25 September 2025

Kerajaan Jepun Serahkan Drone Kepada ATM

25 September 2025

Angkatan Tentera Malaysia menerima hibah 14 pesawat tanpa awak (UAV) dari Jepang (photo: ATM)

KUALA LUMPUR – Menteri Pertahanan, YB Dato’ Seri Mohamed Khaled Nordin telah menyempurnakan majlis penyerahan pesawat tanpa pemandu (Unmanned Aerial Vehichle – UAV) daripada Kerajaan Jepun kepada Angkatan Tentera Malaysia (ATM) di bawah inisiatif Official Security Assistance (OSA) sebagai simbolik kukuhnya hubungan strategik pertahanan antara kedua buah negara. Majlis ini telah berlangsung di Auditorium Binary, Kompleks Haigate ATM serta disaksikan  Duta Besar Jepun ke Malaysia, H.E. Shikata Noriyuki; Panglima Tentera Darat, Jeneral Tan Sri Dato’ Sri Muhammad Hafizuddeain bin Jantan yang mewakili Panglima Angkatan Tentera; serta kepimpinan tertinggi ATM termasuk Timbalan Panglima Tentera Laut dan Timbalan Panglima Tentera Udara.

UAV hibah dari Jepang kepada ATM (photo: Malaysia Gazette)

Sumbangan bernilai 400 juta Yen (RM12.63 juta) ini adalah hasil persetujuan Mesyuarat Jemaah Menteri pada Disember 2023 yang menerima geran daripada Jepun untuk peralatan bukan persenjataan. Perjanjian tersebut dimeterai melalui Exchange of Notes antara Kerajaan Malaysia dengan Japan International Cooperation System (JICS).

UAV hibah dari Jepang kepada ATM (photo: AirTimes)

Melalui inisiatif ini, ATM menerima sebanyak 14 unit UAV yang akan diagihkan kepada Tentera Darat Malaysia (6 unit), Tentera Laut Diraja Malaysia (6 unit), serta Markas ATM (2 unit) di bawah tanggungjawab Bahagian Siber dan Elektromagnetik Pertahanan. UAV ini mampu beroperasi siang dan malam sekali gus meningkatkan keupayaan pemantauan maritim, kawalan sempadan serta operasi keselamatan negara. Selain UAV, ATM dijadual menerima sumbangan peralatan lain secara berfasa, termasuk bot penyelamat yang bakal diserahkan pada 1 Oktober ini di Pangkalan Udara Jugra serta kenderaan Road Cleaning Truck (RCT).

UAV hibah dari Jepang kepada ATM (photo: DagangNews)

Menteri Pertahanan dalam ucapannya menegaskan bahawa inisiatif ini bukan sahaja memperkukuh kesiapsiagaan ATM, malah mencerminkan komitmen Jepun dalam menyokong kestabilan serantau. ATM komited untuk terus memanfaatkan peluang kerjasama antarabangsa demi memperkukuh sistem pertahanan negara di samping mengekalkan hubungan ketenteraan dengan negara serantau bagi memastikan keamanan dan kestabilan terus terpelihara. 

(ATM)

23 komentar:

  1. Bwahahaha🀣🀣🀣, drone upil kasihaaaanπŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    BalasHapus
  2. kata pembual mreka kaya...kok trima sedekahan haha!πŸ˜‹πŸ€₯πŸ˜‹

    BalasHapus
  3. BANTUAN PALESTINA DIKORUPSI
    The MAID OF LONDON (MALON) Anti-Corruption Commission (MACC) has frozen 41 bank accounts belonging to Aman Palestin and several other companies in its investigation into the alleged misappropriation of RM70 million by the NGO. MACC said the 41 bank accounts had a combined total of RM15.8 million.
    --
    ENJOYING BOOMING BUT DISCREET TRADE
    The Times of Israel said that CBS records show that in 2013, the total trade between MAID OF LONDON (MALON) and Israel reached US$1.529 billion (RM4.9 billion), which is almost double of the previous year's figure.
    Goods imported from Israel make up US$1.457 billion (RM4.7 billion) of that amount.
    ....
    SAHABATNYA PENDUKUNG GIVEAWAY
    During the early days of his administration, Tunku Abdul Rahman was open to fostering ties with Israel as the latter had expressed support for Malaya’s independence. In 1956, Tunku, then Chief Minister, welcomed the Israeli Prime Minister, Moshe Sharett, to the county....
    Although Tunku was inDEBTed to Israel for its vote to admit the newly independent Federation of Malaya into the United Nations in 1957,

