30 April 2023
Skadron Udara 27 Lanud Manuhua Laksanakan Latihan Terbang Formasi
Kisah : Mengenal Riga-class, Frigate Legendaris TNI dari Masa Orde Lama
30 April 2023
Fregat kelas Riga KRI Nuku 360 (photo : TNI AL)Bila di era sekarang armada frigate yang dimiliki oleh TNI-AL bertumpu kepada Martadinata-class, maka di era dekade 60-an hingga awal 60-an kekuatan armada frigate TNI-AL atau yang saat itu dikenal dengan nama ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) bertumpu kepada frigate buatan Uni Soviet, yakni Riga-class. Kapal jeni frigate yang mulai dibangun sejak periode 1950-an tersebut menjadi salah kekuatan armada laut Indonesia di masanya.
Saat itu Indonesia total mengoperasikan 8 unit kapal frigate Riga-class yang mulai dioperasikan sejak tahun 1962. Melansir dari situs Indomiliter, kapal frigate tersebut datang ke Indonesia bersamaan dengan beberapa alutsista buatan blok timur lainnya guna mendukung operasi Trikora yang dilakukan untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Dalam rekam jejaknya, kapal-kapal tersebut menjadi sebuah kesatuan serang unggulan yang dimiliki oleh TNI-AL saat itu.
Tiga fregat terakhir kelas Riga yang masih bertahan hingga tahun 1980-an (photo : Indomiliter)
Dibeli Bekas Pakai dari Angkatan Laut Uni Soviet
Kedatangan 8 unit kapa frigate Riga-class dari Uni Soviet pada kurun waktu 1962-1964 sejatinya merupakan kapal bekas pakai armada Angkatan Laut Uni Soviet. Melansir dari Wikipedia, kapal-kapal frigate tersebut sejatinya merupakan kapal yang dibangun pada dekade 1950-an dan berdinas antara kurun waktu tahun 1954-1962. Pembelian kapal-kapal dalam kondisi bekas pakai tersebut tentunya merupakan prioritas yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang dimana mereka memerlukan armada kapal dengan sesegera mungkin. Tentunya membangun kapal baru saat itu dirasa kurang efektik karena memerlukan waktu sekitar 2-4 tahun sebelum diserahkan kepada pihak yang membelinya.
Total 8 unit yang dibeli oleh pihak ALRI saat itu terdiri atas KRI Jos Soedarso (351), KRI Slamet Rijadi (352), KRI Ngurah Rai (353), KRI Walter Mongisidi (354), KRI Lambung Mangkurat (357), KRI Hang Tuah (358), KRI Kakiali (359) dan KRI Nuku (360). Namum, saat perubahan haluan politik Internasional sejak tahun 1965 membuat kapal-kapal ini mulai terbengkalai seperti lazimnya sebagian besar alutsista Uni Soviet saat itu. Akan tetapi, kapal-kapal ini tidak langsung pensiun karena cukup melimpahnya suku cadang dari hasil kanibalisasi kapal-kapal lainnya.
Fregat KRI Nuku 360 (photo : Indomiliter)Masih Menggunakan Konsep Persenjataan Klasik
Seperti lazimnya kapal-kapal yang mulai dibangun sejak berakhirnya perang dunia ke-2 hingga dekade 1950-an, kapal-kapa frigate Riga-class juga masih menggunakan sistem persenjataan meriam dengan kaliber besar sebagai sistem persenjataannya. Melansir dari Wikipedia, kapal frigate Riga-class menggunakan 3 pucuk meriam kaliber 100 mm sebagai senjata utamanya. Selain itu, kapal ini juga menggunakan 4 unit meriam otomatis 37 mm untuk peran anti pesawat dan serangan jarak pendek. Kapal ini juga mampu melaksanakan peran anti kapal selam karena dilengkapi dengan 3 tabung peluncur torpedo 533 mm dan sistem peluncur roket anti-kapal selam MBU-600. Kapal ini diawaki oleh sekitar 175 awak dan mampu mencapai kecepatan maksimal hingga 52 km/jam dengan jarak jelajah sekitar 3.000 km. Kemampuan tersebut dihasilkan dari 2 mesin uap yang mampu mengeluarkan daya sekitar 21.000 hp.
Fregat kelas Riga (image : Gollevainen)Pernah Diterjunkan Saat Operasi Seroja di Timor Timur
Meskipun dibeli pada masa operasi Trikora di awal dekade 1960-an, akan tetapi justru salah satu misi yang dikenal mengikutsertakan kapal frigate Riga-class adalah saat melakukan operasi Seroja di Timor Timur pada tahun 1975. Melansir dari buku “Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur”, tercatat ada 2 unit kapal frigate Riga-class yang diturunkan saat penerjunan pasukan di Timor Timur. Kapal-kapal tersebut melakukan misi pengawalan pendaratan pasukan di daerah medan operasi. Saat itu tidak dipungkiri kapal frigate ini mulai menua sehingga pada awal dekade 1980-an unit-unit terakhirnya pada akhirnya dipensiunkan dan digantikan dengan kapal yang lebih modern. (Zahir Zahir)
(YourSay)
KRI REM-331 Berhasil Laksanakan Penembakan Rudal VL MICA
Singapore and Chinese Navies Conduct Bilateral Maritime Exercise
29 April 2023
Rudal Strategis TNI AL Hancurkan Bahaya Udara di Utara Bali
Penjajaran 15-to-5: LMS Batch 1 Kurang Menepati Kehendak TLDM – Panglima
Participation of PN's Frigate in the Sinkex at Balikatan 2023
New Zealand Mencari Helikopter Angkatan Laut Baru
28 April 2023
Australia to Invest 3-8 Billion to Strengthen Northern Bases
Uruguay to Upgrade Its Fleet with BAE Hawk from Malaysia and Indonesia?
