23 September 2025

MIFV-CH25: Varian Upgrade K-200 Tentera Darat Malaysia

23 September 2025

Aspek mobilitas mendapatkan peningkatan dengan mesin dan transmisi baru (photo: AirTimes)

Varian baru Malaysian Infantry Fighting Vehicle (MIFV) Malaysia CH25 yang dikembangkan oleh Cendana Auto menandai perubahan besar dalam upaya Malaysia untuk memodernisasi kendaraan tempur infanteri yang ada. Transformasi ini dipandang sebagai paket lengkap yang mencakup aspek mobilitas, kenyamanan awak, sistem elektronik, kewaspadaan situasional, dan persenjataan untuk menyesuaikan aset yang ada dengan kebutuhan operasional terkini.

MIFV pertama kali diperkenalkan ke dalam layanan Tentera Darat Malaysia (TDM) sejak tahun 1990-an sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan mobilitas tempur infanteri. Kendaraan ini dikembangkan berdasarkan model K200 dari Korea Selatan dan berfungsi sebagai platform penting untuk mengangkut personel sekaligus memberikan perlindungan dan dukungan tembakan.

Untuk waktu yang lama, MIFV telah menjadi tulang punggung operasi mekanis Angkatan Darat, tetapi seiring dengan perubahan ancaman dan teknologi, aset ini memerlukan proses peningkatan yang komprehensif untuk mempertahankan efektivitasnya di medan perang modern.

Mesin dan transmisi baru
Peningkatan paling signifikan terletak pada mesinnya. Varian baru ini ditenagai oleh mesin MAN Doosan D2848T V8 bertenaga 350 tenaga kuda yang dipadukan dengan transmisi otomatis Allison X200 5K. Kombinasi ini memungkinkan kendaraan mencapai tingkat performa yang lebih tinggi dibandingkan model lama.

Varian upgrade ini akan menerima RCWS dengan senapan mesin 12,7mm (photo: AirTimes)

Dengan daya tahan mesin baru dan transmisi modern, MIFV CH25 mampu mempertahankan kecepatan dan respons yang lebih baik saat menghadapi situasi medan perang. Perubahan ini memastikan kendaraan dapat bergerak di berbagai medan tanpa mengorbankan daya tahan mekanis.

Kenyamanan dan keselamatan kru
Cendana Auto juga berfokus pada aspek kenyamanan dan keselamatan kru. Sistem pendingin kabin baru dipasang untuk memastikan kru dapat beroperasi lebih efisien dalam kondisi iklim tropis yang menantang. Kursi yang didesain ulang tidak hanya lebih nyaman tetapi juga memberikan perlindungan tambahan terhadap guncangan dan ancaman ledakan kecil. Langkah ini penting karena performa tim bergantung pada kenyamanan dan keselamatan mereka saat berada di dalam kendaraan untuk jangka waktu operasi yang lama.

Dalam hal efisiensi operasional, pintu belakang berbantuan hidrolik mempercepat proses masuk dan keluar personel serta memudahkan pembongkaran peralatan. Fitur ini penting ketika kendaraan digunakan dalam operasi cepat atau ketika personel perlu segera mundur dari zona berbahaya. Fitur ini juga mengurangi kelelahan fisik personel karena pintu dapat dioperasikan dengan lebih ringan dan efisien.

Sistem kendali
Sistem elektronik MIFV CH25 juga telah menerima peningkatan yang komprehensif. Panel instrumen baru dan layar terintegrasi memudahkan kru dalam mengelola informasi penting dengan lebih cepat dan lebih jelas. Semua data terkait kondisi kendaraan, navigasi, dan status operasional kini dapat dipantau secara lebih sistematis. Perubahan ini mengurangi risiko kesalahan manusia dan membantu kru membuat keputusan taktis lebih cepat.

Air conditioniong dipasang untuk meningkatkan kenyamanan kru (photo: Air Times)

Perhatian utama juga diberikan pada aspek kewaspadaan situasional dan perlindungan kru. Varian ini dilengkapi dengan lampu LED baru, sistem LED inframerah di bagian depan dan belakang, serta kamera termal untuk penglihatan malam. Sistem deteksi kebakaran Pilar V dipasang untuk memberikan peringatan dini kepada kru ketika kendaraan terdeteksi atau diserang. Enam peluncur granat asap juga dipasang untuk memberikan perlindungan langsung melalui layar asap yang dapat mengaburkan pandangan musuh. Dengan semua fitur ini, kru memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk mengidentifikasi, menilai, dan merespons ancaman.

Persenjataan
Aspek persenjataan juga mendapat perhatian besar. Cendana Auto mengusulkan pemasangan Hanwha RCWS yang dilengkapi dengan senapan mesin 12,7 milimeter. Sistem kendali jarak jauh ini dilengkapi dengan stabilisasi gambar, kunci pelacakan, dan mekanisme pengisian ulang amunisi otomatis dari dalam kendaraan.

Keunggulan utama RCWS adalah kru tidak perlu berada di luar kendaraan untuk mengoperasikan senjata. Sensor optik yang menjadi bagian dari sistem ini juga berfungsi sebagai alat pemantauan, sehingga meningkatkan kemampuan pengawasan lapangan.

Peningkatan yang dilakukan Cendana Auto tidak hanya meningkatkan kemampuan MIFV dalam hal persenjataan tetapi juga mencakup aspek mobilitas, kenyamanan kru, keselamatan, dan teknologi kendali. Pendekatan komprehensif ini menunjukkan bahwa transformasi varian MIFV CH25 dirancang untuk merespons tantangan operasional multidimensi.

Sensor optik juga merupakan bagian dari peningkatan (photo: Air Times)

Hal ini memberikan TDM peluang untuk mempertahankan daya saing dalam menghadapi ancaman asimetris dan konvensional dengan biaya lebih rendah daripada membeli platform baru.

Namun, keberhasilan transformasi ini bergantung pada beberapa faktor kunci. Pelatihan kru perlu diperkuat agar mereka benar-benar memahami sistem baru yang lebih kompleks daripada versi lama. Tim teknis juga membutuhkan pelatihan khusus untuk mengelola pemeliharaan sistem elektronik dan senjata berteknologi tinggi.

Secara keseluruhan, upaya Cendana Auto dalam memodifikasi MIFV yang ada memberikan gambaran yang jelas bahwa Malaysia memiliki kapasitas untuk mengembangkan solusi lokal dalam memodernisasi aset militer. Dengan mesin baru, sistem elektronik modern, peningkatan kewaspadaan situasional, dan persenjataan yang dikendalikan dari jarak jauh, varian ini berpotensi menjadi salah satu tulang punggung pasukan infanteri Malaysia di masa depan.

145 komentar:

  1. Apaan nich gak mampi shopping kah haha!🤣🤣🤣

    BalasHapus
  2. KLAIM LCS CASH = LOAN
    • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
    • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
    Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
    Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
    Implikasi dari Utang Pemerintah Federal per Kapita (RM 36,139):
    1. Beban Pelayanan Utang yang Lebih Tinggi:
    o Penjelasan: Dengan utang pemerintah yang besar, pemerintah harus mengalokasikan sebagian besar anggaran tahunannya untuk membayar bunga dan pokok utang. Ini disebut "beban pelayanan utang" (debt service).
    o Dampak Riil:
     Pengurangan Pengeluaran untuk Layanan Publik: Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan), pendidikan, kesehatan, riset dan pengembangan, atau program kesejahteraan sosial, justru habis untuk membayar utang. Ini menghambat pembangunan jangka panjang dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
     Kenaikan Pajak di Masa Depan: Untuk membiayai utang, pemerintah mungkin terpaksa menaikkan pajak (PPh, PPN, pajak korporasi) di masa depan. Kenaikan pajak ini akan mengurangi daya beli masyarakat dan laba perusahaan, yang pada gilirannya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
     Risiko Fiskal: Jika bunga utang naik secara signifikan atau pertumbuhan ekonomi melambat, kemampuan pemerintah untuk membayar utang bisa tertekan, meningkatkan risiko krisis fiskal.
    2. Ketergantungan pada Pasar Keuangan:
    o Penjelasan: Pemerintah harus terus-menerus mencari pinjaman baru (menerbitkan obligasi) untuk membiayai utang yang jatuh tempo atau defisit anggaran.
    o Dampak Riil:
     Sensitivitas terhadap Suku Bunga: Pemerintah menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga di pasar. Jika suku bunga global atau domestik naik, biaya pinjaman pemerintah akan melonjak, memperparah beban utang.
     Potensi "Crowding Out": Pinjaman pemerintah yang besar bisa menyedot dana dari pasar modal, sehingga mengurangi ketersediaan dana bagi sektor swasta untuk berinvestasi (ini disebut "crowding out"). Akibatnya, investasi swasta yang produktif bisa terhambat.
    3. Kredibilitas dan Peringkat Kredit Negara:
    o Penjelasan: Lembaga pemeringkat kredit (seperti Moody's, S&P, Fitch) mengevaluasi kemampuan negara untuk membayar utangnya.
    o Dampak Riil:
     Biaya Pinjaman Lebih Tinggi: Jika peringkat kredit negara turun karena tingkat utang yang tinggi, investor akan meminta imbal hasil (bunga) yang lebih tinggi untuk meminjamkan uang kepada pemerintah. Ini membuat biaya pinjaman semakin mahal.
     Citra Investor Negatif: Peringkat yang buruk juga bisa membuat investor asing ragu untuk berinvestasi di negara tersebut, mengurangi aliran modal asing langsung (FDI) yang penting untuk penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tolong komen jangan serakah di post yg sama di ulang2.
      Panjang2 juga belum tentu di baca.

      Hapus
  3. KLAIM LCS CASH = LOAN
    • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
    • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
    Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
    Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
    Implikasi dari Utang Rumah Tangga per Kapita (RM 45,859):
    1. Daya Beli dan Konsumsi yang Tertekan:
    o Penjelasan: Sebagian besar pendapatan rumah tangga harus dialokasikan untuk membayar cicilan utang (KPR, KKB, kartu kredit, pinjaman pribadi).
    o Dampak Riil:
     Penurunan Konsumsi Barang dan Jasa Lain: Ketika sebagian besar pendapatan habis untuk utang, kemampuan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa lain (selain kebutuhan pokok) akan berkurang. Konsumsi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
     Risiko Resesi: Jika konsumsi rumah tangga menurun drastis, ini bisa memicu perlambatan ekonomi atau bahkan resesi.
     Tekanan pada Sektor Ritel: Bisnis ritel dan sektor jasa yang sangat bergantung pada pengeluaran konsumen akan mengalami penurunan penjualan dan profitabilitas.
    2. Stabilitas Keuangan Rumah Tangga yang Rentan:
    o Penjelasan: Tingkat utang yang tinggi membuat rumah tangga sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.
    o Dampak Riil:
     Gagal Bayar (Default): Jika terjadi kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau kenaikan suku bunga, banyak rumah tangga bisa kesulitan membayar utangnya, berujung pada gagal bayar.
     Krisis Keuangan Sistemik: Tingkat gagal bayar yang meluas bisa memicu krisis di sektor perbankan (karena bank memiliki piutang dari rumah tangga tersebut), yang pada gilirannya bisa mengguncang seluruh sistem keuangan.
     Kesehatan Mental dan Sosial: Tekanan utang yang berat juga berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup masyarakat, yang secara tidak langsung memengaruhi produktivitas ekonomi.
    3. Hambatan Investasi dan Tabungan Rumah Tangga:
    o Penjelasan: Ketika pendapatan banyak digunakan untuk membayar utang, kapasitas rumah tangga untuk menabung atau berinvestasi menjadi terbatas.
    o Dampak Riil:
     Modal untuk Pensiun dan Pendidikan Berkurang: Kemampuan untuk mempersiapkan masa pensiun, pendidikan anak, atau investasi masa depan lainnya berkurang. Ini berpotensi menciptakan masalah sosial ekonomi di masa mendatang.
     Modal Produktif Berkurang: Secara agregat, tabungan rumah tangga adalah salah satu sumber modal penting bagi investasi produktif di perekonomian. Jika tabungan rendah, maka sumber modal ini juga berkurang.
    4. Kebijakan Moneter yang Terhambat:
    o Penjelasan: Bank sentral harus mempertimbangkan tingkat utang rumah tangga saat merumuskan kebijakan moneter (terutama suku bunga).
    o Dampak Riil:
     Dilema Suku Bunga: Jika bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, ini akan meningkatkan beban cicilan utang rumah tangga, berisiko memicu gagal bayar massal dan memperlambat ekonomi. Ini menempatkan bank sentral dalam dilema.
     Efektivitas Kebijakan Berkurang: Kebijakan moneter mungkin menjadi kurang efektif karena adanya tingkat utang yang tinggi.



    BalasHapus

  4. KLAIM LCS CASH = LOAN
    • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
    • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
    Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
    Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
    Implikasi Gabungan (Utang Pemerintah + Utang Rumah Tangga):
    1. Risiko Krisis Keuangan yang Lebih Tinggi:
    o Penjelasan: Kombinasi utang pemerintah dan rumah tangga yang tinggi menciptakan dua front kerentanan. Jika salah satu sektor goyah, ia bisa menarik sektor lainnya ke dalam masalah.
    o Dampak Riil: Jika terjadi perlambatan ekonomi, baik pemerintah maupun rumah tangga akan kesulitan membayar utang, menciptakan efek domino yang parah dan potensi krisis keuangan yang dalam.
    2. Ruang Gerak Kebijakan yang Terbatas:
    o Penjelasan: Baik pemerintah maupun bank sentral memiliki ruang gerak yang terbatas untuk merespons krisis ekonomi.
    o Dampak Riil:
     Stimulus Fiskal Sulit: Pemerintah mungkin kesulitan meluncurkan paket stimulus fiskal (misalnya, melalui pengeluaran infrastruktur atau bantuan sosial) jika utangnya sudah sangat tinggi.
     Batas Bawah Suku Bunga: Bank sentral mungkin sudah menurunkan suku bunga ke tingkat yang sangat rendah untuk mendukung ekonomi, sehingga tidak banyak lagi "amunisi" tersisa jika terjadi krisis lebih lanjut.
    3. Ketidakpastian Ekonomi dan Investor:
    o Penjelasan: Tingkat utang yang tinggi secara keseluruhan menciptakan ketidakpastian bagi investor domestik maupun asing.
    o Dampak Riil: Investor cenderung menghindari negara dengan tingkat utang yang meragukan, mengurangi investasi dan berpotensi memicu pelarian modal (capital flight), yang akan melemahkan mata uang dan memperburuk kondisi ekonomi.

    BalasHapus
  5. RCWS guys....... GORILLA SI MALING BERAS MALAYSIA makin ketar ketir... 🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM CASH = LOAN
      1. DENDA= US$83,8 juta
      Seperti dikutip The Edge Malondesh (19/9/2025), Kontraktor pertahanan Aerotree Defence and Services Sdn Bhd telah mengajukan gugatan sebesar RM353 juta (US$83,8 juta) terhadap pemerintah dan Kementerian Pertahanan Malondesh atas pembatalan perjanjian sewa lima tahun
      -------------
      2. SKANDAL KAPAL TEMPUR PESISIR (LITTORAL COMBAT SHIP/LCS)
      Ini adalah salah satu skandal pengadaan militer terbesar dan paling kontroversial di Malondesh.
      • Proyek: Pengadaan enam kapal tempur pesisir untuk Angkatan Laut Kerajaan Malondesh (Royal Malondeshn Navy/RMN).
      • Nilai Proyek: Kontrak senilai RM9 miliar (sekitar US$2 miliar) ditandatangani pada tahun 2011.
      • Masalah Utama:
      a. Tidak ada kapal yang selesai: Meskipun pemerintah telah membayar lebih dari RM6 miliar, hingga kini belum ada satu pun dari enam kapal yang selesai dan dikirimkan.
      b. Penyalahgunaan dana: Laporan investigasi menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana, pembayaran yang tidak semestinya, dan penggelembungan harga (mark-up). Dana yang seharusnya digunakan untuk proyek justru digunakan untuk tujuan lain.
      c. Politik dan korupsi: Skandal ini menyeret sejumlah nama pejabat tinggi, termasuk mantan menteri pertahanan, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi dan nepotisme.
      -------------
      3. SKANDAL KAPAL SELAM SCORPENE
      Skandal ini telah menjadi berita utama selama bertahun-tahun, bahkan melibatkan pengadilan di Prancis.
      • Proyek: Pembelian dua kapal selam kelas Scorpene dari perusahaan Prancis, DCNS (sekarang Naval Group), pada tahun 2002.
      • Nilai Proyek: Sekitar RM5,4 miliar.
      • Masalah Utama:
      a. Komisi besar-besaran: Terdapat dugaan pembayaran komisi sebesar 114 juta Euro kepada sebuah perusahaan yang terkait dengan pejabat senior Malondesh.
      b. Kasus pembunuhan: Skandal ini juga terkait dengan pembunuhan seorang penerjemah wanita asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, yang diduga memiliki informasi terkait kontrak tersebut. Kasus ini telah menjadi salah satu babak tergelap dalam sejarah politik Malondesh.
      -------------
      4. KONTROVERSI PENGADAAN JET TEMPUR A-4 SKYHAWK
      Kasus ini sering diangkat kembali, termasuk oleh Raja Malondesh sendiri, sebagai contoh kegagalan pengadaan di masa lalu.
      • Proyek: Pembelian 88 unit jet tempur A-4 Skyhawk bekas dari Amerika Serikat pada tahun 1980-an.
      • Masalah Utama:
      a. Kondisi buruk: Dari 88 unit yang dibeli, hanya sekitar 40 unit yang bisa digunakan dan sisanya dianggap tidak layak terbang.
      b. Tingkat kecelakaan tinggi: Jet-jet yang dioperasikan mengalami tingkat kecelakaan yang tinggi, membahayakan nyawa pilot, dan akhirnya dipensiunkan. Raja Malondesh menyebutnya sebagai "peti mati terbang" (flying coffin), istilah yang juga digunakan untuk mengkritik rencana pengadaan helikopter Black Hawk yang usianya sudah tua.
      -------------
      5. SKANDAL PENCURIAN MESIN PESAWAT TEMPUR F-5E
      Kasus ini adalah salah satu contoh nyata kelemahan dalam pengawasan aset militer.
      • Kasus: Hilangnya dua mesin pesawat tempur Northrop F-5E milik Angkatan Udara Kerajaan Malondesh (RMAF) senilai sekitar US$29 juta.
      • Masalah Utama: Investigasi mengungkapkan bahwa mesin-mesin tersebut telah dicuri dari pangkalan militer dan kemudian dijual kepada perusahaan di Amerika Selatan. Insiden ini tidak hanya menunjukkan adanya pencurian internal, tetapi juga dugaan keterlibatan oknum pejabat militer. Mantan Kepala Angkatan Bersenjata Malondesh bahkan mengakui bahwa kasus ini hanyalah puncak dari skandal korupsi yang lebih besar terkait peralatan militer.
      -------------
      6. KRITIK PENGADAAN HOWITZER
      Pengadaan senjata berat ini juga menjadi sorotan tajam dari kalangan oposisi.
      • Proyek: Rencana pembelian howitzer senilai hampir RM1 miliar (sekitar US$212 juta).
      • Masalah Utama: Seorang anggota parlemen oposisi menuduh bahwa kontrak tersebut akan diberikan melalui negosiasi langsung, bukan tender terbuka, kepada perusahaan yang baru berdiri dua tahun dan tidak memiliki pengalaman di industri pertahanan..

      Hapus
    2. KLAIM CASH = LOAN
      DENDA= US$83,8 juta
      • RM17.5 million in special damages
      • RM38.7 million in further damages
      • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
      -------------
      Defence contractor Aerotree Defence & Services Sdn Bhd has filed a RM353 million lawsuit against the Malondeshn government and Defence Ministry for cancelling a five-year lease agreement involving four US-made Blackhawk UH-60A helicopters for the Malondeshn army's air force unit.
      Filed through Messrs Hafarizam, Wan Aisha & Mubarak at the Kuala Lumpur High Court, the suit names the Defence Ministry secretary general, the ministry, and the federal government as defendants.
      In the statement of claim sighted by The Edge, Aerotree Defence is asking the court to order the Defence Ministry and the government to follow through with the helicopter lease deal based on the acceptance letter dated April 17, 2023. If the deal can’t be carried out, the company wants:
      • RM17.5 million in special damages
      • RM38.7 million in further damages
      • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
      Aerotree is also seeking to block the government from using a RM1.87 million bank guarantee it provided, and is asking for general damages for loss of reputation, plus exemplary and aggravated damages to be decided by the court.
      In its 31-page claim, Aerotree said the government had agreed to lease four Blackhawk helicopters for five years at RM187.5 million. The deal was a Private Finance Initiative, meaning the government wouldn’t bear any cost or risk, as Aerotree would own, operate, and maintain the helicopters. The company said the helicopters were fully mission-capable, including for air force transport operations.
      Aerotree is seeking a court declaration that the government’s termination of the agreement on Oct 31, 2024, is null and void.
      -----------------
      Helicopter deal timeline and delays
      Under the agreement, Aerotree was to deliver two helicopters within six months of the April 2023 acceptance letter, and the remaining two within nine months. The company also had to provide a non-cancellable RM1.87 million implementation bond, which it secured from Perwira Affin Bank in June 2023.
      Aerotree was also required to run a training and industrial collaboration programme. For this, it requested access to the Kuantan Air Force base to prepare a maintenance manual and obtain certification as an Approved Maintenance Organisation.
      In July 2023, Aerotree signed a deal with Turkey’s Havelsan for Blackhawk simulator training for 14 RMAF pilots. The following month, it signed a sales agreement with Slovakia’s Training Academy to purchase and upgrade four Blackhawk helicopters.
      Due to technical modifications, pilot training, and delays caused by the Russia-Ukraine conflict, Aerotree requested three extensions — up to Oct 30, 2024 — for the helicopter deliveries. However, penalties for late delivery (LAD) still applied.
      Aerotree claimed the Defence Ministry and government failed to assist it in securing a loan from SME Bank, which was going through a board restructuring. A change in the Defence Minister further delayed necessary documents for loan approval. Despite this, the loan was approved but the company had yet to receive the deed of trust letter from the ministry so that the first payment could be made.
      The company said the government was aware of the reasons behind the delays but imposed unfair extension conditions that made it harder for Aerotree to complete the deal, ultimately setting the company up to fail.
      -----------------
      Allegations of unfair termination
      On Oct 31, 2024, Aerotree Defence received a termination letter from the Defence Ministry for failing to deliver four Blackhawk helicopters as agreed.
      Aerotree appealed the termination, saying the helicopters were already registered with the US Department of State and were awaiting approval under the International Traffic in Arms Regulations (ITAR), which is required before shipment to Malondesh.

      Hapus
    3. KLAIM CASH = LOAN
      DENDA & GUGATAN HUKUM PENGADAAN MILITER MALONDESH
      1. Gugatan Aerotree Defence atas Helikopter Black Hawk
      • Nilai Gugatan: RM353 juta (±US$83,8 juta)
      • Latar Belakang:
      a. Pemerintah Malondesh membatalkan kontrak sewa 4 unit helikopter UH-60A Black Hawk dari Aerotree Defence and Services.
      b. Kontrak bernilai RM187,5 juta untuk masa sewa 5 tahun.
      c. Aerotree menggugat pemerintah dan Kementerian Pertahanan karena pembatalan sepihak.
      • Tuntutan Aerotree:
      a. Ganti rugi khusus: RM17,5 juta
      b. Ganti rugi tambahan: RM38,7 juta
      c. Kompensasi tambahan: US$38,7 juta (±RM297,3 juta)
      d. Ganti rugi umum atas reputasi, ganti rugi teladan, dan ganti rugi diperberat.
      -----------------
      2. Denda Keterlambatan Pengadaan GEMPITA 8×8
      • Nilai Denda: RM162,75 juta
      • Latar Belakang:
      a. Kontrak pengadaan 68 unit kendaraan perisai GEMPITA senilai RM7,517 miliar mengalami keterlambatan hingga 2 tahun 15 hari.
      b. Denda baru dikeluarkan 746 hari setelah kontrak berakhir.
      • Masalah Tambahan:
      a. Bon pelaksanaan hanya RM53,93 juta, jauh dari nilai denda.
      b. Perusahaan meminta pengurangan denda menjadi RM4,27 juta dengan alasan dampak pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina3.
      -----------------
      3. Denda Keterlambatan Servis & Suku Cadang
      • Nilai Denda: RM1,42 juta (belum dikenakan)
      • Latar Belakang:
      a. Keterlambatan servis dan pengadaan suku cadang untuk kendaraan ADNAN, PENDEKAR (PT-91M), dan GEMPITA.
      b. Keterlambatan antara 2 hingga 227 hari.
      c. Audit mencatat belum ada denda yang dikenakan hingga akhir 2023.
      -----------------
      4. Pelanggaran Prosedur Tender
      • Nilai Potensi Ketirisan: RM107,54 juta
      • Latar Belakang:
      a. Audit menemukan 654 transaksi pengadaan suku cadang dan servis yang dipecah kecil untuk menghindari tender terbuka.
      b. Melanggar Perintah Angkatan Tentera Malondesh (PATM) dan Pekeliling Perbendaharaan.
      -----------------
      5. Kendaraan Perisai GEMPITA (8×8)
      • Denda: RM162.75 juta
      • Kasus:
      a. Laporan Ketua Audit Negara (LKAN) 2/2025 mengungkap bahwa denda sebesar RM162.75 juta belum dikutip dari perusahaan pembekal utama meskipun kontrak telah berakhir sejak Desember 2022.
      b. Notis tuntutan baru dikeluarkan setelah 746 hari (lebih dari 2 tahun) kontrak berakhir.
      c. Bon pelaksanaan yang dipegang pemerintah hanya RM53.93 juta, jauh lebih kecil dari nilai denda.
      -----------------
      6. Keterlambatan Servis & Suku Cadang (GEMPITA, ADNAN, PENDEKAR)
      • Denda: RM1.42 juta
      • Kasus:
      a. Audit menemukan keterlambatan antara 2 hingga 227 hari dalam servis dan pengadaan suku cadang untuk kendaraan tempur.
      b. Denda belum dikenakan hingga akhir 2023 meskipun pelanggaran kontrak terjadi.

      Hapus
    4. KLAIM CASH = LOAN
      1. SOURCES OF LOANS
      • Foreign Governments / Export Credit Agencies (ECAs):
      Example: when Malondesh buys equipment from France, Germany, or South Korea, financing is often backed by the exporting country’s credit agency (e.g., COFACE in France, KEXIM in Korea).
      o These loans reduce the upfront burden but tie Malondesh to the supplier’s country.
      • International Banks / Syndicated Loans:
      Commercial banks may finance large contracts, usually guaranteed by government sovereign commitments.
      • Domestic Financial Institutions:
      In some cases, Malondesh uses state-owned banks or domestic bonds to raise funds for major defense projects.
      ________________________________________
      2. Loan Structures
      • Export Credit Facilities:
      Structured specifically for defense acquisitions, with repayment terms of 5–15 years.
      • Tied Loans / Buyer’s Credit:
      Funds must be spent on equipment or services from the lending country. This is common in deals with European or Asian suppliers.
      • Mixed Financing:
      A combination of loans + government budget allocations (often for training, infrastructure, or local offsets).
      • Grace Periods:
      Many defense loans have grace periods (e.g., 3–5 years before repayment starts), matching delivery and commissioning timelines.
      ________________________________________
      3. Why Malondesh Uses Loans
      • Budget Constraints: Annual defense budget (about RM 15–20 billion in recent years) is too small for multi-billion ringgit projects like submarines, fighters, or frigates.
      • Modernization Goals: Loans allow simultaneous modernization (air, sea, land) instead of waiting decades.
      • Political Timing: Loans make it easier for governments to announce big procurements without overwhelming a single year’s budget.
      • Industry Development: Loans tied to offsets/technology transfers can support local shipyards (e.g., Boustead for LCS, local assembly of vehicles).
      ________________________________________
      4. Risks & Weaknesses
      • Debt Burden: Repayments commit future defense budgets, limiting flexibility.
      • Currency Risks: If loans are in USD/EUR, fluctuations in the ringgit increase costs.
      • Tied Procurement: Loans often force Malondesh to buy from specific suppliers, limiting competition.
      • Cost Overruns: If a project is delayed (e.g., LCS), Malondesh is repaying loans even before receiving the full capability.
      • Opaque Terms: Some loan agreements are not fully transparent to the public, raising concerns about governance.
      ________________________________________
      5. Examples in Malondeshn Context
      • Scorpene Submarines (France): Financed partly through French bank loans + Malondeshn government allocation.
      • LCS Program: Involves complex financing structures, including domestic borrowings to support Boustead Naval Shipyard.
      • FA-50M Fighter Jets (South Korea): Reports suggest possible involvement of export credit arrangements from KEXIM or Korean banks, though details aren’t fully disclosed.
      • PT-91M Tanks (Poland): Likely used export credit from Polish/European financial institutions at the time of purchase

      Hapus
    5. KLAIM CASH = LOAN
      Financing Mechanisms
      Given the substantial costs, Malondesh rarely relies solely on upfront cash payments for such procurements. A mix of financing options is typically employed:
      1. Foreign Military Financing (FMF) / Government-to-Government Loans:
      2. Export Credit Agency (ECA) Loans:
      3. Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
      4. Deferred Payment Schemes / Installment Plans:
      5. Barter or Offset Agreements (Less Common for Financing, More for Value-Added):
      -----------------
      Specific Considerations for Malondesh
      1. Political Economy: Malondesh's political landscape and shifting priorities can influence procurement decisions and financing structures. Changes in government might lead to re-evaluation of existing contracts or new approaches.
      2. Supplier Diversification: Malondesh often seeks to diversify its defense suppliers (e.g., from Europe, US, China, Turkey, South Korea) to avoid over-reliance on a single source and to leverage competitive pricing and financing offers.
      3. Technology Transfer: A key demand in many Malondeshn defense procurements is technology transfer and local industrial participation. This can influence the choice of supplier and the overall deal structure, including financing.
      4. Economic Headwinds: Global and domestic economic conditions (e.g., commodity prices, GDP growth, national debt levels) significantly impact Malondesh's capacity to undertake large defense procurements and service any associated loans.
      5. Transparency and Governance: Concerns about transparency and good governance are increasingly important in defense spending, influencing how deals are structured and publicly communicated.
      -----------------
      Example Scenario: Acquiring MALE UAVs
      Let's imagine Malondesh decides to acquire a squadron of MALE UAVs. The process might look like this:
      1. Requirement Definition: The Ministry of Defense identifies the need for MALE UAVs for maritime surveillance and border security.
      2. Tender/Evaluation: Various international manufacturers are invited to submit proposals.
      3. Selection: A supplier (e.g., from Turkey, China, or a European consortium) is selected based on technical specifications, cost, and overall package.
      4. Financing Negotiation:
      a. The supplier might offer a deferred payment plan for 30% of the cost.
      b. The exporting country's ECA might offer a guaranteed loan for another 50% through a consortium of international banks at competitive interest rates, spread over 10-15 years.
      c. The remaining 20% might be covered by a direct budgetary allocation as a down payment.
      d. An offset agreement could be negotiated, where the supplier agrees to invest in a Malondeshn aerospace company or facilitate local MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) capabilities, reducing the long-term financial burden and increasing local expertise.

      Hapus
    6. KLAIM CASH = LOAN
      1. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
      a. Procurement: Malondesh acquired two Scorpene-class submarines from France.
      b. Financing Mechanism: The financing was primarily through loans from French banks.
      c. Role of Export Credit Agency: These loans were backed by the French government’s export credit agency (likely Coface). Coface guaranteed a significant portion of the loans, mitigating the risk for the French commercial banks. This made the banks more willing to lend to Malondesh for such a large defense acquisition.
      d. Payment Structure: The contract involved payments stretched over many years, allowing Malondesh to integrate the cost into its long-term defense budget rather than paying a huge lump sum upfront.
      e. Significance: This is a classic example of how ECAs facilitate large, complex defense sales by providing financial assurances.
      ----------------------
      2. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
      a. Procurement: Malondesh acquired a number of PT-91M main battle tanks from Poland.
      b. Financing Mechanism: Reports indicate export credit financing from Poland/Europe. This means Polish banks, potentially supported by Polish or European ECAs, provided loans to Malondesh.
      c. Reason for Financing: The "total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year." This highlights the core purpose of loan financing: enabling significant purchases that would otherwise strain annual budgetary allocations.
      d. Significance: Demonstrates how financing helps overcome immediate budget constraints for substantial military hardware.
      ----------------------
      3. Littoral Combat Ship (LCS):
      a. Procurement: A program to build six Littoral Combat Ships locally in Malondesh by Boustead Naval Shipyard (BNS).
      b. Financing Mechanism: This was a mix of domestic and foreign financing.
       Domestic: Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans. This is common in local defense industries, where domestic financial institutions provide working capital or project finance to the prime contractor.
       Government Payments: The Malondeshn government made progressive payments to BNS as construction milestones were met. This is a common payment method for large projects, but often doesn't cover the full upfront cost, necessitating additional loans for the shipyard.
      c. Challenges: The mention of "Debt restructuring later became necessary due to delays" is crucial. Delays in project execution can lead to cost overruns, increased interest payments on loans, and a mismatch between payment schedules and project progress, often requiring renegotiation of financial terms.
      d. Significance: Shows how even domestically-built projects can rely on a complex web of financing, and the risks associated with project delays on financial stability.