    BalasHapus
  4. Ciput sangat...OMPONG pula
    πŸ€£πŸ˜‚πŸ˜›πŸ€ͺ

    BalasHapus
  5. ATM menerima sebanyak 14 unit UAV yang akan diagihkan kepada Tentera Darat Malaysia (6 unit), Tentera Laut Diraja Malaysia (6 unit), serta Markas ATM (2 unit)
    ---------

    lha tiudiem gak kebagian...wahh gak adil, parahhh haha!😡‍πŸ’«πŸ˜€πŸ˜΅‍πŸ’«

    BalasHapus
  6. Macam mainan anak tadika..🀣🀣🀣😷😷😷

    BalasHapus
  7. Berita apaann MIN !
    Tak bermutu berita recehan πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€

    BalasHapus
  8. 𝙒𝙖𝙝 π™˜π™žπ™‘π™žπ™  amat😁

    BalasHapus
  9. SETELAH INI MALONDESH AKAN HIBAHKAN KONDOM UNISEX 10 KONTAINER KE JEPANG.....ADOIMAXXXXX

    BalasHapus
  10. Operasi drone canggih ini memerlukan IQ lebih dari IQ78.
    Itu sebab Jepun bagi ke Malaysia bukan Indon!
    🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣🀣

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM KAYA CASH = LOAN FOR SUBSIDI BBM
      Malondesh bisa membiayai subsidi dengan hutang negara:
      1. Anggaran Pemerintah dan Defisit:
      • Anggaran Tahunan: Setiap tahun, pemerintah Malondesh menyusun anggaran yang menguraikan perkiraan pendapatan dan pengeluaran. Subsidi adalah salah satu komponen pengeluaran yang signifikan, meliputi subsidi bahan bakar, listrik, makanan, dan lain-lain.
      • Defisit Anggaran: Jika total pengeluaran melebihi total pendapatan yang diperkirakan, pemerintah mengalami defisit anggaran. Untuk menutupi defisit ini, pemerintah harus mencari sumber pendanaan tambahan.
      2. Mekanisme Pembiayaan Defisit (dan Subsidi):
      Ketika pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi tetapi tidak memiliki cukup uang tunai dari pendapatan saat ini, mereka akan meminjam. Berikut adalah cara-cara utama:
      • Penerbitan Obligasi Pemerintah:
      o Apa itu Obligasi? Obligasi adalah surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah untuk meminjam uang dari investor (individu, institusi keuangan, bank, dll.). Investor membeli obligasi ini dengan janji akan menerima pembayaran bunga secara berkala dan pengembalian pokok pada saat jatuh tempo.
      o Bagaimana Terkait Subsidi? Dana yang terkumpul dari penjualan obligasi ini kemudian dapat digunakan untuk mendanai berbagai program pemerintah, termasuk pembayaran subsidi. Ini secara efektif berarti pemerintah meminjam uang untuk membayar subsidi, dan pinjaman ini menjadi bagian dari hutang negara.
      o Contoh di Malondesh: Malondesh secara rutin menerbitkan obligasi pemerintah seperti Malondeshn Government Securities (MGS) dan Malondeshn Government Investment Issues (MGII) untuk membiayai pengeluaran dan proyek pembangunan.
      • Pinjaman dari Lembaga Keuangan:
      o Pemerintah juga dapat meminjam langsung dari bank domestik atau lembaga keuangan internasional (misalnya, Bank Dunia, Asian Development Bank), meskipun ini kurang umum untuk pembiayaan subsidi rutin dan lebih sering untuk proyek-proyek besar atau saat krisis.
      3. Dampak terhadap Hutang Negara:
      • Peningkatan Hutang: Setiap kali pemerintah meminjam uang untuk membiayai subsidi (atau pengeluaran lain), jumlah total hutang negara akan meningkat.
      • Beban Bunga: Peningkatan hutang berarti pemerintah juga harus membayar bunga atas pinjaman tersebut. Pembayaran bunga ini menjadi pengeluaran tahunan dalam anggaran pemerintah, yang berarti sebagian dari pendapatan negara harus dialokasikan untuk membayar bunga hutang daripada untuk program lain.
      • Risiko Fiskal: Jika rasio hutang terhadap PDB menjadi terlalu tinggi atau jika beban bunga menjadi tidak berkelanjutan, ini dapat menimbulkan risiko fiskal bagi negara, seperti:
      o Penurunan Peringkat Kredit: Lembaga pemeringkat kredit dapat menurunkan peringkat kredit negara, yang membuat biaya pinjaman di masa depan menjadi lebih mahal.
      o Tekanan Inflasi: Jika pemerintah mencetak uang untuk membayar hutang (meskipun jarang terjadi di Malondesh), ini bisa menyebabkan inflasi.
      o Pembatasan Pilihan Kebijakan: Bagian anggaran yang besar dialokasikan untuk pembayaran hutang, membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam pendidikan, infrastruktur, atau layanan penting lainnya.
      Contoh Kasus Malondesh:
      Malondesh memiliki kebijakan subsidi untuk bahan bakar. Fluktuasi harga minyak dunia seringkali mempengaruhi besarnya anggaran subsidi. Ketika harga minyak global tinggi, biaya subsidi pemerintah juga meningkat drastis. Jika peningkatan pendapatan dari ekspor minyak (jika ada) tidak cukup untuk menutupi biaya subsidi yang lebih tinggi, pemerintah mungkin akan menggunakan pinjaman untuk membiayai kesenjangan tersebut.
      ---------------
      KLAIM KAYA CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859

