19 Mei 2024

High-Level Delegation from PT PAL Visited LUNAS Shipyard

19 Mei 2024

Delegation from PT PAL visited  the Lumut Naval Shipyard Sdn Bhd (photos: LUNAS)

Following the signing of a Memorandum of Understanding (MoU) at the Defence Services Asia (DSA) Exhibition & Conference 2024 and National Security (NATSEC) 2024 event, a high-level delegation from PT PAL Indonesia visited the Lumut Naval Shipyard Sdn Bhd (LUNAS) shipyard on May 8th, 2024.


The delegation, led by PT PAL Indonesia's Marketing Director, Mr. Willgo Zainar, included Mr. Teguh Supriyantoro, General Manager of Marketing, and Ms. Emira Noor Shakina Octavia, Marketing Manager. They were received by their counterparts from LUNAS: Mr. Syed Ahyattudin Shid Idris, Head of LUNAS Shiprepair, Ir. Muhammad Hanif Muhammad, Head of Corporate Strategy and Development, and Mr. Muhammad Aidil Abu, Deputy Project Director of Littoral Combat Ship (LCS).


This visit signifies a commitment by both companies to strengthen ties and collaborate for mutual benefit. The MoU lays the groundwork for future cooperation in shipbuilding, with a focus on developing innovative solutions and driving advancements in the industry. Through this partnership, LUNAS and PT PAL Indonesia aim to bolster maritime capabilities in Southeast Asia, thereby contributing to regional security and economic growth within the maritime sector.


The collaboration presents exciting opportunities for expertise sharing, technology transfer, and joint research and development initiatives. By working together, LUNAS and PT PAL Indonesia hope to push the boundaries of the maritime and defense industry, ushering in a new era of excellence and progress. This partnership not only strengthens bilateral relations between the two companies but also underscores their shared commitment to promoting maritime interests in the region.

18 Mei 2024

HMAS Anzac (III) Farewelled After 28 Years of Service

18 Mei 2024

HMAS Anzac (III)-150 (photo: Aus DoD)

he Royal Australian Navy’s First Lady of the Fleet, HMAS Anzac (III), has been farewelled after 28 years of service during a decommissioning ceremony at her home port of HMAS Stirling in Perth.

​HMAS Anzac - the longest-serving commissioned vessel in the Navy - was farewelled by many crew who have called her home over 28 years of service.

​The decommissioning recognises the stories of bravery, service, and sacrifice of the ship and her company.

​Commissioned on 18th May 1996, HMAS Anzac is the third Royal Australian Navy ship to carry the name of the Australian legend.

​Anzac was granted freedom of entry to the City of Albany, Western Australia, the departure port for the original ANZAC contingent, and has forged a close association with the City of Rockingham over many years.

​The ship participated in many deployments and operations during its service, most famously when she was deployed to the Gulf region in October 2002, and was part of what is now known as ‘Five Inch Friday’, the first time that the Royal Australian Navy had engaged in combat naval gunfire support since the Vietnam War.

​Decommissioning HMAS Anzac will pave the way for the long-term investment in enlarging and enhancing Navy’s fleet, in response to the recommendations made by the Independent Analysis of Navy’s Surface Combatant Fleet.

Quotes attributable to Chief of Navy Australia, Vice Admiral Mark Hammond, AO, RAN:
​“HMAS Anzac’s motto is ‘united we stand’ and I am very proud to say that the personnel and veterans who have served on board have stood united to protect Australia’s maritime interests within the region.

​“An Australian warship is a strategic capability, but it is also a home, a sanctuary for those in peril on the sea and a floating embassy representing Australia abroad.

​“Thousands of men and women have called this ship home since it was commissioned in 1996, and for some, HMAS Anzac represents key milestones in their lives and I thank each and every one of them, and their families for their support.”

KSAL: TNI AL Berupaya Rampungkan Renstra dan Postur Kekuatan ke Depan

17 Mei 2024

Rencana postur TNI AL (photo: istimewa)

Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali menyebut TNI AL pada 2024 berupaya merampungkan dua dokumen strategis-nya pada 2024, yaitu Rencana Strategis (Renstra) TNI AL 2025–2029 dan Postur Pembangunan Kekuatan TNI AL 2025–2044.

KSAL menjelaskan dua dokumen itu nantinya menjadi pedoman pembangunan kekuatan TNI AL ke depan, terutama setelah berakhirnya pembangunan kekuatan pokok minimum (MEF) pada akhir 2024.