      Hapus
    7. KLAIM CASH = LOAN
      1. FA-50M Fighter Jets (South Korea, 2023):
      o Procurement: Malondesh decided to acquire FA-50M light combat aircraft from South Korea.
      o Financing Mechanism: It is "likely tied to Korean financing packages (KEXIM export credit)." KEXIM (Export-Import Bank of Korea) is South Korea's official export credit agency. They frequently provide attractive financing terms (loans, guarantees) to facilitate the sale of Korean products, especially high-value items like aircraft, ships, and infrastructure projects, to foreign buyers.
      o Details: While specific details aren't fully disclosed (common for ongoing defense deals), this is described as "A typical arrangement for aircraft sales from Korea." This implies that KEXIM's involvement with favorable loan terms is a standard practice for large Korean defense exports.
      o Significance: Illustrates the strategic use of government-backed financing to win international defense contracts.
      -----------------
      2. NGPVs (Kedah-class Patrol Vessels, 1990s–2000s):
      o Procurement: Malondesh acquired New Generation Patrol Vessels (NGPVs), built locally under a German license.
      o Financing Mechanism: "Financing reportedly included German export credit facilities." Even though the vessels were built locally, the German intellectual property, components, and expertise involved likely warranted German financial support.
      o Role of German ECA: This would involve a German export credit agency (like Euler Hermes) providing guarantees or direct loans to facilitate the transfer of technology and key components from Germany, and to support the overall project.
      o Significance: Shows that export credit financing can also apply to licensed local production, especially when substantial foreign components or technology transfer are involved
      -----------------
      1. Financier (e.g., Foreign Banks, Export Credit Agencies): Provides loans to the buyer to facilitate the purchase. These financiers are often from the seller's country and are sometimes backed by their own government.
      2. Export Credit Agency (ECA): A key player. ECAs (like France's Coface, South Korea's KEXIM, Germany's Euler Hermes) are government-backed institutions that provide guarantees or direct financing to support their country's exports. They reduce the risk for commercial banks lending to foreign buyers, making such loans more attractive.
      -----------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang

      Hapus
  6. KLAIM CASH = LOAN BARTER
    -------------
    Barter & Hutang Pengadaan Alutsista Malondesh
    1. Kapal Selam Scorpene
    • Skema: Loan agreement + offset industri
    • Detail:
    a. Dibeli dari Naval Group (Prancis) dengan nilai sekitar RM 3.4 miliar.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri (PLN) yang disetujui oleh Kementerian Keuangan Malondesh.
    c. Termasuk offset berupa pelatihan awak, pembangunan fasilitas, dan kerja sama dengan PT PAL2.
    -----------------
    2. Kapal LCS (Littoral Combat Ship)
    • Skema: Loan agreement + milestone payment
    • Detail:
    a. Proyek LCS melibatkan Boustead Naval Shipyard (BNS) dan Thales.
    b. Pembayaran dilakukan bertahap sesuai progres pembangunan.
    c. Menggunakan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, namun proyek ini mengalami keterlambatan dan audit karena masalah manajemen.
    -----------------
    3. Kapal NGPV (New Generation Patrol Vessel)
    • Skema: Loan agreement + offset lokal
    • Detail:
    a. Dipesan dari BNS dengan desain MEKO A-100 dari Jerman.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman pemerintah dan milestone kontrak.
    c. Offset berupa pembangunan galangan kapal dan pelatihan teknisi lokal.
    -----------------
    4. Tank PT-91M Pendekar
    • Skema: Loan agreement bilateral
    • Detail:
    a. Dibeli dari Polandia dengan nilai sekitar USD 370 juta.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman bilateral antara pemerintah Malondesh dan Polandia.
    c. Termasuk pelatihan awak dan dukungan teknis dari Bumar Labedy.
    -----------------
    6. Pesawat FA-50M
    • Skema: Loan agreement + offset industri
    • Detail:
    a. Malondesh menandatangani kontrak dengan Korea Aerospace Industries (KAI).
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri dan milestone pengiriman.
    c. Offset berupa pelatihan pilot dan teknisi serta kerja sama industri dirgantara.
    🔁 Tabel Ringkasan Skema Pembayaran
    Alutsista Skema Pembayaran Hutang
    Scorpene Loan agreement + offset ✅
    Kapal LCS Loan + milestone ✅
    Kapal NGPV Loan + offset ✅
    Tank PT-91M Loan bilateral ✅
    FA-50M Loan + offset ✅

    BalasHapus
  7. Sisanya mangkrak...🤣🤣😛🤪🇧🇩👎

    BalasHapus
  8. KLAIM CASH = LOAN
    LOAN-BASED PROCUREMENT IN MALONDESH’S MILITARY
    Malondesh often uses loan agreements to finance large-scale defense acquisitions, especially when the cost exceeds annual defense budgets. These loans can be sourced from foreign governments, international banks, or domestic financial institutions, and are structured to support long-term modernization goals.
    🔑 Key Features of Loan Procurement
    Feature Description
    Source of Loan Foreign governments (e.g., Poland, France, Korea), export credit agencies, or domestic banks.
    Tenor & Terms Typically 5–15 years, with grace periods and interest rates negotiated based on bilateral ties.
    Repayment Structure Paid in installments tied to delivery milestones or operational readiness.
    Currency Often denominated in USD, EUR, or local currency depending on supplier.
    Guarantees May involve sovereign guarantees or performance bonds.
    Offset Clauses Includes industrial participation, technology transfer, or local assembly.
    🛡️ Examples of Loan-Based Military Procurement
    1. Scorpene Submarines (France)
    • Loan Type: Foreign loan via French financial institutions.
    • Value: RM3.4 billion.
    • Offset: Training, infrastructure, and technology transfer to Boustead Naval Shipyard.
    2. PT-91M Pendekar Tanks (Poland)
    • Loan Type: Bilateral loan agreement with Poland.
    • Value: USD 370 million.
    • Offset: Crew training and maintenance support.
    3. FA-50M Fighter Jets (South Korea)
    • Loan Type: Export credit facility from Korean financial institutions.
    • Value: RM4.08 billion.
    • Offset: Pilot training, simulator systems, and potential local maintenance hub.
    4. NGPV Patrol Vessels (Germany)
    • Loan Type: Structured financing with German partners.
    • Value: RM5.35 billion.
    • Offset: Local shipbuilding capacity and technology transfer.
    -------------------
    FA-50M FIGHTER JET PROCUREMENT: FINANCIAL BREAKDOWN
    🔹 Overview
    • Contract Value: USD 920 million (≈ RM4.08 billion)
    • Quantity: 18 FA-50M Block 20 light combat aircraft
    • Supplier: Korea Aerospace Industries (KAI)
    • Contract Signed: May 2023 at LIMA (Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition)
    • Delivery Timeline: First batch expected in 20262
    💰 Financial Structure
    Component Description
    Loan Source Export credit facility from South Korean financial institutions, likely backed by KEXIM (Korea Export-Import Bank).
    Loan Type Government-to-government structured loan with sovereign guarantee.
    Tenor Estimated 10–15 years, with grace period during manufacturing phase.
    Interest Rate Preferential rate negotiated under bilateral defense cooperation.
    Repayment Schedule Milestone-based: tied to aircraft delivery and acceptance testing.
    Currency USD-denominated, with hedging options to mitigate forex risk.

    BalasHapus
  9. KLAIM CASH = LOAN BARTER
    -------------
    Barter & Hutang Pengadaan Alutsista Malondesh
    1. Kapal Selam Scorpene
    • Skema: Loan agreement + offset industri
    • Detail:
    a. Dibeli dari Naval Group (Prancis) dengan nilai sekitar RM 3.4 miliar.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri (PLN) yang disetujui oleh Kementerian Keuangan Malondesh.
    c. Termasuk offset berupa pelatihan awak, pembangunan fasilitas, dan kerja sama dengan PT PAL2.
    -----------------
    2. Kapal LCS (Littoral Combat Ship)
    • Skema: Loan agreement + milestone payment
    • Detail:
    a. Proyek LCS melibatkan Boustead Naval Shipyard (BNS) dan Thales.
    b. Pembayaran dilakukan bertahap sesuai progres pembangunan.
    c. Menggunakan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, namun proyek ini mengalami keterlambatan dan audit karena masalah manajemen.
    -----------------
    3. Kapal NGPV (New Generation Patrol Vessel)
    • Skema: Loan agreement + offset lokal
    • Detail:
    a. Dipesan dari BNS dengan desain MEKO A-100 dari Jerman.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman pemerintah dan milestone kontrak.
    c. Offset berupa pembangunan galangan kapal dan pelatihan teknisi lokal.
    -----------------
    4. Tank PT-91M Pendekar
    • Skema: Loan agreement bilateral
    • Detail:
    a. Dibeli dari Polandia dengan nilai sekitar USD 370 juta.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman bilateral antara pemerintah Malondesh dan Polandia.
    c. Termasuk pelatihan awak dan dukungan teknis dari Bumar Labedy.
    -----------------
    6. Pesawat FA-50M
    • Skema: Loan agreement + offset industri
    • Detail:
    a. Malondesh menandatangani kontrak dengan Korea Aerospace Industries (KAI).
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri dan milestone pengiriman.
    c. Offset berupa pelatihan pilot dan teknisi serta kerja sama industri dirgantara.
    🔁 Tabel Ringkasan Skema Pembayaran
    Alutsista Skema Pembayaran Hutang
    Scorpene Loan agreement + offset ✅
    Kapal LCS Loan + milestone ✅
    Kapal NGPV Loan + offset ✅
    Tank PT-91M Loan bilateral ✅
    FA-50M Loan + offset ✅

    BalasHapus
  10. Kok gak beli baru ya?
    Upssss ....... lupa, sebelah tuh baru MISKIN, UTANG MENGGUNUNG
    🤣🤣🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
  11. Klo di sebelah tuh, biasanya biaya upgrade tuh hampir sama dengan beli baru 😅

    BalasHapus
  12. KLAIM CASH = LOAN
    DENDA & GUGATAN HUKUM PENGADAAN MILITER MALONDESH
    1. Gugatan Aerotree Defence atas Helikopter Black Hawk
    • Nilai Gugatan: RM353 juta (±US$83,8 juta)
    • Latar Belakang:
    a. Pemerintah Malondesh membatalkan kontrak sewa 4 unit helikopter UH-60A Black Hawk dari Aerotree Defence and Services.
    b. Kontrak bernilai RM187,5 juta untuk masa sewa 5 tahun.
    c. Aerotree menggugat pemerintah dan Kementerian Pertahanan karena pembatalan sepihak.
    • Tuntutan Aerotree:
    a. Ganti rugi khusus: RM17,5 juta
    b. Ganti rugi tambahan: RM38,7 juta
    c. Kompensasi tambahan: US$38,7 juta (±RM297,3 juta)
    d. Ganti rugi umum atas reputasi, ganti rugi teladan, dan ganti rugi diperberat.
    -----------------
    2. Denda Keterlambatan Pengadaan GEMPITA 8×8
    • Nilai Denda: RM162,75 juta
    • Latar Belakang:
    a. Kontrak pengadaan 68 unit kendaraan perisai GEMPITA senilai RM7,517 miliar mengalami keterlambatan hingga 2 tahun 15 hari.
    b. Denda baru dikeluarkan 746 hari setelah kontrak berakhir.
    • Masalah Tambahan:
    a. Bon pelaksanaan hanya RM53,93 juta, jauh dari nilai denda.
    b. Perusahaan meminta pengurangan denda menjadi RM4,27 juta dengan alasan dampak pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina3.
    -----------------
    3. Denda Keterlambatan Servis & Suku Cadang
    • Nilai Denda: RM1,42 juta (belum dikenakan)
    • Latar Belakang:
    a. Keterlambatan servis dan pengadaan suku cadang untuk kendaraan ADNAN, PENDEKAR (PT-91M), dan GEMPITA.
    b. Keterlambatan antara 2 hingga 227 hari.
    c. Audit mencatat belum ada denda yang dikenakan hingga akhir 2023.
    -----------------
    4. Pelanggaran Prosedur Tender
    • Nilai Potensi Ketirisan: RM107,54 juta
    • Latar Belakang:
    a. Audit menemukan 654 transaksi pengadaan suku cadang dan servis yang dipecah kecil untuk menghindari tender terbuka.
    b. Melanggar Perintah Angkatan Tentera Malondesh (PATM) dan Pekeliling Perbendaharaan.
    -----------------
    5. Kendaraan Perisai GEMPITA (8×8)
    • Denda: RM162.75 juta
    • Kasus:
    a. Laporan Ketua Audit Negara (LKAN) 2/2025 mengungkap bahwa denda sebesar RM162.75 juta belum dikutip dari perusahaan pembekal utama meskipun kontrak telah berakhir sejak Desember 2022.
    b. Notis tuntutan baru dikeluarkan setelah 746 hari (lebih dari 2 tahun) kontrak berakhir.
    c. Bon pelaksanaan yang dipegang pemerintah hanya RM53.93 juta, jauh lebih kecil dari nilai denda.
    -----------------
    6. Keterlambatan Servis & Suku Cadang (GEMPITA, ADNAN, PENDEKAR)
    • Denda: RM1.42 juta
    • Kasus:
    a. Audit menemukan keterlambatan antara 2 hingga 227 hari dalam servis dan pengadaan suku cadang untuk kendaraan tempur.
    b. Denda belum dikenakan hingga akhir 2023 meskipun pelanggaran kontrak terjadi.

    BalasHapus
  13. KLAIM CASH = LOAN
    LOAN-BASED PROCUREMENT IN MALONDESH’S MILITARY
    Malondesh often uses loan agreements to finance large-scale defense acquisitions, especially when the cost exceeds annual defense budgets. These loans can be sourced from foreign governments, international banks, or domestic financial institutions, and are structured to support long-term modernization goals.
    🔑 Key Features of Loan Procurement
    Feature Description
    Source of Loan Foreign governments (e.g., Poland, France, Korea), export credit agencies, or domestic banks.
    Tenor & Terms Typically 5–15 years, with grace periods and interest rates negotiated based on bilateral ties.
    Repayment Structure Paid in installments tied to delivery milestones or operational readiness.
    Currency Often denominated in USD, EUR, or local currency depending on supplier.
    Guarantees May involve sovereign guarantees or performance bonds.
    Offset Clauses Includes industrial participation, technology transfer, or local assembly.
    🛡️ Examples of Loan-Based Military Procurement
    1. Scorpene Submarines (France)
    • Loan Type: Foreign loan via French financial institutions.
    • Value: RM3.4 billion.
    • Offset: Training, infrastructure, and technology transfer to Boustead Naval Shipyard.
    2. PT-91M Pendekar Tanks (Poland)
    • Loan Type: Bilateral loan agreement with Poland.
    • Value: USD 370 million.
    • Offset: Crew training and maintenance support.
    3. FA-50M Fighter Jets (South Korea)
    • Loan Type: Export credit facility from Korean financial institutions.
    • Value: RM4.08 billion.
    • Offset: Pilot training, simulator systems, and potential local maintenance hub.
    4. NGPV Patrol Vessels (Germany)
    • Loan Type: Structured financing with German partners.
    • Value: RM5.35 billion.
    • Offset: Local shipbuilding capacity and technology transfer.
    -------------------
    FA-50M FIGHTER JET PROCUREMENT: FINANCIAL BREAKDOWN
    🔹 Overview
    • Contract Value: USD 920 million (≈ RM4.08 billion)
    • Quantity: 18 FA-50M Block 20 light combat aircraft
    • Supplier: Korea Aerospace Industries (KAI)
    • Contract Signed: May 2023 at LIMA (Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition)
    • Delivery Timeline: First batch expected in 20262
    💰 Financial Structure
    Component Description
    Loan Source Export credit facility from South Korean financial institutions, likely backed by KEXIM (Korea Export-Import Bank).
    Loan Type Government-to-government structured loan with sovereign guarantee.
    Tenor Estimated 10–15 years, with grace period during manufacturing phase.
    Interest Rate Preferential rate negotiated under bilateral defense cooperation.
    Repayment Schedule Milestone-based: tied to aircraft delivery and acceptance testing.
    Currency USD-denominated, with hedging options to mitigate forex risk.

    BalasHapus
  14. SHOPING lagi.... 😎😎🇲🇾🇲🇾



    ATM Mula Terima 60 Buah Dari 136 Buah Kenderaan Perisai HMAV 4×4 Tarantula Bermula 2027

    https://defencesecurityasia.com/atm-mula-terima-60-buah-dari-136-buah-kenderaan-perisai-hmav-4x4-tarantula-bermula-2027/

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. KLAIM CASH = LOAN
      LOAN-BASED DEFENSE PROCUREMENT: A STRATEGIC FINANCIAL MODEL
      🔹 Why Loans Are Used
      Malondesh’s annual defense budget is limited and must cover personnel, operations, maintenance, and development. When major acquisitions—such as submarines, fighter jets, or armored vehicles—exceed available funds, the government turns to loan agreements to:
      • Spread payments over multiple years.
      • Avoid sudden budget shocks.
      • Enable long-term modernization without compromising operational readiness.
      -----------------
      🔸 Sources of Loans
      Source Type Description
      Foreign Governments Bilateral defense deals often include soft loans or export credits. Example: Poland for PT-91M tanks.
      Export Credit Agencies Institutions like Korea Eximbank or France’s Coface offer financing tied to defense exports.
      International Banks Commercial banks may offer syndicated loans for large naval or aerospace projects.
      Domestic Institutions Malondeshn banks or government-linked investment entities may co-finance local components.
      -----------------
      🔸 Structure of Loan Agreements
      Component Details
      Tenor Typically 5–15 years depending on asset lifespan and delivery schedule.
      Grace Period Often 1–3 years during manufacturing phase before repayment begins.
      Interest Rate Negotiated based on bilateral ties; may be fixed or floating.
      Repayment Terms Milestone-based: payments tied to delivery, testing, or commissioning.
      Currency Usually USD or EUR; hedging used to manage forex risk.
      Guarantees Sovereign guarantees or performance bonds to secure repayment.
      -----------------
      🔸 Offset & Industrial Participation
      Loan-based deals often include offset clauses, which benefit Malondesh’s local defense industry:
      • Technology Transfer: Training, simulators, or assembly know-how.
      • Local Manufacturing: Involvement of Boustead Naval Shipyard, SME Ordnance, or AIROD.
      • Maintenance Contracts: Long-term MRO (Maintenance, Repair, Overhaul) agreements with Malondeshn firms.
      -----------------
      🔸 Examples of Loan-Based Defense Deals
      Program Supplier Country Loan Type & Offset
      Scorpene Submarines France Export credit + training + infrastructure development
      PT-91M Tanks Poland Bilateral loan + crew training + spare parts support
      FA-50M Fighter Jets South Korea Export credit + pilot training + simulator systems
      NGPV Patrol Vessels Germany Structured financing + local shipbuilding capacity
      ⚠️ Risks & Safeguards
      Risk Mitigation Strategy
      Exchange Rate Volatility Use of currency hedging and multi-currency reserves.
      Delivery Delays Penalty clauses and performance guarantees in contract.
      Budget Overruns Parliamentary oversight and audit mechanisms.
      Political Sensitivity Transparency initiatives and public reporting (e.g., LCS scandal).

      Hapus
    3. KLAIM CASH = LOAN
      Malondesh's approach to financing large-scale defense acquisitions often involves the use of loan agreements :
      1. The Need for Loan Agreements
      • High Cost of Modern Defense Systems: Modern military equipment, such as fighter jets, naval vessels, submarines, air defense systems, and advanced armored vehicles, are extremely expensive. A single major acquisition can easily exceed Malondesh's annual defense budget.
      • Budgetary Constraints: While Malondesh allocates a significant portion of its budget to defense, there are always competing demands from other sectors like education, healthcare, infrastructure, and social welfare. This limits the amount that can be immediately spent on defense acquisitions.
      • Long-Term Modernization Goals: Malondesh has a continuous need to modernize its armed forces to maintain regional security, protect its sovereignty, and respond to evolving threats. Loan agreements facilitate these long-term strategic objectives by spreading the financial burden over several years.
      -----------------
      2. Sources of Loans
      Malondesh can tap into various sources for these defense-related loans:
      • Foreign Governments (Government-to-Government Loans):
      o Direct Financing: Often, a selling country's government (e.g., France, the UK, Germany, South Korea) will offer direct government-backed loans or credit lines to Malondesh to facilitate the purchase of their defense products. This can be part of a larger diplomatic or trade package.
      o Export Credit Agencies (ECAs): Many countries have ECAs (e.g., UK Export Finance, COFACE in France, Euler Hermes in Germany) that provide guarantees or direct loans to support their national defense industries' exports. These loans often come with favorable terms.
      o Advantages: These loans can sometimes offer lower interest rates, longer repayment periods, and more flexible terms than commercial loans, as they are often intertwined with strategic partnerships.
      • International Banks/Financial Institutions:
      o Commercial Loans: Malondesh can secure loans from large international commercial banks or consortia of banks. These are typically market-rate loans, but for large sums, they might involve syndicated lending (multiple banks pooling resources).
      o Multilateral Development Banks (Less Common for Direct Defense): While institutions like the World Bank or Asian Development Bank typically don't finance direct defense purchases, they might fund related infrastructure projects that indirectly support defense capabilities (e.g., port upgrades that could also be used by naval vessels). However, direct defense financing from these is rare.
      o Advantages: Access to a broad pool of capital, competitive terms, and expertise in structuring complex financial deals.
      • Domestic Financial Institutions:
      o Local Banks/Bond Markets: For some acquisitions, especially those involving local content or smaller components, Malondesh might secure loans from domestic banks or issue defense bonds in the local financial market.
      o Advantages: Reduces exposure to foreign currency fluctuations, strengthens domestic financial markets, and can be politically more palatable.
      -----------------
      3. Strategic Implications and Considerations
      • Financial Sustainability: While loans enable acquisitions, they also add to national debt and require consistent servicing. Malondesh must ensure these loans are financially sustainable in the long run.
      • Geopolitical Alignment: The choice of lender and supplier can sometimes reflect or influence Malondesh's geopolitical alignments and defense partnerships.
      • Transparency and Accountability: Large defense loans are often subject to intense public scrutiny regarding transparency, potential for corruption, and economic justification.
      • Economic Impact: The servicing of these loans impacts the national budget, potentially diverting funds from other critical sectors. However, the economic benefits from offsets and job creation in the defense sector can partially mitigate this

      Hapus
    4. KLAIM CASH = LOAN
      1. Identification of Needs:
      The Malondeshn Armed Forces (MAF) first identifies its operational requirements and strategic defense needs. This involves assessments of current threats, technological advancements, and the lifespan of existing equipment. For example, the Royal Malondeshn Navy might identify a need for new littoral mission ships (LMS) or the Royal Malondeshn Air Force for multi-role combat aircraft.
      -----------------
      2. Budget Allocation and Approval:
      Defense spending is a significant part of the national budget. The Ministry of Defence (MINDEF) prepares budget proposals, which are then subject to approval by the Malondeshn Parliament. For major acquisitions, special allocations or supplementary budgets may be required.
      -----------------
      3. Procurement Methods:
      Malondesh employs various procurement methods, including:
      * Direct Negotiation: For specialized equipment or where only a few suppliers exist, direct negotiation with manufacturers or foreign governments is common.
      * International Tendering: For more competitive markets, international tenders are issued, allowing various global defense contractors to bid.
      * Government-to-Government (G2G) Agreements: Sometimes, procurement is done directly between the Malondeshn government and a foreign government, which can facilitate financing options.
      -----------------
      4. Financing Options – How Loans Come In:
      When the outright purchase of military equipment is too costly for the immediate national budget, loans become a crucial financing mechanism. Here are the common sources and types of loans:
      • Commercial Bank Loans:
      a. Syndicated Loans: A group of banks might come together to provide a large loan to the Malondeshn government or a specific government entity responsible for procurement. These are often arranged through international financial institutions.
      b. Export Credit Agencies (ECAs): Many countries that export defense equipment have ECAs (e.g., UKEF in the UK, EXIM Bank in the US, Euler Hermes in Germany). These agencies provide loan guarantees, direct loans, or insurance to facilitate exports from their respective countries. If Malondesh buys equipment from a French company, for instance, a French ECA might offer favorable financing terms to secure the deal for the French exporter. This is a very common source of financing for defense deals.
      • Foreign Government Loans/Credits:
      a. Soft Loans/Concessional Loans: Sometimes, a foreign government might offer loans with very favorable terms (low interest rates, long repayment periods) as part of a broader diplomatic or strategic partnership, or to stimulate their own defense industry's exports.
      b. Defense Cooperation Agreements: These agreements can sometimes include provisions for financial assistance or credit lines for military purchases.
      • Bonds/Sukuk:
      a. The Malondeshn government could issue sovereign bonds or Islamic bonds (Sukuk) in domestic or international markets to raise funds for general expenditure, which could include military procurement. While not direct "loans" for a specific piece of equipment, they are a way to raise capital.

      Hapus
    5. KLAIM CASH = LOAN
      USE OF LOANS IN DEFENSE PROCUREMENT
      1. Why Loans Are Used
      a. Budget Limits: Malondesh’s annual defense budget is relatively modest (about RM15–20 billion in recent years). Buying big-ticket items like submarines, frigates, or fighter jets in one year would swallow a large chunk of the budget.
      b. Need for Modernization: To maintain regional balance (especially with neighbors like Singapore, Indonesia, Thailand, and Vietnam), Malondesh wants to modernize across all services (army, navy, air force) simultaneously.
      c. Smoothing Expenditure: Loans allow Malondesh to spread payments over 5–15 years, instead of paying everything upfront.
      d. Political Optics: Loans make it easier for governments to announce “big” purchases without creating sudden budget spikes.
      ________________________________________
      2. Where the Loans Come From
      a. Foreign Export Credit Agencies (ECAs):
      o Example: France’s COFACE, Germany’s Euler Hermes, South Korea’s KEXIM.
      o These agencies guarantee loans tied to purchases from their industries.
      b. International Banks / Syndicated Loans:
      o Global banks provide financing secured by sovereign guarantees.
      c. Domestic Financing:
      o Malondesh sometimes uses local banks or issues government bonds to support large contracts (especially if local shipyards are involved).
      ________________________________________
      3. How the Loans Are Structured
      a. Buyer’s Credit (Tied Loans):
      Malondesh borrows from the supplier’s country → money must be spent on that country’s defense products.
      b. Supplier’s Credit:
      The vendor arranges financing on Malondesh’s behalf.
      c. Mixed Financing:
      Part loan, part direct allocation from Malondesh’s budget.
      d. Grace Periods:
      Often 3–5 years before repayment begins, matching the delivery of ships/planes.
      e. Repayment Terms:
      Usually 5–15 years, in USD or EUR, sometimes with concessional interest if linked to government-to-government deals.
      ________________________________________
      4. Examples of Loan-Financed Procurement
      a. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
      Financed with loans from French banks, backed by the French government’s export credit agency. Payments stretched over many years.
      b. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
      Reports suggest export credit financing from Poland/Europe, since the total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year.
      c. Littoral Combat Ship (LCS):
      Domestic + foreign financing mix. Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans, while the government made progressive payments. Debt restructuring later became necessary due to delays.
      d. FA-50M Fighter Jets (South Korea, 2023):
      Likely tied to Korean financing packages (KEXIM export credit), though details not fully disclosed. A typical arrangement for aircraft sales from Korea.
      e. NGPVs (Kedah-class Patrol Vessels, 1990s–2000s):
      Built locally under a German license; financing reportedly included German export credit facilities.
      ________________________________________
      5. Weaknesses & Risks
      a. Debt Burden: Defense loans tie up future budgets for repayments.
      b. Currency Risk: Loans often in USD/EUR; if the ringgit weakens, repayment costs rise.
      c. Tied Procurement: Malondesh is locked into buying from the lending country, limiting competition.
      d. Project Delays: If assets (e.g., LCS) are delayed, Malondesh is already servicing debt without receiving capability.
      e. Transparency Issues: Loan terms and repayment schedules are often not publicly disclosed.
      ________________________________________
      ✅ In summary:
      Malondesh relies on loan financing (foreign export credit, international bank loans, domestic financing) to fund expensive defense acquisitions like submarines, frigates, tanks, and fighter jets. This allows modernization without busting the yearly budget, but creates long-term debt obligations, currency risks, and vulnerability to project delays.

      Hapus
    6. KLAIM CASH = LOAN
      1. Soft Loans (Government-to-Government or Export Credit Agencies):
      These are often provided by the exporting country's government or its export credit agency at favorable interest rates and repayment terms. They are typically used for large, strategic acquisitions.
      Example: Submarines (Scorpène Class from France)
      a. Asset: Two Perdana Menteri-class (Scorpène) submarines.
      b. Procurement: Acquired from France's DCNS (now Naval Group) and Spain's Navantia. The deal, signed in 2002, was reportedly financed through a combination of commercial loans and a government-backed credit facility from France and Spain. The total cost was around €1.08 billion (approximately RM4.7 billion at the time). The financing structure allowed Malondesh to spread the cost over several years.
      c. Details: These loans are often tied to defense contracts, making it easier for developing nations to acquire sophisticated military technology. The repayment schedules are structured to be manageable for the acquiring nation's budget.
      -----------------
      2. Commercial Loans from Banks:
      For smaller acquisitions or when government-to-government loans are not available, Malondesh might secure commercial loans from local or international banks. These loans are typically at market rates.
      Example: Offshore Patrol Vessels (OPVs)
      a. Asset: Various batches of Offshore Patrol Vessels (e.g., from local shipyards).
      b. Procurement: While some earlier OPVs might have been funded directly, more recent procurements or upgrades involving local shipyards could involve commercial financing. Shipyards often secure bank loans to fund construction, and the Malondeshn government then pays in installments, which effectively means the procurement is supported by a form of commercial financing, albeit indirectly.
      c. Details: The government might issue guarantees for these loans, reducing the risk for commercial banks and potentially securing better terms.
      -----------------
      3. Direct Government Funding (Budget Allocation):
      While not a "loan" in the traditional sense, a significant portion of military procurement comes directly from the annual defense budget. However, even budget allocations can sometimes be backstopped by short-term government borrowing if immediate funds are insufficient.
      Example: Various smaller assets, maintenance, and upgrades.
      a. Asset: Armored vehicles, small arms, communication equipment, regular maintenance, and upgrades for existing platforms.
      b. Procurement: These are typically funded through direct allocations from the Ministry of Defence's annual budget. The funds are earmarked for specific projects or operational needs.
      c. Details: This method is preferred for recurring expenses or less capital-intensive acquisitions.
      -----------------
      4. Barter Trade or Counter-Trade (Less Common for Large Assets):
      While not a loan, historically some countries have used barter trade, where goods or services are exchanged for military assets. This is less common for high-value modern military assets but has been explored in the past.
      Example (Historical/Hypothetical): While no major recent Malondeshn military acquisition definitively used direct barter for large assets, discussions have sometimes emerged in the context of palm oil or other commodities for defense purchases with certain countries. This is more relevant in the context of offsetting trade deficits rather than direct financing of the entire asset.

      Hapus
    7. KLAIM MPA UAV CASH = LOAN
      Malondesh's defense procurement strategy has historically involved a mix of direct cash purchases, government-to-government (G2G) deals, and increasingly, the use of loans and financing schemes. The shift towards greater reliance on loans is driven by several factors, including:
      1. Budgetary Constraints: Like many nations, Malondesh faces pressure to balance defense spending with other national priorities such as healthcare, education, and infrastructure. Loans allow the Ministry of Defense (MINDEF) to acquire high-value assets without immediately drawing large sums from the annual budget.
      2. Modernization Needs: The Malondeshn Armed Forces (MAF) are undergoing a continuous modernization process to maintain regional relevance and address evolving security threats. Modern military equipment, such as fighter jets, warships, and advanced missile systems, is incredibly expensive.
      3. Technological Advancement: Rapid advancements in defense technology mean that new equipment often comes with a hefty price tag. Loans help bridge the gap between budgetary allocations and the cost of acquiring cutting-edge systems.
      4. Economic Offsets and Industrial Participation: Often, loan agreements or large procurement contracts come with clauses for economic offsets, technology transfer, or local industrial participation. These can be attractive to the Malondeshn government as they contribute to local economic development and build domestic defense capabilities.
      5. Payment Flexibility: Loans offer structured payment plans over several years, which can be more manageable for national finances compared to a single, large upfront Detailed Example: The Littoral Combat Ship (LCS) Project
      -----------------
      The procurement of six Littoral Combat Ships (LCS) for the Royal Malondeshn Navy (RMN) serves as a prime example of a large-scale defense project heavily reliant on financing.
      1. Initial Contract: The contract for the six LCS vessels was awarded to Boustead Naval Shipyard (BNS) in 2011, with a value exceeding RM9 billion (approximately USD2.1 billion at the time). The project involves the construction of Gowind-class corvettes designed by French company Naval Group (formerly DCNS).
      2. Financing Structure: While specific details of the financing structure are not always publicly disclosed due to commercial sensitivities, it is understood that the project involved a significant portion of financing that was not entirely upfront cash payment. This typically includes a mix of government allocations and loans, possibly from local banks or with government guarantees, spread over the construction period.
      3. Challenges and Delays: The LCS project has faced significant delays, cost overruns, and controversies. These issues highlight the risks associated with large, complex defense procurements, especially when financing is spread over many years. Delays can lead to increased interest payments and a greater overall cost.
      4. Impact of Loans: The use of financing allowed Malondesh to embark on this ambitious naval modernization program, which is crucial for maritime security. However, the associated financial commitments, including loan repayments, become a long-term burden on the national budget. The controversies surrounding the project have also brought scrutiny to the transparency and accountability of such large-scale, loan-backed defense deals.
      -----------------
      Other Potential Examples:
      1. Fighter Jet Acquisitions: When Malondesh acquired Sukhoi Su-30MKM fighter jets from Russia, the deal reportedly included a significant portion financed through counter-trade (palm oil for jets) and potentially long-term credit facilities provided by Russia.
      2. Maritime Patrol Aircraft (MPA) and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs): Recent procurements in these areas might also involve a mix of cash and financing, depending on the supplier and the value of the assets. For instance, the acquisition of maritime patrol aircraft or medium-altitude long-endurance (MALE) UAVs would represent substantial investments.

      Hapus
    8. KLAIM CASH = LOAN
      Financing Mechanisms
      Given the substantial costs, Malondesh rarely relies solely on upfront cash payments for such procurements. A mix of financing options is typically employed:
      1. Foreign Military Financing (FMF) / Government-to-Government Loans:
      2. Export Credit Agency (ECA) Loans:
      3. Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
      4. Deferred Payment Schemes / Installment Plans:
      5. Barter or Offset Agreements (Less Common for Financing, More for Value-Added):
      -----------------
      Specific Considerations for Malondesh
      1. Political Economy: Malondesh's political landscape and shifting priorities can influence procurement decisions and financing structures. Changes in government might lead to re-evaluation of existing contracts or new approaches.
      2. Supplier Diversification: Malondesh often seeks to diversify its defense suppliers (e.g., from Europe, US, China, Turkey, South Korea) to avoid over-reliance on a single source and to leverage competitive pricing and financing offers.
      3. Technology Transfer: A key demand in many Malondeshn defense procurements is technology transfer and local industrial participation. This can influence the choice of supplier and the overall deal structure, including financing.
      4. Economic Headwinds: Global and domestic economic conditions (e.g., commodity prices, GDP growth, national debt levels) significantly impact Malondesh's capacity to undertake large defense procurements and service any associated loans.
      5. Transparency and Governance: Concerns about transparency and good governance are increasingly important in defense spending, influencing how deals are structured and publicly communicated.
      -----------------
      Example Scenario: Acquiring MALE UAVs
      Let's imagine Malondesh decides to acquire a squadron of MALE UAVs. The process might look like this:
      1. Requirement Definition: The Ministry of Defense identifies the need for MALE UAVs for maritime surveillance and border security.
      2. Tender/Evaluation: Various international manufacturers are invited to submit proposals.
      3. Selection: A supplier (e.g., from Turkey, China, or a European consortium) is selected based on technical specifications, cost, and overall package.
      4. Financing Negotiation:
      a. The supplier might offer a deferred payment plan for 30% of the cost.
      b. The exporting country's ECA might offer a guaranteed loan for another 50% through a consortium of international banks at competitive interest rates, spread over 10-15 years.
      c. The remaining 20% might be covered by a direct budgetary allocation as a down payment.
      d. An offset agreement could be negotiated, where the supplier agrees to invest in a Malondeshn aerospace company or facilitate local MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) capabilities, reducing the long-term financial burden and increasing local expertise.

      Hapus
    9. KLAIM CASH = LOAN
      1. Soft Loans (Government-to-Government or Export Credit Agencies):
      These are often provided by the exporting country's government or its export credit agency at favorable interest rates and repayment terms. They are typically used for large, strategic acquisitions.
      Example: Submarines (Scorpène Class from France)
      a. Asset: Two Perdana Menteri-class (Scorpène) submarines.
      b. Procurement: Acquired from France's DCNS (now Naval Group) and Spain's Navantia. The deal, signed in 2002, was reportedly financed through a combination of commercial loans and a government-backed credit facility from France and Spain. The total cost was around €1.08 billion (approximately RM4.7 billion at the time). The financing structure allowed Malondesh to spread the cost over several years.
      c. Details: These loans are often tied to defense contracts, making it easier for developing nations to acquire sophisticated military technology. The repayment schedules are structured to be manageable for the acquiring nation's budget.
      -----------------
      2. Commercial Loans from Banks:
      For smaller acquisitions or when government-to-government loans are not available, Malondesh might secure commercial loans from local or international banks. These loans are typically at market rates.
      Example: Offshore Patrol Vessels (OPVs)
      a. Asset: Various batches of Offshore Patrol Vessels (e.g., from local shipyards).
      b. Procurement: While some earlier OPVs might have been funded directly, more recent procurements or upgrades involving local shipyards could involve commercial financing. Shipyards often secure bank loans to fund construction, and the Malondeshn government then pays in installments, which effectively means the procurement is supported by a form of commercial financing, albeit indirectly.
      c. Details: The government might issue guarantees for these loans, reducing the risk for commercial banks and potentially securing better terms.
      -----------------
      3. Direct Government Funding (Budget Allocation):
      While not a "loan" in the traditional sense, a significant portion of military procurement comes directly from the annual defense budget. However, even budget allocations can sometimes be backstopped by short-term government borrowing if immediate funds are insufficient.
      Example: Various smaller assets, maintenance, and upgrades.
      a. Asset: Armored vehicles, small arms, communication equipment, regular maintenance, and upgrades for existing platforms.
      b. Procurement: These are typically funded through direct allocations from the Ministry of Defence's annual budget. The funds are earmarked for specific projects or operational needs.
      c. Details: This method is preferred for recurring expenses or less capital-intensive acquisitions.
      -----------------
      4. Barter Trade or Counter-Trade (Less Common for Large Assets):
      While not a loan, historically some countries have used barter trade, where goods or services are exchanged for military assets. This is less common for high-value modern military assets but has been explored in the past.
      Example (Historical/Hypothetical): While no major recent Malondeshn military acquisition definitively used direct barter for large assets, discussions have sometimes emerged in the context of palm oil or other commodities for defense purchases with certain countries. This is more relevant in the context of offsetting trade deficits rather than direct financing of the entire asset.