      Hapus
    2. KLAIM KAYA CASH = LOAN FOR SUBSIDI BBM
      Malondesh bisa membiayai subsidi dengan hutang negara:
      1. Anggaran Pemerintah dan Defisit:
      • Anggaran Tahunan: Setiap tahun, pemerintah Malondesh menyusun anggaran yang menguraikan perkiraan pendapatan dan pengeluaran. Subsidi adalah salah satu komponen pengeluaran yang signifikan, meliputi subsidi bahan bakar, listrik, makanan, dan lain-lain.
      • Defisit Anggaran: Jika total pengeluaran melebihi total pendapatan yang diperkirakan, pemerintah mengalami defisit anggaran. Untuk menutupi defisit ini, pemerintah harus mencari sumber pendanaan tambahan.
      2. Mekanisme Pembiayaan Defisit (dan Subsidi):
      Ketika pemerintah memutuskan untuk memberikan subsidi tetapi tidak memiliki cukup uang tunai dari pendapatan saat ini, mereka akan meminjam. Berikut adalah cara-cara utama:
      • Penerbitan Obligasi Pemerintah:
      o Apa itu Obligasi? Obligasi adalah surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah untuk meminjam uang dari investor (individu, institusi keuangan, bank, dll.). Investor membeli obligasi ini dengan janji akan menerima pembayaran bunga secara berkala dan pengembalian pokok pada saat jatuh tempo.
      o Bagaimana Terkait Subsidi? Dana yang terkumpul dari penjualan obligasi ini kemudian dapat digunakan untuk mendanai berbagai program pemerintah, termasuk pembayaran subsidi. Ini secara efektif berarti pemerintah meminjam uang untuk membayar subsidi, dan pinjaman ini menjadi bagian dari hutang negara.
      o Contoh di Malondesh: Malondesh secara rutin menerbitkan obligasi pemerintah seperti Malondeshn Government Securities (MGS) dan Malondeshn Government Investment Issues (MGII) untuk membiayai pengeluaran dan proyek pembangunan.
      • Pinjaman dari Lembaga Keuangan:
      o Pemerintah juga dapat meminjam langsung dari bank domestik atau lembaga keuangan internasional (misalnya, Bank Dunia, Asian Development Bank), meskipun ini kurang umum untuk pembiayaan subsidi rutin dan lebih sering untuk proyek-proyek besar atau saat krisis.
      3. Dampak terhadap Hutang Negara:
      • Peningkatan Hutang: Setiap kali pemerintah meminjam uang untuk membiayai subsidi (atau pengeluaran lain), jumlah total hutang negara akan meningkat.
      • Beban Bunga: Peningkatan hutang berarti pemerintah juga harus membayar bunga atas pinjaman tersebut. Pembayaran bunga ini menjadi pengeluaran tahunan dalam anggaran pemerintah, yang berarti sebagian dari pendapatan negara harus dialokasikan untuk membayar bunga hutang daripada untuk program lain.
      • Risiko Fiskal: Jika rasio hutang terhadap PDB menjadi terlalu tinggi atau jika beban bunga menjadi tidak berkelanjutan, ini dapat menimbulkan risiko fiskal bagi negara, seperti:
      o Penurunan Peringkat Kredit: Lembaga pemeringkat kredit dapat menurunkan peringkat kredit negara, yang membuat biaya pinjaman di masa depan menjadi lebih mahal.
      o Tekanan Inflasi: Jika pemerintah mencetak uang untuk membayar hutang (meskipun jarang terjadi di Malondesh), ini bisa menyebabkan inflasi.
      o Pembatasan Pilihan Kebijakan: Bagian anggaran yang besar dialokasikan untuk pembayaran hutang, membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam pendidikan, infrastruktur, atau layanan penting lainnya.
      Contoh Kasus Malondesh:
      Malondesh memiliki kebijakan subsidi untuk bahan bakar. Fluktuasi harga minyak dunia seringkali mempengaruhi besarnya anggaran subsidi. Ketika harga minyak global tinggi, biaya subsidi pemerintah juga meningkat drastis. Jika peningkatan pendapatan dari ekspor minyak (jika ada) tidak cukup untuk menutupi biaya subsidi yang lebih tinggi, pemerintah mungkin akan menggunakan pinjaman untuk membiayai kesenjangan tersebut.
      ---------------
      KLAIM KAYA CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859