"Tahun ini merupakan tahap terakhir dalam mewujudkan kekuatan pokok minimum, yang artinya 2024 juga menjadi awal untuk menyiapkan dua dokumen strategis TNI AL, yaitu Postur Pembangunan Kekuatan TNI AL 2025–2044 dan Rencana Strategis TNI AL 2025–2029," kata Laksamana Ali saat memberi sambutan pada acara seminar internasional "Future Submarine" di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan dokumen strategis itu yang saat ini masih disusun TNI AL juga berpedoman kepada visi Indonesia menjadi negara maju pada 2045, yang juga disebut dengan Visi Indonesia Emas 2045.

Dalam mendukung Indonesia Emas 2045, TNI AL dalam postur pembangunan kekuatan sampai 2044 juga mengangkat visi untuk menjadi angkatan laut yang modern, menggentarkan di kawasan (regionally-deterrent), dan berproyeksi global (globally-projected).

"Visi itu mengakui ke depan TNI AL bakal menghadapi ragam tantangan dan risiko yang berkembang pesat, yang kompleks, dan tak dapat diprediksi baik dalam lingkup global, regional, maupun nasional. Oleh karena itu, TNI AL pun dituntut untuk tangkas, adaptif, dan punya resiliensi yang baik," kata Laksamana Ali.

Gambaran usulan sejumlah alutsista TNI AL dalam paparan yang pernah disampaikan Kasal (photo: Pasmar1)

Dia mencontohkan konflik dan ketegangan yang saat ini terjadi baik di tingkat global seperti pandemi COVID-19, perang Rusia-Ukraina, perang Israel-Hamas, krisis di Laut Merah, atau pun di tingkat kawasan seperti ketegangan di Selat Taiwan dan Laut China Selatan, kemudian di dalam negeri ada masalah keamanan di Papua merupakan gambaran lingkungan strategis saat ini yang dinamis dan kompleks.

Tidak hanya itu, kompleksitas itu juga ditemukan pada kemajuan teknologi pertahanan yang saat ini terlihat dari penggunaan teknologi berbasis siber, kecerdasan buatan (AI), dan persenjataan/alutsista nirawak (unmanned system).

Faktor-faktor itu, menurut KSAL, turut mempengaruhi perencanaan pembangunan kekuatan TNI AL baik dalam dokumen renstra-nya maupun postur pembangunan kekuatannya untuk jangka panjang.

Terkait itu, KSAL menyoroti secara khusus penguasaan teknologi kapal selam dalam rencana pembangunan kekuatan TNI AL. Ali menilai penguasaan teknologi kapal selam modern merupakan simbol angkatan laut yang maju. KSAL pun berpendapat penting bagi industri pertahanan dalam negeri untuk menguasai teknologi itu dan membangun kemandirian untuk memproduksi kapal selam ke depannya.

Oleh karena itu, dia yakin seminar yang membahas secara khusus proyeksi teknologi masa depan kapal selam (future submarine) yang digelar oleh Yayasan Hiu Kencana dapat menjadi masukan yang berharga bagi TNI AL dalam penyusunan renstra dan postur kekuatannya.

"Melihat kondisi TNI AL saat ini, kita membutuhkan upaya yang komprehensif untuk membangun kekuatan kapal selam yang efektif," tutur Laksamana Ali.

Royal Thai Navy Setuju Memasang Mesin China di Kapal Selam Barunya

18 Mei 2024

Kapal selam S-26T yang diminati Thailand berbasis dari  Type 039A/Yuan class (photo: SCMP)

Panel kerja gabungan dari kementerian pertahanan Thailand dan China telah sepakat untuk melanjutkan kesepakatan pengadaan kapal selam yang kontroversial dan membolehkan kapal selam tersebut dipasang dengan mesin China.

Menurut sumber yang mengetahui negosiasi tersebut, kedua belah pihak telah sepakat untuk melanjutkan akuisisi kapal selam, bukan menggantikannya dengan kapal fregat.

Jenderal Somsak Rungsita, penasihat Menteri Pertahanan Sutin Klungsang, memimpin perundingan pihak Thailand yang diadakan di Kementerian Pertahanan pada hari Selasa dan Rabu.

Pihak China terdiri dari perwakilan dari China State Shipbuilding Corporation (CSSC)Bureau of Military Equipment and Technology Cooperation (BOMETEC), dan State Administration of Science, Technology and Industry for National Defence (SASTIND).

Sumber tersebut mengatakan Sutin juga hadir dalam pembicaraan Selasa tersebut.

Negosiasi terfokus pada apakah kesepakatan untuk membeli kapal selam harus diubah menjadi fregat karena CSSC tidak dapat memperoleh mesin diesel MTU 396 Jerman untuk dipasang di kapal selam seperti yang disyaratkan dalam kontrak awal.

