Laman www.defenseworld.net, Selasa (27/10), melaporkan, pemerintah Indonesia saat ini menegaskan hanya membeli benda dan peralatan perang dari luar negeri jika ada transfer teknologi dan produksi bersama.
Sumber Rusia yang dikutip pada Singapore Air Show 2016 lalu, menyatakan, jumlah unit Sukhoi Su-35 yang akan dibeli Indonesia masih sangat sedikit untuk memungkinkan mereka memberi kedua hal itu, yaitu transfer teknologi dan produksi bersama.
Indonesia berencana membeli hanya delapan atau paling banyak 12 unit Sukhoi Su-35.
Dibandingkan dengan pesaingnya, Saab pada Indo Defence 2016 kali ini akan membawa simulator JAS39 Gripen ke Jakarta.
Pesawat tempur Su-35 (photo : defence.ru)
Direktur kampanye JAS39 Gripen, Magnus Hagman, menyatakan, biaya operasional JAS39 Gripen hanya 4.700 dolar Amerika Serikat alias hanya 10 persen ketimbang biaya operasional Sukhoi Su-35.
Faktor pembiayaan pasca pembelian (perawatan dan operasional) sangat krusial untuk jangka menengah dan panjang. Pula pada pola dan prioritas operasionalisasi pesawat tempur.
Sejak tahun lalu, Saab telah menegaskan komitmen mereka untuk memberi transfer teknologi kepada Indonesia dalam skala yang menguntungkan kedua belah pihak. Brazil telah menempuh cara ini, seiring kontrak pasti pembelian 36 unit JAS39 Gripen NG, yang hanggar produksinya telah dibangun di Brazil.
Selain tawaran transfer teknologi, Saab juga menawarkan produksi bersama JAS39 Gripen dan pelatihan bagi ahli aeronautika Indonesia dalam mengintegrasikan sistem-sistem dalam pesawat tempur.
Hal ini diharapkan dapat berperan besar dalam program pembuatan pesawat terbang tempur buatan Indonesia, IFX.
Walau berukuran paling mungil dan bermesin tunggal —Sukhoi Su-35 dan Eurofighter Typhoon berukuran besar dan bermesin ganda— JAS39 Gripen sudah diintegrasikan dengan peluru kendali udara ke permukaan RBS 15 untuk menghajar target di darat dan permukaan laut.
Ditambah dengan radar AESA maka daya gentar dan kemampuannya diyakini semakin meningkat. Sukhoi Su-35 mengembangkan radar pasif, PESA.
(Antara)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Nggak kaget tapi ngenes, sesuatu yang dipaksakan. semoga yang selanjutnya bisa lancar
BalasHapusLah..brg Russia udhlah ngk mau tot..mahal pemeliharaan dn operasional..pelit ilmu bahkan untuk service aja harus balik ke Russia..ngk pantes dibelu..
BalasHapusAntara dia yang pelit ilmu atau kitanya yang kemaruk gan.. Beli ketengan aja minta bonus ote ote :D
HapusYg menarik untuk mesin & suku cadang sukhoi kita bakal dipasok DMG Technology Holdings, perusahaan dari AS.
BalasHapushttp://www.dmgtecholdings.com/en/media/dmg-technology-holdings-signed-an-agreement-with-ministry-of-defence-of-the-republic-of-indonesia.html
Artinya emang ada keribetan dari Rusia bahkan untuk apa yg kita udah punya dari mereka. :D
Saatnya beralih he gripen/typhoon dgn radar aesa
BalasHapusIndonesia gak bakal maju maju kalau duduk kalangan istana masih itu itu sajaa berporos antek barat ...belli satu dua mintak tot dan produksi bersama itu permintaan orang gilaaa ...sudah belli dokar sajaa lah .
BalasHapusGundulmu, dikira uang babe lu.... IU indonesia lagi mati-matian untuk IFX
HapusJangan pernah bermimpi kfx atau jet tempur pesawat buatan barat bisa di produksi di indonesia ...belli pesawat bekas berlebel hibah $ 750 juta dolar sudah 4 tahun di tahan tahan apa lagi produksi bersama pesawat baru bisa mirip puguk merindukan bulan mau terbang ke bulan tidak pernah sampai bro .