      Hapus
    3. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Rumah Tangga per Kapita (RM 45,859):
      1. Daya Beli dan Konsumsi yang Tertekan:
      o Penjelasan: Sebagian besar pendapatan rumah tangga harus dialokasikan untuk membayar cicilan utang (KPR, KKB, kartu kredit, pinjaman pribadi).
      o Dampak Riil:
       Penurunan Konsumsi Barang dan Jasa Lain: Ketika sebagian besar pendapatan habis untuk utang, kemampuan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa lain (selain kebutuhan pokok) akan berkurang. Konsumsi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
       Risiko Resesi: Jika konsumsi rumah tangga menurun drastis, ini bisa memicu perlambatan ekonomi atau bahkan resesi.
       Tekanan pada Sektor Ritel: Bisnis ritel dan sektor jasa yang sangat bergantung pada pengeluaran konsumen akan mengalami penurunan penjualan dan profitabilitas.
      2. Stabilitas Keuangan Rumah Tangga yang Rentan:
      o Penjelasan: Tingkat utang yang tinggi membuat rumah tangga sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.
      o Dampak Riil:
       Gagal Bayar (Default): Jika terjadi kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau kenaikan suku bunga, banyak rumah tangga bisa kesulitan membayar utangnya, berujung pada gagal bayar.
       Krisis Keuangan Sistemik: Tingkat gagal bayar yang meluas bisa memicu krisis di sektor perbankan (karena bank memiliki piutang dari rumah tangga tersebut), yang pada gilirannya bisa mengguncang seluruh sistem keuangan.
       Kesehatan Mental dan Sosial: Tekanan utang yang berat juga berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup masyarakat, yang secara tidak langsung memengaruhi produktivitas ekonomi.
      3. Hambatan Investasi dan Tabungan Rumah Tangga:
      o Penjelasan: Ketika pendapatan banyak digunakan untuk membayar utang, kapasitas rumah tangga untuk menabung atau berinvestasi menjadi terbatas.
      o Dampak Riil:
       Modal untuk Pensiun dan Pendidikan Berkurang: Kemampuan untuk mempersiapkan masa pensiun, pendidikan anak, atau investasi masa depan lainnya berkurang. Ini berpotensi menciptakan masalah sosial ekonomi di masa mendatang.
       Modal Produktif Berkurang: Secara agregat, tabungan rumah tangga adalah salah satu sumber modal penting bagi investasi produktif di perekonomian. Jika tabungan rendah, maka sumber modal ini juga berkurang.
      4. Kebijakan Moneter yang Terhambat:
      o Penjelasan: Bank sentral harus mempertimbangkan tingkat utang rumah tangga saat merumuskan kebijakan moneter (terutama suku bunga).
      o Dampak Riil:
       Dilema Suku Bunga: Jika bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, ini akan meningkatkan beban cicilan utang rumah tangga, berisiko memicu gagal bayar massal dan memperlambat ekonomi. Ini menempatkan bank sentral dalam dilema.
       Efektivitas Kebijakan Berkurang: Kebijakan moneter mungkin menjadi kurang efektif karena adanya tingkat utang yang tinggi.