Kedua belah pihak sepakat bahwa jika kesepakatan kapal selam dibatalkan dan diganti dengan kapal fregat, hal itu akan menimbulkan lebih banyak masalah daripada keuntungan bagi pihak Thailand. Ditambah lagi, pembayaran yang telah dilakukan Angkatan Laut Kerajaan Thailand terhadap kapal selam tersebut hanya dapat dikembalikan sebagian, kata pihak China.

Sementara itu, pembicaraan berakhir dengan kedua belah pihak sepakat bahwa kesepakatan kapal selam harus dipertahankan demi hubungan bilateral jangka panjang.

Pihak China mengatakan mereka akan menebus pelanggaran kontrak dengan menyediakan peralatan relevan gratis kepada Thailand, seperti simulator pelatihan, dan juga akan memberikan asuransi dan pelatihan kepada perwira angkatan laut Thailand.

Sumber tersebut mengutip perunding China yang mengatakan bahwa paket kompensasi tersebut akan bernilai beberapa ratus juta baht, namun tidak akan mengungkapkan rincian paket tersebut sebelum paket tersebut bersifat final.

Kementerian Pertahanan akan menyerahkan ringkasan negosiasi kepada Perdana Menteri Srettha Thavisin dan Kabinet untuk disetujui.

Persetujuan kabinet diperlukan karena kontrak awal harus diubah dalam dua hal utama. Pertama, harus diperpanjang 1.200 hari lagi, dan kedua, harus diubah agar kapal selam bisa dipasang dengan mesin CHD620 buatan China.

Pihak Thailand yakin bahwa mesin CHD620 telah disertifikasi oleh Masyarakat Klasifikasi/Classification Societies dan Pakistan juga telah membeli kapal selam dengan mesin CHD620.

Sumber tersebut menambahkan bahwa perunding China menerima permintaan Thailand, namun tidak menggunakan kata “kompensasi”. Sebaliknya, kata mereka, tuntutan tersebut harus terlebih dahulu disetujui oleh komite militer pusat China. Para perunding juga berjanji akan meminta pemerintah China untuk membeli produk pertanian Thailand sebagai bagian pembayaran atas kapal selam tersebut.

Namun, pihak China mengatakan kesepakatan itu akan lebih jelas jika Thailand mengubah kontraknya terlebih dahulu.

Proyek pengadaan kapal selam Angkatan Laut Kerajaan Thailand mengalami kemunduran besar ketika Jerman menolak memasok mesin diesel untuk kapal tersebut. Hukum Jerman membatasi penggunaan mesin buatan Jerman pada senjata yang dibuat oleh negara asing.

(The Nation)

17 Mei 2024

NZ Boosts Defence Budget to Upgrade Equipment

17 Mei 2024

Budget package $571 million, most of it over four years (photo: NZDF)

$571 million for Defence pay and projects

Defence Minister Judith Collins today announced the upcoming Budget will include new funding of $571 million for Defence Force pay and projects.

“Our servicemen and women do New Zealand proud throughout the world and this funding will help ensure we retain their services and expertise as we navigate an increasingly unstable environment,” Ms Collins says.

“Of the additional funding, $163 million will go to improving remuneration for New Zealand Defence Force personnel and $408 million to upgrading equipment and infrastructure.

“NZDF personnel are at the frontline of New Zealand’s security but they cannot do their jobs without the right equipment and conditions.”

The additional funding includes $99 million of savings found from within the NZDF budget.

“Subject to Cabinet approval, a project will begin to replace the Unimog and Pinzgauer trucks, the NZDF’s workhorses, and most frequently deployed vehicles. Replacement vehicles will have integrated communications that will enhance interoperability with regional and global partners, such as Australia, Canada, the United Kingdom and the United States.”

The other projects for which funding has been allocated through Budget 24, subject to Cabinet approval, are:

-The next phase of an upgrade to the NH90 helicopter navigation systems and radios;
-upgrading the regional supply facility and logistics model at Linton Military Camp;
-modernising devices and productivity tools;
-upgrading some digital services; and
-improving national maritime domain awareness.

The Budget will also fund the leasing of 35 homes for Devonport Naval Base personnel.

“Together these remuneration increases and projects will help boost our economy while ensuring New Zealand is ready, willing and – crucially - able to play its part internationally,” Ms Collins says.

“The world is increasingly unstable. We have only to look at events in the Ukraine and Middle East to see how quickly people’s lives can change.

“This Budget announcement is a signal that New Zealand is ready to step up and play its part to protect the freedoms that so many of us take for granted.

“The next step is to consider options for an updated Defence Capability Plan which will shape our future investment decisions around the equipment we need as we step up.”

