LIPI Luncurkan Radar Pengawas Pantai
Kepala LIPI Prof. Dr. Umar Anggara mengamati radar ISRA saat peluncuran di Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna Subang, Kamis (20/8).
LIPI Luncurkan Radar Pengawas Pantai (photo : Gatra)
SUBANG (SI) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meluncurkan prototipe radar pengawas pantai (Indonesian sea radar) saat merayakan ulang tahunnya yang ke-42 di Balai Besar Pembangunan Teknologi Tepat Guna (B2PTTPG),Subang,kemarin.
Radar yang diberi nama Indonesian Scientific Journal Database (ISRA) ini merupakan prototipe I dan satu-satunya radar pengintai kapal asing ilegal di perairan hasil karya anak bangsa. Selain untuk mengidentifikasi keberadaan kapal asing ilegal yang berlayar di perairan Indonesia, radar ini juga bisa mendeteksi aksi perompak dan kejahatan lainnya serta untuk mendeteksi terjadinya kecelakaan.
“Teknologi ini bisa mendeteksi kapal-kapal yang berada di wilayah perairan kita, sehingga kalau ada kapal asing ilegal dan kecelakaan laut, kita bisa mendeteksi. Misalnya, ada kapal yang hilang,kita bisa pantau apakah tenggelam atau apakah karena sebab lainnya,” ungkap Kepala Bidang Telekomunikasi Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI Mashury Wahab. Koordinator yang membidani pembuatan teknologi ini memaparkan, radar pengawas pantai itu mulai diteliti sekitar 20 ahli pertengahan 2006 dengan menghabiskan dana sekitar Rp4 miliar.
Radar itu sudah diuji coba di laboratorium LIPI, Lapangan TNI Cimahi, dan pada Agustus-November 2009 akan diuji coba kembali di Cilegon,Banten. Mashury mengungkapkan, sistem kerja radar ini adalah dengan memanfaatkan sinyal yang ada di alat dengan dipancarkan ke objek (kapal). Kemudian, sinyal dipantulkan balik ke objek penerima (radar) dengan frekuensi diturunkan dari 9,4 GHz menjadi 2 MHz. Hasil pemantulan balik ini akan diubah menjadi data digital untuk diolah di komputer.
Data inilah yang kemudian digunakan untuk mencari posisi kapal. Kehebatan lain dari radar ini, ujar Mashury, adalah menggunakan teknologi Frequency Modulated Continuous Wave (FM-CW). Sehingga,konsumsi daya dan ukuran radar yang dipergunakan jauh lebih kecil dari radar biasa.Namun, jelas Mashury, jarak jangkauan kerja radar ini justru semakin luas, yakni dengan diameter cover area mencapai 64 km. Dengan kehadiran radar ini, kata Mashury, akan mampu meningkatkan pengawasan daerah perairan Indonesia.
Apalagi, radar yang dimiliki Indonesia saat ini baru sekitar 30 unit yang dipasang di sepanjang perairan Indonesia. Padahal, untuk mengintensifkan pengawasan keamanan perairan, idealnya dibutuhkan sedikitnya 96 unit radar. Semua radar itu, ujar dia,merupakan buatan luar negeri. Meski demikian, Mashury mengaku, sampai tahun 2011 mendatang, LIPI hanya mampu memproduksi tiga unit radar jenis prototipe I ISRA tersebut.Hal itu disebabkan harga komponen penyusun radar cukup mahal serta waktu pembuatannya yang cukup lama.
Tahun depan, ungkap dia,TNI AL juga meminta dibuatkan radar untuk perlengkapan operasional kapal dengan fasilitas perlengkapan lebih variatif. “Radar yang kita buat untuk TNI AL itu dengan versi lain, seperti radar untuk memantau di udara dan memandu penembakan,” jelasnya.