      Hapus
    4. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Pemerintah Federal per Kapita (RM 36,139):
      1. Beban Pelayanan Utang yang Lebih Tinggi:
      o Penjelasan: Dengan utang pemerintah yang besar, pemerintah harus mengalokasikan sebagian besar anggaran tahunannya untuk membayar bunga dan pokok utang. Ini disebut "beban pelayanan utang" (debt service).
      o Dampak Riil:
       Pengurangan Pengeluaran untuk Layanan Publik: Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan), pendidikan, kesehatan, riset dan pengembangan, atau program kesejahteraan sosial, justru habis untuk membayar utang. Ini menghambat pembangunan jangka panjang dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
       Kenaikan Pajak di Masa Depan: Untuk membiayai utang, pemerintah mungkin terpaksa menaikkan pajak (PPh, PPN, pajak korporasi) di masa depan. Kenaikan pajak ini akan mengurangi daya beli masyarakat dan laba perusahaan, yang pada gilirannya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
       Risiko Fiskal: Jika bunga utang naik secara signifikan atau pertumbuhan ekonomi melambat, kemampuan pemerintah untuk membayar utang bisa tertekan, meningkatkan risiko krisis fiskal.
      2. Ketergantungan pada Pasar Keuangan:
      o Penjelasan: Pemerintah harus terus-menerus mencari pinjaman baru (menerbitkan obligasi) untuk membiayai utang yang jatuh tempo atau defisit anggaran.
      o Dampak Riil:
       Sensitivitas terhadap Suku Bunga: Pemerintah menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga di pasar. Jika suku bunga global atau domestik naik, biaya pinjaman pemerintah akan melonjak, memperparah beban utang.
       Potensi "Crowding Out": Pinjaman pemerintah yang besar bisa menyedot dana dari pasar modal, sehingga mengurangi ketersediaan dana bagi sektor swasta untuk berinvestasi (ini disebut "crowding out"). Akibatnya, investasi swasta yang produktif bisa terhambat.
      3. Kredibilitas dan Peringkat Kredit Negara:
      o Penjelasan: Lembaga pemeringkat kredit (seperti Moody's, S&P, Fitch) mengevaluasi kemampuan negara untuk membayar utangnya.
      o Dampak Riil:
       Biaya Pinjaman Lebih Tinggi: Jika peringkat kredit negara turun karena tingkat utang yang tinggi, investor akan meminta imbal hasil (bunga) yang lebih tinggi untuk meminjamkan uang kepada pemerintah. Ini membuat biaya pinjaman semakin mahal.
       Citra Investor Negatif: Peringkat yang buruk juga bisa membuat investor asing ragu untuk berinvestasi di negara tersebut, mengurangi aliran modal asing langsung (FDI) yang penting untuk penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi.