      Hapus
    10. KLAIM MPA UAV CASH = LOAN
      Malondesh's defense procurement strategy has historically involved a mix of direct cash purchases, government-to-government (G2G) deals, and increasingly, the use of loans and financing schemes. The shift towards greater reliance on loans is driven by several factors, including:
      1. Budgetary Constraints: Like many nations, Malondesh faces pressure to balance defense spending with other national priorities such as healthcare, education, and infrastructure. Loans allow the Ministry of Defense (MINDEF) to acquire high-value assets without immediately drawing large sums from the annual budget.
      2. Modernization Needs: The Malondeshn Armed Forces (MAF) are undergoing a continuous modernization process to maintain regional relevance and address evolving security threats. Modern military equipment, such as fighter jets, warships, and advanced missile systems, is incredibly expensive.
      3. Technological Advancement: Rapid advancements in defense technology mean that new equipment often comes with a hefty price tag. Loans help bridge the gap between budgetary allocations and the cost of acquiring cutting-edge systems.
      4. Economic Offsets and Industrial Participation: Often, loan agreements or large procurement contracts come with clauses for economic offsets, technology transfer, or local industrial participation. These can be attractive to the Malondeshn government as they contribute to local economic development and build domestic defense capabilities.
      5. Payment Flexibility: Loans offer structured payment plans over several years, which can be more manageable for national finances compared to a single, large upfront Detailed Example: The Littoral Combat Ship (LCS) Project
      -----------------
      The procurement of six Littoral Combat Ships (LCS) for the Royal Malondeshn Navy (RMN) serves as a prime example of a large-scale defense project heavily reliant on financing.
      1. Initial Contract: The contract for the six LCS vessels was awarded to Boustead Naval Shipyard (BNS) in 2011, with a value exceeding RM9 billion (approximately USD2.1 billion at the time). The project involves the construction of Gowind-class corvettes designed by French company Naval Group (formerly DCNS).
      2. Financing Structure: While specific details of the financing structure are not always publicly disclosed due to commercial sensitivities, it is understood that the project involved a significant portion of financing that was not entirely upfront cash payment. This typically includes a mix of government allocations and loans, possibly from local banks or with government guarantees, spread over the construction period.
      3. Challenges and Delays: The LCS project has faced significant delays, cost overruns, and controversies. These issues highlight the risks associated with large, complex defense procurements, especially when financing is spread over many years. Delays can lead to increased interest payments and a greater overall cost.
      4. Impact of Loans: The use of financing allowed Malondesh to embark on this ambitious naval modernization program, which is crucial for maritime security. However, the associated financial commitments, including loan repayments, become a long-term burden on the national budget. The controversies surrounding the project have also brought scrutiny to the transparency and accountability of such large-scale, loan-backed defense deals.
      -----------------
      Other Potential Examples:
      1. Fighter Jet Acquisitions: When Malondesh acquired Sukhoi Su-30MKM fighter jets from Russia, the deal reportedly included a significant portion financed through counter-trade (palm oil for jets) and potentially long-term credit facilities provided by Russia.
      2. Maritime Patrol Aircraft (MPA) and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs): Recent procurements in these areas might also involve a mix of cash and financing, depending on the supplier and the value of the assets. For instance, the acquisition of maritime patrol aircraft or medium-altitude long-endurance (MALE) UAVs would represent substantial investments.

      Hapus
  15. 1 PPA kita bisa dapat ribuan HMAV haha!🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. dibalik om @palu gada ..... 1 LCS dapet 2 PPA canggih fulll ammo .....hayooo IQ jongkok pasti buntu otak sebelah

      Hapus
    2. seblah gak nyampe om pemburu haha!🤣🤣🤣

      Hapus
  16. Setelah shoping radio ini shoping AC untuk MIFV ke??

    BalasHapus
  17. Jok nya di tengah, macem keranda mayat 🤣

    BalasHapus
  18. INI KOTAK SABUN DENGAN AC SPLITT YA LON.....HAHAHAAA

    BalasHapus
  19. SHOPING lagi.... 😎😎🇲🇾🇲🇾



    ATM Mula Terima 60 Buah Dari 136 Buah Kenderaan Perisai HMAV 4×4 Tarantula Bermula 2027

    https://defencesecurityasia.com/atm-mula-terima-60-buah-dari-136-buah-kenderaan-perisai-hmav-4x4-tarantula-bermula-2027/

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM CASH = LOAN
      Types of Loan Financing
      1. Foreign Export Credit:
      o Mechanism: When Malondesh decides to buy defense equipment from a foreign country (e.g., submarines from France, fighter jets from Russia), the exporting country's government or its export credit agency often provides favorable loan terms to Malondesh. This isn't just a commercial deal; it's a strategic tool for the exporting nation to promote its defense industry and build political influence.
      o Advantages for Malondesh:
       Lower Interest Rates: Often come with subsidized interest rates compared to commercial loans.
       Longer Repayment Periods: Allows for spreading the cost over many years, easing immediate budget pressure.
      o Risks:
       Currency Risk: Loans are typically denominated in the currency of the exporting country (e.g., Euros, USD, Rubles). If the Malondeshn Ringgit depreciates against these currencies, the cost of repayment in Ringgit terms increases significantly.
       Political Influence: The exporting country might gain leverage over Malondesh's foreign policy or defense decisions due to the debt.
      -----------------
      2. International Bank Loans:
      o Mechanism: Malondesh can secure loans from commercial banks or syndicates of banks, often international institutions, to finance defense purchases. These are more straightforward commercial transactions.
      o Advantages for Malondesh:
       Flexibility: Can be used to purchase equipment from various suppliers, not tied to a specific exporting country's credit lines.
       Market Rates: While interest rates are market-driven, competitive bidding among banks can secure reasonable terms.
      o Risks:
       Higher Interest Rates: Generally higher than government-backed export credits.
       Shorter Repayment Periods: Compared to export credits, these might demand quicker repayment.
       Strict Covenants: Banks often impose covenants (conditions) that the borrower must adhere to, potentially limiting financial flexibility.
      -----------------
      3. Domestic Financing:
      o Mechanism: The Malondeshn government can also raise funds domestically through issuing government bonds or borrowing from local financial institutions to fund defense projects.
      o Advantages for Malondesh:
       No Currency Risk: Loans are denominated in Malondeshn Ringgit, eliminating foreign exchange fluctuations as a direct risk to the loan principal and interest.
       Stimulates Domestic Economy: Money stays within the country's financial system.
      o Risks:
       Crowding Out: Large government borrowing can "crowd out" private sector investment by driving up domestic interest rates.
       Inflationary Pressure: Excessive domestic money creation or borrowing can contribute to inflation.
       Limited Capital: The domestic market might not always have the depth to fund extremely large, multi-billion dollar acquisitions.

      Hapus
    2. KLAIM CASH = LOAN
      Key Implications and Risks
      1. Long-Term Debt Obligations:
      o Accumulation: Each major acquisition adds to the national debt. While spreading costs, it means a significant portion of future budgets is earmarked for debt servicing (principal and interest payments) rather than other development or operational needs.
      o Sustainability: The long-term sustainability of this debt depends on Malondesh's economic growth and its ability to generate sufficient revenue.
      -----------------
      2. Currency Risks:
      o Exchange Rate Fluctuations: This is perhaps the most significant financial risk for foreign-denominated loans. A weakening Ringgit can dramatically increase the real cost of debt repayment. For example, if Malondesh borrowed €1 billion for submarines and the Ringgit depreciates by 10% against the Euro, the cost in Ringgit terms effectively increases by 10% overnight.
      o Mitigation: Governments can use currency hedging strategies (e.g., forward contracts) to mitigate this risk, but these also come with costs.
      -----------------
      3. Vulnerability to Project Delays:
      o Escalating Costs: Large defense projects are notoriously prone to delays due to technical complexities, design changes, political issues, or contractual disputes. Delays mean that interest payments continue accumulating even before the asset is delivered or operational, pushing up the total cost.
      o Opportunity Cost: The funds tied up in a delayed project cannot be used for other urgent defense needs or national priorities.
      o Operational Readiness Impact: Delays in receiving crucial equipment can impact the readiness and capabilities of the armed forces, potentially leaving capability gaps.
      o Maintenance and Spares: The lifecycle cost of defense equipment is often several times its initial purchase price, with ongoing expenses for maintenance, upgrades, and spare parts also requiring substantial funding.
      -----------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang

      Hapus
    3. KLAIM CASH = LOAN
      Malondesh's defense procurement, like that of many nations, often involves significant financial arrangements, including loans. Here's a detailed breakdown of how loans typically factor into Malondesh's defense spending:
      1. The Need for Loans in Defense Procurement:
      • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, warships, submarines, advanced weaponry, radar systems) is incredibly expensive. A single major platform can cost hundreds of millions or even billions of dollars.
      • Budgetary Constraints: Even with a dedicated defense budget, it's rare for a nation to have enough readily available cash to make outright purchases of all desired equipment, especially for large-scale modernization programs.
      • Strategic Importance: Defense capabilities are crucial for national security, sovereignty, and regional stability. Delays in procurement due to lack of immediate funds can have serious strategic implications.
      • Long-Term Investments: Military assets have long operational lifespans, often decades. Financing them over a longer period through loans aligns with the long-term utility of the assets.
      -----------------
      2. Types of Loans and Financing Mechanisms:
      • Government-to-Government (G2G) Loans:
      o Description: These are loans provided directly by the government of the exporting country to the Malondeshn government. They often come with favorable terms (lower interest rates, longer repayment periods) as they are part of broader bilateral defense cooperation agreements.
      o Example: A country like France or Germany might offer a G2G loan to Malondesh to facilitate the purchase of their defense industry's products.
      • Export Credit Agencies (ECAs):
      o Description: Many exporting nations have ECAs (e.g., France's Bpifrance, Germany's Euler Hermes, UK's UK Export Finance) that provide guarantees or direct loans to support their domestic industries' exports, including defense. These loans are usually attractive because they reduce risk for commercial banks and often have competitive terms.
      o Mechanism: The ECA might guarantee a loan from a commercial bank to Malondesh, making it easier and cheaper for Malondesh to borrow. Or, the ECA might provide direct financing.
      • Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
      o Description: Malondesh can also secure loans from international commercial banks or consortia of banks (syndicated loans). These are typically market-rate loans, but for large defense projects, they can still be a viable option.
      o Considerations: Interest rates and terms will depend on Malondesh's credit rating and prevailing market conditions.
      • Vendor Financing:
      o Description: Sometimes, the defense contractor itself (the vendor) or its associated financial arm might offer financing solutions to the buyer. This is less common for entire platforms but can occur for components or upgrades.
      • Leasing Agreements:
      o Description: While not strictly a "loan," leasing allows Malondesh to use defense assets for a specified period by paying regular installments, without immediately owning them. This can be attractive for certain types of equipment or to manage budget cycles.


      Hapus
  20. UPGRADE Lengkap dengan RCWS guys..... ORANG KAYA

    Yang MISKIN NGUTANG LENDER kerjanya tu tepi sikit.... 🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM CASH = LOAN
      Malondesh's defense procurement, like that of many nations, often involves significant financial arrangements, including loans. Here's a detailed breakdown of how loans typically factor into Malondesh's defense spending:
      1. The Need for Loans in Defense Procurement:
      • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, warships, submarines, advanced weaponry, radar systems) is incredibly expensive. A single major platform can cost hundreds of millions or even billions of dollars.
      • Budgetary Constraints: Even with a dedicated defense budget, it's rare for a nation to have enough readily available cash to make outright purchases of all desired equipment, especially for large-scale modernization programs.
      • Strategic Importance: Defense capabilities are crucial for national security, sovereignty, and regional stability. Delays in procurement due to lack of immediate funds can have serious strategic implications.
      • Long-Term Investments: Military assets have long operational lifespans, often decades. Financing them over a longer period through loans aligns with the long-term utility of the assets.
      -----------------
      2. Types of Loans and Financing Mechanisms:
      • Government-to-Government (G2G) Loans:
      o Description: These are loans provided directly by the government of the exporting country to the Malondeshn government. They often come with favorable terms (lower interest rates, longer repayment periods) as they are part of broader bilateral defense cooperation agreements.
      o Example: A country like France or Germany might offer a G2G loan to Malondesh to facilitate the purchase of their defense industry's products.
      • Export Credit Agencies (ECAs):
      o Description: Many exporting nations have ECAs (e.g., France's Bpifrance, Germany's Euler Hermes, UK's UK Export Finance) that provide guarantees or direct loans to support their domestic industries' exports, including defense. These loans are usually attractive because they reduce risk for commercial banks and often have competitive terms.
      o Mechanism: The ECA might guarantee a loan from a commercial bank to Malondesh, making it easier and cheaper for Malondesh to borrow. Or, the ECA might provide direct financing.
      • Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
      o Description: Malondesh can also secure loans from international commercial banks or consortia of banks (syndicated loans). These are typically market-rate loans, but for large defense projects, they can still be a viable option.
      o Considerations: Interest rates and terms will depend on Malondesh's credit rating and prevailing market conditions.
      • Vendor Financing:
      o Description: Sometimes, the defense contractor itself (the vendor) or its associated financial arm might offer financing solutions to the buyer. This is less common for entire platforms but can occur for components or upgrades.
      • Leasing Agreements:
      o Description: While not strictly a "loan," leasing allows Malondesh to use defense assets for a specified period by paying regular installments, without immediately owning them. This can be attractive for certain types of equipment or to manage budget cycles.


      Hapus
    2. KLAIM CASH = LOAN
      Malondesh's defense procurement, like that of many nations, often involves significant financial arrangements, including loans. Here's a detailed breakdown of how loans typically factor into Malondesh's defense spending:
      1. The Need for Loans in Defense Procurement:
      • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, warships, submarines, advanced weaponry, radar systems) is incredibly expensive. A single major platform can cost hundreds of millions or even billions of dollars.
      • Budgetary Constraints: Even with a dedicated defense budget, it's rare for a nation to have enough readily available cash to make outright purchases of all desired equipment, especially for large-scale modernization programs.
      • Strategic Importance: Defense capabilities are crucial for national security, sovereignty, and regional stability. Delays in procurement due to lack of immediate funds can have serious strategic implications.
      • Long-Term Investments: Military assets have long operational lifespans, often decades. Financing them over a longer period through loans aligns with the long-term utility of the assets.
      -----------------
      2. Types of Loans and Financing Mechanisms:
      • Government-to-Government (G2G) Loans:
      o Description: These are loans provided directly by the government of the exporting country to the Malondeshn government. They often come with favorable terms (lower interest rates, longer repayment periods) as they are part of broader bilateral defense cooperation agreements.
      o Example: A country like France or Germany might offer a G2G loan to Malondesh to facilitate the purchase of their defense industry's products.
      • Export Credit Agencies (ECAs):
      o Description: Many exporting nations have ECAs (e.g., France's Bpifrance, Germany's Euler Hermes, UK's UK Export Finance) that provide guarantees or direct loans to support their domestic industries' exports, including defense. These loans are usually attractive because they reduce risk for commercial banks and often have competitive terms.
      o Mechanism: The ECA might guarantee a loan from a commercial bank to Malondesh, making it easier and cheaper for Malondesh to borrow. Or, the ECA might provide direct financing.
      • Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
      o Description: Malondesh can also secure loans from international commercial banks or consortia of banks (syndicated loans). These are typically market-rate loans, but for large defense projects, they can still be a viable option.
      o Considerations: Interest rates and terms will depend on Malondesh's credit rating and prevailing market conditions.
      • Vendor Financing:
      o Description: Sometimes, the defense contractor itself (the vendor) or its associated financial arm might offer financing solutions to the buyer. This is less common for entire platforms but can occur for components or upgrades.
      • Leasing Agreements:
      o Description: While not strictly a "loan," leasing allows Malondesh to use defense assets for a specified period by paying regular installments, without immediately owning them. This can be attractive for certain types of equipment or to manage budget cycles.


      Hapus
    3. KLAIM LCS CASH = LOAN
      1. Tata Kelola dan Korupsi yang Buruk:
      • Skandal Korupsi: Ini adalah akar masalah utama. Proyek LCS telah dirundung tuduhan korupsi, penyalahgunaan dana, dan konflik kepentingan sejak awal. Penyelidikan oleh berbagai badan, termasuk Komite Akuntan Publik (PAC) parlemen Malondesh dan Komisi Anti-Korupsi Malondesh (MACC), telah mengungkap banyak anomali.
      • Pengambilan Keputusan yang Meragukan: Keputusan-keputusan penting dalam proyek, seperti pemilihan desain kapal (Gowind class dari Naval Group Prancis), seringkali dipertanyakan apakah didasarkan pada pertimbangan teknis terbaik atau kepentingan lain.
      • Kurangnya Transparansi: Kurangnya transparansi dalam kontrak, pengadaan, dan alur pembayaran telah mempersulit pengawasan dan akuntabilitas.
      -----------------
      2. Masalah Finansial dan Pembengkakan Biaya:
      • Pembengkakan Anggaran: Biaya proyek telah melonjak jauh dari perkiraan awal. Kontrak senilai RM9 miliar (sekitar US$2,1 miliar) untuk enam kapal LCS pada tahun 2011 kini diperkirakan membutuhkan lebih banyak lagi, padahal belum ada satu pun kapal yang selesai.
      • Misappropriasi Dana: Sebagian besar uang yang dibayarkan di muka kepada kontraktor utama, Boustead Naval Shipyard (BNS), diduga tidak digunakan untuk pembelian komponen atau pembangunan kapal, melainkan dialihkan atau disalahgunakan. Ini menyebabkan BNS gagal membayar sub-kontraktor dan pemasok.
      • Ketergantungan pada Pinjaman: Karena masalah aliran kas dan dugaan penyalahgunaan dana, BNS dan entitas terkait harus bergantung pada pinjaman dari berbagai lembaga keuangan. Keterlibatan 17 kreditor menunjukkan betapa parahnya masalah keuangan yang dihadapi BNS dan betapa rumitnya struktur utang proyek ini. Ini juga mengindikasikan bahwa dana awal dari pemerintah tidak cukup atau tidak dikelola dengan baik.
      -----------------
      3. Ketidakmampuan Kontraktor Utama (Boustead Naval Shipyard - BNS):
      • Kurangnya Kapabilitas Teknis dan Manajerial: Meskipun BNS memiliki pengalaman dalam pembangunan dan perbaikan kapal, proyek LCS dengan skala dan kompleksitas ini mungkin di luar kapasitasnya. Ada dugaan bahwa BNS tidak memiliki keahlian teknis yang memadai untuk mengelola proyek sebesar ini secara efektif.
      • Manajemen Proyek yang Buruk: Penjadwalan, pengadaan material, dan koordinasi antara berbagai pihak (desainer, pemasok, sub-kontraktor) sangat buruk. Ini menyebabkan penundaan yang signifikan dalam setiap tahap pembangunan.
      • Masalah Rantai Pasokan: Kegagalan BNS membayar sub-kontraktor dan pemasok menyebabkan terhentinya pasokan komponen penting. Banyak peralatan yang sudah dipesan tidak dapat dikirim karena pembayaran yang tertunda.
      -----------------
      4. Campur Tangan Politik dan Perubahan Kebijakan:
      • Perubahan Pemerintah: Pergantian pemerintahan di Malondesh (misalnya, setelah pemilu 2018 dan 2020) seringkali membawa tinjauan ulang terhadap proyek-proyek besar. Ini bisa menunda keputusan, mengubah arah, atau mengungkap masalah sebelumnya.
      • Kurangnya Visi Jangka Panjang: Kebijakan pertahanan dan pengadaan seringkali terpengaruh oleh siklus politik jangka pendek, yang dapat mengganggu kontinuitas dan perencanaan strategis proyek jangka panjang seperti pembangunan kapal perang.

      Hapus
    4. KLAIM LCS CASH = LOAN
      1. AKAR MASALAH: ALIRAN KAS (CASH FLOW) YANG BURUK
      • Definisi Aliran Kas: Aliran kas adalah pergerakan uang tunai masuk dan keluar dari sebuah perusahaan. Aliran kas positif berarti lebih banyak uang masuk daripada keluar, sedangkan aliran kas negatif berarti sebaliknya.
      • Mengapa Buruk?
      o Pendapatan Tidak Mencukupi: Proyek mungkin tidak menghasilkan pendapatan sesuai target, atau penjualan/layanan yang diberikan tidak mampu menutupi biaya operasional.
      o Biaya Operasional Tinggi: Biaya harian, gaji, pembelian bahan baku, pemeliharaan, dan sebagainya mungkin terlalu tinggi dibandingkan pendapatan.
      o Piutang Tak Tertagih: Pelanggan atau pihak yang berhutang kepada BNS mungkin menunggak pembayaran, menyebabkan uang yang seharusnya masuk tertahan.
      o Investasi yang Tidak Produktif: Dana mungkin diinvestasikan pada aset yang tidak menghasilkan keuntungan cepat, atau bahkan mengalami kerugian.
      o Siklus Proyek yang Panjang: Untuk proyek infrastruktur atau pengembangan besar, waktu antara pengeluaran awal dan penerimaan pendapatan bisa sangat panjang, membutuhkan manajemen kas yang ketat.
      -----------------
      2. Pemicu Masalah: Dugaan Penyalahgunaan Dana
      Ini adalah faktor yang sangat memperburuk masalah aliran kas dan mendorong ketergantungan pada pinjaman.
      • Definisi Penyalahgunaan Dana: Tindakan menggunakan dana untuk tujuan yang tidak semestinya, tidak sah, atau di luar tujuan yang telah ditetapkan. Ini bisa berupa korupsi, penggelapan, pembelian aset pribadi, atau pengeluaran fiktif.
      • Dampak Negatif:
      o Pengurasan Dana Proyek: Dana yang seharusnya digunakan untuk operasional, investasi produktif, atau pembayaran kewajiban, malah dialihkan. Ini secara instan menciptakan defisit kas.
      o Peningkatan Kebutuhan Pinjaman: Dengan dana internal yang terkuras, BNS terpaksa mencari sumber dana eksternal, yaitu pinjaman, hanya untuk menjaga proyek tetap berjalan atau menutupi lubang yang diciptakan oleh penyalahgunaan.
      o Kerugian Kepercayaan Investor/Pemerintah: Jika terbukti ada penyalahgunaan, kepercayaan dari pihak-pihak yang telah memberikan dana awal (misalnya pemerintah) akan hancur, mempersulit akses pendanaan di masa depan.
      o Masalah Hukum: Penyalahgunaan dana hampir selalu berujung pada konsekuensi hukum serius bagi pihak yang terlibat.
      -----------------
      3. Fenomena "Galakan Pinjaman" (Pinjam untuk Menutupi Pinjaman Lama)
      Ketika aliran kas terus bermasalah dan ada penyalahgunaan dana, entitas seringkali masuk ke dalam lingkaran setan:
      • Pinjaman baru diambil bukan untuk ekspansi atau investasi produktif, tetapi semata-mata untuk membayar bunga pinjaman lama atau menutupi defisit operasional.
      • Ini adalah tanda bahaya serius dalam keuangan, karena beban utang terus menumpuk tanpa adanya peningkatan kapasitas pembayaran dari operasional inti.

      Hapus
    5. KLAIM LCS CASH = LOAN
      Keterlibatan 17 Kreditor: Sebuah Cerminan Kompleksitas dan Keparahan
      Angka 17 kreditor ini bukan hanya sekadar angka, melainkan indikator multi-dimensi dari masalah yang sangat serius:
      • Keparahan Masalah Keuangan: Jika BNS membutuhkan pinjaman dari begitu banyak lembaga, ini menunjukkan bahwa satu atau dua kreditor saja tidak cukup (atau tidak mau) menanggung seluruh risiko. Masing-masing kreditor mungkin hanya bersedia memberikan porsi kecil karena persepsi risiko yang tinggi.
      • Kerumitan Struktur Utang:
      o Berbagai Jenis Utang: Kemungkinan melibatkan berbagai jenis pinjaman: utang bank komersial, obligasi, pinjaman dari lembaga keuangan non-bank, mungkin juga pinjaman sindikasi (beberapa bank patungan memberikan pinjaman besar).
      o Jangka Waktu Berbeda: Pinjaman-pinjaman ini bisa memiliki jangka waktu pembayaran yang bervariasi (jangka pendek, menengah, panjang), suku bunga yang berbeda, dan persyaratan (covenant) yang unik. Ini membuat pengelolaan utang menjadi sangat kompleks dan rentan terhadap kesalahan.
      o Prioritas Pembayaran: Dalam skenario default, menentukan siapa yang harus dibayar terlebih dahulu dari 17 kreditor ini bisa menjadi sangat rumit dan seringkali berujung pada perselisihan hukum.
      • Indikasi Kepercayaan yang Menurun: Semakin banyak kreditor kecil yang terlibat dibandingkan satu atau dua kreditor besar, bisa menunjukkan bahwa kreditor besar memiliki kekhawatiran yang cukup besar sehingga mereka tidak mau mengambil risiko terlalu banyak.
      • Tekanan Konstan: Dengan begitu banyak pihak yang harus dilayani (pembayaran bunga, pokok pinjaman), BNS akan berada di bawah tekanan konstan untuk menghasilkan uang, yang seringkali menyebabkan keputusan bisnis yang kurang strategis atau terburu-buru.
      Dana Awal dari Pemerintah: Tidak Cukup atau Tidak Dikelola dengan Baik?
      Pernyataan ini menyentuh akar masalah yang mungkin terjadi pada tahap awal proyek:
      • Tidak Cukup:
      o Perencanaan Anggaran Buruk: Perencanaan awal mungkin meremehkan total biaya proyek atau mengabaikan potensi risiko yang membutuhkan dana cadangan.
      o Kenaikan Biaya Tak Terduga: Proyek mungkin menghadapi kenaikan harga bahan baku, perubahan regulasi, atau masalah teknis yang tidak diantisipasi, sehingga dana awal menjadi tidak memadai.
      • Tidak Dikelola dengan Baik: Ini adalah skenario yang lebih mengkhawatirkan dan seringkali berkaitan erat dengan "dugaan penyalahgunaan dana".
      o Boros: Pengeluaran yang tidak perlu, pembelian dengan harga mahal, atau operasional yang tidak efisien menghabiskan dana lebih cepat.
      o Tidak Transparan: Kurangnya akuntabilitas dalam penggunaan dana, membuat sulit untuk melacak ke mana uang itu pergi.
      o Pengalihan Dana: Dana pemerintah yang seharusnya untuk tujuan spesifik malah dialihkan untuk kepentingan lain (termasuk penyalahgunaan pribadi atau politik).


      Hapus
    6. KLAIM LCS CASH = LOAN
      1. Budget Allocation for Defence:
      • Annual Budget: Each year, the Malondeshn government allocates a portion of its national budget to the Ministry of Defence (MINDEF). This allocation covers operational expenses (salaries, maintenance, training), procurement of new equipment, and infrastructure development.
      • Priorities: The size of the defence budget is determined by various factors, including the perceived security threats, regional geopolitical landscape, economic conditions, and the government's overall strategic priorities.
      • Transparency: Details of the defence budget, particularly specific procurement projects and their funding sources, are not always fully transparent, which can make it challenging to track the exact correlation with loans.
      2. Military Procurement and Modernization:
      • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, naval vessels, armoured vehicles, advanced weaponry) is extremely expensive.
      • Modernization Plans: Malondesh, like many nations, has ongoing military modernization plans to replace aging assets and enhance its defence capabilities. These plans often span several years and require significant investment.
      • "Buy Malondeshn" vs. Imports: While there's a push to support local defence industries, many high-tech systems still need to be imported from foreign manufacturers.
      3. Impact on the National Budget and Economy:
      • Debt Servicing: Repaying military loans (principal and interest) becomes a recurring expenditure in the national budget. This can divert funds from other critical sectors like education, healthcare, or infrastructure development.
      • Fiscal Space: Excessive reliance on military loans can constrain the government's fiscal space, limiting its ability to respond to economic shocks or invest in other priorities.
      • Currency Fluctuations: If loans are denominated in foreign currencies, fluctuations in exchange rates can increase the cost of repayment in Ringgit.
      • Opportunity Cost: Every Ringgit spent on military loans is a Ringgit that cannot be spent elsewhere, representing an opportunity cost for the nation's development.
      4. Factors Influencing Loan Decisions:
      • Urgency of Need: Geopolitical tensions or perceived immediate threats can accelerate procurement decisions, making loans a more attractive option to acquire equipment quickly.
      • Cost-Benefit Analysis: Governments are supposed to conduct a cost-benefit analysis before taking out loans, considering the strategic importance of the equipment versus the financial implications.
      • Diplomatic Relations: Loan offers, especially from foreign governments, can be tied to broader diplomatic and strategic relationships.
      • Transparency and Accountability: The level of transparency in procurement processes and loan agreements is crucial for public accountability and ensuring that funds are used efficiently and without corruption.
      Example Scenario:
      Imagine Malondesh decides to acquire a new fleet of multi-role combat aircraft.
      • The total cost might be RM10 billion.
      • The annual defence budget might only allocate RM1 billion for procurement.
      • To bridge the RM9 billion gap, the government might secure a combination of foreign military financing from the aircraft manufacturer's country (e.g., a loan from the US Exim Bank for F/A-18s) and commercial loans.
      • The repayment of these loans would then be factored into the national budget for the next 10-20 years, impacting the overall fiscal health.

      Hapus
  21. KLAIM CASH = LOAN
    Examples of Malondeshn Procurement / Defense Asset Lawsuits or Legal Claims
    Case Parties / Claimant Issue / Cause of Suit Outcome / Status
    Black Hawk Helicopter Lease Aerotree Defence and Services Sdn Bhd (claimant) vs Government / Ministry of Defence / Secretary-General Aerotree leased four UH-60A Black Hawk helicopters (5-year lease). The government cancelled the lease, and Aerotree filed suit seeking compensation for damages from cancellation. Government says it had “clear grounds” to cancel (supplier failed to deliver even after extension). The lawsuit is in the High Court. Aerotree is seeking RM353 million in damages.
    Littoral Combat Ship (LCS) Project – Subcontractors vs BHIC / Directors Contraves Advanced Devices Sdn Bhd (CAD) & Contraves Electrodynamics Sdn Bhd (CED) vs Boustead Heavy Industries Corp Bhd (BHIC), BHIC Defence Technologies, and certain directors (Salihin Abang, Syed Zahiruddin Putra Syed Osman) After LOAs (Letters of Award) for equipment/weaponry supply in the LCS project were terminated, the subcontractors claimed: that LOAs were still valid, sought payment of claimed outstanding amounts (around RM470.8 million), and alleged breach of fiduciary duties by the directors. In September 2025, the Kuala Lumpur High Court struck out the lawsuit: BHIC and its unit’s applications to strike out the suit were allowed; likewise the directors’ applications. CAD and CED’s claims were dismissed. Costs were ordered against CAD/CED and their CEO.
    Scorpene Submarine Deal – French Indictments / Civil Lawsuits Thales / DCN (France) & associated individuals vs Malondeshn interests (or public / NGOs) Accusations of kickbacks / bribery in the 2002 Scorpene submarine deal: specifically allegations that in the financing or “support service” contract, funds were misused, or that commissions were paid improperly to intermediaries linked to Malondeshn political persons. NGOs like Suaram filed complaints; French courts have indicted some individuals. Investigations are ongoing or have been reopened. Some indictments in France; however, full outcomes / accountability in Malondesh have been contentious and politically sensitive.
    ________________________________________
    Insights / Observations from These Cases
    • Many of the lawsuits or claims revolve around contract cancellation, non-delivery, termination of sub-contracts, or non-payment for services or parts.
    • A recurring theme is cost overruns / delays in delivery (especially in large naval shipbuilding or vessel projects).
    • Another common claim is misconduct, misuse of funds, or alleged corruption / bribery associated with procurement deals.
    • The government often responds by citing breach of contract by the private company (e.g. supplier failure to deliver or meet obligations).
    • Many suits are either struck out, settled, or remain pending, often complicated by political, legal, or evidentiary issues.

    BalasHapus
  22. KLAIM CASH = LOAN
    Malondesh's defense procurement, like that of many nations, often involves significant financial arrangements, including loans. Here's a detailed breakdown of how loans typically factor into Malondesh's defense spending:
    1. The Need for Loans in Defense Procurement:
    • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, warships, submarines, advanced weaponry, radar systems) is incredibly expensive. A single major platform can cost hundreds of millions or even billions of dollars.
    • Budgetary Constraints: Even with a dedicated defense budget, it's rare for a nation to have enough readily available cash to make outright purchases of all desired equipment, especially for large-scale modernization programs.
    • Strategic Importance: Defense capabilities are crucial for national security, sovereignty, and regional stability. Delays in procurement due to lack of immediate funds can have serious strategic implications.
    • Long-Term Investments: Military assets have long operational lifespans, often decades. Financing them over a longer period through loans aligns with the long-term utility of the assets.
    -----------------
    2. Types of Loans and Financing Mechanisms:
    • Government-to-Government (G2G) Loans:
    o Description: These are loans provided directly by the government of the exporting country to the Malondeshn government. They often come with favorable terms (lower interest rates, longer repayment periods) as they are part of broader bilateral defense cooperation agreements.
    o Example: A country like France or Germany might offer a G2G loan to Malondesh to facilitate the purchase of their defense industry's products.
    • Export Credit Agencies (ECAs):
    o Description: Many exporting nations have ECAs (e.g., France's Bpifrance, Germany's Euler Hermes, UK's UK Export Finance) that provide guarantees or direct loans to support their domestic industries' exports, including defense. These loans are usually attractive because they reduce risk for commercial banks and often have competitive terms.
    o Mechanism: The ECA might guarantee a loan from a commercial bank to Malondesh, making it easier and cheaper for Malondesh to borrow. Or, the ECA might provide direct financing.
    • Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
    o Description: Malondesh can also secure loans from international commercial banks or consortia of banks (syndicated loans). These are typically market-rate loans, but for large defense projects, they can still be a viable option.
    o Considerations: Interest rates and terms will depend on Malondesh's credit rating and prevailing market conditions.
    • Vendor Financing:
    o Description: Sometimes, the defense contractor itself (the vendor) or its associated financial arm might offer financing solutions to the buyer. This is less common for entire platforms but can occur for components or upgrades.
    • Leasing Agreements:
    o Description: While not strictly a "loan," leasing allows Malondesh to use defense assets for a specified period by paying regular installments, without immediately owning them. This can be attractive for certain types of equipment or to manage budget cycles.