Lumut Naval Shipyard Awarded Contract to Refit KD Jebat

17 Mei 2024

KD Jebat FFGH-29 (photo: Benarnews)

Lumut Naval Shipyard Sdn Bhd (LUNAS) has been awarded a contract to refit the Royal Malaysian Navy (RMN) vessel KD JEBAT as part of the ongoing refit programme for RMN vessels. The Letter of Acceptance (LOA) was signed and announced on the third day of Defence Services Asia (DSA) Exhibition & Conference 2024 and National Security (NATSEC) Asia 2024.

Ir. Azhar Jumaat, CEO of LUNAS, signed the LOA on behalf of the company. Representing the Ministry of Defence (MINDEF) was Secretary General Datuk Seri Isham Ishak. The signing ceremony was witnessed by Defence Minister Datuk Seri Mohamed Khaled Nordin.

LUNAS expressed its commitment to delivering excellence in the project, upholding its reputation within the maritime and defense industries.

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

17 Mei 2024

TNI AL membutuhkan kapal selam interim untuk menjaga kesiapan tempurnya (photo: Marina Militare)

JAKARTA, KOMPAS.com - Analis militer dan pertahanan dari Semar Sentinel, Alman Helvas Ali menilai, sebuah pilihan logis apabila TNI Angkatan Laut (AL) membutuhkan kapal selam interim sembari menunggu pembangunan dua unit kapal selam Scorpene. 

Alman mengatakan, kebutuhan kapal selam interim menunjukkan keterdesakan TNI AL saat ini untuk memiliki kapal selam yang siap operasi. 

Sebab, tiga kapal selam kelas DSME 209/1400 yang dibeli Indonesia dari Korea Selatan mengalami masalah operasional. 

Tiga kapal selam itu yakni KRI Nagapasa-403, KRI Ardadedali-404, dan KRI Alugoro-405. 

“Akibat masalah teknis tersebut, tingkat kesiapan ketiga kapal selam untuk beroperasi tidak dapat diandalkan,” kata Alman kepada Kompas.com, Kamis (16/5/2024). 

Di sisi lain, kontrak akuisisi dua kapal selam Scorpene Evolved dari Naval Group, Perancis, memerlukan waktu hingga kapal tersebut diserahkan kepada Kementerian Pertahanan RI. 

“Dihadapkan dengan kondisi kesiapan tiga kapal selam kelas DSME 209/1400 yang tidak dapat diandalkan, begitu pula dengan kesiapan satu kapal selam kelas HDW 209/1300 yang rendah (KRI Cakra), menjadi hal yang logis bila TNI AL memerlukan kapal selam interim untuk menunggu penyerahan pesanan dua kapal selam kelas Scorpene Evolved,” kata Alman. 

Namun, Alman menilai, pembelian kapal selam ini perlu masuk dalam Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri Jangka Menengah (DRPLN-JM) 2025-2029. 

“Hal demikian penting. Sebab, pembelian kapal selam interim hanya bisa menggunakan skema pinjaman luar negeri mengingat APBN tahunan Kementerian Pertahanan tidak akan cukup untuk mendanai kegiatan tersebut,” ujar Alman.

Alman menambahkan, kontrak pengadaan kapal selam interim pun perlu dicermati. 

“Apakah mekanisme penjualan menggunakan skema G-to-G ataukah B-to-G? Kalau B-to-G, apa alasan Indonesia memilih skema tersebut? Apakah pihak swasta yang terlibat dalam kontrak memiliki kredibilitas dan rekam jejak yang bagus dalam bisnis perdagangan pertahanan atau tidak?” ucap dia. 

Sebelumnya, Kepala Staf TNI AL (KSAL) Laksamana Muhammad Ali mengatakan bahwa Indonesia tidak menutup menjajaki pembelian kapal selam interim atau sementara, sembari menunggu pengerjaan kapal selam Scorpene selesai. 

Sebab, Ali memprediksi, pembangunan kapal Scorpene akan memakan waktu lebih kurang tujuh tahun. 

“Untuk membangun Scorpene membutuhkan waktu 7 tahun, 5–7 tahun. Untuk itu kita harus ada kapal selam interim, itu tidak menutup kemungkinan,” kata Ali menjawab pertanyaan Kompas.com saat acara doorstop di sela-sela seminar “Future Submarine” di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (14/5/2024). 

Saat ini, Indonesia baru memiliki empat kapal selam dari jumlah idealnya 12. 

Untuk melengkapi kebutuhannya, Indonesia berencana membangun dua unit kapal selam Scorpene. 

Diketahui, Indonesia menandatangani kontrak pengadaan dua unit kapal Scorpene. Tanda tangan kontrak dilakukan oleh Kementerian Pertahanan RI, Naval Group, dan PT PAL Indonesia di Kantor Kemenhan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/3/2024) lalu.