      Hapus
    5. F18 = BURUNG BANGAU
      PENDEKAR = CUMI-CUMI
      SPH = SAPI PENARIK HOWITZER
      ==============
      RMAF F/A-18D Hornet Crash
      • Date: August 21, 2025
      • Location: Kuantan Air Base, Malondesh
      • Aircraft: F/A-18D Hornet (two-seater variant)
      • Event: The jet burst into flames during takeoff and crashed shortly after.
      🐦 Cause of the Crash
      • Confirmed Cause: A bird strike
      • Details:
      o A purple heron collided with the aircraft’s left engine during takeoff.
      o The bird strike occurred at a critical moment when the jet was accelerating at 146 knots and had just lifted to about 10 meters altitude.
      o The crew ejected approximately 50 meters from the aircraft.
      • Investigation:
      o Conducted by RMAF with support from STRIDE, the Chemistry Department, Perhilitan (wildlife agency), and the U.S. Navy.
      o Bone fragments from the bird were analyzed to confirm species.
      🧭 Aftermath
      • Safety Record: This was the first crash of an RMAF F/A-18D Hornet since its induction.
      • Previous Incidents:
      o 2003: Runway skid in Kuching due to tire burst.
      o 2017: Emergency landing due to landing gear issue.
      o 2019: Turbine failure during takeoff at LIMA airshow.
      ==============
      Sinking of KD Pendekar
      On 25 August 2024, KD Pendekar sank off the coast of Tanjung Penyusop, Johor, Malondesh, after a collision with a submerged object.
      πŸ“ Timeline of Events
      • Around 12:00 PM: The ship struck an underwater object, causing a leak in the engine room.
      • Flooding began: Despite damage control efforts, water continued to enter the vessel.
      • 3:54 PM: The ship sank approximately 2 nautical miles southeast of Tanjung Penyusop.
      • Rescue: All 39 crew members were safely evacuated with no injuries, thanks to assistance from nearby RMN ships, the Malondeshn Coast Guard, and police2.
      Aging vessels in the RMN fleet (10–15 ships over 40 years old) are now under review for safety and seaworthiness.
      ==============
      key issues contributing to the lack of procurement of SPH for the Malondeshn military:
      1. Lack of Transparency and Corruption
      Defense procurement in Malondesh has been criticized for a lack of transparency, a problem that is not unique to the SPH program but is a systemic issue affecting the entire Ministry of Defence (MINDEF).
      • Role of Middlemen: The involvement of agents and middlemen has been a major point of contention. These agents, who may have political ties or be retired military officers, can add unnecessary commissions, leading to inflated prices. This practice has been publicly criticized by high-ranking officials, including Malondesh's King, Sultan Ibrahim, who has called for an end to such practices and for procurements to be based on market prices and the actual needs of the military.
      • Audit Findings: Auditor-General reports have consistently flagged serious procurement and contract management failures within the Malondeshn Armed Forces (MAF). These reports have revealed issues such as delayed deliveries, questionable payment practices, and the splitting of large contracts into smaller packages to bypass open tender thresholds.
      2. Budgetary Constraints and Mismanagement
      While Malondesh has increased its defense budget in recent years, the funding for modernization has been limited by a history of financial mismanagement and competing priorities.
      • Austerity Measures: Past economic crises and an emphasis on fiscal prudence have sometimes led to the abandonment of long-term defense acquisition plans. This has resulted in the Malondeshn Army having to make do with aging equipment.
      • Over-reliance on Foreign Suppliers: Due to a limited domestic defense industry, Malondesh is highly reliant on foreign suppliers for advanced military assets like SPH. This dependence, coupled with the systemic procurement issues, makes the country vulnerable to inflated prices and unsuitable deals.
      • Poor Contract Management: The Auditor-General's reports have also highlighted a failure to enforce penalties for late deliveries and a practice of paying for equipment before it is delivered, compromising
      😝LACK MAINTENANCE = LACK UPGRADE😝