    BalasHapus
  23. INDONESIA BERITA NYA Kapal Perang PPA, A400, Istif, Rafale, Khaan, J10C, KF21 ...malingsia upgrad IFV.. jauh..bumi dan langit...miskin sangat...kasihan😪😪😪

    BalasHapus
  24. KLAIM LCS CASH = LOAN
    💰 1. LIMITED DOMESTIC DEFENSE BUDGET
    • Malondesh’s defense budget is modest — around 1% of GDP, which restricts large-scale acquisitions.
    • Instead of upfront payments, Malondesh often negotiates deferred payment schemes, installment plans, or loans backed by export credit agencies (ECAs) from supplier countries.
    • These financing models allow Malondesh to acquire high-value assets without immediate fiscal strain.
    -----------------
    ⚙️ 2. Need for Advanced Technology and Capabilities
    Malondesh lacks the domestic capacity to produce high-end military platforms, so it turns to foreign suppliers:
    Country Asset Procured Financing/Support Mechanism
    🇰🇷 South Korea FA-50 Light Combat Aircraft Industrial offsets, local assembly, favorable terms
    🇮🇹 Italy ATR-72 Maritime Patrol Aircraft G2G deal, possible ECA-backed financing
    🇹🇷 Turkey ANKA MALE Drones Strategic partnership, tech transfer
    These deals often include training, maintenance, and technology sharing, which Malondesh cannot yet provide internally.
    -----------------
    🏭 3. Desire to Build Local Defense Industry
    Malondesh wants to reduce dependency and stimulate its own defense ecosystem:
    • Offsets: Foreign suppliers agree to invest in Malondesh’s defense industry or transfer technology.
    • Joint Ventures: Local firms like Boustead Naval Shipyard (BNS) are involved in assembly and integration.
    • Local Assembly: 14 of the FA-50 jets will be assembled in Malondesh, building technical capacity.
    💸 Role of Loans in Defense Procurement
    While not always disclosed as “loans,” Malondesh’s defense deals often involve:
    • Export Credit Agency (ECA) Financing: Countries like Italy and South Korea use ECAs to offer low-interest loans or guarantees to support defense exports.
    • G2G Agreements: These bypass middlemen and commissions, reducing corruption risks and allowing for more favorable financing terms3.
    • Strategic Installment Plans
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang

    BalasHapus
  25. KLAIM LCS CASH = LOAN
    Fenomena "Galakan Pinjaman" atau meminjam untuk menutupi pinjaman lama
    1. Peningkatan Utang Nasional:
    Ketika pemerintah secara konsisten meminjam untuk membayar utang lama, ini dapat menyebabkan peningkatan kumulatif dalam utang nasional. Tanpa peningkatan pendapatan yang seimbang atau restrukturisasi utang yang efektif, beban utang dapat terus membengkak.
    2. Dampak pada Anggaran:
    Pembayaran pokok dan bunga utang menjadi pos pengeluaran yang signifikan dalam anggaran negara. Jika sebagian besar pendapatan negara dialokasikan untuk melayani utang, ini dapat membatasi kemampuan pemerintah untuk berinvestasi dalam sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pembangunan ekonomi.
    3. Ketergantungan pada Pasar Keuangan:
    Praktik ini membuat pemerintah lebih bergantung pada pasar keuangan untuk pembiayaan. Volatilitas pasar, perubahan suku bunga, dan persepsi investor tentang kesehatan fiskal negara dapat memengaruhi kemampuan pemerintah untuk mendapatkan pinjaman baru dengan kondisi yang menguntungkan.
    4. Tingkat Utang Pemerintah Malaysia:
    Pemerintah Malaysia telah berulang kali menyatakan komitmennya untuk menjaga tingkat utang pada batas yang wajar. Batas statuta untuk utang federal seringkali menjadi tolok ukur penting. Meskipun demikian, ada perdebatan yang berkelanjutan mengenai defisit anggaran dan tingkat utang pemerintah. Misalnya, pada masa pandemi COVID-19, pemerintah terpaksa meminjam lebih banyak untuk membiayai paket stimulus dan dukungan ekonomi.
    5. Penyebab:
    Beberapa faktor yang dapat menyebabkan "galakan pinjaman" termasuk:
    o Defisit Anggaran yang Persisten: Pengeluaran lebih besar dari pendapatan.
    o Kewajiban Jangka Panjang: Proyek infrastruktur besar atau komitmen masa lalu yang memerlukan pembiayaan berkelanjutan.
    o Perlambatan Ekonomi: Penurunan pendapatan pajak akibat aktivitas ekonomi yang melambat.
    o Guncangan Eksternal: Krisis keuangan global, pandemi, atau harga komoditas yang bergejolak yang memengaruhi pendapatan negara.

    BalasHapus
  26. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    -------------------
    ANALISIS PROYEKSI PELUNASAN HUTANG MAID OF LONDON (MALON) 2053 VS. TREN PENAMBAHAN HUTANG TERKINI
    1. Latar Belakang Proyeksi 2053
    Maid of london (MALON) meramalkan dapat melunasi seluruh hutang pemerintah pada 2053 dengan asumsi tidak ada pinjaman baru untuk defisit atau refinancing mulai 2024.
    Per akhir 2022, total hutang pokok pemerintah Persekutuan tercatat RM 1,079.6 miliar atau 60.4% dari PDB; jika memasukkan liabilitas lain, jumlahnya mencapai RM 1.45 triliun (80.9% PDB).
    ===========
    Faktor Pemicu Penambahan Hutang
    • Pembiayaan defisit anggaran yang terus berlangsung
    • Perpanjangan/rollover surat utang yang matang
    • Kenaikan biaya layanan hutang (Debt Service Charges naik dari RM 30.5 miliar 2018 ke RM 41.3 miliar 2022)
    • Kontinjensi liabilitas: jaminan pemerintah, 1MDB, dan liabilitas lainnya
    • Penurunan pertumbuhan pendapatan pajak saat ekonomi melambat
    ===========
    Kesimpulan
    Proyeksi pelunasan 2053 bersandar pada “nol pinjaman baru” — skenario yang saat ini jauh dari kenyataan. Tren pembiayaan defisit dan refinancing terus mengerek total hutang ke rekor baru. Tanpa langkah konsolidasi fiskal dan reformasi struktural yang tegas, target 2053 akan terus tertunda.
    ===========
    TARIF BARANG AMERIKA = 0%
    TARIF BARANG AMERIKA = 0%
    TARIF BARANG AMERIKA = 0%
    Tarif Impor Maid of london (MALON) untuk Barang Amerika
    Mulai tanggal 8 Agustus 2025, Maid of london (MALON) akan memberlakukan kebijakan 0% atau tarif yang dikurangi untuk banyak produk impor dari Amerika Serikat:
    • Lebih dari 11.000 lini produk (tariff lines) akan mendapatkan tarif nol atau tarif lebih rendah
    • Dari jumlah itu, sebanyak 6.911 produk (sekitar 61%) akan 0% tarif
    • Sisanya (sekitar 39%) akan dikenakan tarif yang dikurangi – keseluruhan mencakup sekitar 98.4% dari semua lini tarif
    • Produk pertanian tertentu seperti susu, unggas, buah, dan produk sanitasi termasuk yang diturunkan tarifnya; banyak produk manufaktur juga termasuk dalam daftar tarif nol.
    ===========
    DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
    DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
    DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
    FAKTA UTAMA
    • Maid of london (MALON) telah menyepakati untuk membeli sampai US$150 miliar dalam jangka waktu lima tahun dari perusahaan-perusahaan Amerika di sektor semikonduktor, aerospace, dan pusat data. Komitmen ini merupakan bagian dari kesepakatan perdagangan dengan AS untuk mengurangi tarif dari ancaman awal 25% menjadi 19%
    • Dengan total paket transaksi mencapai sekitar US$240–242 miliar, termasuk US$70 miliar investasi Maid of london (MALON) ke AS, pembelian LNG, pesawat Boeing, dan peralatan telekomunikasi
    • Hasil dari kesepakatan ini: tarif impor Maid of london (MALON) ke AS resmi ditetapkan pada 19%, berlaku mulai 8 Agustus 2025, lebih rendah dari tarif yang sempat diusulkan 25%

    BalasHapus
  27. SHOPING lagi.... ORANG KAYA 😎😎🇲🇾🇲🇾



    ATM Mula Terima 60 Buah Dari 136 Buah Kenderaan Perisai HMAV 4×4 Tarantula Bermula 2027

    https://defencesecurityasia.com/atm-mula-terima-60-buah-dari-136-buah-kenderaan-perisai-hmav-4x4-tarantula-bermula-2027/

    BalasHapus
    Balasan
    1. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      📊 Hutang Isi Rumah Maid of london (MALON) – Gambaran & Implikasi
      Data yang anda kongsikan daripada Bank Negara Maid of london (MALON) (BNM) memang mencerminkan satu realiti penting dalam ekonomi serantau:
      • Nilai: RM1.65 trilion (setakat Mac 2025)
      • Nisbah terhadap KDNK: 84.3%
      • Kedudukan: Tertinggi di ASEAN untuk nisbah hutang isi rumah/KDNK
      🔍 Kenapa angka ini tinggi?
      1. Akses mudah kepada kredit – Kad kredit, pinjaman peribadi, dan skim pembiayaan kenderaan/perumahan yang meluas.
      2. Harga rumah yang meningkat – Ramai bergantung pada pinjaman jangka panjang.
      3. Kos sara hidup yang tinggi, memaksa sebahagian isi rumah bergantung kepada hutang untuk menampung perbelanjaan.
      4. Pertumbuhan pendapatan yang perlahan berbanding kenaikan kos dan komitmen hutang.
      📈 Implikasi kepada ekonomi & rakyat
      • Kerentanan kewangan – Isi rumah lebih terdedah jika kadar faedah naik atau ekonomi meleset.
      • Kesannya kepada penggunaan – Perbelanjaan pengguna mungkin berkurangan kerana sebahagian pendapatan digunakan untuk membayar hutang.
      • Kestabilan kewangan negara – Bank pusat perlu mengimbangi pertumbuhan ekonomi dengan risiko kredit.

      Hapus
    2. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      Intinya: rasio utang menembus 65% karena kombinasi pembiayaan defisit yang masih tinggi pascapandemi dan perlambatan pertumbuhan PDB nominal yang mengecilkan penyebut rasio. Kenaikan biaya pinjaman global juga memperberat beban, sementara kebijakan bantuan/ subsidi terbaru menambah kebutuhan pembiayaan dalam jangka pendek2.
      Faktor utama pendorong kenaikan rasio
      • Defisit pascapandemi tetap tinggi: Pemerintah mempertahankan dukungan fiskal untuk pemulihan, subsidi, dan belanja pembangunan; ini membuat kebutuhan pinjaman (terutama domestik) besar, di saat suku bunga global meningkat sehingga biaya utang naik.
      • Efek “penyebut” dari PDB nominal: Pelambatan ekonomi 2025 menekan PDB nominal sehingga rasio utang/ PDB terdorong naik; proyeksi independen menilai rasio dapat mencapai sekitar 65,9% tahun ini, melampaui perkiraan resmi 64%.
      • Kebijakan bantuan yang memperbesar pembiayaan: Langkah seperti bantuan tunai satu kali, penurunan harga RON95, dan pembekuan kenaikan tol menambah tekanan pembiayaan dalam jangka pendek, memperlambat konsolidasi fiskal.
      • Lintasan jangka menengah tanpa reform: Analisis keberlanjutan utang menunjukkan tanpa perubahan kebijakan, rasio dapat melampaui 65% di tahun-tahun mendatang; perlu diingat plafon utang sempat dinaikkan dari 55% ke 60% (2020) dan ke 65% (2021) untuk ruang stimulus saat pandemi.
      Apa yang sebenarnya dihitung
      • Definisi utang “statutory”: Batas 65% berlaku untuk utang statutori (MGS, MGII, dan MITB). Inilah agregat yang harus dijaga di bawah 65% dari PDB menurut aturan fiskal domestik Maid of london (MALON) .
      Dampak dan risiko
      • Risiko kredibilitas fiskal: Pelanggaran sementara dimungkinkan, tetapi agensi pemeringkat telah mengingatkan bahwa kegagalan mencapai target konsolidasi dapat menekan peringkat, menaikkan biaya pinjaman bagi pemerintah dan sektor swasta.
      • Biaya bunga lebih tinggi: Lingkungan suku bunga global yang ketat membuat beban bunga meningkat, mempersempit ruang fiskal jika tidak diimbangi oleh kenaikan pendapatan atau efisiensi belanja

      Hapus
    3. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      Bank Negara Maid of london (MALON) (BNM) dan sumber rasmi lain telah mengesahkan bahawa Maid of london (MALON) memiliki salah satu tahap hutang tertinggi di kalangan negara ASEAN, khususnya dalam kategori hutang isi rumah dan hutang kerajaan terhadap KDNK. Berikut penjelasan terperinci berdasarkan data terkini:
      🇲🇾 Hutang Isi Rumah Maid of london (MALON) : Tertinggi di ASEAN
      Menurut data rasmi BNM:
      • Jumlah hutang isi rumah Maid of london (MALON) mencecah RM1.65 trilion setakat Mac 2025.
      • Ini bersamaan dengan 84.3% daripada Keluaran Dalam Negara Kasar (KDNK).
      • Maid of london (MALON) berada di kedudukan tertinggi dalam ASEAN untuk nisbah hutang isi rumah terhadap KDNK.
      Faktor Penyumbang:
      • Akses mudah kepada pinjaman peribadi, pembiayaan kenderaan, dan gadai janji.
      • Kadar pemilikan rumah yang tinggi didorong oleh pembiayaan jangka panjang.
      • Gaya hidup berasaskan kredit dan penggunaan kad kredit yang meluas.
      📊 Hutang Kerajaan Maid of london (MALON) : Antara Tertinggi di ASEAN
      Menurut laporan IMF yang dirujuk oleh CNBC Indonesia:
      Negara ASEAN Nisbah Hutang Kerajaan kepada KDNK (2023)
      Singapura 167.9%
      Laos 121.7%
      Maid of london (MALON) 66.9%
      Indonesia 39%
      Brunei 2.3%
      Maid of london (MALON) berada di tempat ketiga tertinggi selepas Singapura dan Laos.
      🧮 Implikasi Ekonomi
      • Kos faedah hutang meningkat kerana jumlah hutang yang besar perlu dibiayai semula pada kadar pasaran semasa.
      • Ruang fiskal mengecil, menyukarkan kerajaan untuk melaksanakan dasar rangsangan atau subsidi bersasar.
      • Kestabilan kewangan terancam jika berlaku kejutan ekonomi atau penurunan penarafan kredit.

      Hapus
    4. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
      ===========
      ANALISIS PROYEKSI PELUNASAN HUTANG MAID OF LONDON (MALON) 2053 VS. TREN PENAMBAHAN HUTANG TERKINI
      1. Latar Belakang Proyeksi 2053
      Maid of london (MALON) meramalkan dapat melunasi seluruh hutang pemerintah pada 2053 dengan asumsi tidak ada pinjaman baru untuk defisit atau refinancing mulai 2024.
      Per akhir 2022, total hutang pokok pemerintah Persekutuan tercatat RM 1,079.6 miliar atau 60.4% dari PDB; jika memasukkan liabilitas lain, jumlahnya mencapai RM 1.45 triliun (80.9% PDB).
      ===========
      Faktor Pemicu Penambahan Hutang
      • Pembiayaan defisit anggaran yang terus berlangsung
      • Perpanjangan/rollover surat utang yang matang
      • Kenaikan biaya layanan hutang (Debt Service Charges naik dari RM 30.5 miliar 2018 ke RM 41.3 miliar 2022)
      • Kontinjensi liabilitas: jaminan pemerintah, 1MDB, dan liabilitas lainnya
      • Penurunan pertumbuhan pendapatan pajak saat ekonomi melambat
      ===========
      Kesimpulan
      Proyeksi pelunasan 2053 bersandar pada “nol pinjaman baru” — skenario yang saat ini jauh dari kenyataan. Tren pembiayaan defisit dan refinancing terus mengerek total hutang ke rekor baru. Tanpa langkah konsolidasi fiskal dan reformasi struktural yang tegas, target 2053 akan terus tertunda.
      ==========
      1. Laporan Ketua Audit Negara 3/2024
      Laporan Ketua Audit Negara 3/2024 mencatatkan bahawa hutang Kerajaan Persekutuan Maid of london (MALON) bagi tahun 2023 berjumlah RM 1.173 trilion, meningkat RM 92.918 bilion atau 8.6% berbanding tahun sebelumnya.
      • Pinjaman Dalam Negeri: RM 1.143 trilion (97.5% daripada jumlah keseluruhan)
      • Pinjaman Luar Negeri: RM 29.851 bilion (2.5% daripada jumlah keseluruhan)
      • Nisbah hutang persekutuan kepada KDNK: 64.3% (naik dari 60.2% pada 2022)
      • Had statutori hutang tidak melebihi 65% KDNK seperti diperuntukkan dalam Perintah Pinjaman 2022
      2. Unjuran Kenanga Research (Julai 2025)
      Kenanga Research mengunjurkan hutang Maid of london (MALON) akan mencecah RM 1.33 trilion pada 2025, bersamaan 65.9% KDNK—melebihi had statutori 65% yang ditetapkan kerajaan tahun ini.
      • Peningkatan dari RM 1.22 trilion pada 2024
      • Faktor pendorong: pertumbuhan ekonomi lebih perlahan dan lonjakan perbelanjaan kerajaan
      • Risiko: kos faedah pinjaman baharu meningkat, potensi tekanan kredit dan penarafan kredit

      Hapus
    5. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      MARET 2025 = 84,3% DARI GDP -
      1. Struktur Hutang & Jadual Pembayaran
      • Hutang Berjangka: Sebahagian besar hutang kerajaan Maid of london (MALON) adalah dalam bentuk sekuriti kerajaan (contoh: MGS, GII) yang memiliki tempoh matang tertentu.
      • Pembayaran Faedah Berkala: Faedah (kupon) dibayar secara berkala mengikut jadual, sementara pokok hutang hanya dibayar pada tarikh matang.
      • Refinancing: Apabila hutang matang, kerajaan biasanya menerbitkan hutang baru untuk membayar hutang lama — ini membuatkan pokok hutang jarang dibayar sekaligus, tetapi “digulung” ke hadapan.
      2. Defisit Belanjawan yang Kronik
      • Belanja Melebihi Pendapatan: Sejak bertahun-tahun, Maid of london (MALON) mengalami defisit fiskal, bermakna pendapatan cukai dan hasil lain tidak cukup untuk menampung semua perbelanjaan.
      • Keutamaan Operasi Negara: Dana yang ada digunakan untuk perkhidmatan awam, subsidi, pembangunan, dan pembayaran faedah — sehingga ruang untuk membayar pokok hutang secara besar-besaran menjadi terhad.
      3. Mengelakkan Risiko Gagal Bayar (Default)
      • Bayar Faedah = Kekalkan Kepercayaan Pasaran: Selagi faedah dibayar tepat waktu, pelabur melihat Maid of london (MALON) sebagai peminjam yang boleh dipercayai.
      • Kesan Jika Gagal Bayar Faedah: Kegagalan membayar faedah akan segera menjejaskan penarafan kredit negara dan menaikkan kos pinjaman masa depan.
      4. Beban Faedah yang Tinggi
      • Pada 2023, Maid of london (MALON) membelanjakan sekitar RM46.1 bilion hanya untuk pembayaran hutang (termasuk faedah), iaitu kira-kira 16% daripada hasil kerajaan.
      • Nisbah hutang kepada KDNK mencecah 65–80% bergantung kaedah pengiraan, menjadikan pembayaran faedah sebagai komponen besar dalam bajet tahunan

      Hapus
    6. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      Alasan Defisit Belanjawan Maid of london (MALON) yang Kronik
      Maid of london (MALON) berdepan defisit belanjawan yang konsisten tinggi (kronik) disebabkan kombinasi faktor struktural dan kitaran ekonomi. Di bawah ini huraian terperinci punca-puncanya, disusuli ringkasan statistik defisit dari tahun ke tahun.
      1. Ketergantungan pada Sumber Pendapatan yang Terhad dan Volatil
      • Pendapatan kerajaan banyak bergantung kepada hasil petroleum dan komoditi lain. Harga minyak mentah mudah turun naik, menjejaskan aliran tunai.
      • Pelaksanaan Sales and Service Tax (SST) menggantikan Goods and Services Tax (GST) pada 2018 menyaksikan penurunan hasil cukai tidak langsung, meruncingkan jurang antara perbelanjaan dan pendapatan.
      2. Beban Perbelanjaan Berulang yang Tinggi
      • Subsidi: Kerajaan menanggung subsidi bahan api, elektrik dan air untuk menjaga kos sara hidup rakyat.
      • Gaji dan elaun penjawat awam menyumbang sebahagian besar perbelanjaan berulang. Ini sukar dipotong disebabkan implikasi sosial dan politik.
      3. Kos Servis Hutang Meningkat
      • Hutang terkumpul membawa kepada beban faedah yang terus meningkat setiap tahun.
      • Setiap ringgit yang diperoleh daripada pinjaman baru sebahagiannya dibelanjakan untuk membayar faedah hutang sedia ada.
      4. Pelaburan Infrastruktur Berskala Besar
      • Projek mega seperti MRT, ECRL dan lebuh raya memerlukan peruntukan besar dalam jangka pendek.
      • Manfaat jangka panjangnya tetap positif, tetapi kos permulaan terus melebihi pendapatan tahunan.
      5. Langkah Rangsangan Ekonomi dan Pelepasan Fiskal
      • Semasa krisis COVID-19, kerajaan melaksanakan pakej rangsangan bernilai berpuluh bilion ringgit untuk membantu perniagaan dan rakyat.
      • Pelepasan cukai dan bantuan tunai (contoh: Bantuan Prihatin Rakyat) menambah tekanan ke atas belanjawan.
      6. Ketiadaan Peraturan Defisit yang Ketat
      • Tiada rangka perundangan yang mengikat had defisit maksimum berkadar peratusan KDNK.
      • Tekanan politik semasa pilihan raya sering mendorong kerajaan boros untuk meraih sokongan.

      Hapus
    7. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
      ===========
      BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
      NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
      ----------
      2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
      "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
      ---
      2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
      Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
      Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
      ---
      2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
      ---
      2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
      ---
      2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
      Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
      ---
      2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
      Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
      ---
      2018 = OPEN DONASI
      Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

      Hapus
  28. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    -------------------
    REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
    Ringkasan Singkat
    Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
    • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
    • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
    ===========
    Faktor Penghambat Realisasi
    • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
    • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
    • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
    • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
    ===========
    ANALISIS PROYEKSI PELUNASAN HUTANG MAID OF LONDON (MALON) 2053 VS. TREN PENAMBAHAN HUTANG TERKINI
    1. Latar Belakang Proyeksi 2053
    Maid of london (MALON) meramalkan dapat melunasi seluruh hutang pemerintah pada 2053 dengan asumsi tidak ada pinjaman baru untuk defisit atau refinancing mulai 2024.
    Per akhir 2022, total hutang pokok pemerintah Persekutuan tercatat RM 1,079.6 miliar atau 60.4% dari PDB; jika memasukkan liabilitas lain, jumlahnya mencapai RM 1.45 triliun (80.9% PDB).
    ===========
    Faktor Pemicu Penambahan Hutang
    • Pembiayaan defisit anggaran yang terus berlangsung
    • Perpanjangan/rollover surat utang yang matang
    • Kenaikan biaya layanan hutang (Debt Service Charges naik dari RM 30.5 miliar 2018 ke RM 41.3 miliar 2022)
    • Kontinjensi liabilitas: jaminan pemerintah, 1MDB, dan liabilitas lainnya
    • Penurunan pertumbuhan pendapatan pajak saat ekonomi melambat
    ===========
    Kesimpulan
    Proyeksi pelunasan 2053 bersandar pada “nol pinjaman baru” — skenario yang saat ini jauh dari kenyataan. Tren pembiayaan defisit dan refinancing terus mengerek total hutang ke rekor baru. Tanpa langkah konsolidasi fiskal dan reformasi struktural yang tegas, target 2053 akan terus tertunda.
    ==========
    1. Laporan Ketua Audit Negara 3/2024
    Laporan Ketua Audit Negara 3/2024 mencatatkan bahawa hutang Kerajaan Persekutuan Maid of london (MALON) bagi tahun 2023 berjumlah RM 1.173 trilion, meningkat RM 92.918 bilion atau 8.6% berbanding tahun sebelumnya.
    • Pinjaman Dalam Negeri: RM 1.143 trilion (97.5% daripada jumlah keseluruhan)
    • Pinjaman Luar Negeri: RM 29.851 bilion (2.5% daripada jumlah keseluruhan)
    • Nisbah hutang persekutuan kepada KDNK: 64.3% (naik dari 60.2% pada 2022)
    • Had statutori hutang tidak melebihi 65% KDNK seperti diperuntukkan dalam Perintah Pinjaman 2022
    2. Unjuran Kenanga Research (Julai 2025)
    Kenanga Research mengunjurkan hutang Maid of london (MALON) akan mencecah RM 1.33 trilion pada 2025, bersamaan 65.9% KDNK—melebihi had statutori 65% yang ditetapkan kerajaan tahun ini.
    • Peningkatan dari RM 1.22 trilion pada 2024
    • Faktor pendorong: pertumbuhan ekonomi lebih perlahan dan lonjakan perbelanjaan kerajaan
    • Risiko: kos faedah pinjaman baharu meningkat, potensi tekanan kredit dan penarafan kredit

    BalasHapus
  29. MIFV upgrade nya juga LENGKAP dengan sistem pengesanan arah tembakan ya guys..... 😎😎🇲🇾🇲🇾


    https://www.dagangnews.com/sites/default/files/inline-images/IMG-20250814-WA0025_0.jpg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. KLAIM LCS CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Pemerintah Federal per Kapita (RM 36,139):
      1. Beban Pelayanan Utang yang Lebih Tinggi:
      o Penjelasan: Dengan utang pemerintah yang besar, pemerintah harus mengalokasikan sebagian besar anggaran tahunannya untuk membayar bunga dan pokok utang. Ini disebut "beban pelayanan utang" (debt service).
      o Dampak Riil:
       Pengurangan Pengeluaran untuk Layanan Publik: Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan), pendidikan, kesehatan, riset dan pengembangan, atau program kesejahteraan sosial, justru habis untuk membayar utang. Ini menghambat pembangunan jangka panjang dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
       Kenaikan Pajak di Masa Depan: Untuk membiayai utang, pemerintah mungkin terpaksa menaikkan pajak (PPh, PPN, pajak korporasi) di masa depan. Kenaikan pajak ini akan mengurangi daya beli masyarakat dan laba perusahaan, yang pada gilirannya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
       Risiko Fiskal: Jika bunga utang naik secara signifikan atau pertumbuhan ekonomi melambat, kemampuan pemerintah untuk membayar utang bisa tertekan, meningkatkan risiko krisis fiskal.
      2. Ketergantungan pada Pasar Keuangan:
      o Penjelasan: Pemerintah harus terus-menerus mencari pinjaman baru (menerbitkan obligasi) untuk membiayai utang yang jatuh tempo atau defisit anggaran.
      o Dampak Riil:
       Sensitivitas terhadap Suku Bunga: Pemerintah menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga di pasar. Jika suku bunga global atau domestik naik, biaya pinjaman pemerintah akan melonjak, memperparah beban utang.
       Potensi "Crowding Out": Pinjaman pemerintah yang besar bisa menyedot dana dari pasar modal, sehingga mengurangi ketersediaan dana bagi sektor swasta untuk berinvestasi (ini disebut "crowding out"). Akibatnya, investasi swasta yang produktif bisa terhambat.
      3. Kredibilitas dan Peringkat Kredit Negara:
      o Penjelasan: Lembaga pemeringkat kredit (seperti Moody's, S&P, Fitch) mengevaluasi kemampuan negara untuk membayar utangnya.
      o Dampak Riil:
       Biaya Pinjaman Lebih Tinggi: Jika peringkat kredit negara turun karena tingkat utang yang tinggi, investor akan meminta imbal hasil (bunga) yang lebih tinggi untuk meminjamkan uang kepada pemerintah. Ini membuat biaya pinjaman semakin mahal.
       Citra Investor Negatif: Peringkat yang buruk juga bisa membuat investor asing ragu untuk berinvestasi di negara tersebut, mengurangi aliran modal asing langsung (FDI) yang penting untuk penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi.



      Hapus
    3. KLAIM LCS CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Rumah Tangga per Kapita (RM 45,859):
      1. Daya Beli dan Konsumsi yang Tertekan:
      o Penjelasan: Sebagian besar pendapatan rumah tangga harus dialokasikan untuk membayar cicilan utang (KPR, KKB, kartu kredit, pinjaman pribadi).
      o Dampak Riil:
       Penurunan Konsumsi Barang dan Jasa Lain: Ketika sebagian besar pendapatan habis untuk utang, kemampuan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa lain (selain kebutuhan pokok) akan berkurang. Konsumsi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
       Risiko Resesi: Jika konsumsi rumah tangga menurun drastis, ini bisa memicu perlambatan ekonomi atau bahkan resesi.
       Tekanan pada Sektor Ritel: Bisnis ritel dan sektor jasa yang sangat bergantung pada pengeluaran konsumen akan mengalami penurunan penjualan dan profitabilitas.
      2. Stabilitas Keuangan Rumah Tangga yang Rentan:
      o Penjelasan: Tingkat utang yang tinggi membuat rumah tangga sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.
      o Dampak Riil:
       Gagal Bayar (Default): Jika terjadi kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau kenaikan suku bunga, banyak rumah tangga bisa kesulitan membayar utangnya, berujung pada gagal bayar.
       Krisis Keuangan Sistemik: Tingkat gagal bayar yang meluas bisa memicu krisis di sektor perbankan (karena bank memiliki piutang dari rumah tangga tersebut), yang pada gilirannya bisa mengguncang seluruh sistem keuangan.
       Kesehatan Mental dan Sosial: Tekanan utang yang berat juga berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup masyarakat, yang secara tidak langsung memengaruhi produktivitas ekonomi.
      3. Hambatan Investasi dan Tabungan Rumah Tangga:
      o Penjelasan: Ketika pendapatan banyak digunakan untuk membayar utang, kapasitas rumah tangga untuk menabung atau berinvestasi menjadi terbatas.
      o Dampak Riil:
       Modal untuk Pensiun dan Pendidikan Berkurang: Kemampuan untuk mempersiapkan masa pensiun, pendidikan anak, atau investasi masa depan lainnya berkurang. Ini berpotensi menciptakan masalah sosial ekonomi di masa mendatang.
       Modal Produktif Berkurang: Secara agregat, tabungan rumah tangga adalah salah satu sumber modal penting bagi investasi produktif di perekonomian. Jika tabungan rendah, maka sumber modal ini juga berkurang.
      4. Kebijakan Moneter yang Terhambat:
      o Penjelasan: Bank sentral harus mempertimbangkan tingkat utang rumah tangga saat merumuskan kebijakan moneter (terutama suku bunga).
      o Dampak Riil:
       Dilema Suku Bunga: Jika bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, ini akan meningkatkan beban cicilan utang rumah tangga, berisiko memicu gagal bayar massal dan memperlambat ekonomi. Ini menempatkan bank sentral dalam dilema.
       Efektivitas Kebijakan Berkurang: Kebijakan moneter mungkin menjadi kurang efektif karena adanya tingkat utang yang tinggi.

      Hapus
    4. KLAIM LCS CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Rumah Tangga per Kapita (RM 45,859):
      1. Daya Beli dan Konsumsi yang Tertekan:
      o Penjelasan: Sebagian besar pendapatan rumah tangga harus dialokasikan untuk membayar cicilan utang (KPR, KKB, kartu kredit, pinjaman pribadi).
      o Dampak Riil:
       Penurunan Konsumsi Barang dan Jasa Lain: Ketika sebagian besar pendapatan habis untuk utang, kemampuan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa lain (selain kebutuhan pokok) akan berkurang. Konsumsi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
       Risiko Resesi: Jika konsumsi rumah tangga menurun drastis, ini bisa memicu perlambatan ekonomi atau bahkan resesi.
       Tekanan pada Sektor Ritel: Bisnis ritel dan sektor jasa yang sangat bergantung pada pengeluaran konsumen akan mengalami penurunan penjualan dan profitabilitas.
      2. Stabilitas Keuangan Rumah Tangga yang Rentan:
      o Penjelasan: Tingkat utang yang tinggi membuat rumah tangga sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.
      o Dampak Riil:
       Gagal Bayar (Default): Jika terjadi kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau kenaikan suku bunga, banyak rumah tangga bisa kesulitan membayar utangnya, berujung pada gagal bayar.
       Krisis Keuangan Sistemik: Tingkat gagal bayar yang meluas bisa memicu krisis di sektor perbankan (karena bank memiliki piutang dari rumah tangga tersebut), yang pada gilirannya bisa mengguncang seluruh sistem keuangan.
       Kesehatan Mental dan Sosial: Tekanan utang yang berat juga berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup masyarakat, yang secara tidak langsung memengaruhi produktivitas ekonomi.
      3. Hambatan Investasi dan Tabungan Rumah Tangga:
      o Penjelasan: Ketika pendapatan banyak digunakan untuk membayar utang, kapasitas rumah tangga untuk menabung atau berinvestasi menjadi terbatas.
      o Dampak Riil:
       Modal untuk Pensiun dan Pendidikan Berkurang: Kemampuan untuk mempersiapkan masa pensiun, pendidikan anak, atau investasi masa depan lainnya berkurang. Ini berpotensi menciptakan masalah sosial ekonomi di masa mendatang.
       Modal Produktif Berkurang: Secara agregat, tabungan rumah tangga adalah salah satu sumber modal penting bagi investasi produktif di perekonomian. Jika tabungan rendah, maka sumber modal ini juga berkurang.
      4. Kebijakan Moneter yang Terhambat:
      o Penjelasan: Bank sentral harus mempertimbangkan tingkat utang rumah tangga saat merumuskan kebijakan moneter (terutama suku bunga).
      o Dampak Riil:
       Dilema Suku Bunga: Jika bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, ini akan meningkatkan beban cicilan utang rumah tangga, berisiko memicu gagal bayar massal dan memperlambat ekonomi. Ini menempatkan bank sentral dalam dilema.
       Efektivitas Kebijakan Berkurang: Kebijakan moneter mungkin menjadi kurang efektif karena adanya tingkat utang yang tinggi.

      Hapus
    5. KLAIM CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Rumah Tangga per Kapita (RM 45,859):
      1. Daya Beli dan Konsumsi yang Tertekan:
      o Penjelasan: Sebagian besar pendapatan rumah tangga harus dialokasikan untuk membayar cicilan utang (KPR, KKB, kartu kredit, pinjaman pribadi).
      o Dampak Riil:
       Penurunan Konsumsi Barang dan Jasa Lain: Ketika sebagian besar pendapatan habis untuk utang, kemampuan rumah tangga untuk membeli barang dan jasa lain (selain kebutuhan pokok) akan berkurang. Konsumsi adalah motor utama pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
       Risiko Resesi: Jika konsumsi rumah tangga menurun drastis, ini bisa memicu perlambatan ekonomi atau bahkan resesi.
       Tekanan pada Sektor Ritel: Bisnis ritel dan sektor jasa yang sangat bergantung pada pengeluaran konsumen akan mengalami penurunan penjualan dan profitabilitas.
      2. Stabilitas Keuangan Rumah Tangga yang Rentan:
      o Penjelasan: Tingkat utang yang tinggi membuat rumah tangga sangat rentan terhadap guncangan ekonomi.
      o Dampak Riil:
       Gagal Bayar (Default): Jika terjadi kehilangan pekerjaan, penurunan pendapatan, atau kenaikan suku bunga, banyak rumah tangga bisa kesulitan membayar utangnya, berujung pada gagal bayar.
       Krisis Keuangan Sistemik: Tingkat gagal bayar yang meluas bisa memicu krisis di sektor perbankan (karena bank memiliki piutang dari rumah tangga tersebut), yang pada gilirannya bisa mengguncang seluruh sistem keuangan.
       Kesehatan Mental dan Sosial: Tekanan utang yang berat juga berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup masyarakat, yang secara tidak langsung memengaruhi produktivitas ekonomi.
      3. Hambatan Investasi dan Tabungan Rumah Tangga:
      o Penjelasan: Ketika pendapatan banyak digunakan untuk membayar utang, kapasitas rumah tangga untuk menabung atau berinvestasi menjadi terbatas.
      o Dampak Riil:
       Modal untuk Pensiun dan Pendidikan Berkurang: Kemampuan untuk mempersiapkan masa pensiun, pendidikan anak, atau investasi masa depan lainnya berkurang. Ini berpotensi menciptakan masalah sosial ekonomi di masa mendatang.
       Modal Produktif Berkurang: Secara agregat, tabungan rumah tangga adalah salah satu sumber modal penting bagi investasi produktif di perekonomian. Jika tabungan rendah, maka sumber modal ini juga berkurang.
      4. Kebijakan Moneter yang Terhambat:
      o Penjelasan: Bank sentral harus mempertimbangkan tingkat utang rumah tangga saat merumuskan kebijakan moneter (terutama suku bunga).
      o Dampak Riil:
       Dilema Suku Bunga: Jika bank sentral menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, ini akan meningkatkan beban cicilan utang rumah tangga, berisiko memicu gagal bayar massal dan memperlambat ekonomi. Ini menempatkan bank sentral dalam dilema.
       Efektivitas Kebijakan Berkurang: Kebijakan moneter mungkin menjadi kurang efektif karena adanya tingkat utang yang tinggi.