Balikatan Live-fire Exercise Sinked Retired Corvette
27 April 2023
NZDF Uji Coba dengan Munisi Loitering
Littoral Live Fire Event at Balikatan 23
Type 071ET LPD, HTMS Chang, Arrives at Sattahip Naval Base, Royal Thai Navy
27 April 2023
Arrival of HTMS Chang LPD 792 (photos : Royal Thai Navy)
Large landing ship HTMS Chang (3rd ship), Royal Thai Navy (RTN: Royal Thai Navy) has arrived at Chuk Samet Pier, Sattahip Naval Base Chonburi Province Thailand at approximately 12:00 hrs on 25 April 2023 and an official welcome ceremony at 16:00 hrs on the same day. It was the end of the voyage for a period of 7 days after leaving the shipyard Hudong-Zhonghua Shipbuilding Group (HZ) near Shanghai, People's Republic of China on April 18, 2023.
A large multi-purpose landing ship supporting submarine operations HTMS Chang (the 3rd ship) sailed to the rendezvous point with the offshore patrol boats of the HTMS Pattani Fleet Series, HTMS Narathiwat on 21 December 2023 at 13:00 hrs near Hainan Island, People's Republic of China in the South China Sea by HTMS Narathiwat departing from Songkhla Naval Base Royal Thai Navy Region 2, Royal Thai Navy 2 (2nd NAC: Second Naval Area Command) south of the Gulf of Thailand since April 17, 2023 by sailing a distance of 1,273nmi.
HTMS Narathiwat has delivered the escort of the landing ships to the dock. HTMS Chang (the 3rd ship) for the Royal Thai Navy Region 1 (1st NAC: First Naval Area Command) when it enters the Gulf of Thailand on 25 April 2023 with a frigate of the HTMS Chao Phraya series HTMS Bang Pakong Provide joint escort with ships in the 1st Naval Area. It consists of a helicopter carrier HTMS Chakri Naruebet, a landing ship HTMS Ang Thong (the 3rd ship), HTMS Naresuan frigate, HTMS Rattanakosin Corvettes, offshore patrol boat HTMS Pattani and large maintenance ships HTMS Similan.
Type 071ET LPD (Landing Platform Dock) HTMS Chang (3rd ship) is based on the Type 071-class landing dock ship stationed with the People's Liberation Navy (PLAN: People's Liberation Army Navy), with the Royal Thai Navy as the first export customer. With a length of 210 m, a width of 28 m, a depth of 7 m, a displacement of 25,000 tonsnes, a maximum speed of 25 knots, a ship of 196 people, consisting of 26 officers, 39 sergeants, 96 sergeants and 35 soldiers supporting 600 landing troops, will be a ship with the largest size of the Royal Thai Navy.
Commander of the Royal Thai Navy, Admiral Choengchai Chomchengphaet, also answered questions from the media on several issues. For example, the operational waste of the new amphibious landing ship HMS Chang that when doing a frugal speed of 18knots, it uses as much fuel as HTMS Chakri Naruebet or HTMS Ang Thong and will be more economical at travel speed of 12 knots.
The commander-in-chief also provided information that the Royal Thai Navy had requested a budget in the draft budget for the year 2024 for the installation of naval firearms 76/62 (presumably a Leonardo 76/62), two 30mm machine guns, a combat information center (CIC: Combat Information Center) and a water/air surveillance radar to HTMS Chang.
Whereby the initial multi-purpose amphibious landing ship HTMS Chang (3rd ship) will be equipped with four M2 .50cal heavy machine guns. 950 million baht ($27.6 million) for primary weapons and combat management systems will depend on the decision of the new Thai government after the elections in May 2023.
Thai Submarine
The Thai Navy commander also answered additional questions about the S26T phase 1 procurement of submarines, which had a problem with the MTU 396 diesel engine that Germany refused to deliver to China to install for Thai ships and Pakistan, China offers a CHD 620 engine to replace it.
The Royal Thai Navy maintains the three main conditions that China CHD 620 electric power generator diesel engine must 1. Must be safe and reliable. 2. The People's Liberation Army of China must recognize and guarantee lifetime spare parts and service support 3. China must compensate for the opportunity cost for Thailand. The commander-in-chief also said China already uses CHD 620 engines in its aircraft carriers, and China-built diesel-electric submarines are now being switched to CHD 620 instead of MTU 396 in line with stricter EU sanctions
However, if the Royal Thai Navy decides to accept Chinese CHD 620 engines expected in June 2023, the construction of the first S26T submarine will be delayed no less than that 40 months or about 2025 and compensation from China will depend on the decision of the new Thai government after the election. Following the delay in procurement of the second and third phases of S26T submarines The Royal Thai Navy has pushed for a project to procure a second high-performance frigate instead, which will be built in Thailand by transferring technology.