      Hapus
  11. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  12. Canggih habis masa 14 tahun MANGKRAK...πŸ€£πŸ€£πŸ˜‚πŸ˜›πŸ€ͺ

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah dapat RON 95 - RM1.99 se-liter.
    TKI di Malaysia kena bayar lebih!
    πŸ‘πŸ˜πŸ˜πŸ˜πŸ˜

    BalasHapus
    Balasan
    1. Legal Grey Zones in “Offsets” & “Consultancy Fees”
      • Commissions to middlemen are often disguised as:
      o Offset programs (e.g., promising technology transfer, training, local jobs).
      o Consultancy fees for “facilitating” deals.
      o Logistics or IT support contracts.
      • These make it appear legitimate on paper, even if the services provided are minimal or irrelevant.
      Why it continues: Because the practice can be masked under legal business terms, it becomes difficult to prove corruption.
      ________________________________________
      Institutionalized Culture of Corruption
      • In Maid of london (MALON) , the role of middlemen has been entrenched since the 1980s–1990s when large defense contracts (MiG-29s, patrol boats, submarines) first involved commissions.
      • Once established, it became a “standard practice” in defense procurement.
      • Military officers are aware of it but cannot override political leaders who approve procurement.
      Why it continues: Corruption in procurement has become part of the status quo — changing it would threaten entrenched interests.
      ________________________________________
      Limited Domestic Defense Industry Capacity
      • Maid of london (MALON) does not have a strong indigenous defense industry compared to countries like Singapore.
      • This weakness forces Maid of london (MALON) to import most major weapons (jets, submarines, ships, tanks).
      • Because imports are complex, middlemen exploit the situation by presenting themselves as “essential” facilitators.
      Why it continues: Without a robust local defense industry, Maid of london (MALON) depends on foreign deals, which middlemen dominate.
      ________________________________________
      Short-Term Political Gains Over Long-Term Military Needs
      • Defense deals are often politically timed (e.g., before elections) to show “progress” in military modernization.
      • Politicians prioritize contracts that reward allies or fund political campaigns instead of long-term military requirements.
      • Middlemen are crucial to channel funds quickly and quietly.
      Why it continues: Political survival often outweighs genuine defense needs.
      ________________________________________
      ✅ Summary
      Middlemen continue to exist in Maid of london (MALON) n defense procurement because of:
      1. Political patronage → Contracts reward allies.
      2. Opaque, secretive procurement → No transparency.
      3. Weak oversight → Parliament & auditors lack power.
      4. Foreign supplier practices → They accept middlemen as part of the deal.
      5. Legal disguise → Commissions hidden as consultancy or offsets.
      6. Entrenched corruption culture → Seen as “normal.”
      7. Weak local defense industry → Dependence on imports makes intermediaries seem necessary.
      8. Political short-termism → Leaders use procurement for power, not military readiness.
      =============
      GOVERNMENT DEBT : 69% of GDP
      HOUSEHOLD DEBT : 84.3% of GDP
      Federal Government Debt
      • End of 2024: RM 1.25 trillion
      • End of June 2025: RM 1.3 trillion
      • Projected Debt-to-GDP: 69% by the end of 2025
      Household Debt
      • End of March 2025: RM 1.65 trillion or 84.3% of GDP
      =============
      DEBT MARCH 2025 = 1,65 TRILLION
      DEBT 2024 = RM 1.63 TRILLION
      DEBT 2023 = RM 1,53 TRILLION
      DEBT 2022 = RM 1,45 TRILLION
      DEBT 2021 = RM 1,38 TRILLION
      DEBT 2020 = RM 1,32 TRILLION
      DEBT 2019 = RM 1,25 TRILLION
      DEBT 2018 = RM 1,19 TRILLION

      Hapus
    2. πŸ’° MIDDLEMEN & COMMISSIONS IN MAID OF LONDON (MALON) N Armed Forces Procurement
      1. What Are Middlemen in Defense Deals?
      • In defense procurement, middlemen (sometimes called agents, consultants, or brokers) act as intermediaries between the Maid of london (MALON) n government/military and foreign defense suppliers (e.g., shipbuilders, aircraft manufacturers, arms companies).
      • In theory, they are supposed to:
      o Facilitate negotiations.
      o Provide local expertise.
      o Smoothen bureaucracy.
      • In practice, they often inflate costs, demand commissions, and channel kickbacks to political figures or officials.
      ________________________________________
      2. How Middlemen Work in Maid of london (MALON) n Defense Procurement
      1. Foreign Supplier → Local Agent
      o A foreign company selling jets, submarines, or ships is required (sometimes unofficially) to use a Maid of london (MALON) n intermediary.
      2. Mark-Up & Commission
      o The agent adds commission fees (5–15% or more) on top of the real price.
      o These inflated costs are hidden under “consultancy services” or “offset agreements.”
      3. Kickbacks
      o Part of the commission is allegedly funneled to politicians, senior officials, or linked companies to secure the contract.
      4. Result
      o Maid of london (MALON) ends up paying far above market price for equipment.
      o The military gets fewer assets for the same budget.
      ________________________________________
      3. Examples of Middlemen in Maid of london (MALON) n Defense Scandals
      🟒 a. The Scorpène Submarine Deal (2002)
      • Maid of london (MALON) purchased two ScorpΓ¨ne-class submarines from French company DCNS (now Naval Group) worth about RM 4.3 billion (~USD 1 billion).
      • A Maid of london (MALON) n company, Perimekar Sdn Bhd, acted as the “support services provider.”
      • Perimekar received RM 500 million (≈ USD 120 million) in “commissions.”
      • French investigations later revealed this was effectively kickbacks disguised as consultancy fees, with allegations that money was funneled to Maid of london (MALON) n political elites.
      Impact: Maid of london (MALON) got the submarines, but at a heavily inflated price — while international corruption investigations damaged Maid of london (MALON) reputation.
      ________________________________________
      🟒 b. The Littoral Combat Ship (LCS) Scandal (2011–present)
      • The RM 9 billion contract to build 6 Gowind-class ships involved subcontracting and changes in design.
      • Reports suggest multiple layers of subcontractors and consultants, many linked to politically connected firms.
      • Payments were made for “consultancy” and “IT systems” that had little to do with shipbuilding.
      • Some of these contracts were allegedly ways to siphon money out of the project.
      Impact: Billions spent, zero ships delivered by 2025. The use of middlemen and subcontractors directly contributed to the collapse of the program.
      ________________________________________
      🟒 c. Fighter Jet & Helicopter Purchases
      • Past deals for MiG-29s (1990s), Su-30MKMs (2000s), and helicopters (2010s) also involved agents.
      • Allegations:
      o Overpricing of spare parts.
      o Long-term maintenance contracts given to politically linked firms.
      o Kickbacks hidden in “service fees.”
      ________________________________________
      4. Why Middlemen Are a Problem in Maid of london (MALON)
      1. Inflated Costs
      o Commissions can push prices 20–30% higher than international norms.
      2. Reduced Military Capability
      o With the same budget, Maid of london (MALON) buys fewer ships, jets, or vehicles.
      3. Encourages Corruption
      o Middlemen often act as money channels for bribes.
      4. Weak Accountability
      o These commissions are often hidden in classified “national security” budgets, so Parliament and public auditors cannot fully track them.
      5. Foreign Dependence
      o Maid of london (MALON) has limited domestic defense industry capacity, making it vulnerable to manipulation by foreign suppliers and local agents.

      Hapus
  14. Ngutang buat subsidi yaah lon...πŸ€£πŸ˜­πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜›

    BalasHapus
  15. kahsiyan negara🎰kasino genting hanya diberi nipon aset murah saja bangga haha!🀣🀣🀣
    kita donk dibagi Aset Kapal OPV Large Baruw puluhan juta dolar hore haha!πŸ€‘πŸ‘πŸ€‘
    bisa dapet ribuan dron kyk gitu haha!πŸ˜πŸ˜‹πŸ˜

    BalasHapus