      Hapus
    6. KLAIM CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Pemerintah Federal per Kapita (RM 36,139):
      1. Beban Pelayanan Utang yang Lebih Tinggi:
      o Penjelasan: Dengan utang pemerintah yang besar, pemerintah harus mengalokasikan sebagian besar anggaran tahunannya untuk membayar bunga dan pokok utang. Ini disebut "beban pelayanan utang" (debt service).
      o Dampak Riil:
       Pengurangan Pengeluaran untuk Layanan Publik: Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan), pendidikan, kesehatan, riset dan pengembangan, atau program kesejahteraan sosial, justru habis untuk membayar utang. Ini menghambat pembangunan jangka panjang dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
       Kenaikan Pajak di Masa Depan: Untuk membiayai utang, pemerintah mungkin terpaksa menaikkan pajak (PPh, PPN, pajak korporasi) di masa depan. Kenaikan pajak ini akan mengurangi daya beli masyarakat dan laba perusahaan, yang pada gilirannya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
       Risiko Fiskal: Jika bunga utang naik secara signifikan atau pertumbuhan ekonomi melambat, kemampuan pemerintah untuk membayar utang bisa tertekan, meningkatkan risiko krisis fiskal.
      2. Ketergantungan pada Pasar Keuangan:
      o Penjelasan: Pemerintah harus terus-menerus mencari pinjaman baru (menerbitkan obligasi) untuk membiayai utang yang jatuh tempo atau defisit anggaran.
      o Dampak Riil:
       Sensitivitas terhadap Suku Bunga: Pemerintah menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga di pasar. Jika suku bunga global atau domestik naik, biaya pinjaman pemerintah akan melonjak, memperparah beban utang.
       Potensi "Crowding Out": Pinjaman pemerintah yang besar bisa menyedot dana dari pasar modal, sehingga mengurangi ketersediaan dana bagi sektor swasta untuk berinvestasi (ini disebut "crowding out"). Akibatnya, investasi swasta yang produktif bisa terhambat.
      3. Kredibilitas dan Peringkat Kredit Negara:
      o Penjelasan: Lembaga pemeringkat kredit (seperti Moody's, S&P, Fitch) mengevaluasi kemampuan negara untuk membayar utangnya.
      o Dampak Riil:
       Biaya Pinjaman Lebih Tinggi: Jika peringkat kredit negara turun karena tingkat utang yang tinggi, investor akan meminta imbal hasil (bunga) yang lebih tinggi untuk meminjamkan uang kepada pemerintah. Ini membuat biaya pinjaman semakin mahal.
       Citra Investor Negatif: Peringkat yang buruk juga bisa membuat investor asing ragu untuk berinvestasi di negara tersebut, mengurangi aliran modal asing langsung (FDI) yang penting untuk penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi.

      Hapus
    7. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      • UTANG PEMERINTAH FEDERAL PER KAPITA: RM 36,139
      • UTANG RUMAH TANGGA PER KAPITA: RM 45,859
      Angka-angka ini cukup signifikan dan menunjukkan tingkat ketergantungan yang tinggi pada utang baik di tingkat pemerintah maupun rumah tangga.
      Implikasi Detail terhadap Perekonomian Riil:
      Implikasi dari Utang Pemerintah Federal per Kapita (RM 36,139):
      1. Beban Pelayanan Utang yang Lebih Tinggi:
      o Penjelasan: Dengan utang pemerintah yang besar, pemerintah harus mengalokasikan sebagian besar anggaran tahunannya untuk membayar bunga dan pokok utang. Ini disebut "beban pelayanan utang" (debt service).
      o Dampak Riil:
       Pengurangan Pengeluaran untuk Layanan Publik: Dana yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan), pendidikan, kesehatan, riset dan pengembangan, atau program kesejahteraan sosial, justru habis untuk membayar utang. Ini menghambat pembangunan jangka panjang dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
       Kenaikan Pajak di Masa Depan: Untuk membiayai utang, pemerintah mungkin terpaksa menaikkan pajak (PPh, PPN, pajak korporasi) di masa depan. Kenaikan pajak ini akan mengurangi daya beli masyarakat dan laba perusahaan, yang pada gilirannya bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
       Risiko Fiskal: Jika bunga utang naik secara signifikan atau pertumbuhan ekonomi melambat, kemampuan pemerintah untuk membayar utang bisa tertekan, meningkatkan risiko krisis fiskal.
      2. Ketergantungan pada Pasar Keuangan:
      o Penjelasan: Pemerintah harus terus-menerus mencari pinjaman baru (menerbitkan obligasi) untuk membiayai utang yang jatuh tempo atau defisit anggaran.
      o Dampak Riil:
       Sensitivitas terhadap Suku Bunga: Pemerintah menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga di pasar. Jika suku bunga global atau domestik naik, biaya pinjaman pemerintah akan melonjak, memperparah beban utang.
       Potensi "Crowding Out": Pinjaman pemerintah yang besar bisa menyedot dana dari pasar modal, sehingga mengurangi ketersediaan dana bagi sektor swasta untuk berinvestasi (ini disebut "crowding out"). Akibatnya, investasi swasta yang produktif bisa terhambat.
      3. Kredibilitas dan Peringkat Kredit Negara:
      o Penjelasan: Lembaga pemeringkat kredit (seperti Moody's, S&P, Fitch) mengevaluasi kemampuan negara untuk membayar utangnya.
      o Dampak Riil:
       Biaya Pinjaman Lebih Tinggi: Jika peringkat kredit negara turun karena tingkat utang yang tinggi, investor akan meminta imbal hasil (bunga) yang lebih tinggi untuk meminjamkan uang kepada pemerintah. Ini membuat biaya pinjaman semakin mahal.
       Citra Investor Negatif: Peringkat yang buruk juga bisa membuat investor asing ragu untuk berinvestasi di negara tersebut, mengurangi aliran modal asing langsung (FDI) yang penting untuk penciptaan lapangan kerja dan transfer teknologi.


      Hapus
    8. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      1. DENDA= US$83,8 juta
      Seperti dikutip The Edge Malondesh (19/9/2025), Kontraktor pertahanan Aerotree Defence and Services Sdn Bhd telah mengajukan gugatan sebesar RM353 juta (US$83,8 juta) terhadap pemerintah dan Kementerian Pertahanan Malondesh atas pembatalan perjanjian sewa lima tahun
      -------------
      2. SKANDAL KAPAL TEMPUR PESISIR (LITTORAL COMBAT SHIP/LCS)
      Ini adalah salah satu skandal pengadaan militer terbesar dan paling kontroversial di Malondesh.
      • Proyek: Pengadaan enam kapal tempur pesisir untuk Angkatan Laut Kerajaan Malondesh (Royal Malondeshn Navy/RMN).
      • Nilai Proyek: Kontrak senilai RM9 miliar (sekitar US$2 miliar) ditandatangani pada tahun 2011.
      • Masalah Utama:
      a. Tidak ada kapal yang selesai: Meskipun pemerintah telah membayar lebih dari RM6 miliar, hingga kini belum ada satu pun dari enam kapal yang selesai dan dikirimkan.
      b. Penyalahgunaan dana: Laporan investigasi menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana, pembayaran yang tidak semestinya, dan penggelembungan harga (mark-up). Dana yang seharusnya digunakan untuk proyek justru digunakan untuk tujuan lain.
      c. Politik dan korupsi: Skandal ini menyeret sejumlah nama pejabat tinggi, termasuk mantan menteri pertahanan, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi dan nepotisme.
      -------------
      3. SKANDAL KAPAL SELAM SCORPENE
      Skandal ini telah menjadi berita utama selama bertahun-tahun, bahkan melibatkan pengadilan di Prancis.
      • Proyek: Pembelian dua kapal selam kelas Scorpene dari perusahaan Prancis, DCNS (sekarang Naval Group), pada tahun 2002.
      • Nilai Proyek: Sekitar RM5,4 miliar.
      • Masalah Utama:
      a. Komisi besar-besaran: Terdapat dugaan pembayaran komisi sebesar 114 juta Euro kepada sebuah perusahaan yang terkait dengan pejabat senior Malondesh.
      b. Kasus pembunuhan: Skandal ini juga terkait dengan pembunuhan seorang penerjemah wanita asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, yang diduga memiliki informasi terkait kontrak tersebut. Kasus ini telah menjadi salah satu babak tergelap dalam sejarah politik Malondesh.
      -------------
      4. KONTROVERSI PENGADAAN JET TEMPUR A-4 SKYHAWK
      Kasus ini sering diangkat kembali, termasuk oleh Raja Malondesh sendiri, sebagai contoh kegagalan pengadaan di masa lalu.
      • Proyek: Pembelian 88 unit jet tempur A-4 Skyhawk bekas dari Amerika Serikat pada tahun 1980-an.
      • Masalah Utama:
      a. Kondisi buruk: Dari 88 unit yang dibeli, hanya sekitar 40 unit yang bisa digunakan dan sisanya dianggap tidak layak terbang.
      b. Tingkat kecelakaan tinggi: Jet-jet yang dioperasikan mengalami tingkat kecelakaan yang tinggi, membahayakan nyawa pilot, dan akhirnya dipensiunkan. Raja Malondesh menyebutnya sebagai "peti mati terbang" (flying coffin), istilah yang juga digunakan untuk mengkritik rencana pengadaan helikopter Black Hawk yang usianya sudah tua.
      -------------
      5. SKANDAL PENCURIAN MESIN PESAWAT TEMPUR F-5E
      Kasus ini adalah salah satu contoh nyata kelemahan dalam pengawasan aset militer.
      • Kasus: Hilangnya dua mesin pesawat tempur Northrop F-5E milik Angkatan Udara Kerajaan Malondesh (RMAF) senilai sekitar US$29 juta.
      • Masalah Utama: Investigasi mengungkapkan bahwa mesin-mesin tersebut telah dicuri dari pangkalan militer dan kemudian dijual kepada perusahaan di Amerika Selatan. Insiden ini tidak hanya menunjukkan adanya pencurian internal, tetapi juga dugaan keterlibatan oknum pejabat militer. Mantan Kepala Angkatan Bersenjata Malondesh bahkan mengakui bahwa kasus ini hanyalah puncak dari skandal korupsi yang lebih besar terkait peralatan militer.
      -------------
      6. KRITIK PENGADAAN HOWITZER
      Pengadaan senjata berat ini juga menjadi sorotan tajam dari kalangan oposisi.
      • Proyek: Rencana pembelian howitzer senilai hampir RM1 miliar (sekitar US$212 juta).
      • Masalah Utama: Seorang anggota parlemen oposisi menuduh bahwa kontrak tersebut akan diberikan melalui negosiasi langsung, bukan tender terbuka, kepada perusahaan yang baru berdiri dua tahun dan tidak memiliki pengalaman di industri pertahanan..

      Hapus
  30. F18 = BURUNG BANGAU
    PENDEKAR = CUMI-CUMI
    SPH = SAPI PENARIK HOWITZER
    ==============
    RMAF F/A-18D Hornet Crash
    • Date: August 21, 2025
    • Location: Kuantan Air Base, Malondesh
    • Aircraft: F/A-18D Hornet (two-seater variant)
    • Event: The jet burst into flames during takeoff and crashed shortly after.
    🐦 Cause of the Crash
    • Confirmed Cause: A bird strike
    • Details:
    o A purple heron collided with the aircraft’s left engine during takeoff.
    o The bird strike occurred at a critical moment when the jet was accelerating at 146 knots and had just lifted to about 10 meters altitude.
    o The crew ejected approximately 50 meters from the aircraft.
    • Investigation:
    o Conducted by RMAF with support from STRIDE, the Chemistry Department, Perhilitan (wildlife agency), and the U.S. Navy.
    o Bone fragments from the bird were analyzed to confirm species.
    🧭 Aftermath
    • Safety Record: This was the first crash of an RMAF F/A-18D Hornet since its induction.
    • Previous Incidents:
    o 2003: Runway skid in Kuching due to tire burst.
    o 2017: Emergency landing due to landing gear issue.
    o 2019: Turbine failure during takeoff at LIMA airshow.
    ==============
    Sinking of KD Pendekar
    On 25 August 2024, KD Pendekar sank off the coast of Tanjung Penyusop, Johor, Malondesh, after a collision with a submerged object.
    📍 Timeline of Events
    • Around 12:00 PM: The ship struck an underwater object, causing a leak in the engine room.
    • Flooding began: Despite damage control efforts, water continued to enter the vessel.
    • 3:54 PM: The ship sank approximately 2 nautical miles southeast of Tanjung Penyusop.
    • Rescue: All 39 crew members were safely evacuated with no injuries, thanks to assistance from nearby RMN ships, the Malondeshn Coast Guard, and police2.
    Aging vessels in the RMN fleet (10–15 ships over 40 years old) are now under review for safety and seaworthiness.
    ==============
    key issues contributing to the lack of procurement of SPH for the Malondeshn military:
    1. Lack of Transparency and Corruption
    Defense procurement in Malondesh has been criticized for a lack of transparency, a problem that is not unique to the SPH program but is a systemic issue affecting the entire Ministry of Defence (MINDEF).
    • Role of Middlemen: The involvement of agents and middlemen has been a major point of contention. These agents, who may have political ties or be retired military officers, can add unnecessary commissions, leading to inflated prices. This practice has been publicly criticized by high-ranking officials, including Malondesh's King, Sultan Ibrahim, who has called for an end to such practices and for procurements to be based on market prices and the actual needs of the military.
    • Audit Findings: Auditor-General reports have consistently flagged serious procurement and contract management failures within the Malondeshn Armed Forces (MAF). These reports have revealed issues such as delayed deliveries, questionable payment practices, and the splitting of large contracts into smaller packages to bypass open tender thresholds.
    2. Budgetary Constraints and Mismanagement
    While Malondesh has increased its defense budget in recent years, the funding for modernization has been limited by a history of financial mismanagement and competing priorities.
    • Austerity Measures: Past economic crises and an emphasis on fiscal prudence have sometimes led to the abandonment of long-term defense acquisition plans. This has resulted in the Malondeshn Army having to make do with aging equipment.
    • Over-reliance on Foreign Suppliers: Due to a limited domestic defense industry, Malondesh is highly reliant on foreign suppliers for advanced military assets like SPH. This dependence, coupled with the systemic procurement issues, makes the country vulnerable to inflated prices and unsuitable deals.
    • Poor Contract Management: The Auditor-General's reports have also highlighted a failure to enforce penalties for late deliveries and a practice of paying for equipment before it is delivered, compromising
    😝LACK MAINTENANCE = LACK UPGRADE😝

    BalasHapus
  31. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    1. DENDA= US$83,8 juta
    Seperti dikutip The Edge Malondesh (19/9/2025), Kontraktor pertahanan Aerotree Defence and Services Sdn Bhd telah mengajukan gugatan sebesar RM353 juta (US$83,8 juta) terhadap pemerintah dan Kementerian Pertahanan Malondesh atas pembatalan perjanjian sewa lima tahun
    -------------
    2. SKANDAL KAPAL TEMPUR PESISIR (LITTORAL COMBAT SHIP/LCS)
    Ini adalah salah satu skandal pengadaan militer terbesar dan paling kontroversial di Malondesh.
    • Proyek: Pengadaan enam kapal tempur pesisir untuk Angkatan Laut Kerajaan Malondesh (Royal Malondeshn Navy/RMN).
    • Nilai Proyek: Kontrak senilai RM9 miliar (sekitar US$2 miliar) ditandatangani pada tahun 2011.
    • Masalah Utama:
    a. Tidak ada kapal yang selesai: Meskipun pemerintah telah membayar lebih dari RM6 miliar, hingga kini belum ada satu pun dari enam kapal yang selesai dan dikirimkan.
    b. Penyalahgunaan dana: Laporan investigasi menemukan adanya dugaan penyalahgunaan dana, pembayaran yang tidak semestinya, dan penggelembungan harga (mark-up). Dana yang seharusnya digunakan untuk proyek justru digunakan untuk tujuan lain.
    c. Politik dan korupsi: Skandal ini menyeret sejumlah nama pejabat tinggi, termasuk mantan menteri pertahanan, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi dan nepotisme.
    -------------
    3. SKANDAL KAPAL SELAM SCORPENE
    Skandal ini telah menjadi berita utama selama bertahun-tahun, bahkan melibatkan pengadilan di Prancis.
    • Proyek: Pembelian dua kapal selam kelas Scorpene dari perusahaan Prancis, DCNS (sekarang Naval Group), pada tahun 2002.
    • Nilai Proyek: Sekitar RM5,4 miliar.
    • Masalah Utama:
    a. Komisi besar-besaran: Terdapat dugaan pembayaran komisi sebesar 114 juta Euro kepada sebuah perusahaan yang terkait dengan pejabat senior Malondesh.
    b. Kasus pembunuhan: Skandal ini juga terkait dengan pembunuhan seorang penerjemah wanita asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, yang diduga memiliki informasi terkait kontrak tersebut. Kasus ini telah menjadi salah satu babak tergelap dalam sejarah politik Malondesh.
    -------------
    4. KONTROVERSI PENGADAAN JET TEMPUR A-4 SKYHAWK
    Kasus ini sering diangkat kembali, termasuk oleh Raja Malondesh sendiri, sebagai contoh kegagalan pengadaan di masa lalu.
    • Proyek: Pembelian 88 unit jet tempur A-4 Skyhawk bekas dari Amerika Serikat pada tahun 1980-an.
    • Masalah Utama:
    a. Kondisi buruk: Dari 88 unit yang dibeli, hanya sekitar 40 unit yang bisa digunakan dan sisanya dianggap tidak layak terbang.
    b. Tingkat kecelakaan tinggi: Jet-jet yang dioperasikan mengalami tingkat kecelakaan yang tinggi, membahayakan nyawa pilot, dan akhirnya dipensiunkan. Raja Malondesh menyebutnya sebagai "peti mati terbang" (flying coffin), istilah yang juga digunakan untuk mengkritik rencana pengadaan helikopter Black Hawk yang usianya sudah tua.
    -------------
    5. SKANDAL PENCURIAN MESIN PESAWAT TEMPUR F-5E
    Kasus ini adalah salah satu contoh nyata kelemahan dalam pengawasan aset militer.
    • Kasus: Hilangnya dua mesin pesawat tempur Northrop F-5E milik Angkatan Udara Kerajaan Malondesh (RMAF) senilai sekitar US$29 juta.
    • Masalah Utama: Investigasi mengungkapkan bahwa mesin-mesin tersebut telah dicuri dari pangkalan militer dan kemudian dijual kepada perusahaan di Amerika Selatan. Insiden ini tidak hanya menunjukkan adanya pencurian internal, tetapi juga dugaan keterlibatan oknum pejabat militer. Mantan Kepala Angkatan Bersenjata Malondesh bahkan mengakui bahwa kasus ini hanyalah puncak dari skandal korupsi yang lebih besar terkait peralatan militer.
    -------------
    6. KRITIK PENGADAAN HOWITZER
    Pengadaan senjata berat ini juga menjadi sorotan tajam dari kalangan oposisi.
    • Proyek: Rencana pembelian howitzer senilai hampir RM1 miliar (sekitar US$212 juta).
    • Masalah Utama: Seorang anggota parlemen oposisi menuduh bahwa kontrak tersebut akan diberikan melalui negosiasi langsung, bukan tender terbuka, kepada perusahaan yang baru berdiri dua tahun dan tidak memiliki pengalaman di industri pertahanan..

    BalasHapus
  32. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    DENDA= US$83,8 juta
    • RM17.5 million in special damages
    • RM38.7 million in further damages
    • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
    -------------
    Defence contractor Aerotree Defence & Services Sdn Bhd has filed a RM353 million lawsuit against the Malondeshn government and Defence Ministry for cancelling a five-year lease agreement involving four US-made Blackhawk UH-60A helicopters for the Malondeshn army's air force unit.
    Filed through Messrs Hafarizam, Wan Aisha & Mubarak at the Kuala Lumpur High Court, the suit names the Defence Ministry secretary general, the ministry, and the federal government as defendants.
    In the statement of claim sighted by The Edge, Aerotree Defence is asking the court to order the Defence Ministry and the government to follow through with the helicopter lease deal based on the acceptance letter dated April 17, 2023. If the deal can’t be carried out, the company wants:
    • RM17.5 million in special damages
    • RM38.7 million in further damages
    • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
    Aerotree is also seeking to block the government from using a RM1.87 million bank guarantee it provided, and is asking for general damages for loss of reputation, plus exemplary and aggravated damages to be decided by the court.
    In its 31-page claim, Aerotree said the government had agreed to lease four Blackhawk helicopters for five years at RM187.5 million. The deal was a Private Finance Initiative, meaning the government wouldn’t bear any cost or risk, as Aerotree would own, operate, and maintain the helicopters. The company said the helicopters were fully mission-capable, including for air force transport operations.
    Aerotree is seeking a court declaration that the government’s termination of the agreement on Oct 31, 2024, is null and void.
    -----------------
    Helicopter deal timeline and delays
    Under the agreement, Aerotree was to deliver two helicopters within six months of the April 2023 acceptance letter, and the remaining two within nine months. The company also had to provide a non-cancellable RM1.87 million implementation bond, which it secured from Perwira Affin Bank in June 2023.
    Aerotree was also required to run a training and industrial collaboration programme. For this, it requested access to the Kuantan Air Force base to prepare a maintenance manual and obtain certification as an Approved Maintenance Organisation.
    In July 2023, Aerotree signed a deal with Turkey’s Havelsan for Blackhawk simulator training for 14 RMAF pilots. The following month, it signed a sales agreement with Slovakia’s Training Academy to purchase and upgrade four Blackhawk helicopters.
    Due to technical modifications, pilot training, and delays caused by the Russia-Ukraine conflict, Aerotree requested three extensions — up to Oct 30, 2024 — for the helicopter deliveries. However, penalties for late delivery (LAD) still applied.
    Aerotree claimed the Defence Ministry and government failed to assist it in securing a loan from SME Bank, which was going through a board restructuring. A change in the Defence Minister further delayed necessary documents for loan approval. Despite this, the loan was approved but the company had yet to receive the deed of trust letter from the ministry so that the first payment could be made.
    The company said the government was aware of the reasons behind the delays but imposed unfair extension conditions that made it harder for Aerotree to complete the deal, ultimately setting the company up to fail.
    -----------------
    Allegations of unfair termination
    On Oct 31, 2024, Aerotree Defence received a termination letter from the Defence Ministry for failing to deliver four Blackhawk helicopters as agreed.
    Aerotree appealed the termination, saying the helicopters were already registered with the US Department of State and were awaiting approval under the International Traffic in Arms Regulations (ITAR), which is required before shipment to Malondesh.

    BalasHapus

  33. Lengkap dengan sistem pengesanan bunyi akustik tembakan guys. 😎😎😎


    Pemasangan antena PILAR V iaitu sistem sensor tembakan akustik yang bertindak sebagai pelindung pasif kepada kenderaan perisai.

    Ia merupakan sistem sensor yang boleh mengesan tembakan dan arah tembakan dilepaskan untuk melaksanakan serangan balas selain menjadi pelindung.


    https://www.dagangnews.com/sites/default/files/inline-images/IMG-20250814-WA0025_0.jpg

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      DENDA= US$83,8 juta
      • RM17.5 million in special damages
      • RM38.7 million in further damages
      • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
      -------------
      Defence contractor Aerotree Defence & Services Sdn Bhd has filed a RM353 million lawsuit against the Malondeshn government and Defence Ministry for cancelling a five-year lease agreement involving four US-made Blackhawk UH-60A helicopters for the Malondeshn army's air force unit.
      Filed through Messrs Hafarizam, Wan Aisha & Mubarak at the Kuala Lumpur High Court, the suit names the Defence Ministry secretary general, the ministry, and the federal government as defendants.
      In the statement of claim sighted by The Edge, Aerotree Defence is asking the court to order the Defence Ministry and the government to follow through with the helicopter lease deal based on the acceptance letter dated April 17, 2023. If the deal can’t be carried out, the company wants:
      • RM17.5 million in special damages
      • RM38.7 million in further damages
      • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
      Aerotree is also seeking to block the government from using a RM1.87 million bank guarantee it provided, and is asking for general damages for loss of reputation, plus exemplary and aggravated damages to be decided by the court.
      In its 31-page claim, Aerotree said the government had agreed to lease four Blackhawk helicopters for five years at RM187.5 million. The deal was a Private Finance Initiative, meaning the government wouldn’t bear any cost or risk, as Aerotree would own, operate, and maintain the helicopters. The company said the helicopters were fully mission-capable, including for air force transport operations.
      Aerotree is seeking a court declaration that the government’s termination of the agreement on Oct 31, 2024, is null and void.
      -----------------
      Helicopter deal timeline and delays
      Under the agreement, Aerotree was to deliver two helicopters within six months of the April 2023 acceptance letter, and the remaining two within nine months. The company also had to provide a non-cancellable RM1.87 million implementation bond, which it secured from Perwira Affin Bank in June 2023.
      Aerotree was also required to run a training and industrial collaboration programme. For this, it requested access to the Kuantan Air Force base to prepare a maintenance manual and obtain certification as an Approved Maintenance Organisation.
      In July 2023, Aerotree signed a deal with Turkey’s Havelsan for Blackhawk simulator training for 14 RMAF pilots. The following month, it signed a sales agreement with Slovakia’s Training Academy to purchase and upgrade four Blackhawk helicopters.
      Due to technical modifications, pilot training, and delays caused by the Russia-Ukraine conflict, Aerotree requested three extensions — up to Oct 30, 2024 — for the helicopter deliveries. However, penalties for late delivery (LAD) still applied.
      Aerotree claimed the Defence Ministry and government failed to assist it in securing a loan from SME Bank, which was going through a board restructuring. A change in the Defence Minister further delayed necessary documents for loan approval. Despite this, the loan was approved but the company had yet to receive the deed of trust letter from the ministry so that the first payment could be made.
      The company said the government was aware of the reasons behind the delays but imposed unfair extension conditions that made it harder for Aerotree to complete the deal, ultimately setting the company up to fail.
      -----------------
      Allegations of unfair termination
      On Oct 31, 2024, Aerotree Defence received a termination letter from the Defence Ministry for failing to deliver four Blackhawk helicopters as agreed.
      Aerotree appealed the termination, saying the helicopters were already registered with the US Department of State and were awaiting approval under the International Traffic in Arms Regulations (ITAR), which is required before shipment to Malondesh.

      Hapus
    2. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      DENDA= US$83,8 juta
      • RM17.5 million in special damages
      • RM38.7 million in further damages
      • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
      -------------
      Defence contractor Aerotree Defence & Services Sdn Bhd has filed a RM353 million lawsuit against the Malondeshn government and Defence Ministry for cancelling a five-year lease agreement involving four US-made Blackhawk UH-60A helicopters for the Malondeshn army's air force unit.
      Filed through Messrs Hafarizam, Wan Aisha & Mubarak at the Kuala Lumpur High Court, the suit names the Defence Ministry secretary general, the ministry, and the federal government as defendants.
      In the statement of claim sighted by The Edge, Aerotree Defence is asking the court to order the Defence Ministry and the government to follow through with the helicopter lease deal based on the acceptance letter dated April 17, 2023. If the deal can’t be carried out, the company wants:
      • RM17.5 million in special damages
      • RM38.7 million in further damages
      • US$38.7 million (about RM297.3 million) in additional compensation
      Aerotree is also seeking to block the government from using a RM1.87 million bank guarantee it provided, and is asking for general damages for loss of reputation, plus exemplary and aggravated damages to be decided by the court.
      In its 31-page claim, Aerotree said the government had agreed to lease four Blackhawk helicopters for five years at RM187.5 million. The deal was a Private Finance Initiative, meaning the government wouldn’t bear any cost or risk, as Aerotree would own, operate, and maintain the helicopters. The company said the helicopters were fully mission-capable, including for air force transport operations.
      Aerotree is seeking a court declaration that the government’s termination of the agreement on Oct 31, 2024, is null and void.
      -----------------
      Helicopter deal timeline and delays
      Under the agreement, Aerotree was to deliver two helicopters within six months of the April 2023 acceptance letter, and the remaining two within nine months. The company also had to provide a non-cancellable RM1.87 million implementation bond, which it secured from Perwira Affin Bank in June 2023.
      Aerotree was also required to run a training and industrial collaboration programme. For this, it requested access to the Kuantan Air Force base to prepare a maintenance manual and obtain certification as an Approved Maintenance Organisation.
      In July 2023, Aerotree signed a deal with Turkey’s Havelsan for Blackhawk simulator training for 14 RMAF pilots. The following month, it signed a sales agreement with Slovakia’s Training Academy to purchase and upgrade four Blackhawk helicopters.
      Due to technical modifications, pilot training, and delays caused by the Russia-Ukraine conflict, Aerotree requested three extensions — up to Oct 30, 2024 — for the helicopter deliveries. However, penalties for late delivery (LAD) still applied.
      Aerotree claimed the Defence Ministry and government failed to assist it in securing a loan from SME Bank, which was going through a board restructuring. A change in the Defence Minister further delayed necessary documents for loan approval. Despite this, the loan was approved but the company had yet to receive the deed of trust letter from the ministry so that the first payment could be made.
      The company said the government was aware of the reasons behind the delays but imposed unfair extension conditions that made it harder for Aerotree to complete the deal, ultimately setting the company up to fail.
      -----------------
      Allegations of unfair termination
      On Oct 31, 2024, Aerotree Defence received a termination letter from the Defence Ministry for failing to deliver four Blackhawk helicopters as agreed.
      Aerotree appealed the termination, saying the helicopters were already registered with the US Department of State and were awaiting approval under the International Traffic in Arms Regulations (ITAR), which is required before shipment to Malondesh.

      Hapus
    3. KLAIM KAYA CASH = LOAN BARTER
      -------------
      Barter & Hutang Pengadaan Alutsista Malondesh
      1. Kapal Selam Scorpene
      • Skema: Loan agreement + offset industri
      • Detail:
      a. Dibeli dari Naval Group (Prancis) dengan nilai sekitar RM 3.4 miliar.
      b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri (PLN) yang disetujui oleh Kementerian Keuangan Malondesh.
      c. Termasuk offset berupa pelatihan awak, pembangunan fasilitas, dan kerja sama dengan PT PAL2.
      -----------------
      2. Kapal LCS (Littoral Combat Ship)
      • Skema: Loan agreement + milestone payment
      • Detail:
      a. Proyek LCS melibatkan Boustead Naval Shipyard (BNS) dan Thales.
      b. Pembayaran dilakukan bertahap sesuai progres pembangunan.
      c. Menggunakan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, namun proyek ini mengalami keterlambatan dan audit karena masalah manajemen.
      -----------------
      3. Kapal NGPV (New Generation Patrol Vessel)
      • Skema: Loan agreement + offset lokal
      • Detail:
      a. Dipesan dari BNS dengan desain MEKO A-100 dari Jerman.
      b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman pemerintah dan milestone kontrak.
      c. Offset berupa pembangunan galangan kapal dan pelatihan teknisi lokal.
      -----------------
      4. Tank PT-91M Pendekar
      • Skema: Loan agreement bilateral
      • Detail:
      a. Dibeli dari Polandia dengan nilai sekitar USD 370 juta.
      b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman bilateral antara pemerintah Malondesh dan Polandia.
      c. Termasuk pelatihan awak dan dukungan teknis dari Bumar Labedy.
      -----------------
      6. Pesawat FA-50M
      • Skema: Loan agreement + offset industri
      • Detail:
      a. Malondesh menandatangani kontrak dengan Korea Aerospace Industries (KAI).
      b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri dan milestone pengiriman.
      c. Offset berupa pelatihan pilot dan teknisi serta kerja sama industri dirgantara.
      🔁 Tabel Ringkasan Skema Pembayaran
      Alutsista Skema Pembayaran Hutang
      Scorpene Loan agreement + offset ✅
      Kapal LCS Loan + milestone ✅
      Kapal NGPV Loan + offset ✅
      Tank PT-91M Loan bilateral ✅
      FA-50M Loan + offset ✅

      Hapus
    4. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      DENDA & GUGATAN HUKUM PENGADAAN MILITER MALONDESH
      1. Gugatan Aerotree Defence atas Helikopter Black Hawk
      • Nilai Gugatan: RM353 juta (±US$83,8 juta)
      • Latar Belakang:
      a. Pemerintah Malondesh membatalkan kontrak sewa 4 unit helikopter UH-60A Black Hawk dari Aerotree Defence and Services.
      b. Kontrak bernilai RM187,5 juta untuk masa sewa 5 tahun.
      c. Aerotree menggugat pemerintah dan Kementerian Pertahanan karena pembatalan sepihak.
      • Tuntutan Aerotree:
      a. Ganti rugi khusus: RM17,5 juta
      b. Ganti rugi tambahan: RM38,7 juta
      c. Kompensasi tambahan: US$38,7 juta (±RM297,3 juta)
      d. Ganti rugi umum atas reputasi, ganti rugi teladan, dan ganti rugi diperberat.
      -----------------
      2. Denda Keterlambatan Pengadaan GEMPITA 8×8
      • Nilai Denda: RM162,75 juta
      • Latar Belakang:
      a. Kontrak pengadaan 68 unit kendaraan perisai GEMPITA senilai RM7,517 miliar mengalami keterlambatan hingga 2 tahun 15 hari.
      b. Denda baru dikeluarkan 746 hari setelah kontrak berakhir.
      • Masalah Tambahan:
      a. Bon pelaksanaan hanya RM53,93 juta, jauh dari nilai denda.
      b. Perusahaan meminta pengurangan denda menjadi RM4,27 juta dengan alasan dampak pandemi COVID-19 dan konflik Rusia-Ukraina3.
      -----------------
      3. Denda Keterlambatan Servis & Suku Cadang
      • Nilai Denda: RM1,42 juta (belum dikenakan)
      • Latar Belakang:
      a. Keterlambatan servis dan pengadaan suku cadang untuk kendaraan ADNAN, PENDEKAR (PT-91M), dan GEMPITA.
      b. Keterlambatan antara 2 hingga 227 hari.
      c. Audit mencatat belum ada denda yang dikenakan hingga akhir 2023.
      -----------------
      4. Pelanggaran Prosedur Tender
      • Nilai Potensi Ketirisan: RM107,54 juta
      • Latar Belakang:
      a. Audit menemukan 654 transaksi pengadaan suku cadang dan servis yang dipecah kecil untuk menghindari tender terbuka.
      b. Melanggar Perintah Angkatan Tentera Malondesh (PATM) dan Pekeliling Perbendaharaan.
      -----------------
      5. Kendaraan Perisai GEMPITA (8×8)
      • Denda: RM162.75 juta
      • Kasus:
      a. Laporan Ketua Audit Negara (LKAN) 2/2025 mengungkap bahwa denda sebesar RM162.75 juta belum dikutip dari perusahaan pembekal utama meskipun kontrak telah berakhir sejak Desember 2022.
      b. Notis tuntutan baru dikeluarkan setelah 746 hari (lebih dari 2 tahun) kontrak berakhir.
      c. Bon pelaksanaan yang dipegang pemerintah hanya RM53.93 juta, jauh lebih kecil dari nilai denda.
      -----------------
      6. Keterlambatan Servis & Suku Cadang (GEMPITA, ADNAN, PENDEKAR)
      • Denda: RM1.42 juta
      • Kasus:
      a. Audit menemukan keterlambatan antara 2 hingga 227 hari dalam servis dan pengadaan suku cadang untuk kendaraan tempur.
      b. Denda belum dikenakan hingga akhir 2023 meskipun pelanggaran kontrak terjadi.