Kepala LIPI Umar Anggara Jenie menjelaskan, radar pengawas pantai ini memiliki peranan penting untuk aplikasi sipil maupun militer. Sebab, menurut dia, radar ini dapat digunakan untuk mengatur lalu lintas transportasi laut dan udara. (annas nashrullah/sofian dwi)
(Seputar Indonesia)
Baca Juga :
LIPI Luncurkan ISRA, Radar Pantai Buatan Indonesia
SUBANG, KOMPAS.com - Indonesian Sea Radar (ISRA) radar pengawas pertama milik Indonesia hasil ciptaan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akhirnya diluncurkan. Ini merupakan radar yang dapat digunakan untuk membantu pengaturan transportasi laut dan udara, pengamatan cuaca, pemetaan wilayah, serta navigasi.
"Selain itu dapat digunakan untuk aplikasi pertahanan keamanan (militer) seperti pemandu rudal dan pengunci sasaran," ucap Kepala LIPI Prof. dr. Umar Anggara Jenie saat peluncuran radar tersebut yang merupakan bagian dari peringatan hari ulang tahun LIPI ke-42 di Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna (B2PTTG) LIPI Subang, Jawa Barat. Ikut hadir dalam acara para pejabat LIPI.
Prof. Umar mengatakan, radar ISRA merupakan bukti bahwa tenaga ahli dalam negeri mampu membuat peralatan dengan teknologi tinggi. "Ini mendukung kemandirian membuat alat-alat strategis. Belum lagi prosedur pembelian radar luar negeri sulit dan harganya mahal," jelasnya.
Kepala Bidang Elektronik dan Telekomunikasi LIPI dr. Mashury Wahab mengatakan, penelitian untuk membuat radar tersebut dilakukan selama 3 tahun oleh satu tim berjumlah 20 orang dengan memakan biaya sekitar Rp 3 milyar. Sebelumnya, para peneliti diberikan bantuan oleh pemerintah Belanda untuk pelatihan dasar di Delft University of Technologi the Netherlands yang kemudian diaplikasikan dan dikembangkan di Indonesia.
Radar dengan panjang 2 meter dan lebar 1 meter, berat sekitar 200 kg, serta jangkauan deteksi hingga 64 km tersebut, paparnya, telah menggunakan teknologi Frequency-Modulated Continuous (FM-CW) yang konsumsi daya listrik lebih rendah dan ukuran radar lebih kecil dibanding radar yang digunakan di Indonesia.
"Radar yang digunakan instansi-instansi pemerintah teknologinya ketinggalan, daya (listrik) dan ukurannya juga besar. Kalau radar ISRA biaya operasional dan perawatannya jauh lebih rendah," ujar dia.
60 persen komponen radar, ungkapnya, masih di impor sehingga menjadi hambatan dalam proses pembuatan karena harus menunggu masuknya komponen.
Uji coba radar sudah dilakukan di Cilegon dengan mendeteksi kapal-kapal yang melintasi selat sunda. Menurutnya, produksi masal untuk radar tersebut diharapkan dapat dilakukan pada 2011 setelah melalui proses penyempurnaan.
"Tahap selanjutnya pada akhir tahun ini, kita akan buat radar mobile yang bisa dibawa kemana-mana. Tahap terakhir tahun 2011 kita akan buat jaringan dengan beberapa radar yang terkoneksi dan bisa dipantau dari pusat tanpa harus ke lapangan," jelas dia.
Untuk harga jual, lanjut dia, diperkirakan lebih murah 50 persen dibanding radar pesaing dari negara Polandia yang dibandrol Rp 9 milyar.
Radar Versi Militer
Lebih lanjut Mashury menjelaskan, LIPI sudah ditugaskan oleh Kementrian Negara Riset dan Teknologi untuk membuat radar versi militer dengan teknologi yang sama untuk dipasang di kapal milik TNI AL pada tahun 2010. "Saat ini semua radar di kapal TNI AL masih impor. Hanya radar dan senjata saja memakan 55 persen dari total harga kapal," ucapnya.
Selain TNI AL, katanya, berbagai pihak mulai tertarik menggunakan radar tersebut seperti Badan Koordinasi Keamanan Laut, Departemen Perhubungan, pihak swasta untuk pengawas pelabuhan, dan beberapa pihak asing. "Di Asia Tenggara cuma kita yang bisa buat (radar)," ujarnya.
(Kompas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar