Belanda Memproses Pesanan Radar Kapal TNI AL

01 September 2020

Radar surveillance Thales SMART-S Mk 2 (photo : Navy Recognition) 

Defense netizen dalam sepekan ini dihadapkan pada teka-teki tentang surat dari Kementerian Perdagangan Luar Negeri dan Kerjasama Pembangunan Belanda kepada Parlemen Belanda. Surat tertanggal 12 Juni 2020 berisi tentang pemberian informasi kepada Parlemen Belanda tentang penjualan senjata melebihi batas € 2.000.000,00 kepada Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Parliamentary Document 22 054, no. 181 maka transaksi ini wajib dilaporkan kepada Parlemen.

Dalam surat disebutkan bahwa perusahaan Belanda memperoleh izin pada Juni 2020 untuk melakukan ekspor sistem radar dan C3 ke Indonesia, kontrak ini termasuk perangkat lunak, perlengkapan, peralatan pengujian dan pengukuran, serta layanan terkait lainnya yang akan dipasang di atas kapal patroli TNI AL. Kapal tersebut digunakan untuk perlindungan dan pengawasan perairan teritorial dan zona ekonomi eksklusif.

Saat ini KRI yang menjalani program upgrade adalah korvet KRI Malahayati 362 dan fregat KRI Usman Harun 359. Lalu kapal patroli mana yang disebut dalam surat tersebut ? KRI Malahayati sudah selesai dan tinggal serah terima. Kapal tersebut adalah KRI Usman Harun,  kapal eks Nakhoda Ragam class yang dipesan Angkatan Laut Brunei namun berujung sengketa dengan galangan kapal pembuatnya yaitu BAE Systems sebelum kapal ini diserah-terimakan. Ketiga kapal ini akhirnya dibeli untuk dipergunakan oleh TNI AL.

Nakhoda Ragam class dipesan Brunei sebagai kapal Naval Offshore Patrol Vessel, kapal OPV memang diklasifikasikan sebagai Kapal Patroli, tugasnya untuk melakukan patroli di lepas pantai hingga pengawasan zone ekonomi eksklusif. Sebagai kapal OPV milik Angkatan Laut tentu saja kapal ini boleh dimuati dengan beragam rudal. Rudal permukaan-ke-udara (VLS-SAM) nya saja berjumlah 16, lebih banyak dari pada fregat kelas Martadinata yang hanya mempunyai 12 VLS SAM. Oleh karena itu ketika masuk ke jajaran armada TNI AL kapal dengan bobot 2.000 ton ini dikategorikan sebagai fregat ringan. Tidak salah juga jika Belanda tetap menganggap kapal ini sebagai kapal patroli. 

Dalam kontrak yang ditanda-tangani tanggal 10 Maret 2020 antara Kementerian Pertahanan dengan Thales-Len, lingkup upgrade KRI Usman Harun meliputi :

-penggantian CMS dengan Thales TACTICOS,

-penggantian radar surveillance dengan Thales SMART-S Mk2,

-penggantian radar dan fire control system dengan Thales STIR EO Mk2,

-penggantian radar ESM dengan Thales Vigile Mk2.

Dengan penggantian peralatan radar dan sistem C3 pada fregat ringan KRI Usman Harun 359 ini maka kapal ini akan mempunyai peralatan sensor yang sama dengan fregat Martadinata class dan mengambil dari satu sumber saja yaitu Thales.

Lingkup upgrade KRI Usman Harun 359 (image : Len)

Jane's juga mengungkapkan bahwa upgrade KRI Usman Harun juga akan dilakukan pada persenjataan kapal ini. Upgrade persenjataan ini akan dilakukan setelah upgrade combat system selesai. Pekerjaan yang akan dilakukan oleh MBDA dan Len ini akan meliputi :

-penggantian SAM dengan MBDA VL MICA,

-penggantian SSM dengan MBDA MM40 Exocet Block III, juga

-perbaikan meriam utama Oto Melara 76mm, dan

-perbaikan dua meriam 30mm MSI DS30M.

Terkecuali meriam sekunder 30mm, persenjataan KRI Usman Harun hasil upgrade ini akan sama dengan Martadinata class. Dengan demikian kedua kelas kapal ini akan mempunyai sistem sensor, dan sistem senjata yang sama sehingga akan memudahkan dalam logistik dan maintenance kedua tipe kapal ini.

Masih menurut Jane's setelah upgrade KRI Usman Harun 359 ini selesai, segera disusul dengan upgrade KRI Bung Tomo (357) and KRI John Lie (358), sebagai informasi pekerjaan upgrade KRI Usman Harun ini menghabiskan biaya USD 60 juta dan akan berlangsung hingga akhir 2023.

(Defense Studies)