      Hapus
    5. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      LOAN-BASED DEFENSE PROCUREMENT: A STRATEGIC FINANCIAL MODEL
      🔹 Why Loans Are Used
      Malondesh’s annual defense budget is limited and must cover personnel, operations, maintenance, and development. When major acquisitions—such as submarines, fighter jets, or armored vehicles—exceed available funds, the government turns to loan agreements to:
      • Spread payments over multiple years.
      • Avoid sudden budget shocks.
      • Enable long-term modernization without compromising operational readiness.
      -----------------
      🔸 Sources of Loans
      Source Type Description
      Foreign Governments Bilateral defense deals often include soft loans or export credits. Example: Poland for PT-91M tanks.
      Export Credit Agencies Institutions like Korea Eximbank or France’s Coface offer financing tied to defense exports.
      International Banks Commercial banks may offer syndicated loans for large naval or aerospace projects.
      Domestic Institutions Malondeshn banks or government-linked investment entities may co-finance local components.
      -----------------
      🔸 Structure of Loan Agreements
      Component Details
      Tenor Typically 5–15 years depending on asset lifespan and delivery schedule.
      Grace Period Often 1–3 years during manufacturing phase before repayment begins.
      Interest Rate Negotiated based on bilateral ties; may be fixed or floating.
      Repayment Terms Milestone-based: payments tied to delivery, testing, or commissioning.
      Currency Usually USD or EUR; hedging used to manage forex risk.
      Guarantees Sovereign guarantees or performance bonds to secure repayment.
      -----------------
      🔸 Offset & Industrial Participation
      Loan-based deals often include offset clauses, which benefit Malondesh’s local defense industry:
      • Technology Transfer: Training, simulators, or assembly know-how.
      • Local Manufacturing: Involvement of Boustead Naval Shipyard, SME Ordnance, or AIROD.
      • Maintenance Contracts: Long-term MRO (Maintenance, Repair, Overhaul) agreements with Malondeshn firms.
      -----------------
      🔸 Examples of Loan-Based Defense Deals
      Program Supplier Country Loan Type & Offset
      Scorpene Submarines France Export credit + training + infrastructure development
      PT-91M Tanks Poland Bilateral loan + crew training + spare parts support
      FA-50M Fighter Jets South Korea Export credit + pilot training + simulator systems
      NGPV Patrol Vessels Germany Structured financing + local shipbuilding capacity
      ⚠️ Risks & Safeguards
      Risk Mitigation Strategy
      Exchange Rate Volatility Use of currency hedging and multi-currency reserves.
      Delivery Delays Penalty clauses and performance guarantees in contract.
      Budget Overruns Parliamentary oversight and audit mechanisms.
      Political Sensitivity Transparency initiatives and public reporting (e.g., LCS scandal).

      Hapus
  34. KLAIM KAYA CASH = LOAN BARTER
    -------------
    Barter & Hutang Pengadaan Alutsista Malondesh
    1. Kapal Selam Scorpene
    • Skema: Loan agreement + offset industri
    • Detail:
    a. Dibeli dari Naval Group (Prancis) dengan nilai sekitar RM 3.4 miliar.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri (PLN) yang disetujui oleh Kementerian Keuangan Malondesh.
    c. Termasuk offset berupa pelatihan awak, pembangunan fasilitas, dan kerja sama dengan PT PAL2.
    -----------------
    2. Kapal LCS (Littoral Combat Ship)
    • Skema: Loan agreement + milestone payment
    • Detail:
    a. Proyek LCS melibatkan Boustead Naval Shipyard (BNS) dan Thales.
    b. Pembayaran dilakukan bertahap sesuai progres pembangunan.
    c. Menggunakan pinjaman dalam negeri dan luar negeri, namun proyek ini mengalami keterlambatan dan audit karena masalah manajemen.
    -----------------
    3. Kapal NGPV (New Generation Patrol Vessel)
    • Skema: Loan agreement + offset lokal
    • Detail:
    a. Dipesan dari BNS dengan desain MEKO A-100 dari Jerman.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman pemerintah dan milestone kontrak.
    c. Offset berupa pembangunan galangan kapal dan pelatihan teknisi lokal.
    -----------------
    4. Tank PT-91M Pendekar
    • Skema: Loan agreement bilateral
    • Detail:
    a. Dibeli dari Polandia dengan nilai sekitar USD 370 juta.
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman bilateral antara pemerintah Malondesh dan Polandia.
    c. Termasuk pelatihan awak dan dukungan teknis dari Bumar Labedy.
    -----------------
    6. Pesawat FA-50M
    • Skema: Loan agreement + offset industri
    • Detail:
    a. Malondesh menandatangani kontrak dengan Korea Aerospace Industries (KAI).
    b. Pembayaran dilakukan melalui pinjaman luar negeri dan milestone pengiriman.
    c. Offset berupa pelatihan pilot dan teknisi serta kerja sama industri dirgantara.
    🔁 Tabel Ringkasan Skema Pembayaran
    Alutsista Skema Pembayaran Hutang
    Scorpene Loan agreement + offset ✅
    Kapal LCS Loan + milestone ✅
    Kapal NGPV Loan + offset ✅
    Tank PT-91M Loan bilateral ✅
    FA-50M Loan + offset ✅

    BalasHapus
  35. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    LOAN-BASED PROCUREMENT IN MALONDESH’S MILITARY
    Malondesh often uses loan agreements to finance large-scale defense acquisitions, especially when the cost exceeds annual defense budgets. These loans can be sourced from foreign governments, international banks, or domestic financial institutions, and are structured to support long-term modernization goals.
    🔑 Key Features of Loan Procurement
    Feature Description
    Source of Loan Foreign governments (e.g., Poland, France, Korea), export credit agencies, or domestic banks.
    Tenor & Terms Typically 5–15 years, with grace periods and interest rates negotiated based on bilateral ties.
    Repayment Structure Paid in installments tied to delivery milestones or operational readiness.
    Currency Often denominated in USD, EUR, or local currency depending on supplier.
    Guarantees May involve sovereign guarantees or performance bonds.
    Offset Clauses Includes industrial participation, technology transfer, or local assembly.
    🛡️ Examples of Loan-Based Military Procurement
    1. Scorpene Submarines (France)
    • Loan Type: Foreign loan via French financial institutions.
    • Value: RM3.4 billion.
    • Offset: Training, infrastructure, and technology transfer to Boustead Naval Shipyard.
    2. PT-91M Pendekar Tanks (Poland)
    • Loan Type: Bilateral loan agreement with Poland.
    • Value: USD 370 million.
    • Offset: Crew training and maintenance support.
    3. FA-50M Fighter Jets (South Korea)
    • Loan Type: Export credit facility from Korean financial institutions.
    • Value: RM4.08 billion.
    • Offset: Pilot training, simulator systems, and potential local maintenance hub.
    4. NGPV Patrol Vessels (Germany)
    • Loan Type: Structured financing with German partners.
    • Value: RM5.35 billion.
    • Offset: Local shipbuilding capacity and technology transfer.
    -------------------
    FA-50M FIGHTER JET PROCUREMENT: FINANCIAL BREAKDOWN
    🔹 Overview
    • Contract Value: USD 920 million (≈ RM4.08 billion)
    • Quantity: 18 FA-50M Block 20 light combat aircraft
    • Supplier: Korea Aerospace Industries (KAI)
    • Contract Signed: May 2023 at LIMA (Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition)
    • Delivery Timeline: First batch expected in 20262
    💰 Financial Structure
    Component Description
    Loan Source Export credit facility from South Korean financial institutions, likely backed by KEXIM (Korea Export-Import Bank).
    Loan Type Government-to-government structured loan with sovereign guarantee.
    Tenor Estimated 10–15 years, with grace period during manufacturing phase.
    Interest Rate Preferential rate negotiated under bilateral defense cooperation.
    Repayment Schedule Milestone-based: tied to aircraft delivery and acceptance testing.
    Currency USD-denominated, with hedging options to mitigate forex risk.

    BalasHapus
  36. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    Malondesh's approach to financing large-scale defense acquisitions often involves the use of loan agreements :
    1. The Need for Loan Agreements
    • High Cost of Modern Defense Systems: Modern military equipment, such as fighter jets, naval vessels, submarines, air defense systems, and advanced armored vehicles, are extremely expensive. A single major acquisition can easily exceed Malondesh's annual defense budget.
    • Budgetary Constraints: While Malondesh allocates a significant portion of its budget to defense, there are always competing demands from other sectors like education, healthcare, infrastructure, and social welfare. This limits the amount that can be immediately spent on defense acquisitions.
    • Long-Term Modernization Goals: Malondesh has a continuous need to modernize its armed forces to maintain regional security, protect its sovereignty, and respond to evolving threats. Loan agreements facilitate these long-term strategic objectives by spreading the financial burden over several years.
    -----------------
    2. Sources of Loans
    Malondesh can tap into various sources for these defense-related loans:
    • Foreign Governments (Government-to-Government Loans):
    o Direct Financing: Often, a selling country's government (e.g., France, the UK, Germany, South Korea) will offer direct government-backed loans or credit lines to Malondesh to facilitate the purchase of their defense products. This can be part of a larger diplomatic or trade package.
    o Export Credit Agencies (ECAs): Many countries have ECAs (e.g., UK Export Finance, COFACE in France, Euler Hermes in Germany) that provide guarantees or direct loans to support their national defense industries' exports. These loans often come with favorable terms.
    o Advantages: These loans can sometimes offer lower interest rates, longer repayment periods, and more flexible terms than commercial loans, as they are often intertwined with strategic partnerships.
    • International Banks/Financial Institutions:
    o Commercial Loans: Malondesh can secure loans from large international commercial banks or consortia of banks. These are typically market-rate loans, but for large sums, they might involve syndicated lending (multiple banks pooling resources).
    o Multilateral Development Banks (Less Common for Direct Defense): While institutions like the World Bank or Asian Development Bank typically don't finance direct defense purchases, they might fund related infrastructure projects that indirectly support defense capabilities (e.g., port upgrades that could also be used by naval vessels). However, direct defense financing from these is rare.
    o Advantages: Access to a broad pool of capital, competitive terms, and expertise in structuring complex financial deals.
    • Domestic Financial Institutions:
    o Local Banks/Bond Markets: For some acquisitions, especially those involving local content or smaller components, Malondesh might secure loans from domestic banks or issue defense bonds in the local financial market.
    o Advantages: Reduces exposure to foreign currency fluctuations, strengthens domestic financial markets, and can be politically more palatable.
    -----------------
    3. Strategic Implications and Considerations
    • Financial Sustainability: While loans enable acquisitions, they also add to national debt and require consistent servicing. Malondesh must ensure these loans are financially sustainable in the long run.
    • Geopolitical Alignment: The choice of lender and supplier can sometimes reflect or influence Malondesh's geopolitical alignments and defense partnerships.
    • Transparency and Accountability: Large defense loans are often subject to intense public scrutiny regarding transparency, potential for corruption, and economic justification.
    • Economic Impact: The servicing of these loans impacts the national budget, potentially diverting funds from other critical sectors. However, the economic benefits from offsets and job creation in the defense sector can partially mitigate this

    BalasHapus
  37. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    1. Identification of Needs:
    The Malondeshn Armed Forces (MAF) first identifies its operational requirements and strategic defense needs. This involves assessments of current threats, technological advancements, and the lifespan of existing equipment. For example, the Royal Malondeshn Navy might identify a need for new littoral mission ships (LMS) or the Royal Malondeshn Air Force for multi-role combat aircraft.
    -----------------
    2. Budget Allocation and Approval:
    Defense spending is a significant part of the national budget. The Ministry of Defence (MINDEF) prepares budget proposals, which are then subject to approval by the Malondeshn Parliament. For major acquisitions, special allocations or supplementary budgets may be required.
    -----------------
    3. Procurement Methods:
    Malondesh employs various procurement methods, including:
    * Direct Negotiation: For specialized equipment or where only a few suppliers exist, direct negotiation with manufacturers or foreign governments is common.
    * International Tendering: For more competitive markets, international tenders are issued, allowing various global defense contractors to bid.
    * Government-to-Government (G2G) Agreements: Sometimes, procurement is done directly between the Malondeshn government and a foreign government, which can facilitate financing options.
    -----------------
    4. Financing Options – How Loans Come In:
    When the outright purchase of military equipment is too costly for the immediate national budget, loans become a crucial financing mechanism. Here are the common sources and types of loans:
    • Commercial Bank Loans:
    a. Syndicated Loans: A group of banks might come together to provide a large loan to the Malondeshn government or a specific government entity responsible for procurement. These are often arranged through international financial institutions.
    b. Export Credit Agencies (ECAs): Many countries that export defense equipment have ECAs (e.g., UKEF in the UK, EXIM Bank in the US, Euler Hermes in Germany). These agencies provide loan guarantees, direct loans, or insurance to facilitate exports from their respective countries. If Malondesh buys equipment from a French company, for instance, a French ECA might offer favorable financing terms to secure the deal for the French exporter. This is a very common source of financing for defense deals.
    • Foreign Government Loans/Credits:
    a. Soft Loans/Concessional Loans: Sometimes, a foreign government might offer loans with very favorable terms (low interest rates, long repayment periods) as part of a broader diplomatic or strategic partnership, or to stimulate their own defense industry's exports.
    b. Defense Cooperation Agreements: These agreements can sometimes include provisions for financial assistance or credit lines for military purchases.
    • Bonds/Sukuk:
    a. The Malondeshn government could issue sovereign bonds or Islamic bonds (Sukuk) in domestic or international markets to raise funds for general expenditure, which could include military procurement. While not direct "loans" for a specific piece of equipment, they are a way to raise capital.

    BalasHapus
  38. FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM RCWS
    2. SISTEM PENGESANAN TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      USE OF LOANS IN DEFENSE PROCUREMENT
      1. Why Loans Are Used
      a. Budget Limits: Malondesh’s annual defense budget is relatively modest (about RM15–20 billion in recent years). Buying big-ticket items like submarines, frigates, or fighter jets in one year would swallow a large chunk of the budget.
      b. Need for Modernization: To maintain regional balance (especially with neighbors like Singapore, Indonesia, Thailand, and Vietnam), Malondesh wants to modernize across all services (army, navy, air force) simultaneously.
      c. Smoothing Expenditure: Loans allow Malondesh to spread payments over 5–15 years, instead of paying everything upfront.
      d. Political Optics: Loans make it easier for governments to announce “big” purchases without creating sudden budget spikes.
      ________________________________________
      2. Where the Loans Come From
      a. Foreign Export Credit Agencies (ECAs):
      o Example: France’s COFACE, Germany’s Euler Hermes, South Korea’s KEXIM.
      o These agencies guarantee loans tied to purchases from their industries.
      b. International Banks / Syndicated Loans:
      o Global banks provide financing secured by sovereign guarantees.
      c. Domestic Financing:
      o Malondesh sometimes uses local banks or issues government bonds to support large contracts (especially if local shipyards are involved).
      ________________________________________
      3. How the Loans Are Structured
      a. Buyer’s Credit (Tied Loans):
      Malondesh borrows from the supplier’s country → money must be spent on that country’s defense products.
      b. Supplier’s Credit:
      The vendor arranges financing on Malondesh’s behalf.
      c. Mixed Financing:
      Part loan, part direct allocation from Malondesh’s budget.
      d. Grace Periods:
      Often 3–5 years before repayment begins, matching the delivery of ships/planes.
      e. Repayment Terms:
      Usually 5–15 years, in USD or EUR, sometimes with concessional interest if linked to government-to-government deals.
      ________________________________________
      4. Examples of Loan-Financed Procurement
      a. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
      Financed with loans from French banks, backed by the French government’s export credit agency. Payments stretched over many years.
      b. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
      Reports suggest export credit financing from Poland/Europe, since the total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year.
      c. Littoral Combat Ship (LCS):
      Domestic + foreign financing mix. Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans, while the government made progressive payments. Debt restructuring later became necessary due to delays.
      d. FA-50M Fighter Jets (South Korea, 2023):
      Likely tied to Korean financing packages (KEXIM export credit), though details not fully disclosed. A typical arrangement for aircraft sales from Korea.
      e. NGPVs (Kedah-class Patrol Vessels, 1990s–2000s):
      Built locally under a German license; financing reportedly included German export credit facilities.
      ________________________________________
      5. Weaknesses & Risks
      a. Debt Burden: Defense loans tie up future budgets for repayments.
      b. Currency Risk: Loans often in USD/EUR; if the ringgit weakens, repayment costs rise.
      c. Tied Procurement: Malondesh is locked into buying from the lending country, limiting competition.
      d. Project Delays: If assets (e.g., LCS) are delayed, Malondesh is already servicing debt without receiving capability.
      e. Transparency Issues: Loan terms and repayment schedules are often not publicly disclosed.
      ________________________________________
      ✅ In summary:
      Malondesh relies on loan financing (foreign export credit, international bank loans, domestic financing) to fund expensive defense acquisitions like submarines, frigates, tanks, and fighter jets. This allows modernization without busting the yearly budget, but creates long-term debt obligations, currency risks, and vulnerability to project delays

      Hapus
    2. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      USE OF LOANS IN DEFENSE PROCUREMENT
      1. Why Loans Are Used
      a. Budget Limits: Malondesh’s annual defense budget is relatively modest (about RM15–20 billion in recent years). Buying big-ticket items like submarines, frigates, or fighter jets in one year would swallow a large chunk of the budget.
      b. Need for Modernization: To maintain regional balance (especially with neighbors like Singapore, Indonesia, Thailand, and Vietnam), Malondesh wants to modernize across all services (army, navy, air force) simultaneously.
      c. Smoothing Expenditure: Loans allow Malondesh to spread payments over 5–15 years, instead of paying everything upfront.
      d. Political Optics: Loans make it easier for governments to announce “big” purchases without creating sudden budget spikes.
      ________________________________________
      2. Where the Loans Come From
      a. Foreign Export Credit Agencies (ECAs):
      o Example: France’s COFACE, Germany’s Euler Hermes, South Korea’s KEXIM.
      o These agencies guarantee loans tied to purchases from their industries.
      b. International Banks / Syndicated Loans:
      o Global banks provide financing secured by sovereign guarantees.
      c. Domestic Financing:
      o Malondesh sometimes uses local banks or issues government bonds to support large contracts (especially if local shipyards are involved).
      ________________________________________
      3. How the Loans Are Structured
      a. Buyer’s Credit (Tied Loans):
      Malondesh borrows from the supplier’s country → money must be spent on that country’s defense products.
      b. Supplier’s Credit:
      The vendor arranges financing on Malondesh’s behalf.
      c. Mixed Financing:
      Part loan, part direct allocation from Malondesh’s budget.
      d. Grace Periods:
      Often 3–5 years before repayment begins, matching the delivery of ships/planes.
      e. Repayment Terms:
      Usually 5–15 years, in USD or EUR, sometimes with concessional interest if linked to government-to-government deals.
      ________________________________________
      4. Examples of Loan-Financed Procurement
      a. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
      Financed with loans from French banks, backed by the French government’s export credit agency. Payments stretched over many years.
      b. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
      Reports suggest export credit financing from Poland/Europe, since the total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year.
      c. Littoral Combat Ship (LCS):
      Domestic + foreign financing mix. Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans, while the government made progressive payments. Debt restructuring later became necessary due to delays.
      d. FA-50M Fighter Jets (South Korea, 2023):
      Likely tied to Korean financing packages (KEXIM export credit), though details not fully disclosed. A typical arrangement for aircraft sales from Korea.
      e. NGPVs (Kedah-class Patrol Vessels, 1990s–2000s):
      Built locally under a German license; financing reportedly included German export credit facilities.
      ________________________________________
      5. Weaknesses & Risks
      a. Debt Burden: Defense loans tie up future budgets for repayments.
      b. Currency Risk: Loans often in USD/EUR; if the ringgit weakens, repayment costs rise.
      c. Tied Procurement: Malondesh is locked into buying from the lending country, limiting competition.
      d. Project Delays: If assets (e.g., LCS) are delayed, Malondesh is already servicing debt without receiving capability.
      e. Transparency Issues: Loan terms and repayment schedules are often not publicly disclosed.
      ________________________________________
      ✅ In summary:
      Malondesh relies on loan financing (foreign export credit, international bank loans, domestic financing) to fund expensive defense acquisitions like submarines, frigates, tanks, and fighter jets. This allows modernization without busting the yearly budget, but creates long-term debt obligations, currency risks, and vulnerability to project delays

      Hapus
    3. KLAIM MPA UAV CASH = LOAN
      Malondesh's defense procurement strategy has historically involved a mix of direct cash purchases, government-to-government (G2G) deals, and increasingly, the use of loans and financing schemes. The shift towards greater reliance on loans is driven by several factors, including:
      1. Budgetary Constraints: Like many nations, Malondesh faces pressure to balance defense spending with other national priorities such as healthcare, education, and infrastructure. Loans allow the Ministry of Defense (MINDEF) to acquire high-value assets without immediately drawing large sums from the annual budget.
      2. Modernization Needs: The Malondeshn Armed Forces (MAF) are undergoing a continuous modernization process to maintain regional relevance and address evolving security threats. Modern military equipment, such as fighter jets, warships, and advanced missile systems, is incredibly expensive.
      3. Technological Advancement: Rapid advancements in defense technology mean that new equipment often comes with a hefty price tag. Loans help bridge the gap between budgetary allocations and the cost of acquiring cutting-edge systems.
      4. Economic Offsets and Industrial Participation: Often, loan agreements or large procurement contracts come with clauses for economic offsets, technology transfer, or local industrial participation. These can be attractive to the Malondeshn government as they contribute to local economic development and build domestic defense capabilities.
      5. Payment Flexibility: Loans offer structured payment plans over several years, which can be more manageable for national finances compared to a single, large upfront Detailed Example: The Littoral Combat Ship (LCS) Project
      -----------------
      The procurement of six Littoral Combat Ships (LCS) for the Royal Malondeshn Navy (RMN) serves as a prime example of a large-scale defense project heavily reliant on financing.
      1. Initial Contract: The contract for the six LCS vessels was awarded to Boustead Naval Shipyard (BNS) in 2011, with a value exceeding RM9 billion (approximately USD2.1 billion at the time). The project involves the construction of Gowind-class corvettes designed by French company Naval Group (formerly DCNS).
      2. Financing Structure: While specific details of the financing structure are not always publicly disclosed due to commercial sensitivities, it is understood that the project involved a significant portion of financing that was not entirely upfront cash payment. This typically includes a mix of government allocations and loans, possibly from local banks or with government guarantees, spread over the construction period.
      3. Challenges and Delays: The LCS project has faced significant delays, cost overruns, and controversies. These issues highlight the risks associated with large, complex defense procurements, especially when financing is spread over many years. Delays can lead to increased interest payments and a greater overall cost.
      4. Impact of Loans: The use of financing allowed Malondesh to embark on this ambitious naval modernization program, which is crucial for maritime security. However, the associated financial commitments, including loan repayments, become a long-term burden on the national budget. The controversies surrounding the project have also brought scrutiny to the transparency and accountability of such large-scale, loan-backed defense deals.
      -----------------
      Other Potential Examples:
      1. Fighter Jet Acquisitions: When Malondesh acquired Sukhoi Su-30MKM fighter jets from Russia, the deal reportedly included a significant portion financed through counter-trade (palm oil for jets) and potentially long-term credit facilities provided by Russia.
      2. Maritime Patrol Aircraft (MPA) and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs): Recent procurements in these areas might also involve a mix of cash and financing, depending on the supplier and the value of the assets. For instance, the acquisition of maritime patrol aircraft or medium-altitude long-endurance (MALE) UAVs would represent substantial investments.

      Hapus
    4. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      Financing Mechanisms
      Given the substantial costs, Malondesh rarely relies solely on upfront cash payments for such procurements. A mix of financing options is typically employed:
      1. Foreign Military Financing (FMF) / Government-to-Government Loans:
      2. Export Credit Agency (ECA) Loans:
      3. Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
      4. Deferred Payment Schemes / Installment Plans:
      5. Barter or Offset Agreements (Less Common for Financing, More for Value-Added):
      -----------------
      Specific Considerations for Malondesh
      1. Political Economy: Malondesh's political landscape and shifting priorities can influence procurement decisions and financing structures. Changes in government might lead to re-evaluation of existing contracts or new approaches.
      2. Supplier Diversification: Malondesh often seeks to diversify its defense suppliers (e.g., from Europe, US, China, Turkey, South Korea) to avoid over-reliance on a single source and to leverage competitive pricing and financing offers.
      3. Technology Transfer: A key demand in many Malondeshn defense procurements is technology transfer and local industrial participation. This can influence the choice of supplier and the overall deal structure, including financing.
      4. Economic Headwinds: Global and domestic economic conditions (e.g., commodity prices, GDP growth, national debt levels) significantly impact Malondesh's capacity to undertake large defense procurements and service any associated loans.
      5. Transparency and Governance: Concerns about transparency and good governance are increasingly important in defense spending, influencing how deals are structured and publicly communicated.
      -----------------
      Example Scenario: Acquiring MALE UAVs
      Let's imagine Malondesh decides to acquire a squadron of MALE UAVs. The process might look like this:
      1. Requirement Definition: The Ministry of Defense identifies the need for MALE UAVs for maritime surveillance and border security.
      2. Tender/Evaluation: Various international manufacturers are invited to submit proposals.
      3. Selection: A supplier (e.g., from Turkey, China, or a European consortium) is selected based on technical specifications, cost, and overall package.
      4. Financing Negotiation:
      a. The supplier might offer a deferred payment plan for 30% of the cost.
      b. The exporting country's ECA might offer a guaranteed loan for another 50% through a consortium of international banks at competitive interest rates, spread over 10-15 years.
      c. The remaining 20% might be covered by a direct budgetary allocation as a down payment.
      d. An offset agreement could be negotiated, where the supplier agrees to invest in a Malondeshn aerospace company or facilitate local MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul) capabilities, reducing the long-term financial burden and increasing local expertise.

      Hapus
  39. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    1. Soft Loans (Government-to-Government or Export Credit Agencies):
    These are often provided by the exporting country's government or its export credit agency at favorable interest rates and repayment terms. They are typically used for large, strategic acquisitions.
    Example: Submarines (Scorpène Class from France)
    a. Asset: Two Perdana Menteri-class (Scorpène) submarines.
    b. Procurement: Acquired from France's DCNS (now Naval Group) and Spain's Navantia. The deal, signed in 2002, was reportedly financed through a combination of commercial loans and a government-backed credit facility from France and Spain. The total cost was around €1.08 billion (approximately RM4.7 billion at the time). The financing structure allowed Malondesh to spread the cost over several years.
    c. Details: These loans are often tied to defense contracts, making it easier for developing nations to acquire sophisticated military technology. The repayment schedules are structured to be manageable for the acquiring nation's budget.
    -----------------
    2. Commercial Loans from Banks:
    For smaller acquisitions or when government-to-government loans are not available, Malondesh might secure commercial loans from local or international banks. These loans are typically at market rates.
    Example: Offshore Patrol Vessels (OPVs)
    a. Asset: Various batches of Offshore Patrol Vessels (e.g., from local shipyards).
    b. Procurement: While some earlier OPVs might have been funded directly, more recent procurements or upgrades involving local shipyards could involve commercial financing. Shipyards often secure bank loans to fund construction, and the Malondeshn government then pays in installments, which effectively means the procurement is supported by a form of commercial financing, albeit indirectly.
    c. Details: The government might issue guarantees for these loans, reducing the risk for commercial banks and potentially securing better terms.
    -----------------
    3. Direct Government Funding (Budget Allocation):
    While not a "loan" in the traditional sense, a significant portion of military procurement comes directly from the annual defense budget. However, even budget allocations can sometimes be backstopped by short-term government borrowing if immediate funds are insufficient.
    Example: Various smaller assets, maintenance, and upgrades.
    a. Asset: Armored vehicles, small arms, communication equipment, regular maintenance, and upgrades for existing platforms.
    b. Procurement: These are typically funded through direct allocations from the Ministry of Defence's annual budget. The funds are earmarked for specific projects or operational needs.
    c. Details: This method is preferred for recurring expenses or less capital-intensive acquisitions.
    -----------------
    4. Barter Trade or Counter-Trade (Less Common for Large Assets):
    While not a loan, historically some countries have used barter trade, where goods or services are exchanged for military assets. This is less common for high-value modern military assets but has been explored in the past.
    Example (Historical/Hypothetical): While no major recent Malondeshn military acquisition definitively used direct barter for large assets, discussions have sometimes emerged in the context of palm oil or other commodities for defense purchases with certain countries. This is more relevant in the context of offsetting trade deficits rather than direct financing of the entire asset.

    BalasHapus
  40. FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM senjata RCWS
    2. SISTEM Pilar V pengesanan TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan
    6. Kamera termal untuk penglihatan malam

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      1. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
      a. Procurement: Malondesh acquired two Scorpene-class submarines from France.
      b. Financing Mechanism: The financing was primarily through loans from French banks.
      c. Role of Export Credit Agency: These loans were backed by the French government’s export credit agency (likely Coface). Coface guaranteed a significant portion of the loans, mitigating the risk for the French commercial banks. This made the banks more willing to lend to Malondesh for such a large defense acquisition.
      d. Payment Structure: The contract involved payments stretched over many years, allowing Malondesh to integrate the cost into its long-term defense budget rather than paying a huge lump sum upfront.
      e. Significance: This is a classic example of how ECAs facilitate large, complex defense sales by providing financial assurances.
      ----------------------
      2. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
      a. Procurement: Malondesh acquired a number of PT-91M main battle tanks from Poland.
      b. Financing Mechanism: Reports indicate export credit financing from Poland/Europe. This means Polish banks, potentially supported by Polish or European ECAs, provided loans to Malondesh.
      c. Reason for Financing: The "total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year." This highlights the core purpose of loan financing: enabling significant purchases that would otherwise strain annual budgetary allocations.
      d. Significance: Demonstrates how financing helps overcome immediate budget constraints for substantial military hardware.
      ----------------------
      3. Littoral Combat Ship (LCS):
      a. Procurement: A program to build six Littoral Combat Ships locally in Malondesh by Boustead Naval Shipyard (BNS).
      b. Financing Mechanism: This was a mix of domestic and foreign financing.
       Domestic: Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans. This is common in local defense industries, where domestic financial institutions provide working capital or project finance to the prime contractor.
       Government Payments: The Malondeshn government made progressive payments to BNS as construction milestones were met. This is a common payment method for large projects, but often doesn't cover the full upfront cost, necessitating additional loans for the shipyard.
      c. Challenges: The mention of "Debt restructuring later became necessary due to delays" is crucial. Delays in project execution can lead to cost overruns, increased interest payments on loans, and a mismatch between payment schedules and project progress, often requiring renegotiation of financial terms.
      d. Significance: Shows how even domestically-built projects can rely on a complex web of financing, and the risks associated with project delays on financial stability.

      Hapus
    2. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      1. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
      a. Procurement: Malondesh acquired two Scorpene-class submarines from France.
      b. Financing Mechanism: The financing was primarily through loans from French banks.
      c. Role of Export Credit Agency: These loans were backed by the French government’s export credit agency (likely Coface). Coface guaranteed a significant portion of the loans, mitigating the risk for the French commercial banks. This made the banks more willing to lend to Malondesh for such a large defense acquisition.
      d. Payment Structure: The contract involved payments stretched over many years, allowing Malondesh to integrate the cost into its long-term defense budget rather than paying a huge lump sum upfront.
      e. Significance: This is a classic example of how ECAs facilitate large, complex defense sales by providing financial assurances.
      ----------------------
      2. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
      a. Procurement: Malondesh acquired a number of PT-91M main battle tanks from Poland.
      b. Financing Mechanism: Reports indicate export credit financing from Poland/Europe. This means Polish banks, potentially supported by Polish or European ECAs, provided loans to Malondesh.
      c. Reason for Financing: The "total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year." This highlights the core purpose of loan financing: enabling significant purchases that would otherwise strain annual budgetary allocations.
      d. Significance: Demonstrates how financing helps overcome immediate budget constraints for substantial military hardware.
      ----------------------
      3. Littoral Combat Ship (LCS):
      a. Procurement: A program to build six Littoral Combat Ships locally in Malondesh by Boustead Naval Shipyard (BNS).
      b. Financing Mechanism: This was a mix of domestic and foreign financing.
       Domestic: Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans. This is common in local defense industries, where domestic financial institutions provide working capital or project finance to the prime contractor.
       Government Payments: The Malondeshn government made progressive payments to BNS as construction milestones were met. This is a common payment method for large projects, but often doesn't cover the full upfront cost, necessitating additional loans for the shipyard.
      c. Challenges: The mention of "Debt restructuring later became necessary due to delays" is crucial. Delays in project execution can lead to cost overruns, increased interest payments on loans, and a mismatch between payment schedules and project progress, often requiring renegotiation of financial terms.
      d. Significance: Shows how even domestically-built projects can rely on a complex web of financing, and the risks associated with project delays on financial stability.

      Hapus
    3. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      Types of Loan Financing
      1. Foreign Export Credit:
      o Mechanism: When Malondesh decides to buy defense equipment from a foreign country (e.g., submarines from France, fighter jets from Russia), the exporting country's government or its export credit agency often provides favorable loan terms to Malondesh. This isn't just a commercial deal; it's a strategic tool for the exporting nation to promote its defense industry and build political influence.
      o Advantages for Malondesh:
       Lower Interest Rates: Often come with subsidized interest rates compared to commercial loans.
       Longer Repayment Periods: Allows for spreading the cost over many years, easing immediate budget pressure.
      o Risks:
       Currency Risk: Loans are typically denominated in the currency of the exporting country (e.g., Euros, USD, Rubles). If the Malondeshn Ringgit depreciates against these currencies, the cost of repayment in Ringgit terms increases significantly.
       Political Influence: The exporting country might gain leverage over Malondesh's foreign policy or defense decisions due to the debt.
      -----------------
      2. International Bank Loans:
      o Mechanism: Malondesh can secure loans from commercial banks or syndicates of banks, often international institutions, to finance defense purchases. These are more straightforward commercial transactions.
      o Advantages for Malondesh:
       Flexibility: Can be used to purchase equipment from various suppliers, not tied to a specific exporting country's credit lines.
       Market Rates: While interest rates are market-driven, competitive bidding among banks can secure reasonable terms.
      o Risks:
       Higher Interest Rates: Generally higher than government-backed export credits.
       Shorter Repayment Periods: Compared to export credits, these might demand quicker repayment.
       Strict Covenants: Banks often impose covenants (conditions) that the borrower must adhere to, potentially limiting financial flexibility.
      -----------------
      3. Domestic Financing:
      o Mechanism: The Malondeshn government can also raise funds domestically through issuing government bonds or borrowing from local financial institutions to fund defense projects.
      o Advantages for Malondesh:
       No Currency Risk: Loans are denominated in Malondeshn Ringgit, eliminating foreign exchange fluctuations as a direct risk to the loan principal and interest.
       Stimulates Domestic Economy: Money stays within the country's financial system.
      o Risks:
       Crowding Out: Large government borrowing can "crowd out" private sector investment by driving up domestic interest rates.
       Inflationary Pressure: Excessive domestic money creation or borrowing can contribute to inflation.
       Limited Capital: The domestic market might not always have the depth to fund extremely large, multi-billion dollar acquisitions.

      Hapus
    4. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      Examples of Malondeshn Procurement / Defense Asset Lawsuits or Legal Claims
      Case Parties / Claimant Issue / Cause of Suit Outcome / Status
      Black Hawk Helicopter Lease Aerotree Defence and Services Sdn Bhd (claimant) vs Government / Ministry of Defence / Secretary-General Aerotree leased four UH-60A Black Hawk helicopters (5-year lease). The government cancelled the lease, and Aerotree filed suit seeking compensation for damages from cancellation. Government says it had “clear grounds” to cancel (supplier failed to deliver even after extension). The lawsuit is in the High Court. Aerotree is seeking RM353 million in damages.
      Littoral Combat Ship (LCS) Project – Subcontractors vs BHIC / Directors Contraves Advanced Devices Sdn Bhd (CAD) & Contraves Electrodynamics Sdn Bhd (CED) vs Boustead Heavy Industries Corp Bhd (BHIC), BHIC Defence Technologies, and certain directors (Salihin Abang, Syed Zahiruddin Putra Syed Osman) After LOAs (Letters of Award) for equipment/weaponry supply in the LCS project were terminated, the subcontractors claimed: that LOAs were still valid, sought payment of claimed outstanding amounts (around RM470.8 million), and alleged breach of fiduciary duties by the directors. In September 2025, the Kuala Lumpur High Court struck out the lawsuit: BHIC and its unit’s applications to strike out the suit were allowed; likewise the directors’ applications. CAD and CED’s claims were dismissed. Costs were ordered against CAD/CED and their CEO.
      Scorpene Submarine Deal – French Indictments / Civil Lawsuits Thales / DCN (France) & associated individuals vs Malondeshn interests (or public / NGOs) Accusations of kickbacks / bribery in the 2002 Scorpene submarine deal: specifically allegations that in the financing or “support service” contract, funds were misused, or that commissions were paid improperly to intermediaries linked to Malondeshn political persons. NGOs like Suaram filed complaints; French courts have indicted some individuals. Investigations are ongoing or have been reopened. Some indictments in France; however, full outcomes / accountability in Malondesh have been contentious and politically sensitive.
      ________________________________________
      Insights / Observations from These Cases
      • Many of the lawsuits or claims revolve around contract cancellation, non-delivery, termination of sub-contracts, or non-payment for services or parts.
      • A recurring theme is cost overruns / delays in delivery (especially in large naval shipbuilding or vessel projects).
      • Another common claim is misconduct, misuse of funds, or alleged corruption / bribery associated with procurement deals.
      • The government often responds by citing breach of contract by the private company (e.g. supplier failure to deliver or meet obligations).
      • Many suits are either struck out, settled, or remain pending, often complicated by political, legal, or evidentiary issues.