(AAG)
26 April 2023
Republik Ceko Ingin Memasok Lebih Banyak Pesawat dan Radar ke Vietnam
26 April 2023
Pesawat tempur ringan L-39NG pesanan Vietnam (photo : Aero)HANOI, (Reuters) - Vietnam sedang dalam pembicaraan dengan Republik Ceko untuk pasokan peralatan militer, termasuk pesawat terbang, radar, upgrade kendaraan lapis baja dan senjata api, kata sumber pemerintah Ceko kepada Reuters, karena Hanoi bertujuan untuk mendiversifikasi persenjataannya yang sebagian besar milik Rusia.
Keamanan adalah salah satu topik utama yang dibahas dengan para pemimpin Vietnam oleh Perdana Menteri Ceko Petr Fiala dalam kunjungan tiga hari pekan lalu, kata pejabat tersebut, mencatat bahwa perusahaan keamanan adalah komponen terbesar dari delegasi bisnis yang mendampingi Fiala.
Bekas negara satelit Soviet itu dipandang memiliki posisi yang baik untuk memenuhi beberapa kebutuhan keamanan Vietnam yang terus meningkat karena perusahaan militernya unggul dalam memperbaiki peralatan Rusia dan sering memproduksi peralatan baru yang kompatibel dengan senjata warisan Soviet - suatu keterampilan yang sangat dihargai di Vietnam, di mana 80% persenjataan lokal diperkirakan berasal dari Rusia.
Selama dua dekade terakhir, Praha telah memposisikan dirinya sebagai pemasok utama senjata Uni Eropa ke Vietnam, menurut data dari think-tank SIPRI Stockholm.
Tambahan pesawat tempur ringan
Hanoi memesan selusin pesawat tempur ringan L-39NG pada tahun 2021 dari pabrikan Ceko Aero Vodochody, dengan pengiriman akan dimulai tahun ini. Ada pembicaraan untuk mengirimkan lebih banyak pesawat seperti itu, kata sumber itu, yang menghadiri pertemuan tingkat tinggi dan meminta untuk tidak disebutkan namanya karena pembicaraan itu bersifat internal.
Di akhir pertemuan antara Fiala dan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, pemerintah Vietnam mengatakan "kedua pemimpin sepakat untuk meningkatkan kerja sama pertahanan-keamanan", di antara bidang lainnya.
Pejabat itu mengatakan bahwa Praha dapat mendukung transfer teknologi senjata dan manufaktur lokal jika kesepakatan pasokan yang signifikan tercapai.
Dari 15 perusahaan yang tergabung dalam delegasi bisnis Ceko, empat di antaranya adalah perusahaan keamanan. Mereka adalah Cekoslovakia Group, Colt CZ Group, Omnipol dan STV Group, kata pejabat itu.
Omnipol memiliki saham minoritas di Aero Vodochody dan memiliki Aircraft Industries, pembuat pesawat kargo L 410 NG Ceko, yang penjualannya juga dibahas minggu lalu dengan pejabat pengadaan militer Vietnam, kata pejabat itu.
Pembicaraan serupa diadakan dalam beberapa hari terakhir dengan pejabat sipil Indonesia dan mitra Filipina, sebagai bagian dari tur delegasi Ceko ke negara-negara Asia.
Pejabat Omnipol juga mengadakan pembicaraan di Vietnam tentang kemungkinan penjualan radar penggunaan ganda untuk dipasang di bandara sipil dan militer, kata pejabat itu.
Di Hanoi, STV Group dan Cekoslovakia Group membahas kemungkinan kontrak untuk meng-upgrade tank buatan Soviet dan kendaraan lapis baja Vietnam dengan teknologi canggih termasuk peralatan komunikasi.
Di bawah kontrak tersebut, perusahaan juga dapat menyediakan suku cadang dan pemeliharaan, kata sumber tersebut, mencatat bahwa pembicaraan masih awal dan tidak ada kesepakatan baru yang ditandatangani minggu lalu.
"Anda tidak punya banyak pilihan jika ingin mempertahankan peralatan lama Soviet tetap berfungsi. Dan mungkin melakukannya dengan cara yang lebih canggih," kata Duta Besar Ceko untuk Hanoi Hynek Kmonicek kepada Reuters.
Seorang eksekutif di Excalibur Army, yang merupakan bagian dari Cekoslovakia Group, mengatakan pembicaraan tentang kemungkinan pengiriman kendaraan lapis baja baru, peluncur roket, dan howitzer berjalan sangat lambat.
Kemungkinan penjualan senjata api juga didiskusikan dengan Colt CZ Group, perusahaan induk Ceko yang memiliki pembuat karabin dan senapan AS yang telah lama berdiri, kata sumber itu.
(Reuters)