HapusMimpi KFX bikin di Indonesia? Ya ga lah. KFX itu punya korea. Punya Indonesia itu IFX. Dari segi desain juga beda. KFX pake internal weapon bay, IFX ga pake internal weapon bay tapi pake desain konfensional (senjata digantung di luar badan pesawat). Kalau SU-35 tidak bisa TOT mengikuti undang2 yg sudah dilaksanakan di Indinesia dan mendukung industri pertahanan nasional buat apa? Sekarang aja mau service SU-27/30 harus di bawa ke rusia dulu. Pemikiran simplenya, Kalau dilihat dari dana yg disiapkan bisa mendapatkan gripen jauh lebih banyak, paket lebih lebgkap (ariaye), tot and produksi lokal. Lebih bagus lagi dengan memproduksi gripen secara lokal kita setidaknya bisa mendapatkan pengalam lebih sebelum memproduksi IFX nantinya. Btw Gripen E/F udah pake radar AESA and SU-35 masih pakai PESA and punya combat management system yg bagus (kita butuh radar and cms yg bagus secara blom bisa bikin and blom punya juga).
HapusSaatnya Gripen C/D merapat 12 unit. Plus 2 unit Globaleye.
BalasHapusNext pengganti Hawk 100/200 32 unit Gripen E/F. Akhirnya kembali ke barat yg paling hemat
Atau nambah 12 F16 Viper minta bonus 24 F16 refurbish
HapusMending sepaketin semua Gripen + Erieye AWACS terus diintegrasi sama KFX/IFX kita nanti. Toh buatan Swedia juga bukan buatan US yang suka rewel embargo2an.
Hapusya mending tot daripada kita beli terus dari luar. biar sekarang pertahanan indonesia tertinggal tapi nantinya bisa maju kedepan.
BalasHapusjangan terpengaruh pesawat bagus pesawat bagus. emang kalau beli pesawat yg biasa2 aja knapa? di invasi, gitu? tenang rek kita ini punya banyak pengangguran . pengangguran kok di ajak perang ya ayok, hehehehe. maksut saya jg terpengaruh ilmu jual beli orang luar. kini saatnya kita bangkit membangun majapahit yg baru dan nusantara yg berjaya lagi
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbagusnya kalau beli dari Gripen selain kita dapat TOT, mungkin bisa dekati mereka untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan teknologi untuk kebutuhan IFX, terutama untuk teknologi yang tidak disediakan atau dibolehkan oleh US untuk ditransfer ke Indonesia. C/D nanggung. Gripen E/F sekalian. :)
BalasHapusKalau grepen c/d yg ditawarin pergi aja kelaut, mending ambil dari falcon gurun murah dapat banyak lg, kalau tipe e/f kita dapetnya diatas 2020 kelamaan, pesawat 4,5 bagus yg produsen mau tot ke kita ya eurofigther apa f-16 viper, us gak pelit ilmu kayak rusia dulu beli f-16 a/b aja kita diajarin bikin bom mark 82.
BalasHapusUdah beli Gripen NG + Erieye AWACS aja. Kualitas kurang lebih sama, biaya operasional murah, plus SAAB udah kebelet nawarin ToT dan full package Gripen tuh. Apalagi dengan sistem Triple Helix mereka universitas di Indonesia jadi bisa kebantu juga. Secara overall paketnya Gripen paling masuk akal. Emang ga sedeterent Su-35, tapi kalau Rusianya ga mau kasih ToT karena kurang banyak belinya ya gimana? Jadi gamau beli pesawat apapun? Pragmatis aja lah ga usah sok anti barat atau anti timur.
BalasHapuskok rasanya artikelnya buatan sales gripen :D
BalasHapusKalau dilihat dr peta kekuatan udara dan potensi konflik dimasa datang saya melihatnya SU-35 sbg pilihan yg terbaik. Apalagi sejarah saat kita diembargo.
BalasHapusSoaal pertahanan di mata antek asing beda broo....mentri sajaa inport dari america apa lagi soal pertahanan dengan alasan tot di ajarin tempel doang mereka pilih alutsista buatan barat harga di genjot ke atas .
HapusSorry ya. Lebih baik punya 8-12 pesawat kelas kakap atau punya lebih banyak pesawat 1 kelas dibawahnya tapi lengkap terintegrasi dengan AWACS, dapat ToT, dll.?
HapusApalagi pesawatnya ini didesain supaya bisa lepas landas dari jalanan biasa dan cukup disupport tim berjumlah kecil (secara realistis Indonesia sekarang pasti cepet dikalahin sama negara selevel China/US dan kalau kondisinya begitu, airbase kita pasti langsung dihajar habis)
Sedangkan Su-35 harus terbang dari lapangan udara kualitas top dan perlu tim berjumlah besar. Kalau mau servis harus dikirim ke Rusia dan ga dapat ToT.
Analisismu kurang mendalam bos. Kalau cuma analisis bandingin spek mentah mah anak kecil juga bisa. Analisis harus mengcover sebanyak mungkin faktor-faktor di luar faktor teknis.
Kenapa ya embargo tuh kayanya jadi momok menakutkan banget? Banyak jalan menuju roma. Kalo perlu belajar ke Israel sana gimana mereka dulu bisa nyuri blue print Mirage Fighter. Mereka dulu diembargo sama perancis setelah six day war tahun 1967 tapi abis itu bisa bikin Kfir sendiri. Ga usah mental tempe lah. Kalo perlu waktu tuh pesawat datang jiplak aja mentah2 lewat revers enginering (penulisannya bener ga si? Cmiiw) kaya Cina. Klo apa2 takut, ngapain idup?
HapusPenulisannya yang bener reverse engineering.
HapusTapi ya overall setuju. Banyak banget orang di sini yang pake embargo buat alasan krn pikirannya sempit dan terbatas. Pokoknya buat mereka selalu: "BARANG RUSIA PALING TOP, ORANG YANG GA MASALAH BELI BARANG BARAT PASTI ANTEK ASING". Dunia ini ga ada hitam-putih, ga ada teman abadi, yang abadi hanya kepentingan. Rusia pun pasti ada maunya.
Potensi konflik yg paling dekat adalah diberlakukanya ADIZ oleh china di laut china selatan, bila merujuk 9 garis putus" maka akan mencaplok ZEE natuna, apakah kita akan mengggunakan sukhoi utk melawan china? Sedangkn su 35 china lbh banyak, blm lagi su 30 dan kloninganya,ratusan.
BalasHapusSetuju. Lebih baik pakai Gripen karena kita juga lagi mau bikin KFX/IFX yang notabene teknologi barat, jadi lebih mungkin bisa terintegrasi. Gripen + Erieye AWACS + KFX/IFX + ToT. Deterrentnya udah bagus itu.
HapusBtw waktu beli f16 bekas ggak minta tot ke us gov? Koq bisa ......sementara beli su35 dipersoalkan ....
BalasHapusMkn krn yg itu "hibah" cmn bayar ongkos retrofit, kl masih minta ote ote lagi kebacut gan.
HapusKarena itu hibah dan bukan beli brand new. Apalagi jumlahnya juga ga seberapa.
HapusF16 gurun kan sudah diberi gratis. Tapi tetep keluar duit utk upgrade. 700 an jt dollar dapet 24 plus 6 utk sucad. Lupakan krn kita sdg butuh kuantitas.
HapusKalau terkendala ToT yah cest la vie. Kalau begitu pilihannya adalah menambah jumlah order Su-35 atau pindah ke Typhoon.
BalasHapusSebagai negara maritim agak kelewatan kalau pesawat double engine diganti dengan yang single engine. Safety factor lumayan turun. Probablilitas selamat kalau eject di tengah laut lebih rendah dari di atas daratan. Hypothermia means time is even more critical.
lebih baik barang bagus perawatan mahal tapi bikin anak nakal gaberani macem2 daripada udah beli barang KW perawatan murah tapi di embargo. yang paling bego dikasih bekas suru bayar upgrade udah gitu kebakar....cocokkkk
BalasHapusBagus? Pilih mana 8 Su-35 apa 12+ Gripen plus AWACS? Fyi Gripen Swedia udah berkali2 latihan bareng F-18 Finlandia dan Gripen selalu menang. Karena radarnya bagus dan bisa gotong AIM 120 AMRAAM. Lebih bagus lagi Gripen NG yang udah pake radar AESA jadi lebih mampu deteksi stealth. Sedangkan Su-35 masih pake PESA. Belom lagi kalau diadu di bidang avionik, dll. Yakin Su-35 masih paling bagus?
Hapus