21 Juli 2016
Radar Kohanudnas buatan Weibel, Denmark (photo : defence.pk)
Menhan: Pembelian Alutsista bukan Berdasarkan Selera
MENTERI Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan ke depan pembelian alat utama sistem pertahanan (alutsista) harus sesuai dengan prioritas.
"Karena yang dulu itu ada, beli tapi tidak bisa dipakai karena sudah tua. Ke depan tidak boleh lagi," ujar Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/7).
Pihaknya tidak menyebutkan secara rinci perihal kebutuhan alutsista yang menjadi prioritas saat ini. Menurut Ryamizard, penentuan pembelian alutsista tidak bisa hanya berdasarkan selera. Idealnya, kata dia, paling tidak mendekati minimum essential forces (MEF).
"Kita sedang kaji, tidak boleh kira-kira. Harus kumpul setiap angkatan dan sinkronkan apa yang harus kita lakukan dan penuhi paling tidak untuk lima tahun ke depan. Kita tidak akan beli, beli tapi tidak bisa dipakai," tandasnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil menambahkan bahwa dana yang dianggarkan untuk mewujudkan MEF mencapai sebesar Rp150 triliun.
"Per lima tahun ada desain awal untuk mencapai MEF, kira-kira lima tahun butuh 150 triliun tapi DPR minta ditingkatkan," papar Sofyan. (Media Indonesia)
Presiden Jokowi: Ubah pola belanja alutsista jadi investasi
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan perlu ada terobosan baru untuk mengubah pola belanja alat utama sistem senjata (alutsista) militer dan polisi menjadi investasi pertahanan Indonesia ke masa depan.
"Silakan dihitung, silakan dikalkulasi, mana yang memberikan keuntungan kepada kepentingan nasional kita jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang," kata Presiden saat memimpin rapat terbatas membahas alutsista di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu.
Menurut Presiden, banyak sekali negara sahabat yang menginginkan kerja sama dalam pengadaan alutsista ke Indonesia, dan tranfer teknologi dalam pengadaan alutsista sudah menjadi hal biasa.
"Ini biasa, sekarang semua nawarin itu. Mulai desain bersama yang akan memungkinkan hak cipta atas alutsista baru dimiliki industri nasional, dan juga realokasi fasilitas-fasilitas produksi mereka dari negara-negara produsen ke Indonesia," kata Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, Presiden mengharapkan berbagai tawaran kerja sama di bidang pengembangan alutsista tersebut harus dioptimalkan sehingga ada terobosan baru dalam pengadaan alat-alat pertahanan nasional.
"Terobosan baru itu juga harus mengubah pola belanja alutsista kita menjadi investasi pertahanan kita ke depan," ujar Presiden.
Presiden Jokowi juga menekankan bahwa pengadaan alutsista harus memperhatikan pendekatan daur hidupnya.
"Tidak boleh lagi membeli pesawat tempur tanpa berhitung berkalkulasi biaya daur hidup alutsista tersebut dalam 20 tahun ke depan," kata Presiden.
Untuk memperkuat indusri pertahanan nasional, Presiden menegaskan bahwa proses pengadaan alutsista harus dimulai dari interaksi antara pemerintah dengan pemerintah (government to government/G to G) guna memangkas adanya perantara yang menggelembungkan (mark up) harga transaksi.
"Memangkas perantara yang saya kira di situ adalah kecenderungan mark up harga, dan proses G to G ini akan memperkuat pakta integritas untuk membentuk zona toleransi nol terhadap praktik-praktik korupsi yang ada di negara kita," demikian Presiden Jokowi. (Antara)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar