17 Agustus 2017
Pesawat N-219 (photo : LAPAN)
Antarajabar.com - Biaya pembuatan dan pengembangan Purwarupa Pertama Pesawat N219 yang digagas oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mencapai Rp827 miliar.
"Telah kami keluarkan semuanya pada saat ini sekitar Rp827 miliar, itu terdiri dari anggaran LAPAN dan PT DI," kata Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso pada jumpa pers 'first flight' Purwarupa Pertama Pesawat N219 di Bandung, Rabu.
Menurut dia sejak perencanaan hingga proses uji terbang perdana, Pesawat N219 telah menghabiskan biaya sekitar 62 juta dolar AS atau setara Rp827 miliar.
Budi mengatakan proses ini masih memerlukan sejumlah tes berikutnya serta penyempurnaan. Total anggaran yang dikeluarkan diperkirakan mencapai Rp1 triliun.
Anggaran pembuatan pesawat ini, kata dia, jauh lebih murah dibandingkan pesawat terdahulunya N219. Biaya persiapan dan pengembangan N250 mencapai 25 kali lipat dari N219 atau mencapai sekitar 1,8 miliar dolar.
"Jadi, anggaran sekitar 62 juta dollar ini kecil kalau dibandingkan program N250 yang menghabiskan 25 kali lebih dari program ini," ujarnya.
PT DI, menurut dia, memang mendesain pesawat murah yang disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki pemerintah.
"Hal ini agar tidak membebani pemerintah yang juga ingin mengembangkan pesawat karya anak bangsa sendiri," kata dia. (Antara)
N219 Butuh 300 Jam Terbang untuk Dapat Type Certificate
Bandung - Pesawat N219 sukses menjalani flight test (tes terbang) perdana selama 20 menit. Butuh waktu 300 jam terbang untuk pesawat N219 sebagai syarat mendapatkan type certificate.
Type certificate adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat. Sertifikat ini dikeluarkan oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPP) Kementerian Perhubungan.
"Untuk mencapai 300 jam terbang diperkirakan membutuhkan biaya Rp 200 miliar," kata Dirut PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso di kantornya, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (16/8/2017).
Budi menjelaskan biaya Rp 200 miliar itu untuk operasional selama penerbangan 300 jam. Sebab, sambung dia, diperkirakan satu kali penerbangan mengeluarkan biaya sebesar Rp 240 juta.
Menurutnya biaya tersebut akan segera dipersiapkan oleh PTDI bersama dengan LAPAN. Sehingga, sambung dia, sertifikasi yang dibutuhkan pesawat N219 bisa didapat pada tahun 2018.
Pesawat N-219 (photo : Detik)
"Selanjutnya tahapan serial production pada tahun 2019. Nantinya pesawat N219 sudah siap dan laik untuk memasuki pasar, dengan prioritas memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang kompetitif," ungkap dia.
Proses untuk bisa mendapatkan sertifikasi ini sangat panjang. Mulai dari serangkaian pengujian dari wing static test, landing gear drop test, functional test engine off, medium speed taxi dan pada tanggal 09 Agustus 2017.
Purwarupa pesawat pertama N219 menjalani pengujian high speed taxi dan hopping yaitu pengujian berjalan dengan kecepatan tinggi di landasan dan mengangkat roda depan, kemudian mendarat lagi.
Pengujian hopping merupakan pengujian yang diibaratkan pesawat seperti melompat dengan mengangkat roda depan, kemudian mendarat lagi. Pengujian ini untuk memastikan sistem avionik, sistem hidrolik dan sistem permesinan telah siap dan berfungsi dengan baik untuk mendukung pesawat bisa terbang. (Detik)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Semua ini terlaksana berkat bang mail (@ismail raditya) yang taat membayar pajak
BalasHapusVeey Bagus Indonesia
BalasHapusKecil kecil cabe rawit
BalasHapusMesti segera dibuat verdi dg float untuk jadi sea plane. Twin Otter dg versi float menguasai pasar di negeri kepulauan. Verdi itu banyak diambil untuk kepentingan resort2 di Maldives, Scycelles, Mauritius dan resort2 pacific seperti di Tahiti..big market for this class.
BalasHapus