      Hapus
  41. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    1. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
    a. Procurement: Malondesh acquired two Scorpene-class submarines from France.
    b. Financing Mechanism: The financing was primarily through loans from French banks.
    c. Role of Export Credit Agency: These loans were backed by the French government’s export credit agency (likely Coface). Coface guaranteed a significant portion of the loans, mitigating the risk for the French commercial banks. This made the banks more willing to lend to Malondesh for such a large defense acquisition.
    d. Payment Structure: The contract involved payments stretched over many years, allowing Malondesh to integrate the cost into its long-term defense budget rather than paying a huge lump sum upfront.
    e. Significance: This is a classic example of how ECAs facilitate large, complex defense sales by providing financial assurances.
    ----------------------
    2. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
    a. Procurement: Malondesh acquired a number of PT-91M main battle tanks from Poland.
    b. Financing Mechanism: Reports indicate export credit financing from Poland/Europe. This means Polish banks, potentially supported by Polish or European ECAs, provided loans to Malondesh.
    c. Reason for Financing: The "total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year." This highlights the core purpose of loan financing: enabling significant purchases that would otherwise strain annual budgetary allocations.
    d. Significance: Demonstrates how financing helps overcome immediate budget constraints for substantial military hardware.
    ----------------------
    3. Littoral Combat Ship (LCS):
    a. Procurement: A program to build six Littoral Combat Ships locally in Malondesh by Boustead Naval Shipyard (BNS).
    b. Financing Mechanism: This was a mix of domestic and foreign financing.
     Domestic: Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans. This is common in local defense industries, where domestic financial institutions provide working capital or project finance to the prime contractor.
     Government Payments: The Malondeshn government made progressive payments to BNS as construction milestones were met. This is a common payment method for large projects, but often doesn't cover the full upfront cost, necessitating additional loans for the shipyard.
    c. Challenges: The mention of "Debt restructuring later became necessary due to delays" is crucial. Delays in project execution can lead to cost overruns, increased interest payments on loans, and a mismatch between payment schedules and project progress, often requiring renegotiation of financial terms.
    d. Significance: Shows how even domestically-built projects can rely on a complex web of financing, and the risks associated with project delays on financial stability.

    BalasHapus
  42. FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM senjata RCWS
    2. SISTEM Pilar V pengesanan TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan
    6. Kamera termal untuk penglihatan malam

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      Examples of Malondeshn Procurement / Defense Asset Lawsuits or Legal Claims
      Case Parties / Claimant Issue / Cause of Suit Outcome / Status
      Black Hawk Helicopter Lease Aerotree Defence and Services Sdn Bhd (claimant) vs Government / Ministry of Defence / Secretary-General Aerotree leased four UH-60A Black Hawk helicopters (5-year lease). The government cancelled the lease, and Aerotree filed suit seeking compensation for damages from cancellation. Government says it had “clear grounds” to cancel (supplier failed to deliver even after extension). The lawsuit is in the High Court. Aerotree is seeking RM353 million in damages.
      Littoral Combat Ship (LCS) Project – Subcontractors vs BHIC / Directors Contraves Advanced Devices Sdn Bhd (CAD) & Contraves Electrodynamics Sdn Bhd (CED) vs Boustead Heavy Industries Corp Bhd (BHIC), BHIC Defence Technologies, and certain directors (Salihin Abang, Syed Zahiruddin Putra Syed Osman) After LOAs (Letters of Award) for equipment/weaponry supply in the LCS project were terminated, the subcontractors claimed: that LOAs were still valid, sought payment of claimed outstanding amounts (around RM470.8 million), and alleged breach of fiduciary duties by the directors. In September 2025, the Kuala Lumpur High Court struck out the lawsuit: BHIC and its unit’s applications to strike out the suit were allowed; likewise the directors’ applications. CAD and CED’s claims were dismissed. Costs were ordered against CAD/CED and their CEO.
      Scorpene Submarine Deal – French Indictments / Civil Lawsuits Thales / DCN (France) & associated individuals vs Malondeshn interests (or public / NGOs) Accusations of kickbacks / bribery in the 2002 Scorpene submarine deal: specifically allegations that in the financing or “support service” contract, funds were misused, or that commissions were paid improperly to intermediaries linked to Malondeshn political persons. NGOs like Suaram filed complaints; French courts have indicted some individuals. Investigations are ongoing or have been reopened. Some indictments in France; however, full outcomes / accountability in Malondesh have been contentious and politically sensitive.
      ________________________________________
      Insights / Observations from These Cases
      • Many of the lawsuits or claims revolve around contract cancellation, non-delivery, termination of sub-contracts, or non-payment for services or parts.
      • A recurring theme is cost overruns / delays in delivery (especially in large naval shipbuilding or vessel projects).
      • Another common claim is misconduct, misuse of funds, or alleged corruption / bribery associated with procurement deals.
      • The government often responds by citing breach of contract by the private company (e.g. supplier failure to deliver or meet obligations).
      • Many suits are either struck out, settled, or remain pending, often complicated by political, legal, or evidentiary issues.

      Hapus
    2. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      Examples of Malondeshn Procurement / Defense Asset Lawsuits or Legal Claims
      Case Parties / Claimant Issue / Cause of Suit Outcome / Status
      Black Hawk Helicopter Lease Aerotree Defence and Services Sdn Bhd (claimant) vs Government / Ministry of Defence / Secretary-General Aerotree leased four UH-60A Black Hawk helicopters (5-year lease). The government cancelled the lease, and Aerotree filed suit seeking compensation for damages from cancellation. Government says it had “clear grounds” to cancel (supplier failed to deliver even after extension). The lawsuit is in the High Court. Aerotree is seeking RM353 million in damages.
      Littoral Combat Ship (LCS) Project – Subcontractors vs BHIC / Directors Contraves Advanced Devices Sdn Bhd (CAD) & Contraves Electrodynamics Sdn Bhd (CED) vs Boustead Heavy Industries Corp Bhd (BHIC), BHIC Defence Technologies, and certain directors (Salihin Abang, Syed Zahiruddin Putra Syed Osman) After LOAs (Letters of Award) for equipment/weaponry supply in the LCS project were terminated, the subcontractors claimed: that LOAs were still valid, sought payment of claimed outstanding amounts (around RM470.8 million), and alleged breach of fiduciary duties by the directors. In September 2025, the Kuala Lumpur High Court struck out the lawsuit: BHIC and its unit’s applications to strike out the suit were allowed; likewise the directors’ applications. CAD and CED’s claims were dismissed. Costs were ordered against CAD/CED and their CEO.
      Scorpene Submarine Deal – French Indictments / Civil Lawsuits Thales / DCN (France) & associated individuals vs Malondeshn interests (or public / NGOs) Accusations of kickbacks / bribery in the 2002 Scorpene submarine deal: specifically allegations that in the financing or “support service” contract, funds were misused, or that commissions were paid improperly to intermediaries linked to Malondeshn political persons. NGOs like Suaram filed complaints; French courts have indicted some individuals. Investigations are ongoing or have been reopened. Some indictments in France; however, full outcomes / accountability in Malondesh have been contentious and politically sensitive.
      ________________________________________
      Insights / Observations from These Cases
      • Many of the lawsuits or claims revolve around contract cancellation, non-delivery, termination of sub-contracts, or non-payment for services or parts.
      • A recurring theme is cost overruns / delays in delivery (especially in large naval shipbuilding or vessel projects).
      • Another common claim is misconduct, misuse of funds, or alleged corruption / bribery associated with procurement deals.
      • The government often responds by citing breach of contract by the private company (e.g. supplier failure to deliver or meet obligations).
      • Many suits are either struck out, settled, or remain pending, often complicated by political, legal, or evidentiary issues.

      Hapus
    3. KLAIM KAYA CASH = LOAN
      1. Key Aspects of Loan Agreements in Malondeshn Defense:
      • Terms and Conditions:
      o Interest Rates: Fixed or variable, often a critical factor in the overall cost.
      o Repayment Period: Can range from several years to over a decade, depending on the loan amount and type.
      o Grace Periods: A period before repayment begins, allowing time for project implementation.
      o Collateral/Guarantees: While sovereign loans rarely involve physical collateral, they are backed by the full faith and credit of the Malondeshn government.
      • Offset/Industrial Participation:
      o Description: Loan agreements for major defense purchases often include offset clauses. This means the exporting country or company commits to investing in Malondesh, transferring technology, or procuring goods and services from Malondeshn companies.
      o Purpose: To mitigate the outflow of funds, develop local industries, and create jobs. This can be a significant benefit that sweetens the deal for Malondesh.
      • Transparency and Oversight:
      o Parliamentary Approval: Large defense procurements and associated loans usually require parliamentary approval in Malondesh, especially for inclusion in the national budget.
      o Public Scrutiny: Defense spending and borrowing can be subjects of public and media scrutiny, especially concerning value for money, allegations of corruption, or strategic alignment.
      o Audits: Loan utilization and project implementation are subject to government audits to ensure accountability.
      -----------------
      2. Recent Examples and Trends:
      • Scorpene Submarines (France): The acquisition of two Scorpene-class submarines from France in the early 2000s involved significant financing arrangements, reportedly including a mix of commercial loans and possibly G2G support. This deal, however, became controversial due to corruption allegations, though investigations cleared Malondeshn officials.
      • Littoral Combat Ships (LCS): The ongoing LCS project has faced severe delays and cost overruns. While not purely a loan issue, the financing structure and payment schedules have been central to the project's difficulties, highlighting the complexities of managing large defense contracts.
      • Future Acquisitions: Malondesh is looking to modernize its air force (e.g., FA-50 light combat aircraft from Korea) and naval assets. These future acquisitions will undoubtedly involve various financing strategies, potentially including G2G loans, ECA support, and commercial borrowing, tailored to each specific deal.
      Challenges and Considerations:
      • Debt Burden: Excessive borrowing for defense can strain national finances, especially if economic growth slows.
      • Currency Fluctuations: Loans denominated in foreign currencies expose Malondesh to exchange rate risks.
      • Cost Overruns: Large projects are prone to cost overruns, which can increase the overall debt burden beyond initial projections.
      • Maintenance and Lifecycle Costs: Beyond the initial purchase, the long-term maintenance, training, and operational costs of defense assets are substantial and must be factored into financial planning.

      Hapus
  43. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    1. Scorpene Submarines (France, early 2000s):
    a. Procurement: Malondesh acquired two Scorpene-class submarines from France.
    b. Financing Mechanism: The financing was primarily through loans from French banks.
    c. Role of Export Credit Agency: These loans were backed by the French government’s export credit agency (likely Coface). Coface guaranteed a significant portion of the loans, mitigating the risk for the French commercial banks. This made the banks more willing to lend to Malondesh for such a large defense acquisition.
    d. Payment Structure: The contract involved payments stretched over many years, allowing Malondesh to integrate the cost into its long-term defense budget rather than paying a huge lump sum upfront.
    e. Significance: This is a classic example of how ECAs facilitate large, complex defense sales by providing financial assurances.
    ----------------------
    2. PT-91M “Pendekar” Tanks (Poland):
    a. Procurement: Malondesh acquired a number of PT-91M main battle tanks from Poland.
    b. Financing Mechanism: Reports indicate export credit financing from Poland/Europe. This means Polish banks, potentially supported by Polish or European ECAs, provided loans to Malondesh.
    c. Reason for Financing: The "total contract was too large for Malondesh’s defense budget in one year." This highlights the core purpose of loan financing: enabling significant purchases that would otherwise strain annual budgetary allocations.
    d. Significance: Demonstrates how financing helps overcome immediate budget constraints for substantial military hardware.
    ----------------------
    3. Littoral Combat Ship (LCS):
    a. Procurement: A program to build six Littoral Combat Ships locally in Malondesh by Boustead Naval Shipyard (BNS).
    b. Financing Mechanism: This was a mix of domestic and foreign financing.
     Domestic: Malondeshn banks supported Boustead Naval Shipyard with loans. This is common in local defense industries, where domestic financial institutions provide working capital or project finance to the prime contractor.
     Government Payments: The Malondeshn government made progressive payments to BNS as construction milestones were met. This is a common payment method for large projects, but often doesn't cover the full upfront cost, necessitating additional loans for the shipyard.
    c. Challenges: The mention of "Debt restructuring later became necessary due to delays" is crucial. Delays in project execution can lead to cost overruns, increased interest payments on loans, and a mismatch between payment schedules and project progress, often requiring renegotiation of financial terms.
    d. Significance: Shows how even domestically-built projects can rely on a complex web of financing, and the risks associated with project delays on financial stability.

    BalasHapus
  44. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    Key Implications and Risks
    1. Long-Term Debt Obligations:
    o Accumulation: Each major acquisition adds to the national debt. While spreading costs, it means a significant portion of future budgets is earmarked for debt servicing (principal and interest payments) rather than other development or operational needs.
    o Sustainability: The long-term sustainability of this debt depends on Malondesh's economic growth and its ability to generate sufficient revenue.
    -----------------
    2. Currency Risks:
    o Exchange Rate Fluctuations: This is perhaps the most significant financial risk for foreign-denominated loans. A weakening Ringgit can dramatically increase the real cost of debt repayment. For example, if Malondesh borrowed €1 billion for submarines and the Ringgit depreciates by 10% against the Euro, the cost in Ringgit terms effectively increases by 10% overnight.
    o Mitigation: Governments can use currency hedging strategies (e.g., forward contracts) to mitigate this risk, but these also come with costs.
    -----------------
    3. Vulnerability to Project Delays:
    o Escalating Costs: Large defense projects are notoriously prone to delays due to technical complexities, design changes, political issues, or contractual disputes. Delays mean that interest payments continue accumulating even before the asset is delivered or operational, pushing up the total cost.
    o Opportunity Cost: The funds tied up in a delayed project cannot be used for other urgent defense needs or national priorities.
    o Operational Readiness Impact: Delays in receiving crucial equipment can impact the readiness and capabilities of the armed forces, potentially leaving capability gaps.
    o Maintenance and Spares: The lifecycle cost of defense equipment is often several times its initial purchase price, with ongoing expenses for maintenance, upgrades, and spare parts also requiring substantial funding.
    -----------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang


    BalasHapus
  45. FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM senjata RCWS
    2. SISTEM Pilar V pengesanan TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan
    6. Kamera termal untuk penglihatan malam depan dan belakang kenderaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. KLAIM LCS CASH = LOAN
      1. AKAR MASALAH: ALIRAN KAS (CASH FLOW) YANG BURUK
      • Definisi Aliran Kas: Aliran kas adalah pergerakan uang tunai masuk dan keluar dari sebuah perusahaan. Aliran kas positif berarti lebih banyak uang masuk daripada keluar, sedangkan aliran kas negatif berarti sebaliknya.
      • Mengapa Buruk?
      o Pendapatan Tidak Mencukupi: Proyek mungkin tidak menghasilkan pendapatan sesuai target, atau penjualan/layanan yang diberikan tidak mampu menutupi biaya operasional.
      o Biaya Operasional Tinggi: Biaya harian, gaji, pembelian bahan baku, pemeliharaan, dan sebagainya mungkin terlalu tinggi dibandingkan pendapatan.
      o Piutang Tak Tertagih: Pelanggan atau pihak yang berhutang kepada BNS mungkin menunggak pembayaran, menyebabkan uang yang seharusnya masuk tertahan.
      o Investasi yang Tidak Produktif: Dana mungkin diinvestasikan pada aset yang tidak menghasilkan keuntungan cepat, atau bahkan mengalami kerugian.
      o Siklus Proyek yang Panjang: Untuk proyek infrastruktur atau pengembangan besar, waktu antara pengeluaran awal dan penerimaan pendapatan bisa sangat panjang, membutuhkan manajemen kas yang ketat.
      -----------------
      2. Pemicu Masalah: Dugaan Penyalahgunaan Dana
      Ini adalah faktor yang sangat memperburuk masalah aliran kas dan mendorong ketergantungan pada pinjaman.
      • Definisi Penyalahgunaan Dana: Tindakan menggunakan dana untuk tujuan yang tidak semestinya, tidak sah, atau di luar tujuan yang telah ditetapkan. Ini bisa berupa korupsi, penggelapan, pembelian aset pribadi, atau pengeluaran fiktif.
      • Dampak Negatif:
      o Pengurasan Dana Proyek: Dana yang seharusnya digunakan untuk operasional, investasi produktif, atau pembayaran kewajiban, malah dialihkan. Ini secara instan menciptakan defisit kas.
      o Peningkatan Kebutuhan Pinjaman: Dengan dana internal yang terkuras, BNS terpaksa mencari sumber dana eksternal, yaitu pinjaman, hanya untuk menjaga proyek tetap berjalan atau menutupi lubang yang diciptakan oleh penyalahgunaan.
      o Kerugian Kepercayaan Investor/Pemerintah: Jika terbukti ada penyalahgunaan, kepercayaan dari pihak-pihak yang telah memberikan dana awal (misalnya pemerintah) akan hancur, mempersulit akses pendanaan di masa depan.
      o Masalah Hukum: Penyalahgunaan dana hampir selalu berujung pada konsekuensi hukum serius bagi pihak yang terlibat.
      -----------------
      3. Fenomena "Galakan Pinjaman" (Pinjam untuk Menutupi Pinjaman Lama)
      Ketika aliran kas terus bermasalah dan ada penyalahgunaan dana, entitas seringkali masuk ke dalam lingkaran setan:
      • Pinjaman baru diambil bukan untuk ekspansi atau investasi produktif, tetapi semata-mata untuk membayar bunga pinjaman lama atau menutupi defisit operasional.
      • Ini adalah tanda bahaya serius dalam keuangan, karena beban utang terus menumpuk tanpa adanya peningkatan kapasitas pembayaran dari operasional inti.

      Hapus
    2. KLAIM LCS CASH = LOAN
      Keterlibatan 17 Kreditor: Sebuah Cerminan Kompleksitas dan Keparahan
      Angka 17 kreditor ini bukan hanya sekadar angka, melainkan indikator multi-dimensi dari masalah yang sangat serius:
      • Keparahan Masalah Keuangan: Jika BNS membutuhkan pinjaman dari begitu banyak lembaga, ini menunjukkan bahwa satu atau dua kreditor saja tidak cukup (atau tidak mau) menanggung seluruh risiko. Masing-masing kreditor mungkin hanya bersedia memberikan porsi kecil karena persepsi risiko yang tinggi.
      • Kerumitan Struktur Utang:
      o Berbagai Jenis Utang: Kemungkinan melibatkan berbagai jenis pinjaman: utang bank komersial, obligasi, pinjaman dari lembaga keuangan non-bank, mungkin juga pinjaman sindikasi (beberapa bank patungan memberikan pinjaman besar).
      o Jangka Waktu Berbeda: Pinjaman-pinjaman ini bisa memiliki jangka waktu pembayaran yang bervariasi (jangka pendek, menengah, panjang), suku bunga yang berbeda, dan persyaratan (covenant) yang unik. Ini membuat pengelolaan utang menjadi sangat kompleks dan rentan terhadap kesalahan.
      o Prioritas Pembayaran: Dalam skenario default, menentukan siapa yang harus dibayar terlebih dahulu dari 17 kreditor ini bisa menjadi sangat rumit dan seringkali berujung pada perselisihan hukum.
      • Indikasi Kepercayaan yang Menurun: Semakin banyak kreditor kecil yang terlibat dibandingkan satu atau dua kreditor besar, bisa menunjukkan bahwa kreditor besar memiliki kekhawatiran yang cukup besar sehingga mereka tidak mau mengambil risiko terlalu banyak.
      • Tekanan Konstan: Dengan begitu banyak pihak yang harus dilayani (pembayaran bunga, pokok pinjaman), BNS akan berada di bawah tekanan konstan untuk menghasilkan uang, yang seringkali menyebabkan keputusan bisnis yang kurang strategis atau terburu-buru.
      Dana Awal dari Pemerintah: Tidak Cukup atau Tidak Dikelola dengan Baik?
      Pernyataan ini menyentuh akar masalah yang mungkin terjadi pada tahap awal proyek:
      • Tidak Cukup:
      o Perencanaan Anggaran Buruk: Perencanaan awal mungkin meremehkan total biaya proyek atau mengabaikan potensi risiko yang membutuhkan dana cadangan.
      o Kenaikan Biaya Tak Terduga: Proyek mungkin menghadapi kenaikan harga bahan baku, perubahan regulasi, atau masalah teknis yang tidak diantisipasi, sehingga dana awal menjadi tidak memadai.
      • Tidak Dikelola dengan Baik: Ini adalah skenario yang lebih mengkhawatirkan dan seringkali berkaitan erat dengan "dugaan penyalahgunaan dana".
      o Boros: Pengeluaran yang tidak perlu, pembelian dengan harga mahal, atau operasional yang tidak efisien menghabiskan dana lebih cepat.
      o Tidak Transparan: Kurangnya akuntabilitas dalam penggunaan dana, membuat sulit untuk melacak ke mana uang itu pergi.
      o Pengalihan Dana: Dana pemerintah yang seharusnya untuk tujuan spesifik malah dialihkan untuk kepentingan lain (termasuk penyalahgunaan pribadi atau politik).


      Hapus
    3. KLAIM LCS CASH = LOAN
      1. Budget Allocation for Defence:
      • Annual Budget: Each year, the Malondeshn government allocates a portion of its national budget to the Ministry of Defence (MINDEF). This allocation covers operational expenses (salaries, maintenance, training), procurement of new equipment, and infrastructure development.
      • Priorities: The size of the defence budget is determined by various factors, including the perceived security threats, regional geopolitical landscape, economic conditions, and the government's overall strategic priorities.
      • Transparency: Details of the defence budget, particularly specific procurement projects and their funding sources, are not always fully transparent, which can make it challenging to track the exact correlation with loans.
      2. Military Procurement and Modernization:
      • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, naval vessels, armoured vehicles, advanced weaponry) is extremely expensive.
      • Modernization Plans: Malondesh, like many nations, has ongoing military modernization plans to replace aging assets and enhance its defence capabilities. These plans often span several years and require significant investment.
      • "Buy Malondeshn" vs. Imports: While there's a push to support local defence industries, many high-tech systems still need to be imported from foreign manufacturers.
      3. Impact on the National Budget and Economy:
      • Debt Servicing: Repaying military loans (principal and interest) becomes a recurring expenditure in the national budget. This can divert funds from other critical sectors like education, healthcare, or infrastructure development.
      • Fiscal Space: Excessive reliance on military loans can constrain the government's fiscal space, limiting its ability to respond to economic shocks or invest in other priorities.
      • Currency Fluctuations: If loans are denominated in foreign currencies, fluctuations in exchange rates can increase the cost of repayment in Ringgit.
      • Opportunity Cost: Every Ringgit spent on military loans is a Ringgit that cannot be spent elsewhere, representing an opportunity cost for the nation's development.
      4. Factors Influencing Loan Decisions:
      • Urgency of Need: Geopolitical tensions or perceived immediate threats can accelerate procurement decisions, making loans a more attractive option to acquire equipment quickly.
      • Cost-Benefit Analysis: Governments are supposed to conduct a cost-benefit analysis before taking out loans, considering the strategic importance of the equipment versus the financial implications.
      • Diplomatic Relations: Loan offers, especially from foreign governments, can be tied to broader diplomatic and strategic relationships.
      • Transparency and Accountability: The level of transparency in procurement processes and loan agreements is crucial for public accountability and ensuring that funds are used efficiently and without corruption.
      Example Scenario:
      Imagine Malondesh decides to acquire a new fleet of multi-role combat aircraft.
      • The total cost might be RM10 billion.
      • The annual defence budget might only allocate RM1 billion for procurement.
      • To bridge the RM9 billion gap, the government might secure a combination of foreign military financing from the aircraft manufacturer's country (e.g., a loan from the US Exim Bank for F/A-18s) and commercial loans.
      • The repayment of these loans would then be factored into the national budget for the next 10-20 years, impacting the overall fiscal health.

      Hapus
    4. KLAIM LCS CASH = LOAN
      How Military Loans Work in Malondesh
      Military loans are essentially a form of government borrowing specifically designated for defense-related expenditures. Here's a general overview of the process:
      1. Identification of Strategic Needs: The Ministry of Defence (MINDEF) and the Malondeshn Armed Forces (MAF) identify critical defense capabilities, equipment, or infrastructure projects required for national security, often outlined in long-term defense plans.
      2. Procurement Process: Once a need is identified, MINDEF initiates a procurement process. This often involves international tenders or direct negotiations with defense contractors from various countries (e.g., France, Germany, China, Russia, USA, UK).
      3. Financing Proposal: When the cost of the desired equipment or project is substantial and cannot be covered by the annual defense budget, a financing proposal is developed. This is where loans come into play.
      4. Loan Negotiation: The Malondeshn government (usually through the Ministry of Finance) negotiates loan agreements with various entities. These can include:
      o Foreign Governments: Government-to-government loans or export credit agencies from the supplier country. These often come with favorable terms and can be tied to specific defense contracts.
      o Commercial Banks: Local or international commercial banks.
      o Multilateral Institutions: Though less common for direct military hardware, institutions like the Asian Development Bank or World Bank might fund related infrastructure or security sector reform (though typically not direct weaponry).
      5. Parliamentary Approval: Significant loans, especially those impacting the national debt, typically require parliamentary approval in Malondesh. This ensures transparency and accountability.
      6. Disbursement and Repayment: Once approved, the funds are disbursed to the defense contractors, and the Malondeshn government commits to a repayment schedule, including principal and interest, over a specified period.
      Benefits of Military Loans
      1. Enabling Modernization and Capability Enhancement:
      o Acquisition of Advanced Systems: Loans allow Malondesh to acquire cutting-edge military hardware like fighter jets, naval vessels, submarines, air defense systems, and advanced surveillance equipment that would be impossible to purchase outright with annual budget allocations.

      Hapus
    5. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      MARET 2025 = 84,3% DARI GDP -
      1. Struktur Hutang & Jadual Pembayaran
      • Hutang Berjangka: Sebahagian besar hutang kerajaan Maid of london (MALON) adalah dalam bentuk sekuriti kerajaan (contoh: MGS, GII) yang memiliki tempoh matang tertentu.
      • Pembayaran Faedah Berkala: Faedah (kupon) dibayar secara berkala mengikut jadual, sementara pokok hutang hanya dibayar pada tarikh matang.
      • Refinancing: Apabila hutang matang, kerajaan biasanya menerbitkan hutang baru untuk membayar hutang lama — ini membuatkan pokok hutang jarang dibayar sekaligus, tetapi “digulung” ke hadapan.
      2. Defisit Belanjawan yang Kronik
      • Belanja Melebihi Pendapatan: Sejak bertahun-tahun, Maid of london (MALON) mengalami defisit fiskal, bermakna pendapatan cukai dan hasil lain tidak cukup untuk menampung semua perbelanjaan.
      • Keutamaan Operasi Negara: Dana yang ada digunakan untuk perkhidmatan awam, subsidi, pembangunan, dan pembayaran faedah — sehingga ruang untuk membayar pokok hutang secara besar-besaran menjadi terhad.
      3. Mengelakkan Risiko Gagal Bayar (Default)
      • Bayar Faedah = Kekalkan Kepercayaan Pasaran: Selagi faedah dibayar tepat waktu, pelabur melihat Maid of london (MALON) sebagai peminjam yang boleh dipercayai.
      • Kesan Jika Gagal Bayar Faedah: Kegagalan membayar faedah akan segera menjejaskan penarafan kredit negara dan menaikkan kos pinjaman masa depan.
      4. Beban Faedah yang Tinggi
      • Pada 2023, Maid of london (MALON) membelanjakan sekitar RM46.1 bilion hanya untuk pembayaran hutang (termasuk faedah), iaitu kira-kira 16% daripada hasil kerajaan.
      • Nisbah hutang kepada KDNK mencecah 65–80% bergantung kaedah pengiraan, menjadikan pembayaran faedah sebagai komponen besar dalam bajet tahunan

      Hapus
    6. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      Alasan Defisit Belanjawan Maid of london (MALON) yang Kronik
      Maid of london (MALON) berdepan defisit belanjawan yang konsisten tinggi (kronik) disebabkan kombinasi faktor struktural dan kitaran ekonomi. Di bawah ini huraian terperinci punca-puncanya, disusuli ringkasan statistik defisit dari tahun ke tahun.
      1. Ketergantungan pada Sumber Pendapatan yang Terhad dan Volatil
      • Pendapatan kerajaan banyak bergantung kepada hasil petroleum dan komoditi lain. Harga minyak mentah mudah turun naik, menjejaskan aliran tunai.
      • Pelaksanaan Sales and Service Tax (SST) menggantikan Goods and Services Tax (GST) pada 2018 menyaksikan penurunan hasil cukai tidak langsung, meruncingkan jurang antara perbelanjaan dan pendapatan.
      2. Beban Perbelanjaan Berulang yang Tinggi
      • Subsidi: Kerajaan menanggung subsidi bahan api, elektrik dan air untuk menjaga kos sara hidup rakyat.
      • Gaji dan elaun penjawat awam menyumbang sebahagian besar perbelanjaan berulang. Ini sukar dipotong disebabkan implikasi sosial dan politik.
      3. Kos Servis Hutang Meningkat
      • Hutang terkumpul membawa kepada beban faedah yang terus meningkat setiap tahun.
      • Setiap ringgit yang diperoleh daripada pinjaman baru sebahagiannya dibelanjakan untuk membayar faedah hutang sedia ada.
      4. Pelaburan Infrastruktur Berskala Besar
      • Projek mega seperti MRT, ECRL dan lebuh raya memerlukan peruntukan besar dalam jangka pendek.
      • Manfaat jangka panjangnya tetap positif, tetapi kos permulaan terus melebihi pendapatan tahunan.
      5. Langkah Rangsangan Ekonomi dan Pelepasan Fiskal
      • Semasa krisis COVID-19, kerajaan melaksanakan pakej rangsangan bernilai berpuluh bilion ringgit untuk membantu perniagaan dan rakyat.
      • Pelepasan cukai dan bantuan tunai (contoh: Bantuan Prihatin Rakyat) menambah tekanan ke atas belanjawan.
      6. Ketiadaan Peraturan Defisit yang Ketat
      • Tiada rangka perundangan yang mengikat had defisit maksimum berkadar peratusan KDNK.
      • Tekanan politik semasa pilihan raya sering mendorong kerajaan boros untuk meraih sokongan.

      Hapus
  46. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    Malondesh's defense procurement, like that of many nations, often involves significant financial arrangements, including loans. Here's a detailed breakdown of how loans typically factor into Malondesh's defense spending:
    1. The Need for Loans in Defense Procurement:
    • High Costs: Modern military equipment (fighter jets, warships, submarines, advanced weaponry, radar systems) is incredibly expensive. A single major platform can cost hundreds of millions or even billions of dollars.
    • Budgetary Constraints: Even with a dedicated defense budget, it's rare for a nation to have enough readily available cash to make outright purchases of all desired equipment, especially for large-scale modernization programs.
    • Strategic Importance: Defense capabilities are crucial for national security, sovereignty, and regional stability. Delays in procurement due to lack of immediate funds can have serious strategic implications.
    • Long-Term Investments: Military assets have long operational lifespans, often decades. Financing them over a longer period through loans aligns with the long-term utility of the assets.
    -----------------
    2. Types of Loans and Financing Mechanisms:
    • Government-to-Government (G2G) Loans:
    o Description: These are loans provided directly by the government of the exporting country to the Malondeshn government. They often come with favorable terms (lower interest rates, longer repayment periods) as they are part of broader bilateral defense cooperation agreements.
    o Example: A country like France or Germany might offer a G2G loan to Malondesh to facilitate the purchase of their defense industry's products.
    • Export Credit Agencies (ECAs):
    o Description: Many exporting nations have ECAs (e.g., France's Bpifrance, Germany's Euler Hermes, UK's UK Export Finance) that provide guarantees or direct loans to support their domestic industries' exports, including defense. These loans are usually attractive because they reduce risk for commercial banks and often have competitive terms.
    o Mechanism: The ECA might guarantee a loan from a commercial bank to Malondesh, making it easier and cheaper for Malondesh to borrow. Or, the ECA might provide direct financing.
    • Commercial Bank Loans/Syndicated Loans:
    o Description: Malondesh can also secure loans from international commercial banks or consortia of banks (syndicated loans). These are typically market-rate loans, but for large defense projects, they can still be a viable option.
    o Considerations: Interest rates and terms will depend on Malondesh's credit rating and prevailing market conditions.
    • Vendor Financing:
    o Description: Sometimes, the defense contractor itself (the vendor) or its associated financial arm might offer financing solutions to the buyer. This is less common for entire platforms but can occur for components or upgrades.
    • Leasing Agreements:
    o Description: While not strictly a "loan," leasing allows Malondesh to use defense assets for a specified period by paying regular installments, without immediately owning them. This can be attractive for certain types of equipment or to manage budget cycles.

    BalasHapus
  47. KLAIM LCS CASH = LOAN
    1. Tata Kelola dan Korupsi yang Buruk:
    • Skandal Korupsi: Ini adalah akar masalah utama. Proyek LCS telah dirundung tuduhan korupsi, penyalahgunaan dana, dan konflik kepentingan sejak awal. Penyelidikan oleh berbagai badan, termasuk Komite Akuntan Publik (PAC) parlemen Malondesh dan Komisi Anti-Korupsi Malondesh (MACC), telah mengungkap banyak anomali.
    • Pengambilan Keputusan yang Meragukan: Keputusan-keputusan penting dalam proyek, seperti pemilihan desain kapal (Gowind class dari Naval Group Prancis), seringkali dipertanyakan apakah didasarkan pada pertimbangan teknis terbaik atau kepentingan lain.
    • Kurangnya Transparansi: Kurangnya transparansi dalam kontrak, pengadaan, dan alur pembayaran telah mempersulit pengawasan dan akuntabilitas.
    -----------------
    2. Masalah Finansial dan Pembengkakan Biaya:
    • Pembengkakan Anggaran: Biaya proyek telah melonjak jauh dari perkiraan awal. Kontrak senilai RM9 miliar (sekitar US$2,1 miliar) untuk enam kapal LCS pada tahun 2011 kini diperkirakan membutuhkan lebih banyak lagi, padahal belum ada satu pun kapal yang selesai.
    • Misappropriasi Dana: Sebagian besar uang yang dibayarkan di muka kepada kontraktor utama, Boustead Naval Shipyard (BNS), diduga tidak digunakan untuk pembelian komponen atau pembangunan kapal, melainkan dialihkan atau disalahgunakan. Ini menyebabkan BNS gagal membayar sub-kontraktor dan pemasok.
    • Ketergantungan pada Pinjaman: Karena masalah aliran kas dan dugaan penyalahgunaan dana, BNS dan entitas terkait harus bergantung pada pinjaman dari berbagai lembaga keuangan. Keterlibatan 17 kreditor menunjukkan betapa parahnya masalah keuangan yang dihadapi BNS dan betapa rumitnya struktur utang proyek ini. Ini juga mengindikasikan bahwa dana awal dari pemerintah tidak cukup atau tidak dikelola dengan baik.
    -----------------
    3. Ketidakmampuan Kontraktor Utama (Boustead Naval Shipyard - BNS):
    • Kurangnya Kapabilitas Teknis dan Manajerial: Meskipun BNS memiliki pengalaman dalam pembangunan dan perbaikan kapal, proyek LCS dengan skala dan kompleksitas ini mungkin di luar kapasitasnya. Ada dugaan bahwa BNS tidak memiliki keahlian teknis yang memadai untuk mengelola proyek sebesar ini secara efektif.
    • Manajemen Proyek yang Buruk: Penjadwalan, pengadaan material, dan koordinasi antara berbagai pihak (desainer, pemasok, sub-kontraktor) sangat buruk. Ini menyebabkan penundaan yang signifikan dalam setiap tahap pembangunan.
    • Masalah Rantai Pasokan: Kegagalan BNS membayar sub-kontraktor dan pemasok menyebabkan terhentinya pasokan komponen penting. Banyak peralatan yang sudah dipesan tidak dapat dikirim karena pembayaran yang tertunda.
    -----------------
    4. Campur Tangan Politik dan Perubahan Kebijakan:
    • Perubahan Pemerintah: Pergantian pemerintahan di Malondesh (misalnya, setelah pemilu 2018 dan 2020) seringkali membawa tinjauan ulang terhadap proyek-proyek besar. Ini bisa menunda keputusan, mengubah arah, atau mengungkap masalah sebelumnya.
    • Kurangnya Visi Jangka Panjang: Kebijakan pertahanan dan pengadaan seringkali terpengaruh oleh siklus politik jangka pendek, yang dapat mengganggu kontinuitas dan perencanaan strategis proyek jangka panjang seperti pembangunan kapal perang.

    BalasHapus
  48. KLAIM LCS CASH = LOAN
    💰 1. LIMITED DOMESTIC DEFENSE BUDGET
    • Malondesh’s defense budget is modest — around 1% of GDP, which restricts large-scale acquisitions.
    • Instead of upfront payments, Malondesh often negotiates deferred payment schemes, installment plans, or loans backed by export credit agencies (ECAs) from supplier countries.
    • These financing models allow Malondesh to acquire high-value assets without immediate fiscal strain.
    -----------------
    ⚙️ 2. Need for Advanced Technology and Capabilities
    Malondesh lacks the domestic capacity to produce high-end military platforms, so it turns to foreign suppliers:
    Country Asset Procured Financing/Support Mechanism
    🇰🇷 South Korea FA-50 Light Combat Aircraft Industrial offsets, local assembly, favorable terms
    🇮🇹 Italy ATR-72 Maritime Patrol Aircraft G2G deal, possible ECA-backed financing
    🇹🇷 Turkey ANKA MALE Drones Strategic partnership, tech transfer
    These deals often include training, maintenance, and technology sharing, which Malondesh cannot yet provide internally.
    -----------------
    🏭 3. Desire to Build Local Defense Industry
    Malondesh wants to reduce dependency and stimulate its own defense ecosystem:
    • Offsets: Foreign suppliers agree to invest in Malondesh’s defense industry or transfer technology.
    • Joint Ventures: Local firms like Boustead Naval Shipyard (BNS) are involved in assembly and integration.
    • Local Assembly: 14 of the FA-50 jets will be assembled in Malondesh, building technical capacity.
    💸 Role of Loans in Defense Procurement
    While not always disclosed as “loans,” Malondesh’s defense deals often involve:
    • Export Credit Agency (ECA) Financing: Countries like Italy and South Korea use ECAs to offer low-interest loans or guarantees to support defense exports.
    • G2G Agreements: These bypass middlemen and commissions, reducing corruption risks and allowing for more favorable financing terms3.
    • Strategic Installment Plans
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang

    BalasHapus
  49. KLAIM LCS CASH = LOAN
    How Military Loans Work in Malondesh
    Military loans are essentially a form of government borrowing specifically designated for defense-related expenditures. Here's a general overview of the process:
    1. Identification of Strategic Needs: The Ministry of Defence (MINDEF) and the Malondeshn Armed Forces (MAF) identify critical defense capabilities, equipment, or infrastructure projects required for national security, often outlined in long-term defense plans.
    2. Procurement Process: Once a need is identified, MINDEF initiates a procurement process. This often involves international tenders or direct negotiations with defense contractors from various countries (e.g., France, Germany, China, Russia, USA, UK).
    3. Financing Proposal: When the cost of the desired equipment or project is substantial and cannot be covered by the annual defense budget, a financing proposal is developed. This is where loans come into play.
    4. Loan Negotiation: The Malondeshn government (usually through the Ministry of Finance) negotiates loan agreements with various entities. These can include:
    o Foreign Governments: Government-to-government loans or export credit agencies from the supplier country. These often come with favorable terms and can be tied to specific defense contracts.
    o Commercial Banks: Local or international commercial banks.
    o Multilateral Institutions: Though less common for direct military hardware, institutions like the Asian Development Bank or World Bank might fund related infrastructure or security sector reform (though typically not direct weaponry).
    5. Parliamentary Approval: Significant loans, especially those impacting the national debt, typically require parliamentary approval in Malondesh. This ensures transparency and accountability.
    6. Disbursement and Repayment: Once approved, the funds are disbursed to the defense contractors, and the Malondeshn government commits to a repayment schedule, including principal and interest, over a specified period.
    Benefits of Military Loans
    1. Enabling Modernization and Capability Enhancement:
    o Acquisition of Advanced Systems: Loans allow Malondesh to acquire cutting-edge military hardware like fighter jets, naval vessels, submarines, air defense systems, and advanced surveillance equipment that would be impossible to purchase outright with annual budget allocations.

    BalasHapus
  50. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    -------------------
    REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
    Ringkasan Singkat
    Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
    • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
    • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
    ===========
    Faktor Penghambat Realisasi
    • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
    • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
    • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
    • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
    ===========
    ANALISIS PROYEKSI PELUNASAN HUTANG MAID OF LONDON (MALON) 2053 VS. TREN PENAMBAHAN HUTANG TERKINI
    1. Latar Belakang Proyeksi 2053
    Maid of london (MALON) meramalkan dapat melunasi seluruh hutang pemerintah pada 2053 dengan asumsi tidak ada pinjaman baru untuk defisit atau refinancing mulai 2024.
    Per akhir 2022, total hutang pokok pemerintah Persekutuan tercatat RM 1,079.6 miliar atau 60.4% dari PDB; jika memasukkan liabilitas lain, jumlahnya mencapai RM 1.45 triliun (80.9% PDB).
    ===========
    Faktor Pemicu Penambahan Hutang
    • Pembiayaan defisit anggaran yang terus berlangsung
    • Perpanjangan/rollover surat utang yang matang
    • Kenaikan biaya layanan hutang (Debt Service Charges naik dari RM 30.5 miliar 2018 ke RM 41.3 miliar 2022)
    • Kontinjensi liabilitas: jaminan pemerintah, 1MDB, dan liabilitas lainnya
    • Penurunan pertumbuhan pendapatan pajak saat ekonomi melambat
    ===========
    Kesimpulan
    Proyeksi pelunasan 2053 bersandar pada “nol pinjaman baru” — skenario yang saat ini jauh dari kenyataan. Tren pembiayaan defisit dan refinancing terus mengerek total hutang ke rekor baru. Tanpa langkah konsolidasi fiskal dan reformasi struktural yang tegas, target 2053 akan terus tertunda.
    ==========
    1. Laporan Ketua Audit Negara 3/2024
    Laporan Ketua Audit Negara 3/2024 mencatatkan bahawa hutang Kerajaan Persekutuan Maid of london (MALON) bagi tahun 2023 berjumlah RM 1.173 trilion, meningkat RM 92.918 bilion atau 8.6% berbanding tahun sebelumnya.
    • Pinjaman Dalam Negeri: RM 1.143 trilion (97.5% daripada jumlah keseluruhan)
    • Pinjaman Luar Negeri: RM 29.851 bilion (2.5% daripada jumlah keseluruhan)
    • Nisbah hutang persekutuan kepada KDNK: 64.3% (naik dari 60.2% pada 2022)
    • Had statutori hutang tidak melebihi 65% KDNK seperti diperuntukkan dalam Perintah Pinjaman 2022
    2. Unjuran Kenanga Research (Julai 2025)
    Kenanga Research mengunjurkan hutang Maid of london (MALON) akan mencecah RM 1.33 trilion pada 2025, bersamaan 65.9% KDNK—melebihi had statutori 65% yang ditetapkan kerajaan tahun ini.
    • Peningkatan dari RM 1.22 trilion pada 2024
    • Faktor pendorong: pertumbuhan ekonomi lebih perlahan dan lonjakan perbelanjaan kerajaan
    • Risiko: kos faedah pinjaman baharu meningkat, potensi tekanan kredit dan penarafan kredit

    BalasHapus
  51. FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM senjata RCWS
    2. SISTEM Pilar V pengesanan TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan
    6. Kamera termal untuk penglihatan malam depan dan belakang kenderaan
    7. Pelancar granat asap

    BalasHapus
    Balasan
    1. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
      ===========
      BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
      NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
      ----------
      2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
      "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
      ---
      2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
      Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
      Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
      ---
      2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
      ---
      2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
      ---
      2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
      Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
      ---
      2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
      Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
      ---
      2018 = OPEN DONASI
      Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

      Hapus
    2. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
      ===========
      BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
      NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
      ----------
      2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
      "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
      ---
      2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
      Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
      Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
      ---
      2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
      ---
      2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
      ---
      2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
      Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
      ---
      2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
      Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
      ---
      2018 = OPEN DONASI
      Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.



      Hapus
    3. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
      ===========
      BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
      NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
      ----------
      2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
      "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
      ---
      2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
      Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
      Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
      ---
      2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
      ---
      2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
      ---
      2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
      Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
      ---
      2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
      Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
      ---
      2018 = OPEN DONASI
      Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.



      Hapus
  52. FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM senjata RCWS
    2. SISTEM Pilar V pengesanan TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan
    6. Kamera termal untuk penglihatan malam depan dan belakang kenderaan
    7. Pelancar granat asap

    BalasHapus
    Balasan
    1. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      ANALISIS PROYEKSI PELUNASAN HUTANG MAID OF LONDON (MALON) 2053 VS. TREN PENAMBAHAN HUTANG TERKINI
      1. Latar Belakang Proyeksi 2053
      Maid of london (MALON) meramalkan dapat melunasi seluruh hutang pemerintah pada 2053 dengan asumsi tidak ada pinjaman baru untuk defisit atau refinancing mulai 2024.
      Per akhir 2022, total hutang pokok pemerintah Persekutuan tercatat RM 1,079.6 miliar atau 60.4% dari PDB; jika memasukkan liabilitas lain, jumlahnya mencapai RM 1.45 triliun (80.9% PDB).
      ===========
      Faktor Pemicu Penambahan Hutang
      • Pembiayaan defisit anggaran yang terus berlangsung
      • Perpanjangan/rollover surat utang yang matang
      • Kenaikan biaya layanan hutang (Debt Service Charges naik dari RM 30.5 miliar 2018 ke RM 41.3 miliar 2022)
      • Kontinjensi liabilitas: jaminan pemerintah, 1MDB, dan liabilitas lainnya
      • Penurunan pertumbuhan pendapatan pajak saat ekonomi melambat
      ===========
      Kesimpulan
      Proyeksi pelunasan 2053 bersandar pada “nol pinjaman baru” — skenario yang saat ini jauh dari kenyataan. Tren pembiayaan defisit dan refinancing terus mengerek total hutang ke rekor baru. Tanpa langkah konsolidasi fiskal dan reformasi struktural yang tegas, target 2053 akan terus tertunda.
      ===========
      BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
      NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
      ----------
      2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
      "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
      ---
      2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
      Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
      Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
      ---
      2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
      ---
      2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
      ---
      2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
      Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
      ---
      2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
      Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
      ---
      2018 = OPEN DONASI
      Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

      Hapus
    2. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah
      ===========
      TARIF BARANG AMERIKA = 0%
      TARIF BARANG AMERIKA = 0%
      TARIF BARANG AMERIKA = 0%
      Tarif Impor Maid of london (MALON) untuk Barang Amerika
      Mulai tanggal 8 Agustus 2025, Maid of london (MALON) akan memberlakukan kebijakan 0% atau tarif yang dikurangi untuk banyak produk impor dari Amerika Serikat:
      • Lebih dari 11.000 lini produk (tariff lines) akan mendapatkan tarif nol atau tarif lebih rendah
      • Dari jumlah itu, sebanyak 6.911 produk (sekitar 61%) akan 0% tarif
      • Sisanya (sekitar 39%) akan dikenakan tarif yang dikurangi – keseluruhan mencakup sekitar 98.4% dari semua lini tarif
      • Produk pertanian tertentu seperti susu, unggas, buah, dan produk sanitasi termasuk yang diturunkan tarifnya; banyak produk manufaktur juga termasuk dalam daftar tarif nol.
      ===========
      DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
      DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
      DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
      FAKTA UTAMA
      • Maid of london (MALON) telah menyepakati untuk membeli sampai US$150 miliar dalam jangka waktu lima tahun dari perusahaan-perusahaan Amerika di sektor semikonduktor, aerospace, dan pusat data. Komitmen ini merupakan bagian dari kesepakatan perdagangan dengan AS untuk mengurangi tarif dari ancaman awal 25% menjadi 19%
      • Dengan total paket transaksi mencapai sekitar US$240–242 miliar, termasuk US$70 miliar investasi Maid of london (MALON) ke AS, pembelian LNG, pesawat Boeing, dan peralatan telekomunikasi
      • Hasil dari kesepakatan ini: tarif impor Maid of london (MALON) ke AS resmi ditetapkan pada 19%, berlaku mulai 8 Agustus 2025, lebih rendah dari tarif yang sempat diusulkan 25%
      ==========
      BNM = HOUSEHOLD DEBT IS ONE OF THE HIGHEST IN THE ASEAN ......
      MAID OF LONDON (MALON) household DEBT is one of the highest in the ASEAN region. Against this backdrop, Bank Negara MAID OF LONDON (MALON) (BNM) safeguards financial stability by monitoring and regulating the lending activity of all financial institutions in MAID OF LONDON (MALON) , among other things. Using aggregated data from BNM's Central Credit Reference Information System (CCRIS), this dashboard gives you insight into key trends on household DEBT. For now, it displays data on the flow of borrowing activity on a monthly basis, broken down by purpose. In due time, it will be deepened with granular data showing the state of inDEBTedness of MAID OF LONDON (MALON)

      Hapus
    3. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      -------------------
      REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
      Ringkasan Singkat
      Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
      • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
      • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
      ===========
      Faktor Penghambat Realisasi
      • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
      • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
      • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
      • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah
      ===========
      TARIF BARANG AMERIKA = 0%
      TARIF BARANG AMERIKA = 0%
      TARIF BARANG AMERIKA = 0%
      Tarif Impor Maid of london (MALON) untuk Barang Amerika
      Mulai tanggal 8 Agustus 2025, Maid of london (MALON) akan memberlakukan kebijakan 0% atau tarif yang dikurangi untuk banyak produk impor dari Amerika Serikat:
      • Lebih dari 11.000 lini produk (tariff lines) akan mendapatkan tarif nol atau tarif lebih rendah
      • Dari jumlah itu, sebanyak 6.911 produk (sekitar 61%) akan 0% tarif
      • Sisanya (sekitar 39%) akan dikenakan tarif yang dikurangi – keseluruhan mencakup sekitar 98.4% dari semua lini tarif
      • Produk pertanian tertentu seperti susu, unggas, buah, dan produk sanitasi termasuk yang diturunkan tarifnya; banyak produk manufaktur juga termasuk dalam daftar tarif nol.
      ===========
      DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
      DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
      DIPERAS 242 MILIAR DOLLAR
      FAKTA UTAMA
      • Maid of london (MALON) telah menyepakati untuk membeli sampai US$150 miliar dalam jangka waktu lima tahun dari perusahaan-perusahaan Amerika di sektor semikonduktor, aerospace, dan pusat data. Komitmen ini merupakan bagian dari kesepakatan perdagangan dengan AS untuk mengurangi tarif dari ancaman awal 25% menjadi 19%
      • Dengan total paket transaksi mencapai sekitar US$240–242 miliar, termasuk US$70 miliar investasi Maid of london (MALON) ke AS, pembelian LNG, pesawat Boeing, dan peralatan telekomunikasi
      • Hasil dari kesepakatan ini: tarif impor Maid of london (MALON) ke AS resmi ditetapkan pada 19%, berlaku mulai 8 Agustus 2025, lebih rendah dari tarif yang sempat diusulkan 25%
      ==========
      BNM = HOUSEHOLD DEBT IS ONE OF THE HIGHEST IN THE ASEAN ......
      MAID OF LONDON (MALON) household DEBT is one of the highest in the ASEAN region. Against this backdrop, Bank Negara MAID OF LONDON (MALON) (BNM) safeguards financial stability by monitoring and regulating the lending activity of all financial institutions in MAID OF LONDON (MALON) , among other things. Using aggregated data from BNM's Central Credit Reference Information System (CCRIS), this dashboard gives you insight into key trends on household DEBT. For now, it displays data on the flow of borrowing activity on a monthly basis, broken down by purpose. In due time, it will be deepened with granular data showing the state of inDEBTedness of MAID OF LONDON (MALON)

      Hapus
    4. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
      GOV + PEOPLE : OVERLIMIT DEBT
      --------------------
      FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
      HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
      GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
      • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
      • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      1.30 triliun = 1,300,000,000,000
      Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
      3️⃣ Ringkasan dalam tabel
      Periode Total Utang (RM Triliun) Penduduk (Jiwa) Utang per Orang (RM) Kenaikan per Orang (RM)
      Akhir 2024 1.25 35,977,838 34,735 –
      Juni 2025 1.30 35,977,838 36,139 +1,404
      4️⃣ Analisis
      • Dalam 6 bulan pertama 2025, utang per penduduk naik sekitar RM 1,404.
      • Kenaikan ini setara dengan +4% dibanding akhir 2024.
      • Artinya, setiap warga Malondesh secara rata-rata “menanggung” tambahan utang sekitar RM 234 per bulan selama periode tersebut.
      --------------------
      1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
      • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
      • Persentase terhadap PDB: 84.3%
      • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
      2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
      Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
      3️⃣ Ringkasan dalam tabel
      Periode Total Utang Rumah Tangga (RM Triliun) Penduduk (Jiwa) Utang per Orang (RM)
      Maret 2025 1.65 35,977,838 45,859
      4️⃣ Analisis
      • Setiap penduduk Malondesh, secara rata-rata, “menanggung” utang rumah tangga sekitar RM 45,859.
      • Angka ini lebih tinggi dibanding utang per kapita pemerintah federal yang kita hitung sebelumnya (sekitar RM 36 ribu per orang).
      • Jika digabungkan (utang pemerintah + utang rumah tangga), beban utang total per kapita bisa mendekati RM 82 ribu.
      • Rasio 84.3% dari PDB menunjukkan bahwa utang rumah tangga Malondesh relatif tinggi dibanding ukuran ekonominya, yang dapat memengaruhi daya beli dan risiko keuangan rumah tangga jika suku bunga naik.
      --------------------
      2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
      "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
      ---
      2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
      Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
      Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
      ---
      2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
      ---
      2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
      Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
      ---
      2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
      Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
      ---
      2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
      Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
      ---
      2018 = OPEN DONASI
      Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

      Hapus
  53. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    -------------------
    REALITAS SKENARIO PELUNASAN UTANG 2053 “NOL PINJAMAN BARU”
    Ringkasan Singkat
    Proyeksi pelunasan utang pada 2053 dengan asumsi nol pinjaman baru kini hampir mustahil dicapai. Tren defisit primer negatif dan kebutuhan refinancing menambah beban utang setiap tahun sehingga rasio utang terus mencetak rekor baru.
    • Pinjaman baru tiap tahun meningkat rata-rata 14 % sejak 2022.
    • Refinancing (pembayaran pokok yang digantikan utang baru) membesar, menunjukkan bahwa sebagian besar pinjaman baru hanya untuk menggantikan jatuh tempo, bukan membiayai proyek produktif.
    ===========
    Faktor Penghambat Realisasi
    • Fragmentasi kebijakan fiskal: target defisit longgar, reformasi perpajakan terhambat.
    • Subsidi energi yang masih besar: menyedot anggaran tanpa hasil produktivitas.
    • Ketergantungan pada utang valas: meningkatkan risiko nilai tukar dan volatilitas biaya bunga.
    • Kurangnya insentif bagi investasi padat karya bernilai tambah.
    ===========
    BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
    NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
    ----------
    2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
    "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
    ---
    2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
    Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
    Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
    ---
    2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
    Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
    ---
    2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
    Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
    ---
    2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
    Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
    ---
    2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
    Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
    ---
    2018 = OPEN DONASI
    Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

    BalasHapus
  54. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    -------------------
    1. Laporan Ketua Audit Negara 3/2024
    Laporan Ketua Audit Negara 3/2024 mencatatkan bahawa hutang Kerajaan Persekutuan Maid of london (MALON) bagi tahun 2023 berjumlah RM 1.173 trilion, meningkat RM 92.918 bilion atau 8.6% berbanding tahun sebelumnya.
    • Pinjaman Dalam Negeri: RM 1.143 trilion (97.5% daripada jumlah keseluruhan)
    • Pinjaman Luar Negeri: RM 29.851 bilion (2.5% daripada jumlah keseluruhan)
    • Nisbah hutang persekutuan kepada KDNK: 64.3% (naik dari 60.2% pada 2022)
    • Had statutori hutang tidak melebihi 65% KDNK seperti diperuntukkan dalam Perintah Pinjaman 2022
    2. Unjuran Kenanga Research (Julai 2025)
    Kenanga Research mengunjurkan hutang Maid of london (MALON) akan mencecah RM 1.33 trilion pada 2025, bersamaan 65.9% KDNK—melebihi had statutori 65% yang ditetapkan kerajaan tahun ini.
    • Peningkatan dari RM 1.22 trilion pada 2024
    • Faktor pendorong: pertumbuhan ekonomi lebih perlahan dan lonjakan perbelanjaan kerajaan
    • Risiko: kos faedah pinjaman baharu meningkat, potensi tekanan kredit dan penarafan kredit
    ===========
    BADUT KASTA PENGHUTANG = KLAIM BERUK KLAIM GHOIB
    NO MONEY = 2024-2018 HUTANG BAYAR HUTANG
    ----------
    2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
    "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
    ---
    2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
    Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
    Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
    ---
    2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
    Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
    ---
    2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
    Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
    ---
    2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
    Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
    ---
    2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
    Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
    ---
    2018 = OPEN DONASI
    Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

    BalasHapus
  55. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    -------------------
    Fenomena “hutang bayar hutang” yang berlaku di Maid of london (MALON) bukan sekadar isu teknikal kewangan, tetapi hasil gabungan faktor ekonomi, fiskal, dan strategi pengurusan negara. Berikut penjelasan detailnya:
    1. Struktur Hutang Negara
    • Hutang Jangka Panjang & Pendek: Maid of london (MALON) memiliki obligasi hutang yang jatuh tempo setiap tahun. Saat hutang lama jatuh tempo, pemerintah perlu melunasinya — sering kali dengan menerbitkan hutang baru (refinancing).
    • Komposisi Hutang: Sebagian besar hutang adalah dalam bentuk sekuriti kerajaan (contoh: Maid of london (MALON) n Government Securities) yang memiliki jadwal pembayaran bunga (faedah) dan pokok secara berkala.
    2. Defisit Belanjawan yang Berterusan
    • Belanja > Pendapatan: Sejak bertahun-tahun, belanja negara melebihi pendapatan, sehingga defisit harus ditutup dengan pinjaman baru.
    • Keperluan Pembangunan & Operasi: Dana diperlukan untuk infrastruktur, pendidikan, kesihatan, dan subsidi — yang tidak semuanya dapat dibiayai dari pendapatan cukai semata.
    3. Pembayaran Faedah yang Tinggi
    • Beban Faedah Tahunan: Sebahagian besar perbelanjaan kerajaan digunakan untuk membayar faedah hutang, mengurangkan ruang fiskal untuk pembangunan.
    • Kesan Domino: Semakin besar hutang, semakin besar pula faedah yang perlu dibayar, sehingga memerlukan dana tambahan.
    4. Strategi Pengurusan Hutang
    • Refinancing: Mengambil hutang baru untuk membayar hutang lama adalah amalan biasa di banyak negara, termasuk Maid of london (MALON) , demi menjaga kestabilan tunai dan mengelakkan kegagalan bayar (default).
    • Pengurusan Risiko: Dengan menstruktur semula hutang, kerajaan dapat menyebar jatuh tempo pembayaran agar tidak menumpuk di satu tahun.
    5. Faktor Ekonomi Global & Domestik
    • Kejutan Ekonomi: Krisis global, pandemik, atau kenaikan harga komoditi memaksa kerajaan meningkatkan pinjaman untuk menyokong ekonomi.
    • Kadar Pertumbuhan Hutang: Dari 2015 hingga 2023, hutang meningkat sekitar 40% — dari RM800 bilion ke RM1.5 trilion.
    💡 Kesimpulan: Maid of london (MALON) membayar hutang setiap tahun kerana sifat hutang negara yang berjangka, defisit belanjawan yang berterusan, dan strategi refinancing untuk memastikan kelancaran fiskal. Ini bukan unik bagi Maid of london (MALON) — banyak negara menggunakan pendekatan serupa, tetapi keberlanjutan bergantung pada kemampuan mengawal defisit dan meningkatkan pendapatan negara.

    BalasHapus
  56. BAYAR RM 81,998 = DIPERAS KERAJAAN
    GOV + PEOPLE : OVERLIMIT DEBT
    --------------------
    FEDERAL GOVERNMENT DEBT = PER PEOPLE : RM 36,139
    HOUSEHOLD DEBT = PER PEOPLE : RM 45,859.
    GOV + HOUSEHOLD = PER PEOPLE : RM 81,998
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang akhir 2024: RM 1.25 triliun
    • Utang akhir Juni 2025: RM 1.30 triliun
    • Jumlah penduduk Malondesh 2025 (perkiraan pertengahan tahun): 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    1.30 triliun = 1,300,000,000,000
    Per Orang = 1,300,000,000,000/35,977,838 : RM 36,139 per orang
    3️⃣ Ringkasan dalam tabel
    Periode Total Utang (RM Triliun) Penduduk (Jiwa) Utang per Orang (RM) Kenaikan per Orang (RM)
    Akhir 2024 1.25 35,977,838 34,735 –
    Juni 2025 1.30 35,977,838 36,139 +1,404
    4️⃣ Analisis
    • Dalam 6 bulan pertama 2025, utang per penduduk naik sekitar RM 1,404.
    • Kenaikan ini setara dengan +4% dibanding akhir 2024.
    • Artinya, setiap warga Malondesh secara rata-rata “menanggung” tambahan utang sekitar RM 234 per bulan selama periode tersebut.
    --------------------
    1️⃣ DATA YANG DIGUNAKAN
    • Utang rumah tangga (akhir Maret 2025): RM 1.65 triliun
    • Persentase terhadap PDB: 84.3%
    • Jumlah penduduk Malondesh pertengahan 2025: 35,977,838 jiwa
    2️⃣ Perhitungan utang per penduduk
    Utang per orang =1,650,000,000,000/35,977,838 : RM 45,859 per orang
    3️⃣ Ringkasan dalam tabel
    Periode Total Utang Rumah Tangga (RM Triliun) Penduduk (Jiwa) Utang per Orang (RM)
    Maret 2025 1.65 35,977,838 45,859
    4️⃣ Analisis
    • Setiap penduduk Malondesh, secara rata-rata, “menanggung” utang rumah tangga sekitar RM 45,859.
    • Angka ini lebih tinggi dibanding utang per kapita pemerintah federal yang kita hitung sebelumnya (sekitar RM 36 ribu per orang).
    • Jika digabungkan (utang pemerintah + utang rumah tangga), beban utang total per kapita bisa mendekati RM 82 ribu.
    • Rasio 84.3% dari PDB menunjukkan bahwa utang rumah tangga Malondesh relatif tinggi dibanding ukuran ekonominya, yang dapat memengaruhi daya beli dan risiko keuangan rumah tangga jika suku bunga naik.
    --------------------
    2024 = HUTANG BAYAR HUTANG
    "Pinjaman ini digunakan untuk melunasi DEBT matang sebesar RM20.6 miliar, dengan sisa RM49,9 miliar menutupi defisit dan masa jatuh tempo DEBT di masa depan," kata MOF.
    ---
    2023 = HUTANG BAYAR HUTANG
    Pada tahun 2023, pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) mencapai RM1.173 triliun, naik 8,6% dari tahun 2022.
    Rincian pinjaman. Pinjaman baru Kerajaan Persekutuan MAID OF LONDON (MALON) pada tahun 2023 naik RM92,918 miliar
    ---
    2022 = 52,4% HUTANG BAYAR HUTANG
    Kah Woh menjelaskan pada tahun lalu, kerajaan ada membuat pinjaman yang meningkat sebanyak 11.6 peratus daripada RM194.5 bilion pada tahun sebelumnya. Daripada jumlah itu, beliau berkata 52.4 peratus atau RM113.7 bilion digunakan untuk membayar prinsipal pinjaman matang.
    ---
    2021 = 50,4% HUTANG BAYAR HUTANG
    Sejumlah RM98.058 bilion atau 50.4 peratus daripada pinjaman baharu berjumlah RM194.555 bilion yang dibuat kerajaan pada tahun lalu digunakan untuk bayaran balik prinsipal pinjaman yang matang.
    ---
    2020 = 60% HUTANG BAYAR HUTANG
    Jabatan Audit Negara (JAN) bimbang dengan tindakan kerajaan menggunakan hampir 60 peratus pinjaman baharu untuk membayar DEBT sedia ada pada tahun lalu, berbanding bagi perbelanjaan pembangunan.
    ---
    2019 = 59% HUTANG BAYAR HUTANG
    Laporan Ketua Audit Negara mengenai Penyata Kewangan Kerajaan Persekutuan 2018 mendapati sejumlah 59 peratus pinjaman baharu kerajaan dibuat untuk membayar DEBT kerajaan terdahulu
    ---
    2018 = OPEN DONASI
    Kementerian Keuangan MAID OF LONDON (MALON) pada hari Rabu membuka rekening donasi supaya masyarakat dapat menyumbang untuk membantu negara membayar utang yang mencapai 1 triliun ringgit (US$ 250,8 miliar) atau 80 persen dari PDB.

    BalasHapus
  57. GEMPURWIRA23 September 2025 pukul 14.25
    FULL UPGRADE guys.... 😎😎🇲🇾🇲🇾

    1. SISTEM senjata RCWS
    2. SISTEM Pilar V pengesanan TEMBAKAN
    3. Peningkatan kuasa enjin
    4. peningkatan pintu tanjakan hidrolik
    5. Peningkatan sistem pengudaraan
    6. Kamera termal untuk penglihatan malam depan dan belakang kenderaan
    7. Pelancar granat asap

    Hihihihi bisa2 lebih mahal dari beli baru ...
    🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. BIASA OTAK BERUK LEBIH SEDAP WANG KOPI DAN ORANG TENGAH.....HAHAAAA

      Hapus
  58. Apa ini KOTAK LOW QUALITY.

    MAKANAN MUDAH BAGI AH-64E, MI-35P & CH-4B MALE UCAV INDONESIA

    BalasHapus
  59. Berita apa kali ni hqhhah
    Min UP malondesh kena sanksi cancel sewa heli

    BalasHapus
  60. upgrade 1 biji doang, tp si melayu keling malaydesh sombong,merasa mengupgrade 1000 biji


    netizen Indonesia ketawa lepas 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Upgrade satu pun sudah haibat bagi mereka
      🤣🤣🤣🤣🤣

      Hapus
  61. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    LOAN-BASED PROCUREMENT IN MALONDESH’S MILITARY
    Malondesh often uses loan agreements to finance large-scale defense acquisitions, especially when the cost exceeds annual defense budgets. These loans can be sourced from foreign governments, international banks, or domestic financial institutions, and are structured to support long-term modernization goals.
    🔑 Key Features of Loan Procurement
    Feature Description
    Source of Loan Foreign governments (e.g., Poland, France, Korea), export credit agencies, or domestic banks.
    Tenor & Terms Typically 5–15 years, with grace periods and interest rates negotiated based on bilateral ties.
    Repayment Structure Paid in installments tied to delivery milestones or operational readiness.
    Currency Often denominated in USD, EUR, or local currency depending on supplier.
    Guarantees May involve sovereign guarantees or performance bonds.
    Offset Clauses Includes industrial participation, technology transfer, or local assembly.
    🛡️ Examples of Loan-Based Military Procurement
    1. Scorpene Submarines (France)
    • Loan Type: Foreign loan via French financial institutions.
    • Value: RM3.4 billion.
    • Offset: Training, infrastructure, and technology transfer to Boustead Naval Shipyard.
    2. PT-91M Pendekar Tanks (Poland)
    • Loan Type: Bilateral loan agreement with Poland.
    • Value: USD 370 million.
    • Offset: Crew training and maintenance support.
    3. FA-50M Fighter Jets (South Korea)
    • Loan Type: Export credit facility from Korean financial institutions.
    • Value: RM4.08 billion.
    • Offset: Pilot training, simulator systems, and potential local maintenance hub.
    4. NGPV Patrol Vessels (Germany)
    • Loan Type: Structured financing with German partners.
    • Value: RM5.35 billion.
    • Offset: Local shipbuilding capacity and technology transfer.
    -------------------
    FA-50M FIGHTER JET PROCUREMENT: FINANCIAL BREAKDOWN
    🔹 Overview
    • Contract Value: USD 920 million (≈ RM4.08 billion)
    • Quantity: 18 FA-50M Block 20 light combat aircraft
    • Supplier: Korea Aerospace Industries (KAI)
    • Contract Signed: May 2023 at LIMA (Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition)
    • Delivery Timeline: First batch expected in 20262
    💰 Financial Structure
    Component Description
    Loan Source Export credit facility from South Korean financial institutions, likely backed by KEXIM (Korea Export-Import Bank).
    Loan Type Government-to-government structured loan with sovereign guarantee.
    Tenor Estimated 10–15 years, with grace period during manufacturing phase.
    Interest Rate Preferential rate negotiated under bilateral defense cooperation.
    Repayment Schedule Milestone-based: tied to aircraft delivery and acceptance testing.
    Currency USD-denominated, with hedging options to mitigate forex risk.

    BalasHapus
  62. KLAIM KAYA CASH = LOAN
    1. SOURCES OF LOANS
    • Foreign Governments / Export Credit Agencies (ECAs):
    Example: when Malondesh buys equipment from France, Germany, or South Korea, financing is often backed by the exporting country’s credit agency (e.g., COFACE in France, KEXIM in Korea).
    o These loans reduce the upfront burden but tie Malondesh to the supplier’s country.
    • International Banks / Syndicated Loans:
    Commercial banks may finance large contracts, usually guaranteed by government sovereign commitments.
    • Domestic Financial Institutions:
    In some cases, Malondesh uses state-owned banks or domestic bonds to raise funds for major defense projects.
    ________________________________________
    2. Loan Structures
    • Export Credit Facilities:
    Structured specifically for defense acquisitions, with repayment terms of 5–15 years.
    • Tied Loans / Buyer’s Credit:
    Funds must be spent on equipment or services from the lending country. This is common in deals with European or Asian suppliers.
    • Mixed Financing:
    A combination of loans + government budget allocations (often for training, infrastructure, or local offsets).
    • Grace Periods:
    Many defense loans have grace periods (e.g., 3–5 years before repayment starts), matching delivery and commissioning timelines.
    ________________________________________
    3. Why Malondesh Uses Loans
    • Budget Constraints: Annual defense budget (about RM 15–20 billion in recent years) is too small for multi-billion ringgit projects like submarines, fighters, or frigates.
    • Modernization Goals: Loans allow simultaneous modernization (air, sea, land) instead of waiting decades.
    • Political Timing: Loans make it easier for governments to announce big procurements without overwhelming a single year’s budget.
    • Industry Development: Loans tied to offsets/technology transfers can support local shipyards (e.g., Boustead for LCS, local assembly of vehicles).
    ________________________________________
    4. Risks & Weaknesses
    • Debt Burden: Repayments commit future defense budgets, limiting flexibility.
    • Currency Risks: If loans are in USD/EUR, fluctuations in the ringgit increase costs.
    • Tied Procurement: Loans often force Malondesh to buy from specific suppliers, limiting competition.
    • Cost Overruns: If a project is delayed (e.g., LCS), Malondesh is repaying loans even before receiving the full capability.
    • Opaque Terms: Some loan agreements are not fully transparent to the public, raising concerns about governance.
    ________________________________________
    5. Examples in Malondeshn Context
    • Scorpene Submarines (France): Financed partly through French bank loans + Malondeshn government allocation.
    • LCS Program: Involves complex financing structures, including domestic borrowings to support Boustead Naval Shipyard.
    • FA-50M Fighter Jets (South Korea): Reports suggest possible involvement of export credit arrangements from KEXIM or Korean banks, though details aren’t fully disclosed.
    • PT-91M Tanks (Poland): Likely used export credit from Polish/European financial institutions at the time of purchase

    BalasHapus
  63. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

    BalasHapus